Anda di halaman 1dari 21

Fiqih

“Munakahat”
MKDU Agama Islam
Semester 6
Kelompok 1 Nim 1-14
Angkatan 2014 semester 6
1. Karina Zata
2. Anisa Dina
3. Ziyan Bilqis Amran
4. Safina Firdaus
5. Nadya Rasyida
6. Walida F Daulay
7. Intan Ulla
8. Nur Annisa Laras F
9. Lailatul Faizah
10.Prajna Paramitha
11.Ambar Khalida Zahra
12.Desi Tri Utami
13.Aminatuzukhruf
14.Rizki Maulana Tsani H
Learning objectives
1. Rukun dan Syarat Pernikahan
2. Cara Meminang
3. Ketentuan Perempuan yang boleh
dan tidak boleh dinikahi
4. Ketentuan umum pernikahan
1. Rukun dan Syarat Pernikahan
BAB IV (RUKUN DAN SYARAT PERKAWINAN )

Untuk melaksanakan perkawinan harus ada ;


a. Calon suami
b. Calon Istri
c. Wali Nikah
d. Dua orang saksi
e. Ijab dan kabul
Usia minimal calon mempelai ;
➢ Calon Suami 19 tahun
➢ Calon Istri 16 tahun
Dan ..
Bagi calon mempelai yang belum berusia 21 tahun
harus mendapat izin sebagaimana yang diatur
dalam pasal 6 ayat (2) , (3) , (4) , dan (5) UU no 1
tahun 1974
➢ Perkawinan didasarkan persetujuan kedua mempelai
➢ Persetujuan wanita berupa :
➢ Tulisan
➢ Lisan
➢ Isyarat
➢ Diam tanpa menolak
➢ Persetujuan ini akan ditanyakan lebih dahulu oleh pegawai pencatat kepada
kedua calon, didepan saksi nikah.
➢ Bila salah satu calon tidak setuju  batal
➢ Bila salah satu calon tuna rungu atau wicara dapat dilakukan persetujuan
dgn isyarat atau tulisan.
➢ Bagi calon suami dan calon istri yang akan melangsungkan pernikahan
tidak terdapat halangan perkawinan sebagaimana diatur dalam bab VI
➢ Rukun yg harus dipenuhi bg calon wanita
➢ Wali nikah : laki-laki, muslim, aqil dan baligh
➢ Wali nikah terdiri dari :
➢ Wali nasab
➢ Wali hakim
➢ 4 urutan kedudukan wali nasab :
1. Pertama, kelompok kerabat laki-laki garis lurus keatas
yakni ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya.
2. Kedua, kelompok kerabat saudara laki-laki kandung,
atau saudara laki-laki seayah, dan keturunan laki-laki
mereka.
3. Ketiga, kelompok kerabat paman, yakni saudara laki-
laki kandung ayah, saudara seayah dan keturunan laki-
laki mereka.
4. Keempat, kelompok saudara laki-laki kandung kakek,
saudara laki-laki seayah kakek dan keturunan laki-laki
mereka.
1. Apabila dalam satu kelompok wali nikah terdapat
beberapa orang yang sama-sama berhak menjadi wali,
maka yang paling berhak menjadi wali ialah yang lebih
dekat kekerabatannya dengan calon mempelai wanita.
2. Apabila dalam satu kelompok sama derajat
kekerabatannya maka yang paling berhak menjadi wali
nikah ialah kerabat kandung dari kerabat yang hanya
seayah
3. Apabila dalam satu kelompok derajat kekerabatannya
sama yakni sama-sama derajat kandung atau sama-sama
derajat kerabat seayah, mereka sama-sama berhak
menjadi wali nikah, dengan mengutamakan yang lebih
tua dan memenuhi syarat-syarat wali.
Pasal 22
Apabila wali nikah yang paling berhak, urutannya tidak
memenuhi syaratsebagai wali nikah, atau oleh karena wali
nikah itu menderita tuna wicara, tuna rungu atau sudah
udzur, maka hak wali bergeser ke wali nikah yang lain
menurut derajat berikutnya.

Pasal 23
(1) Wali hakim baru dapat bertindak sebagai wali nikah
apabila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin
menghadirkannya atau tidak diketahui tempat tinggalnya
atau gaib atau adlal atau enggan. (2) Dalam hal wali adlal
atau enggan maka wali hakim baru dapat bertindak sebagai
wali nikah setelah ada putusan Pengadilan Agama tentang
wali tersebut
Pasal 24
(1) Saksi dalam perkawinan merupakan rukun pelaksaan akad nikah (2) Setiap
perkawinan harus disaksikan oleh dua orang saksi
Pasal 25
Yang dapat ditunjuk menjadi saksi dalam akad nikah ialah seorang laki-laki
muslim, adil, akil baligh, tidak terganggu ingatan dan tidak tuna rungu atau tuli.
Pasal 26
Saksi harus hadir dan menyaksikan secara langsung akad nikah serta
menandatangani akta nikah pada waktu dan di tempat akad nikah
dilangsungkan
Pasal 27
Ijab dan kabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas beruntun dan tidak
berselang waktu.
Pasal 28
Akad nikah dilaksanakan sendiri secara pribadi oleh wali nikah yang
bersangkutan.Wali nikah dapat mewakilkan kepada orang lain.
Pasal 29
(1) Yang berhak mengucapkan kabul adalah calon mempelai pria secara pribadi
(2) Dalam hal-hal tertentu ucapan kabul nikah dapat diwakilkan kepada pria lain
dengan ketentuan calon mempelai pria memberi kuasa yang tegas secara tertulis
bahwa penerimaan wakil atas akad nikah itu adalah untuk mempelai pria
(3) Dalam hal calon mempelai wanita atau wali keberatan calon mempelai pria
diwakili, maka akad nikah tidak boleh dilangsungkan
2. Cara Meminang
- Seorang wali diperbolehkan untuk menawarkan wanita
yang berada di bawah perwaliannya kepada orang yang
shalih
- Wanita yang baligh dan bijakboleh dilamar langsung
melalui dirinya
- Dianjurkan bagi seorang laki-laki yang akan melamar untuk
meminta pendapat kepada orang yang dipercaya. Dan
dimintai pendapat jujur tentang si calon mempelai
- Tak ada lafazh khusus dala melamar.
- Apabila seorang wanita telah dilamar oleh seorang laki-laki
dan keduanya telah sepakat untuk menikah, maka tidak halal
bagi laki-laki lainnya untuk melamar wanita tersebut. Kecuali
pelamar pertama yang diterima mengizinkan kepada laki-laki
lain untuk melamar maka boleh.
- Apabila belum ada kesepakatan maka diperbolehkan laki-
laki lain untuk melamarnya
- Diperbolehkan membuat perantara untuk melamar seorag
wanita.
- Setelah proses lamaran laki-laki yang melamar belum halal
untuk melakukan apapun terhadap wanita yang dilamarnya,
karena statusnya masih orang lain
- Setelah lamaran, kedua belah pihak berhak membatalkan
atau melanjutkan ke jenjang pernikakhan.
- Jika wanita telah dilamar oleh seroang laki-laki yang baik
agama dan ahlaknya maka hendaklah wanita itu
menyetujuinya dan segera menikahkan mereka
- Melamar bukan syarat sah pernikahan.
3. Wanita Yang Tidak Boleh Dinikahi

Mahram Muabbad (haram selamanya)


a. Karena hubungan keturunan (nasab)
- Ibu terus keatas
- Anak perempuan terus kebawah
- Saudara perempuan dari semua arah
- Bibi dari pihak bapak/ibu terus keatas
- Anak perempuan saudara laki-laki/wanita
b. karena hubungan pernikahan (mushaharah)
- istri bapak (ibu tiri) terus ke atas
- istrinya anak (menantu) terus kebawah
- ibunya istri (mertua) terus keatas
- anaknya istri dari suami lain (anak tiri) terus kebawah.
c. karena persusuan (Radha’ah)
- Wanita yang menyususi (ibu susuan) terus
keatas (termasuk nenek susuan dari pihak
ibu/bapak, ibu dari nenek susuan, dst.
- Anak perempuan wanita yang menyesui
(saudara sususan) terus kebawah. Baik yang
dilahirkan sebeleum dan sesudah persusuan.
Termasuk cucu perempuan dari anak
perempuan/anak laki-laki)
- Saudara perempuan sepersusuan
- Setiap anak yang menyusu kepada ibu susuan,
meski waktu menyusuinya berbeda)
- Saudara perempuan wanita yang menyusui (bibi
sususan dari pihak ibu)
- Saudara perempuan suami dari ibu susuan (bibi
susuan dari pihak bapak sususan)
- Anak perempuan dari anak prempuan ibu
susuan
- Anak perempuan dari anak laki-laki ibu sususan
(keponakan susuan)
Isteri lain dari bapak susuan (ibu tiri susuan))
(termasuk istri dari kakek susuan,dst)
Isteri dari anak susuan (menantu dari anak
susuan) (tremasuk isteri cucu anak susuan)
Ibu susuan dari sisteri (mertua susuan) termasuk
nenek susuan dari isteri)
Anak susuan dari isteri (anak tiri susuan)
Mahram Muaqqat (haram sementara
waktu)
1. mengumpulkan 2 wanita bersaudara dalam
1 pernikahan ( tidak boleh menikahi kakak
adik sekaligus, kecuali jika sudah meninggal
dunia/ talak maka boleh menikahi saudara
perempuan dari istri.
2. mengumpulkan wanita dengan bibinya
dalam 1 pernikahan.
Jika telah cerai boleh menikahi bibinya.
3. mengumpulkan lebih dari 4 wanita dalam 1
masa yang sama (istri >4)
4. wanita yang telah bersuami, hingga ia
ditalak atau ditinggal mati oleh suaminya dan
telah habis masa iddahnya
5. wanita dalam masa iddah hingga ia selesai
masa iddahnya
6. wanita dalam keadaan ihram (haji atau
umrah) hingga ia bertahallul
7. isteri yang telah ditalak 3, hingga ia dinikahi
oleh orang lain dan telah diceraikan oleh suami
yang baru tsb
8. wanita musrik, hingga ia masuk islam
9. wanita oenzina, hingga ia bertaubat dan
beristibra (mengosongkan rahimnya) dengan 1
kali haid
4. Rukun Akad Nikah

Adanya calon suami dan istri


Ijab qobul
✓ Ijab : ucapan dari pihak wali/wakilnya untuk
menikahkan wanita ynag berada dalam
perwaliannya kepada seorang laki-laki.
Harus dengan lafazh “nikah” atau “kawin”.
misalnya “Saya nikahkan engkau dengan
anak saya Fulanah binti Fulan, dengan
mahar berupa uang sebesar satu juta
rupiah tunai.”
✓ Qobul : ucapan dari pihak suami atau walinya
bahwa ia menerima akad nikah tersebut.
Ketentuan ijab qobul :
a. Ada ungkapan penyerahan nikah dari wali
pengantin wanita
b. Ada ungkapan penerimaan nikah dari
pengantin laki-laki
c. Menggunakkan kata-kata “nikah” datau kata-
kata lain yang semakna dengannya
d. Jelas pengungkapannya dan saling berkaitan
e. Diungkapkan dalam satu majelis (bersambung,
tidak berselang waktu yang lama)

Anda mungkin juga menyukai