Dosen Pengasuh:
Drs. H. Abdul Rivai, M.AP
08152106666
LATAR BELAKANG
(3xUTS)+(3xR.Tgs)+(4xUAS)
10
Pembangunan karakter : cita-cita Pembangunan karakter merupakan
luhur pendiri bangsa Indonesia & merupakan amanat pendiri negara
tertulis dalam Pancasila & dan telah dimulai sejak awal
Pembukaan UUD 1945 kemerdekaan.
(Lickona. Educating for Character: How our school can teach respect &
responsibility., New Yor Bantam Books, 1992:12-22)
Alur Pikir Pembangunan Karakter Bangsa
PERMASALAHAN BANGSA
BANGSA DAN NEGARA BERKARAKTER
FUNGSI:
• Pengembangkan potensi dasar,
TUJUAN:
agar “berhati baik, berpikiran baik &
Mengembangkan karakter berperilaku baik”.
bangsa agar mampu
mewujudkan nilai-nilai luhur • Pebaikan thd perilaku yg kurang
Pancasila baik dan penguatan perilaku yg
sudah baik.
• Penyaring budaya yg kurang sesuai
dg nilai-nilai luhur Pancasila.
RUANG LINGKUP
Keluarga; satuan pendidikan; masyarakat sipil; masyarakat politik; pemerintah;
dunia usaha; media massa.
6
Pertemuan ke 2
DISKUSI :
1. Urgensi Pendidikan Karakter
2. Hubungan Karakter dan Kepribadian
Modul 1 : URGENSI PENDIDIKAN KARAKTER
1. Pendidikan Karakter dan latar belakang diadakannya
Pendidikan karakter.
2. Dasar hukum dalam pembinaan pendidikan karakter
3. Nilai-nilai Pembentuk Karakter
4. Pentingnya Pendidikan Karakter bagi pendidikan di
Indonesia
5. Tujuan dan Sasaran Pendidikan Karakter
6. Harapan pada Pendidikan Karakter
Madul 2 : HUBUNGAN KARAKTER DAN KEPRIBADIAN
1. Pengertian Karakter
2. Pengertian Kepribadian
3. Aspek-aspek Kepribadian
4. Ciri-ciri Kepribadian
5. Unsur-unsur Kepribadian
6. Hubungan Karakter dan Kepribadian
Pertemuan ke 3
PENGARUH LINGKUNGAN
K P
A E
R R
Fitrah JATI A I
JATIDIRI
DIRI
Illahi K L
T A
E K
R U
PENGARUH LINGKUNGAN
Logika Rasa
FATHONAH SIDDIQ
THINKER BELIEVER
Intra-
IQ SQ
Personal
OLAH PIKIR OLAH HATI
AMANAH TABLIGH
Inter- DOER NETWORKER
Personal AQ EQ
OLAH RAGA OLAH RASA & KARSA
6. Secara lebih khusus dalam Pendidikan Kewarganegaraan
dikenal civic disposition (Branson. The Role of Civic Education. 1999:23), yaitu
“…those attitudes and habit of mind of the citizen that are
conducive to the healthy functioning and common good of the
democratic system…”- sikap & kebiasaan berpikir WN yang
menopang berkembangnya fungsi sosial yang sehat & jaminan
kepentingan umum dari sistem demokrasi
7. Secara konseptual civic disposition meliputi sejumlah
karakteristik kepribadian, yaitu: “ civility (respect & civil
discourse), individual responsibility, self-discipline, civic
mindedness (openness, skepticism, recognition of ambiguity),
compromise (conflict of principles, compassion, generosity, and
loyalty to the nation and its principles” (Quigley, Buchanan, & Bahmueller.
Civitas: A Framework for Civic Education. 1991:13-14 )
8. Lickona (1992), ahli pendidik karakter dari Cortland University
dikenal sebagai Bapak Pendikar Amerika yang menerapkan
idenya pada tingkat pendidikan dasar & menengah: (1) moral
knowing (pengetahuan tentang moral); (2) moral feeling
(perasaan tentang moral), dan (3) moral action (perbuatan
moral atau act morally).
Moral Knowing Moral Feeling Moral Action
1. Moral awareness 1. Conscience (nurani) 1. Competence
2. Knowing moral values 2. Self- esteem (percaya 2. Will (keinginan )
diri
3. Perspective taking 3. Empathy (merasakan 3. Habit (kebiasaan )
penderitaan orang lain)
4. Moral reasoning 4. Loving the good
(mencintai kebenaran)
5. Decision making 5. Self-control (mampu
mengontrol diri)
6. Self-knowledge 6. Humility (kerendahan
hati)
IHE DIMERMEN YJDB SITUS GOOGLE
1. Cinta Tuhan & 1. Respect 5 Sikap Dasar: 1. 1. Responsibility
segenap ciptaan-Nya jujur; 2. terbuka; 3.
berani mengambil
2. Kemandirian & 2. Responsibility resiko; 4. tanggung 2. Respect
tanggung jawab jawab,;5. komitmen
3. dermawan, suka 3. Honesty 3 Syarat: 1. niat; 2. 3. Fairness
menolong & gotong
royong tidak mendahului
kehendak Tuhan; 3.
bersyukur.
3. Percaya, kreatif & 4. Empathy 4. Courage
pekerja keras
3 Syarat lain: 1.
4. Kepemimpinan & 5. Fairness doa/ibadah; 2. 5. Honesty
keadilan mewujudkan
perubahan; 3.
5. Baik & rendah hati 6. Initiative tauladan 6. Citizenship
(“Membangun
6. toleransi, kedamaian 7. Courage Kembali Jati Diri 7. Self-discipline
& kesatuan Bangsa, Peran
Penting Karakter &
(Megawangi, 2004:94) 8. Perseverance Hasrat untuk 8. Caring
Berubah”, 2008)
9. Optimism 9. Perseverance
ramah, saling
OLAH menghargai, toleran,
bersih dan sehat, OLAH
RASA/K peduli, suka menolong,
disiplin, sportif, RAGA
ARSA gotong royong,
tangguh, andal, nasionalis, kosmopolit ,
berdaya tahan, mengutamakan
bersahabat, kepentingan umum,
kooperatif, bangga menggunakan
determinatif, bahasa dan produk
kompetitif, ceria, Indonesia, dinamis,
dan gigih kerja keras, dan beretos
kerja
KESIMPULAN (lanjutan):
4. Diantara berbagai nilai yang dikembangkan, maka dalam pelaksanaannya
dimulai dari sedikit, yang esensial, yang sederhana, yang mudah
dilaksanakan sesuai dengan kondisi masing-masing sekolah/wilayah,
misalnya jujur, bertanggung jawab, cerdas, kreatif, bersih, disiplin, peduli,
suka menolong.
5. Peta nilai karakter, indikator-indikatornya, termasuk juga bagaimana
keterkaitannya dengan SK & SKD telah dikembangkan oleh Kemdiknas.
6. Kemdiknas mengidentifikasi 18 nilai dalam Pendidikan Budaya & Karakter
Bangsa yang bersumber dari: (1) Agama; (2) Pancasila; (3) Budaya; & (4)
Tujuan Pendidikan Nasional, yaitu: Religius, Jujur, Toleransi, Disiplin,
Kerja keras, Kreatif, Mandiri, Demokratis, Rasa Ingin Tahu, Semangat
Kebangsaan, Cinta Tanah Air, Menghargai Prestasi, Bersahabat/-
Komunikatif, Cinta Damai, Gemar Membaca, Peduli Lingkungan, Peduli
Sosial, & Tanggung Jawab (Puskur. Pengembangan dan Pendidikan
Budaya & Karakter Bangsa: Pedoman Sekolah. 2009:9-10).
KESIMPULAN (lanjutan):
7. Begitu banyak & beragamnya jenis karakter yang teridentifikasi para
pemerhati pendikar. Dalam implementasinya jumlah & jenis karakter yang
dipilih tentu akan dapat berbeda antara satu daerah atau sekolah yang satu
dengan yang lain tergantung kepentingan & kondisinya masing-masing.
8. Tetapi secara nasional dapat dikembangkan nilai-nilai utama yang menjadi
penekanan sesuai kondisi bangsa & Negara Indonesia.
9. Sebagai contoh, karakter toleransi & cinta damai menjadi sangat penting
untuk lebih ditonjolkan karena kemajemukan bangsa & negara.
Nilai kejujuran & bertanggung jawab sangat urgen di saat bangsa ini
tengah menghadapi berbagai kasus korupsi.
Nilai disiplin menjadi sangat penting karena bangsa ini terkenal memiliki
mentalitas budaya tidak disiplin (Koentjaraningrat, 1999).
Nilai peduli & suka menolong menjadi sangat perlu dikembangkan di saat
berbagai musibah bencana alam melanda Indonesia & menelan banyak
korban.
OLAH OLAH
PIKIR HATI Pertimbangan:
dimulai dari sedikit, yang
esensial, yang sederhana, yang
mudah dilaksanakan sesuai
dengan kondisi masing-
masing sekolah/wilayah.
OLAH
OLAH
RASA/-
RAGA
KARSA
BERSIH,
DISIPLIN, JUJUR,
BERTANGGUNG
JAWAB, CERDAS,
KREATIF, PEDULI,
SUKA MENOLONG.
PENDIDIKAN KARAKTER
1. Perilaku seseorang berkarakter dalam proses perkembangan &
pembentukannya dipengaruhi 2 faktor: 1. lingkungan (nature) & 2. bawaan
(nurture). Lingkungan sebagai faktor eksternal yang membentuk karakter
maka pendidikan menjadi sangat penting;
2. Socrates (469-399 SM): tujuan pendidikan yang paling mendasar
membentuk individu menjadi baik & cerdas (good & smart). “Goodness is
knowledge…to be good at something as a matter of knowledge.” (G.M.A.
Grube: 1980: 216-217);
3. Plato (428-348 SM) murid Socrates merefleksikan pemikiran gurunya
untuk hal yang lebih makro dari sekedar kebajikan individu menjadi
negarawan yang baik. Dalam bukunya yang terkenal “Republic”
menjelaskan bahwa agar anak dapat meraih kebenaran & kebajikan
diperlukan pedoman yang jelas agar moral dapat diaplikasikan dalam
kehidupan.
4. Aristoteles (384-322 SM), murid Plato juga mengarahkan pendidikan
kepada kebajikan atau nilai (virtue) individu yang mengandung 2 aspek:
intelektual & moral ”…intellectual virtue in the main owes both its birth
and its growth to teaching, while moral virtue comes about as a result of
habit…”
5. Emile Durkheim (1973): sosiolog Perancis,
menyatakan bahwa masyarakat harus memiliki nilai-
nilai yang baik sebagai kontribusi warisan moral
“…Society must have some good to achieve, an
original contribution to bring to the moral patrimony
of mankind. Idleness is a bad counselor for
collectivities as well as individual. When individual
activity does not know where to take hold, it turns
against itself. When the moral forces of a society
remain unemployed, when they are not engaged in
some work to accomplish, they deviate from their
moral sense and are used up in a morbid and harmful
manner…”(13)
KESIMPULAN (1-12):
1. Secara filosofis & sosiologis, pendidikan adalah pendidikan karakter yang
diharapkan berguna bagi kehidupan seseorang dalam kedudukannya sebagai
pribadi, anggauta masyarakat, & sekaligus warga Negara suatu Negara
bangsa.
2. Megawangi (2004:95): Pendikar adalah sebuah usaha untuk mendidik
anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan
mempraktekkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat
memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Nilai-nilai
karakter yang perlu ditanamkan kepada anak-anak: adalah nilai universal
yang mana seluruh agama, tradisi, & budaya pasti menjunjung tinggi nilai-
nilai tersebut. Nilai-nilai universal ini harus dapat menjadi perekat bagi
seluruh anggota masyarakat walaupun berbeda latar belakang budaya, suku,
& agama.
3. Pendikar ini merupakan pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti,
pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan
kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk,
memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan
sehari-hari dengan sepenuh hati (Rencana Aksi Nasional Pendidikan
Karakter, 2010).
KESIMPULAN (lanjutan):
4. Dalam Kebijakan Nasional, pendidikan karakter didefinisikan
sebagai usaha sadar & terencana untuk mewujudkan suasana
serta proses pemberdayaan potensi & pembudayaan peserta
didik guna membangun karakter pribadi &/ kelompok yang
unik sebagai warga negara.
5. Lickona (1992) mendefinisikan pendidikan karakter sebagai
“deliberate effort to help people understand, care about, and
act upon core ethical values” Lickona, menambahkan bahwa
usaha itu tidak terjadi secara otomatis melainkan melalui kerja
keras & tekun. Dalam bukunya “Educating for Character”, ia
menjelaskan berikut: “…when we think about the kind of
character we want for our children, it’s clear that we want them
to be able to judge what is right, and then do what they believe
to be right-even in the face of pressure from without and
temptation from within…”
KESIMPULAN (lanjutan):
6. Jadi Pendidikan Karakter, bukan sekedar mengajarkan mana
yang benar dan mana yang salah, lebih dari itu pendidikan
karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal
mana yang baik sehingga peserta didik menjadi paham
(kognitif) tentang mana yang baik dan salah, mampu
merasakan (afektif) nilai yang baik dan biasa melakukannya
(psikomotor)
7. Dengan kata lain, pendidikan karakter yang baik, harus
melibatkan bukan saja aspek “pengetahuan yang baik” (moral
knowing), tetapi juga “merasakan dengan baik” atau “loving the
good” (moral feeling), dan “perilaku yang baik” (moral action).
Jadi pendidikan karakter erat kaitannya dengan “habit” atau
kebiasaan yang terus menerus dipraktekkan dan dilakukan.
KESIMPULAN (lanjutan):
8. Karena pendidikan karakter adalah habit, pembentukan
karakter seseorang itu memerlukan communities of character
yang terdiri dari keluarga, sekolah, institusi keagamaan, media,
pemerintahan dan berbagai pihak yang mempengaruhi nilai-
nilai generasi muda
9. Semua communities of character tersebut hendaknya
memberikan u keteladanan, intervensi, pembiasaan yang
dilakukan secara konsisten, dan penguatan. Dengan perkataan
lain, pembentukan karakter memerlukan pengembangan
keteladanan yang ditularkan, intervensi melalui proses
pembelajaran, pelatihan, pembiasaan terus menerus dalam
jangka panjang yang dilakukan secara konsisten dan penguatan.
KESIMPULAN (lanjutan):
10. Peran sekolah dalam pendidikan karakter dalam konteks Communities of
Character, diletakkan di tengah. Lockwood (1997) mendefinisikan “…any
school-initiated program, design in cooperation with other community institutions,
to shape directly and systematically the behavior of young people by influencing
explicitly the non relativistic values believe to bring about behavior…”
11. Peran sekolah sebagai Communities of Character dalam pendidikan
karakter sangat penting. Sekolah mengembangkan proses pendidikan
karakter melalui proses pembelajaran, habituasi, kegiatan ekstra-
kurikuler dan bekerjasama dengan keluarga dan masyarakat dalam
pengembangannya.
12. Sekolah menjadi jembatan penghubung pendidikan karakter di satuan
pendidikan dengan keluarga-masyarakat melalui kontekstualisasi nilai
kehidupan sehari-hari siswa dalam pembelajaran, serta pemberdayaan
lembaga komite sekolah sebagai wahana partisipasi orang tua-masyarakat
dalam meningkatkan mutu pendidikan karakter.
STRATEGI KEBIJAKAN
PENDIDIKAN KARAKTER
1. Pembangunan karakter bangsa dipandang sebagai upaya
kolektif-sistemik suatu negara kebangsaan untuk mewujudkan
kehidupan berbangsa & bernegara yang sesuai dengan dasar &
ideologi, konstitusi, haluan negara, serta potensi kolektifnya
dalam konteks kehidupan nasional, regional, & global yang
berkeadaban untuk membentuk bangsa yang tangguh,
kompetitif, berakhlak mulia, bermoral, bertoleran, bergotong
royong, patriotik, dinamis, berbudaya, dan berorientasi
IPTEKS berdasarkan Pancasila & dijiwai oleh Iman & Takwa
Kepada Tuhan YME (Kebijakan Nasional Pembangunan
Karakter Bangsa, Tahun 2010-2025., 2010:7-8).
2. Pembangunan & pendidikan moral/karakter dengan berbagai
nama & metode sudah dilakukan semenjak awal kemerdekaan,
Masa Orde Lama & Baru, namun belum memberikan hasil
seperti yang diharapkan.
STRATEGI KEBIJAKAN
3. Misalnya, Orde Baru melalui penataran P4 datang dengan semangat
menjadikan rakyat Indonesia sebagai manusia Pancasila. Semangatnya
secara filosofi sudah betul seperti yang diamanahkan oleh UUD 1945,
tetapi metodenya bermasalah karena dengan cara-cara indoktrinasi.
4. Sementara itu di persekolahan diajarkan Pendidikan Moral Pancasila, tetapi
dengan penekanan pada moral knowing (kognitif) dan mengabaikan moral
feeling dan moral action (afektif & psikomotor), sehingga hasilnya tidak
efektif dalam pembentukan karakter.
5. Secara teoritik pendidikan karakter melibatkan bukan saja aspek “knowing
the good” (moral knowing0, tetapi juga “desiring the good” atau “loving
the good” (moral feeling) dan “acting the good” (moral action).
6. Karena pendidikan karakter yang hanya membelajarkan siswa moral
knowing, tidak menjamin seseorang dapat berkarakter, yaitu orang yang
sesuai antara pikiran, kata, dan tindakan. Wyne (1991) mengatakan bahwa
95% kemungkinan kita semua tahu mana perbuatan baik dan buruk.
Masalahnya adalah kita tidak mempunyai keinginan kuat, atau komitmen
untuk melakukannya dalam tindakan nyata.
STRATEGI KEBIJAKAN PENDIDIKAN KARAKTER
SOSIALISASI
PENGEMBANGAN REGULASI
INTEGRASI 3
PENGEMBANGAN KAPASITAS
1. STREAM TOP DOWN IMPLEMENTASI &
PENDEKATAN
1.KBM
KERJASAMA
MONITORING & EVALUASI 2.Pengembang-
an Budaya
Satuan
ILUSTRASI BEST PRACTICE Pendidikan;
Talent scouting; IHE; YPI Al - 3.Keg. Ko-
2. STREAM BOTTOM UP Hikmah; The ESQ Way Kurikuler &/-
165; MHMMD Ekstrakurikuler;
DLL 4.Kegiatan
keseharian di
rumah dan
SOSIO PEDAGOGIS masyarakat.
3. STREAM REVITALISASI Pramuka; Kantin Kejujuran;
PROGRAM UKS; PMR; Perlombaan/-
olimpiade sains & OR;
revitalisasi gugus sekolah
3 STREAM PEMBANGUNAN PENDIDIKAN KARAKTER
1. Stream pertama: bersifat Top Down; inisiatif lebih banyak diambil oleh
Pemerintah/Kemdiknas & didukung secara sinergis oleh Pemda (Dinas
Pendidikan propinsi & Kab/Kota. Ada 5 (lima) strategi besar secara
koheren, yaitu:
Top Down
PENDIDIKAN KARAKTER
Bottom Up Revitalisasi
58
INTEGRASI TIGA PENDEKATAN
1. KEGIATAN PEMBELAJARAN DI KELAS:
c. Berns & Erikson (2001:5-11): 5 strategi dalam mengimplementasikan
pembelajaran konstektual, yaitu:
1) Problem-based learning (pembelajaran berbasis masalah):integrasi
berbagai konsep & keterampilan dari berbagai disiplin ilmu.
Pendekatan dalam mengumpulkan & menyatukan informasi &
mempresentasikan penemuan.
2) Cooperative learning (pembelajaran kooperatif): mengorganisir
pembelajaran melalui kelompok belajar kecil.
3) Project-based learning (pembelajaran berbasis proyek:
memusatkan pada prinsip & konsep utama disiplin, melibatkan
siswa dalam memecahkan masalah & tugas penuh makna,
mendorong siswa untuk bekerja mandiri membangun
pembelajaran untuk mengjhasilkan karya nyata berdasarkan suatu
penyelidikan.
INTEGRASI TIGA PENDEKATAN
1. KEGIATAN PEMBELAJARAN DI KELAS:
c. Berns & Erikson (2001:5-11): 5 strategi dalam mengimplementasikan
pembelajaran konstektual, yaitu:
4) Service learning (pembelajaran pelayanan): menyediakan aplikasi
praktis suatu pengembangan pengetahuan & keterampilan baru
untuk kebutuhan di masyarakat melalui pelayanan & aktivitas
5) Work-based learning (pembelajaran berbasis kerja): pendekatan di
mana tempat kerja atau seperti tempat kerja, kegiatan integrasi
dengan materi di kelas untuk kepentingan para siswa & bisnis.
d. ke-5 strategi tsb. dapat memberikan nurturant effect pengembangan
karakter siswa, seperti: karakter cerdas, berpikir terbuka, tanggung
jawab, rasa ingin tahu
e. Pembelajaran kooperatif mengembangkan karakter toleransi,
bersahabat, saling menghargai, kooperatif, peduli, gotong-royong,
kompetitif.
f. Pembelajaran berbasis pelayanan mengembangkan karakter produktif,
kreatif, dinamis, beretos kerja, berani mengambil resiko.
INTEGRASI TIGA PENDEKATAN
1. KEGIATAN PEMBELAJARAN DI KELAS:
g. Komalasari (2010): menambahkan pembelajaran NILAI disamping
ke-5 pendekatan di atas, yang didasarkan pada rumusan & tipologi dari
Superka, et.al. (1976), meliputi:
1) Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach); tujuan
pendidikan nilai menurut pendekatan ini adalah: pertama,
diterimanya nilai-nilai tertentu oleh siswa, kedua: berubahnya
nilai-nilai siswa yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang
diinginkan. Metoda yang digunakan dalam proses pembelajaran,
yaitu: keteladanan, penguatan positif & negatif, simulasi,
permainan peranan.
2) Pendekatan perkembangan moral kognitif (cognitive moral
development approach); tujuannya: 1) membuat pertimbangan
moral, 2) mendiskusikan alasan-alasan (Superka, et, al., 1976;
Banks, 1985). Penekanan pada aspek kognitf & perkembangannya,
mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah
moral & dalam membuat keputusan-keputusan moral
INTEGRASI TIGA PENDEKATAN
1. KEGIATAN PEMBELAJARAN DI KELAS:
3) Pendekatan analisis nilai (values analysis approach); tujuan: (a)
membantu siswa menggunakan berpikir logis & penemuan ilmiah
dalam menganalisis masalah sosial yang berhubungan dengan nilai
moral tertentu; (b) membantu siswa untuk menggunakan proses
berpikir rasional & analitik, dalam menghubungkan & merumuskan
konsep-konsep tentang nilai. Penekanan pada perkembangan
kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan cara menganalisis
masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai. Metoda pengajaran:
individu dan kelompok tentang masalah-masalah yang memuat
nilai moral, penyelidikan kepustakaan, penyelidikan lapangan, &
diskusi kelas berdasarkan pada pemikiran rasional (Superka, et. al.,
1976).
INTEGRASI TIGA PENDEKATAN
1. KEGIATAN PEMBELAJARAN DI KELAS:
4) Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach);
tujuannya: (a) membantu siswa menyadari & mengidentifikasi
nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-nilai orang lain; (b)membantu
siswa supaya mereka mampu berkomunikasi secara terbuka &
jujur dengan orang lain; (c) membantu siswa supaya mereka
mampu menggunakan secara bersama-sama kemampuan berpikir
rasional & kesadaran emosional untuk memahami perasaan, nilai-
nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri (Superka, et.al., 1976);
Untuk mengembangkan keterampilan tsb, Raths, et.al. (1978)
merumuskan 4 kunci pedoman: (a) tumpuan perhatian diberikan
pada kehidupan; (b) penerimaan sesuai dengan apa adanya; (c)
stimulus utk bertindak lebih lanjut; (d) pengembangan kemampuan
perseorangan.
INTEGRASI TIGA PENDEKATAN
1. KEGIATAN PEMBELAJARAN DI KELAS:
5) Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach):
Tujuannya:
(a)memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan perbuatan
moral, baik perorangan maupun bersama-sama;
(b)mendorong siswa untuk melihat diri mereka sebagai makhluk
individu &sosial dalam pergaulan dengan sesama, yang tidak
memiliki kebebasan sepenuhnya, melainkan sebagai warga dari
suatu masyarakat, yang harus mengambil bagian dalam suatu
proses demokrasi.
Memberi penekanan pada usaha melakukan perbuatan-perbuatan
moral baik perseorangan maupun secara bersama-sama dalam
suatu kelompok.
Metoda yang digunakan seperti pendekatan analisis nilai &
klarifikasi nilai ditambah proyek baik di sekolah maupun
masyarakat.
INTEGRASI TIGA PENDEKATAN
2. PENGEMBANGAN BUDAYA SATUAN PENDIDIKAN:
a.Pengembangan budaya sekolah melalui kegiatan pengembangan diri
seperti: kegiatan rutin, kegiatan spontan, keteladanan, dan
pengkondisian
b.Perlu dukungan intervensi pemerintah & dukungan pengalaman terbaik
(best practice) dan revitalisasi kegiatan
3. KEGIATAN KO-KURIKULER &/ EKSTRAKURIKULER
Perlu dukungan intervensi pemerintah & dukungan pengalaman terbaik
(best practice) dan revitalisasi kegiatan
4. KEGIATAN KESEHARIAN DI RUMAH DAN MASYARAKAT
TOP DOWN (INTERVENSI)
R
E
V
I
T
A
L
I
S
A
S
I
n
aa
PT
g
Pendidikan
rin
as
bi
we
AKADEMIK
m
po
pe
DSB
m
i&
-e
SMA
as
ng
gr
te
ni
in
he
gt
en
SMP
tr
–s
g
Pendidikan
in
PAUD KARAKTER
or
pl
/SD
ex
67
TERIMA KASIH