Anda di halaman 1dari 29

CEDERA KEPALA

Oki Bambang Hendrawan


FK UMP
Anatomi kranium
Cedera Kepala
Definisi
Cedera kepala merupakan trauma yang mengenai otak yang
dapat mengakibatkan perubahan fisik intelektual, emosional,
dan sosial. Trauma tenaga dari luar yang mengakibatkan
berkurang atau terganggunya status kesadaran dan perubahan
kemampuan kognitif, fungsi fisik dan emosional
Epidemiologi
Cedera kepala menyebabkan kematian dan disabilitas di
banyak negara di dunia. Berdasarkan data yang didapatkan dari
CDC, sebanyak 1,7 juta orang mengalami cedera kepala setiap
tahun di Amerika Serikat. Prevalensi nasional cedera kepala
menurut Riskesdas 2013 adalah 8,2%, meningkat 0,7%
dibandingkan tahun 2007. Sebanyak 40,6% cedera kepala
diakibatkan oleh kecelakaan motor. Menurut sebaran kelompok
usia, cedera kepala lebih banyak terjadi pada pasien dengan usia
produktif. Hal ini tentunya berdampak besar pada aspek sosial
ekonomi.
Etiologi

Trauma primer
Terjadi karena benturan langsung atau tidak langsung (akselerasi dan
deselerasi)
  
Trauma sekunder
• Terjadi akibat dari trauma saraf (melalui akson) yang meluas,
hipertensi intrakranial, hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi
sistemik.
• Trauma akibat persalinan
• Kecelakaan, kendaraan bermotor atau sepeda, dan mobil,
kecelakaan pada saat olahraga.
• Jatuh.
• Cedera akibat kekerasan
Manifestasi klinis
 Cedera kepala primer
 Akibat langsung pada mekanisme dinamik (acelerasi-decelerasi
rotasi) yang menyebabkan gangguan pada jaringan. Pada cedera
primer dapat terjadi gegar kepala ringan, memar otak dan
laserasi.

 Cedera kepala sekunder


 Pada cedera kepala sekunder akan timbul gejala, seperti
hipotensi sistemik, hipoksia, hiperkapnea, edema otak, komplikasi
pernapasan, dan infeksi / komplikasi pada organ tubuh yang lain.
 
Manifestasi klinis
 Skull Fracture
 Gejala yang didapatkan berupa cairan yang
keluar dari telinga dan hidung (othorrea,
rhinorhea), darah dibelakang membran
timphani, periobital ecimos (brill haematoma),
memar didaerah mastoid (battle sign),
perubahan penglihatan, hilang pendengaran,
hilang indra penciuman, pupil dilatasi,
berkurangnya gerakan mata, dan vertigo.
Manifestasi klinis
 Commotio Cerebri (Gegar Otak)
 Commotio Cerebri (Gegar Otak) adalah cidera otak ringan
karena terkenanya benda tumpul berat ke kepala dimana
terjadi pingsan < 10 menit. Dapat terjadi gangguan yang
timbul dengan tiba-tiba dan cepat berupa sakit kepala, mual,
muntah, dan pusing. dibagi menjadi amnesia anterograde
dan retrograde
Manifestasi klinis
 Perdarahan intrakranial
 Epiduralis haematoma adalah terjadinya perdarahan
antara tengkorak dan durameter akibat robeknya arteri
meningen media atau cabang-cabangnya.
 Subduralis haematoma adalah terjadinya perdarahan
antara durameter dan korteks, dimana pembuluh darah
kecil vena pecah atau terjadi perdarahan. Terdapat
adanya tanda-tanda meningginya TIK (Tekanan Intra
Kranial).
Manifestasi klinis
 Subrachnoidalis Haematoma kejadiannya karena
perdarahan pada pembuluh darah otak, yaitu
perdarahan pada permukaan dalam duramater. Keadaan
ini sering menyebabkan pecahnya pembuluh darah otak.
 Intracerebralis Haematoma Terjadi karena pukulan
benda tumpul di daerah korteks dan subkorteks yang
mengakibatkan pecahnya vena yang besar atau arteri
pada jaringan otak. Selaput otak menjadi pecah juga
karena tekanan pada durameter bagian bawah melebar
sehingga terjadilah subduralis haematoma.
Manifestasi klinis
 Contussion
 Tanda yang didapat adalah menurunnya tingkat
kesadaran kurang dari 5 menit, amnesia retrograde,
pusing, sakit kepala, mual dan muntah. Contusio
dibagi menjadi 2 yaitu cerebral contusion,
brainsteam contusion. Tanda yang terdapat:
 Pernafasan mungkin normal, hilang keseimbangan secara
perlahan atau cepat.
 Pupil biasanya mengecil, equal, dan reaktif jika kerusakan sampai
batang otak bagian atas (saraf kranial ke III) dapat menyebabkan
keabnormalan pupil.
Klasifikasi
 1. Cedera Kepala Ringan (CKR) dengan GCS > 13, tidak
terdapat kelainan berdasarkan CT scan otak, tidak
memerlukan tindakan operasi, lama dirawat di rumah sakit <
48 jam.
 2. Cedera Kepala Sedang (CKS) dengan GCS 9-13, ditemukan
kelainan pada CT scan otak, memerlukan tindakan operasi
untuk lesi intrakranial, dirawat di rumah sakit setidaknya 48
jam.
 3. Cedera Kepala Berat (CKB) bila dalam waktu > 48 jam
setelah trauma, score GCS < 9
Patoisiologi
Penegakkan diagnosis

Anamnesis Pemeriksaan fisik

Tanda–tanda atau gejala klinis Pemeriksaan dengan


untuk yang cedera kepala inspeksi, palpasi, perkusi,
ringan adalah pasien tertidur dan auskultasi, serta
atau kesadaran yang menurun pemeriksaan khusus
selama beberapa saat untuk menentukan
kemudian sembuh, sakit kelainan patologis,
kepala yang menetap atau dengan metode Dari
berkepanjangan, mual dan ujung rambut sampai
atau muntah, gangguan tidur dengan ujung kaki atau,
dan nafsu makan yang Per organ B1 – B6
menurun, perubahan (Breath, Blood, Brain,
kepribadian diri, letargik. Bowel, Bladder, Bone)
Pemeriksaan fisik
 a. Jejas di kepala meliputi; hematoma sub kutan, sub galeal, luka terbuka,
luka tembus dan benda asing.
 b. Tanda patah dasar tengkorak, meliputi; ekimosis periorbita (brill
hematoma), ekimosis post auricular (battle sign), rhinorhoe, dan otorhoe
serta perdarahan di membrane timpani atau leserasi kanalis auditorius.
 c. Tanda patah tulang wajah meliputi; fraktur maxilla (Lefort), fraktur rima
orbita dan fraktur mandibula
 d. Tanda trauma pada mata meliputi; perdarahan konjungtiva, perdarahan
bilik mata depan, kerusakan pupil dan jejas lain di mata.
 e. Auskultasi pada arteri karotis untuk menentukan adanya bruit yang
berhubungan dengan diseksi karotis
 f. Pemeriksaan pada leher dan tulang belakang. Mencari tanda adanya
cedera pada tulang servikal dan tulang belakang dan cedera pada medula
spinalis. Pemeriksaan meliputi jejas, deformitas, status motorik, sensorik,
dan autonomik.
Penegakkan diagnosis
 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Foto Polos


Pemeriksaan CT Scan
Kepala

1. Kehilangan kesadaran, amnesia


2. Nyeri kepala menetap 1. GCS< 13 setelah resusitasi.
3. Gejala neurologis fokal 2. Deteorisasi neurologis : penurunan GCS
4. Jejas pada kulit kepala 2 poin atau lebih, hemiparesis, kejang.
5. Kecurigaan luka tembus 3. Nyeri kepala, muntah yang menetap
6. Keluar cairan cerebrospinal atau darah dari 4. Terdapat tanda fokal neurologis
hidung atau telinga 5. Terdapat tanda Fraktur, atau kecurigaan
7. Deformitas tulang kepala, yang terlihat fraktur
atau teraba 6. Trauma tembus, atau kecurigaan trauma
8. Kesulitan dalam penilaian klinis : mabuk, tembus
intoksikasi obat, epilepsi, anak 7. Evaluasi pasca operasi
9. Pasien dengan GCS 15, tanpa keluhan dan 8. pasien multitrauma ( trauma signifikan
gejala tetapi mempunyai resiko : benturan lebih dari 1 organ )
langsung atau jatuh pada permukaan yang 9. Indikasi sosial
keras, pasien usia > 50 tahun.
Penegakan diagnosis
 Anamnesis
1. Tanyakan secara rinci mekanisme trauma, seperti
ketinggian jatuh, apakah kepala membentur sesuatu.
2. Bagian tubuh mana yang mengalami trauma, apakah
terdapat trauma multipel.
3. Apakah terdapat penurunan kesadaran, berapa lama
terjadi penurunan kesadaran (kalau ada).
4. Adakah kehilangan ingatan (amnesia)
5. Apakah ada nyeri kepala, muntah-muntah, kejang,
perdarahan/keluar cairan dari hidung, telinga atau mulut.
6. Adakah benjolan kepala setelah jatuh, adakah tanda
tulang yang retak.
7. Apakah terdapat patah tulang leher, bahu maupun
ekstremitas.
8. Apakah sudah terdapat gangguan neurologis sebelum
trauma.
9. Apakah terdapat gangguan perdarahan.
10. Apakah terdapat penyalahgunaan obat atau alkohol
PF dan Px neurologis
1. Nilai kesadaran dengan Glasglow coma scale (GCS)
2. Pemeriksaan fisik (terutama kepala dan leher) :
- Kepala : hematoma, laserasi, penumpukan cairan, depresi
tulang
- Fraktur tengkorak : adakah otorea, hemotimpanum, rinorea,
battle sign
- Leher : adakah deformitas, kekakuan atau nyeri
- Jejas trauma di bagian tubuh lain : dada, abdomen dan
ekstremitas
3. Status mental : sadar penuh, orientasi, confusion/bingung,
gaduh-gelisah, tidak responsif
4. Saraf kranial :
- Refleks pupil (N.II, N.III), Doll’s eye response (N.III,N.IV,N.VI),
respons okulomotor kalorik (N.III,N.IV,N.VI,N.VIII), refleks
kornea dan seringai wajah (N.V, N.VII), refleks muntah (N.IX,N.X)
5. Pemeriksaan sensorimotor
- Asimetri, gerakan (spontan/menuruti perintah), tonus otot,
koordinasi (jika memungkinkan), reaksi terhadap nyeri (menarik/
withdrawl, deserebrasi, dekortikasi, tidak ada respons)
6. Pemeriksaan refleks fisiologis, patologis, klonus.
Algoritme
Tatalaksana
Prinsip tata laksana awal pada cedera kepala secara umum sama seperti
cedera di tempat lain. Penanganan didasari pada prinsip emergensi
dengan survei primer.
A : Airway (jalan napas)
B : Breathing (pernapasan adekuat)
C : Circulation (sirkulasi)
D : Disability (melihat adanya disabilitas)
menilai tingkat keparahan cedera kepala
tambahan : perlu dilakukan imobilisasi tulang belakang karena cedera
kepala seringkali dibarengi dengan adanya cedera pada medula spinalis.
Tatalaksana
 Pada semua pasien dengan cedera kepala dan/atau
leher, lakukan foto tulang belakang servikal, kolar
servikal baru dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh
tulang servikal C1-C7 normal.
Tatalaksana
 Medikamentosa
1. dapat diberikan analgesik untuk mengurangi nyeri
2. Bila terdapat peningkatan tekanan intrakranial, dapat diberikan obat
penurun tekanan intrakranial seperti Manitol 20% 0,5 – 1 gram/kg
tiap 8 jam atau NaCl 3% dengan dosis inisial 2-6 ml/kgBB dilanjutkan
dengan infus kontinyu 0.1-1 ml.kgBB/jam dengan monitoring tekanan
intrakranial. NaCl 3% dapat juga diberikan dengan dosis inisial 5 ml/
kgBB dilanjutkan dengan dosis 2 ml/kgBB tiap 6 jam.
3. Pemantauan kadar elektrolit dan diuresis diperlukan jika pasien
diberikan cairan hipertonis. Hindari / seminimal mungkin tindakan invasif
dan hal-hal yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial.
Komplikasi
 Gejala sisa cedera kepala berat: beberapa pasien dengan cedera kepala berat
dapat mengalami ketidakmampuan baik secara fisik (disfasia, hemiparesis, palsi
saraf cranial) maupun mental (gangguan kognitif, perubahan kepribadian).
Sejumlah kecil pasien akan tetap dalam status vegetatif.
 Kebocoran cairan serebrospinal: bila hubungan antara rongga subarachnoid dan
telinga tengah atau sinus paranasal akibat fraktur basis cranii hanya kecil dan
tertutup jaringan otak maka hal ini tidak akan terjadi.
 Epilepsi pascatrauma: terutama terjadi pada pasien yang mengalami kejang awal
(pada minggu pertama setelah cedera), amnesia pascatrauma yang lama, fraktur
depresi kranium dan hematom intrakranial.
 Hematom subdural kronik.
 Sindrom pasca contusio : nyeri kepala, vertigo dan gangguan konsentrasi dapat
menetap bahkan setelah cedera kepala ringan. Vertigo dapat terjadi akibat cedera
vestibular (konkusi labirintin) (Adams, 2004).
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai