SEBAGAI NILAI-
NILAI
KARAKTER
BANGSA
KELOMPOK 9
Sumber: Bahan Pelatihan Penguatan Metodologi Pembelajaran Berdasarkan Nilai-nilai Budaya untuk Membentuk Daya Saing dan
Karakter Bangsa, oleh Pusat Kurikulum Departemen Pendidikan Nasional, 2010
Alur Pikir Pembangunan Karakter Bangsa
PERMASALAHAN BANGSA
BANGSA DAN NEGARA BERKARAKTER
1. Tangguh,
1. Disorientasi dan belum
dihayatinya nilai-nilai 2. kompetitif, 3.
Pancasila. berakhlak mulia,
2. Keterbatasan perangkat 4. bermoral, 5. BANGSA YANG
kebijakan terpadu dalam bertoleran, 6.
mewujudkan nilai-nilai MERDEKA,
bergotong
Pancasila. R A N: + royong, 7.
BERSATU,
3. Bergesernya nilai etika pembagunan BERDAULAT,
dalam kehidupan POLHUKAM,
karakter bangsa berjiwa patriotik, ADIL DAN
berbangsa dan bernegara. KESRA, 8. berkembang MAKMUR
4. Memudarnya kesadaran PEREKONOMIAN dinamis, 9.
terhadap nilai-nilai budaya berorientasi
bangsa.
Iptek yang
5. Ancaman disintegrasi
bangsa semuanya dijiwai
STRATEGI: oleh IMTAQ
6. Melemahnya kemandirian
bangsa.
1.Sosialisasi/ kepada Tuhan
Penyadaran Yang Maha Esa
2.Pendidikan berdasarkan
3.Pemberdayaan Pancasila.
4.Pembudayaan
5.Kerjasama KONSENSUS
LINGKUNGAN NASIONAL
STRATEGIS 1. PANCASILA
Global, 2. UUD 45
Regional, 3. Bhineka
Nasional Tunggal Ika
4. NKRI
2
KARAKTER
NASIONAL
INTEGRASI NASIONAL
Adalah konsep yang berkenaan dengan sifat, mutu, keadaan yang berguna bagi
manusia dan kemanusiaan yang menyangkut perihal perang, kelahi, lawan dan
laga.
Regulasi peraturan
3
PENDIDIKAN
SEBAGAI
PONDASI
BANGSA
3.1 PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER BAGI BANGSA INDONESIA
PROSES PEMBUDAYAAN DAN
PEMBERDAYAAN MENUJU PERAN
PRILAKU BERKARAKTER PENDIDIK
Agama, Pancasila,
UUD 1945,
UU No. 20/2003 ttg
PENDIDIKAN
PENDIDIKAN FORMAL
FORMAL &
& NON
NON FORMAL
FORMAL
Sisdiknas
PERANGKAT PENDUKUNG
Kebijakan, Pedoman, Sumber Daya,
Lingkungan, Sarana dan Prasarana,
Kebersamaan, Komitmen pemangku
kepentingan.
3.2 PENGERTIAN PENDDIKAN KARAKTER
1. Perilaku seseorang berkarakter dalam proses perkembangan & pembentukannya
dipengaruhi 2 faktor: 1. lingkungan (nature) & 2. bawaan (nurture). Lingkungan
sebagai faktor eksternal yang membentuk karakter maka pendidikan menjadi
sangat penting;
2. Socrates (469-399 SM): tujuan pendidikan yang paling mendasar membentuk
individu menjadi baik & cerdas (good & smart). “Goodness is knowledge…to be
good at something as a matter of knowledge.” (G.M.A. Grube: 1980: 216-217);
3. Plato (428-348 SM) murid Socrates merefleksikan pemikiran gurunya untuk hal
yang lebih makro dari sekedar kebajikan individu menjadi negarawan yang baik.
Dalam bukunya yang terkenal “Republic” menjelaskan bahwa agar anak dapat
meraih kebenaran & kebajikan diperlukan pedoman yang jelas agar moral dapat
diaplikasikan dalam kehidupan.
4. Aristoteles (384-322 SM), murid Plato juga mengarahkan pendidikan kepada
kebajikan atau nilai (virtue) individu yang mengandung 2 aspek: intelektual &
moral ”…intellectual virtue in the main owes both its birth and its growth to
teaching, while moral virtue comes about as a result of habit…”
5. EmileDurkheim (1973): sosiolog Perancis,
menyatakan bahwa masyarakat harus memiliki nilai-
nilai yang baik sebagai kontribusi warisan moral
“…Society must have some good to achieve, an
original contribution to bring to the moral patrimony of
mankind. Idleness is a bad counselor for collectivities
as well as individual. When individual activity does not
know where to take hold, it turns against itself. When
the moral forces of a society remain unemployed, when
they are not engaged in some work to accomplish, they
deviate from their moral sense and are used up in a
morbid and harmful manner…”(13)
KESIMPULAN (1-12):
1. Secara filosofis & sosiologis, pendidikan adalah pendidikan karakter yang
diharapkan berguna bagi kehidupan seseorang dalam kedudukannya sebagai
pribadi, anggauta masyarakat, & sekaligus warga Negara suatu Negara bangsa.
2. Megawangi (2004:95): Pendikar adalah sebuah usaha untuk mendidik anak-anak
agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktekkannya dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif
kepada lingkungannya. Nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan kepada anak-
anak: adalah nilai universal yang mana seluruh agama, tradisi, & budaya pasti
menjunjung tinggi nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai universal ini harus dapat menjadi
perekat bagi seluruh anggota masyarakat walaupun berbeda latar belakang budaya,
suku, & agama.
3. Pendikar ini merupakan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan
moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta
didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik &
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati
(Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter, 2010).
KESIMPULAN (lanjutan):
4. Dalam Kebijakan Nasional, pendidikan karakter didefinisikan sebagai
usaha sadar & terencana untuk mewujudkan suasana serta proses
pemberdayaan potensi & pembudayaan peserta didik guna membangun
karakter pribadi &/ kelompok yang unik sebagai warga negara.
5. Lickona (1992) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai
“deliberate effort to help people understand, care about, and act upon
core ethical values” Lickona, menambahkan bahwa usaha itu tidak
terjadi secara otomatis melainkan melalui kerja keras & tekun. Dalam
bukunya “Educating for Character”, ia menjelaskan berikut: “…
when we think about the kind of character we want for our children,
it’s clear that we want them to be able to judge what is right, and then
do what they believe to be right-even in the face of pressure from
without and temptation from within…”
KESIMPULAN (lanjutan):
6. Jadi Pendidikan Karakter, bukan sekedar mengajarkan mana
yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan
karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana
yang baik sehingga peserta didik menjadi paham (kognitif)
tentang mana yang baik dan salah, mampu merasakan (afektif)
nilai yang baik dan biasa melakukannya (psikomotor)
7. Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik, harus
melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik” (moral
knowing), tetapi juga “merasakan dengan baik” atau “loving the
good” (moral feeling), dan “perilaku yang baik” (moral action).
Jadi pendidikan karakter erat kaitannya dengan “habit” atau
kebiasaan yang terus menerus dipraktekkan dan dilakukan.
KESIMPULAN (lanjutan):
8. Karena pendidikan karakter adalah habit, pembentukan karakter
seseorang itu memerlukan communities of character yang terdiri
dari keluarga, sekolah, institusi keagamaan, media, pemerintahan
dan berbagai pihak yang mempengaruhi nilai-nilai generasi muda
9. Semua communities of character tersebut hendaknya memberikan
u keteladanan, intervensi, pembiasaan yang dilakukan secara
konsisten, dan penguatan. Dengan perkataan lain, pembentukan
karakter memerlukan pengembangan keteladanan yang ditularkan,
intervensi melalui proses pembelajaran, pelatihan, pembiasaan
terus menerus dalam jangka panjang yang dilakukan secara
konsisten dan penguatan.
KESIMPULAN (lanjutan):
10. Peran sekolah dalam pendidikan karakter dalam konteks Communities of
Character, diletakkan di tengah. Lockwood (1997) mendefinisikan “…any
school-initiated program, design in cooperation with other community institutions, to
shape directly and systematically the behavior of young people by influencing
explicitly the non relativistic values believe to bring about behavior…”
a. Sikap Individualisme,
b. Apresiasi Generasi Muda,
c. Pandangan Kritis terhadap Ideologi Negaranya,
d. Diversifikasi Masyarakat,
e. Keterbukaan Yang Lebih Tinggi.
Dr. H. Syahrial / Pkn