Anda di halaman 1dari 31

DEMOS BERDAULAT

DEMOKRASI DAN LEGITIMASI NEGARA KUAT

GREGORIUS SAHDAN, S.IP, M.A


EMAIL: gsahdan@yahoo.com
HP/WA: 085 253 368 530
TENTANG DEMOKRASI

• Istilah Demokrasi berasal dari bahasa Yunani dari kata Demos yang
berarti rakyat dan Kratos yang berarti kekuasaan atau kedaulatan.
Jadi berdasarkan asal katanya, demokrasi berarti kedaulatan atau
kekuasaan rakyat.
• Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang paling buruk, tetapi
yang paling baik di antara semua bentuk pemerintahan yang
pernah dicoba dari masa ke masa (Winston Churcill, Pidato
dihadapan Majelis Perwakilan Rendah Inggris 11 November 1947).
Tentang Demokrasi 2

• Government of the people, by the people, for the people (Abrham Lincoln, 1961)
• Bentuk pemerintahan yang demokratis perlu dibedakan dari bentuk pemerintahan
yang lain seperti; autokrasi, aristokrasi dan birokrasi. Autokrasi atau otokrasi adalah
bentuk pemerintahan yang kekuasaan politik dipegang oleh satu orang. Istilah
otokrasi berasal dari bahasa Yunani dari kata autokrator yang berarti berkuasa
sendiri atau penguasa tunggal. Aristokrasi sendiri berasal dari bahasa Yunani dari
kata aristokratia yang berarti bentuk pemerintahan dimana kekuasaan berada di
kelompok kecil orang yang mendapat keistimewaan atau kelas yang berkuasa.
Birokrasi sendiri berarti suatu pemerintahan yang memiliki rantai komando dimana
lebih banyak orang berada di tingkat bawah ketimbang di tingkat atas. Istilah ini
berasal dari bahasa Yunani dari kata biro yang berarti bagian dan kratos yang berarti
kedaulatan/kekuasaan. Birokasi sendiri bisa dimaknai sebagai kekuasaan sebagian
orang dalam organisasi negara.
Definisi Umum Tentang Demokrasi

1. pembuatan keputusan yang didasarkan pada prinsip aturan mayoritas


2. Sebuah sistem kekuasaan yang menjamin hak-hak dan kepentingan dari minoritas dengan
memberlakukan pengawasan dan pemeriksaan pada kekuasaan dari mayoritas
3. Sebuah cara dalam mengisi jabatan-jabatan publik melalui kompetisi untuk memperoleh suara rakyat
4. Sebuah sistem pemerintahan yang mengutamakan pelayanan bagi kepentingan-kepentingan
masyarakat. Sistem pemerintahan dimana yang miskin mempunyai peluang dan kesempatan untuk
memerintah
5. Suatu bentuk pemerintahan yang dikendalikan oleh kehendak mayoritas rakyat
6. Suatu bentuk pemerintahan yang otonom—dimana rakyat memiliki kemampuan self-governing untuk
memerintah diri mereka sendiri
7. Sebuah sistem politik yang memberikan kesetaraan pada semua warga negara, tanpa adanya hierarki
dan hak istimewa bagi kelompok atau kelas tertentu
8. Sebuah sistem
Bahan Diskusi Kelas
• Menurut anda, sejauhmana peluang orang miskin untuk berkuasa dalam pemerintahan di
Indonesia? Apakah orang miskin memiliki akses dan kesempatan dalam pemerintahan? Bagaimana
peluang orang miskin dalam mengakses ekonomi di Indonesia?
• Apakah pemerintahan Indonesia dikendalikan oleh mayoritas warga negara yang miskin?
Bagaimana cara mereka (orang miskin) di Indonesia mengendalikan pemerintahan? Seberapa besar
peluang orang miskin menguasai kebijakan ekonomi dan politik di Indonesia?
• Bagaimana kebijakan ekonomi dan politik di Indonesia memberikan jaminan terhadap kesempatan
yang sama kepada semua warga negara? Sejauh pengamatan anda, apakah masih ada diskriminasi
dalam kebijakan ekonomi dan poltik di Indonesia? Menurut anda, bagaimana membangun
kebijakan ekonomi dan politik di Indonesia yang lebih menjamin prinsip kesetaraan dan
persamaan hak?
• Bagaimana pemilu menjamin kompetisi politik yang bebas dan jujur di Indonesia? Berdasarkan
pengamatan anda, apakah pemerintahan hasil pemilu di Indonesia bekerja untuk melayani
kepentingan masyarakat? Apa solusi anda untuk masyarakat yang tinggal di daerah terpencil dan
mengalami kesulitan ekonomi dan jauh dari pelayanan pemerintah?
Model-Model Demokrasi

• Demokrasi Klasik
• Demokrasi Perlindungan
• Demokrasi Pengembangan
• Demokrasi Rakyat
1. Demokrasi Klasik

• Didasarkan pada polis atau negara kota (Demokrasi Athenian)


• Bentuk demokrasi langsung yang beroperasi di Athena pada abad ke-4
dan ke-5 SM sering digambarkan sebagai satu-satunya partisipasi
rakyat yang murni dan ideal
• Demokrasi Athenian sama dengan bentuk pemerintahan oleh
pertemuan rakyat
• Demokrasi Athenian sangat terkenal karena tingkat partisipasi
warganya sangat tinggi dalam pemerintahan dan kehebatan warganya
untuk memikul tanggungjawab dalam jabatan-jabatan publik.
Ciri Utama demokrasi Klasik atau Demokrasi
Athenian adalah;
• Tingginya tingkat keterlibatan warga dalam urusan-urusan negara-kota tersebut
• Keputusan-keputusan utama dibuat oleh Majelis atau Ecclesia dimana semua
warga menjadi anggotanya
• Jabatan publik dipilih berdasarkan undian atau giliran untuk menjamin bahwa
mereka merupakan perwakilan seluruh unsur masyarakat
• Terdapat sebuah Dewan yang beranggotakan 500 warga yang bertugas sebagai
panitia pelaksana atau panitia pengarah dari Majelis
• Terdapat 50 orang anggota komite yang membuat usulan kepada Dewan
• Presiden dari Komite memegang jabatan hanya selama 1 hari dan tidak boleh ada
warga Athena yang memegang jabatan komite lebih dari satu kali seumur hidup.
Kritik terhadap Demokrasi Athenian

• Plato mengkritik demokrasi Athenian dan mengatakan bahwa


masyarakat awam tidak memiliki kebijaksanaan maupun
pengalaman dalam menjalankan kekuasaan secara bijaksana.
Dalam The Republic, Plato mengatakan bahwa sebaiknya
pemerintahan diserahkan pada para Filsuf. Para filsuf memiliki
kebijaksanaan untuk menjalankan pemerintahan.
2. Demokrasi Perlindungan (demokrasi
protektif)

• Demokrasi protektif lebih melihat pemerintahan sebagai sarana bagi


warga negara untuk melindungi diri mereka dari pelanggaran
pemerintah. Gagasan ini muncul dari pemikir liberal seperti John Locke
yang berpendapat bahwa hak untuk memilih dilandaskan pada adanya
hak-hak alami dan terutama pada hak kepemilikan.
• Jika pemerintah melalui pajak memiliki kekuasaan untuk merampas
kepemilikan, warga memiliki hak untuk melindungi diri mereka dengan
mengontrol susunan dari badan perancang pajak yaitu legislator.
Dengan demikian, demokrasi berarti sebuah sistem pemerintahan
berdasarkan kesepakatan yang berjalan melalui sebuah majelis
perwakilan.
3. Demokrasi Pengembangan

• Menurut Rousseau demokrasi sepenuhnya merupakan sarana melalui mana


umat manusia dapat mencapai kebebasan atau otonomi dalam pengertian
kepatuhan terhadap sebuah hukum yang telah disepakati.
• Kebebasan menurut Rousseau adalah kepatuhan terhadap kehendak
hukum. Rousseau meyakini bahwa kehendak umum merupakan kehendak
yang sejati dari tiap-tiap warga dengan kehendak pribadi yang egois dari
masing-masing warga.
• Pandangan tentang demokrasi pengembangan muncul dari tulisan John
Stuart Mill yang mengatakan bahwa kebaikan utama dari demokrasi adalah
dukunganya terhadap dukunganya terhadap perkembangan kapasitas
individu.
Ciri-Ciri Demokrasi Pengembangan

• Percaya bahwa dengan berpartisipasi dalam kehidupan politik, warga negara


memperoleh peningkatan pemahaman dan pengetahuan yang menjadikan
mereka sebagai warga negara yang memperoleh perkembangan pribadi yang
lebih tinggi
• Esensi dari demokrasi pengembangan adalah kegiatan pendidikan
• Hak pilih harus diberikan secara luas mencakup semua warga negara, kecuali
yang buta huruf, mencakup kaum perempuan
• Alexis de Tocqueville mengatakan bahwa bahaya terbesar dari sistem
demokrasi seperti itu akan menimbulkan “tirani mayoritas” yang
menghancurkan hak-hak individu dan mengebiri hak-hak minoritas atas nama
“kepentingan rakyat”.
4. Demokrasi Rakyat

• Demokrasi komunias. Negara-negara yang menerapkan model


demokrasi ini adalah China, Rusia, Kuba dan Vietnam
• Demokrasi rakyat hendak melawan demokrasi kapitalisme yang
menitikberatkan pada peran individu. Demokrasi rakyat sejatinya
rakyat yang berkuasa, tetapi tetap juga melahirkan pemerintahan
tiran yang absolut.
• Demokrasi rakyat menihilkan pemilu dan hanya menjadikan pemilu
sebagai formalitas. Contohnya pemilu di China yang sebenernya hanya
memberi panggung kepada PKC untuk menjadi Presiden. Demikian
juga dengan demokrasi rakyat yang dipraktekkan di Korea Utara.
Tentang Legitimasi

• Meskipun negara-negara memiliki monopoli kekuasaan, tetapi


ketahanan mereka tidak hanya ditentukan oleh penggunaan
kekuatan semata. Jean-Jacques Rousseau mengatakan bahwa yang
paling kuat sekalipun tidak akan cukup kuat kecuali ia mengubah
kekuatan menjadi hak dan kepatuhan menjadi kewajiban.
• Inilah alasan mengapa semua sistem kekuasaan berusaha
memperoleh legitimasi atau keabsahan yang memungkinkan
mereka untuk menuntut ketundukan dan kerelaan dari warganya.
• Karena itu, merupakan kunci bagi stabilitas politik dan merupakan
sumber bagi ketahanan dan keberhasilan sebuah rezim.
Asal-Usul Istilah Legitimasi

• Legitimasi berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata legitimare yang berarti “menyatakan
sah menurut hukum”, secara luas diartikan sebagai keabsahan. Legitimasi karenanya,
memberi pada sebuah perintah atau komando yang memiliki otoritas dan mengikat,
sehingga mentransformasikan kekuasaan menjadi otoritas.
• Para filsuf politik memaknai legitimasi sebagai sebuah prinsip moral atau rasional yaitu
sebagai landasan dimana “Pemerintahan dapat menuntut kepatuhan dari warganya.
Pengakuan akan legitimasi, karenanya lebih penting daripada fakta kepatuhan. Para
ilmuwan politik biasanya melihat legitimasi dari sudut pandang sosiologi yaitu sebuah
kemauan untuk tunduk pada sebuah kekuasaan, tanpa memandang bagaimana
kekuasaan itu dicapai.
• Sosiologi politik melihat legitimasi sebagai syarat kepatuhan bagi warga negara untuk
tunduk dan patuh kepada pemerintah, tanpa memandang bagaimana pemerintah
mencapai dan memperoleh kekuasaan tersebut.
Demokrasi dan Legitimasi

• Dalam politik modern, perbincangan tentang legitimasi lebih


banyak dikaitkan dengan demokrasi. Pemerintahan yang
demokratis, dicapai melalui proses politik jujur, adil dan
demokratis—menjadi syarat terbentuknya sebuah pemerintahan
yang memperoleh legitimasi. Pemerintahan yang memperoleh
legitimasi artinya pemerintah yang berkuasa memperoleh
wewenang dari rakyat untuk memerintah. Tanpa legitimasi,
sebuah pemerintahan tidak bisa menjalankan kekuasaan untuk
memerintah.
LEGITIMASI DAN STABILITAS POLITIK

• Max Weber (1864-1920) merupakan sosiolog pertama yang


menghubungkan legitimasi dengan stabilitas politik. Menurut Weber,
stabilitas poltik hanya akan tercipta apabila pemerintah yang
berkuasa memperoleh legitimasi (kewenangan untuk memerintah) dari
mayoritas rakyat. WEBER berusaha mengkategorikan sistem-sistem
dominasi tertentu dan mengidentifikasi landasan bagi konseptualisasi
legitimasi. Weber mengkonstruksi tiga tipe ideal legitimasi
berdasarkan kekuasaan politik yaitu:
• Otoritas tradisional
• Otoritas karismatik
• Otoritas legal-rasional.
1. Legitimasi sebagai Otoritas Tradisional

• Tipe pertama legitimasi politik dari Weber didasarkan pada adat-


istiadat dan tradisi-tradisi yang telah lama mapan. Pada dasarnya,
otoritas tradisional dianggap absah karena ia terus eksis sejak
jaman dahulu-legitimasi dikramatkan oleh sejarah, karena generasi-
generasi terdahulu telah menerimanya. Secara khas, ia berjalan
menurut sekumpulan aturan yang konkret, adat-istiadat yang telah
mapan dan tak-terbantahkan yang tidak membutuhkan pembenaran
karena mereka mencerminkan cara hidup dan keyakinan-keyakinan
dari masyarakat itu sendiri. Contoh pemimpin yang mengandalkan
legitimasi tradisional adalah: sultan, raja, kepala suku, dll.
Tentang Tradisi

• Tradisi menunjuk pada apa saja yang diturunkan atau


ditransformasikan dari masa lalu ke masa sekarang (adat-istiadat dan
politik, lembaga, sistem sosial atau politik, nilai dan keyakinan dsb,
yang telah berlangsung lama). Tradisi dengan demikian menunjuk pada
sebuah kesinambungan dengan masa lalu. Kesinambungan ini biasanya
dipahami sebagai upaya menghubungkan generasi, meskipun
perbedaan antara apa yang tradisional dan apa yang sekedar kebiasaan
seringkali tidak jelas. Masyarakat tradisional biasanya dikontraskan
dengan masyarakat modern-yang pertama dibangun pada landasan
status dan oleh hirarki-hirarki organik dan yang kedua dibangun pada
landasan kesepakatan kontraktual dan oleh proses-proses demokrasi.
2. Legitimasi sebagai otoritas karismatik

• Bentuk legitimasi ini didasarkan pada kekuatan keperibadian dari seorang


pemimpin yaitu pada kharismanya. Tanpa mengandalkan status, posisi sosial
atau jabatanya, otoritas kharimatik berjalan sepenuhnya melalui kapasitas
sang pemimpin untuk membuat daya tarik yang bersifat langsung dan pribadi
kepada para pengikutnya sebagaimana seorang pahlawan. Contoh pemimpin
dunia yang memiliki otoritas kharismatik adalah Napoleon, Mussolini, Hitler,
Ayatulloh Khomeini, Fidel Castro, Soekarno, Soeharto, Muhammad Khaddafi,
dll.
• Legitimasi atau otoritas kharismatik tidak sekedar sebuah bakat atau
kecendrungan alamiah, sistem-sistem kekuasaan personal biasanya disokong
oleh pemujaan kepribadian yang tujuanya tidak diragukan lagi untuk
membangun kharisma.
Implikasi Legitimasi Karismatik

• Ketika otoritas karismatik tidak didasarkan pada aturan atau


prosedur formal, ia seringkali tidak memiliki batasan. Sang
pemimpin adalah adalah seorang Messiah yang tidak bisa salah dan
tidak boleh dipertanyakan-rakyat menjadi para pengikut atau
murid yang kewajibanya hanyalah tunduk dan patuh.
• Otoritas terkait erat dengan sosok individu yang spesifik, sehingga
sulit bagi sebuah sistem kekuasaan personal untuk menyingkirkan
figur pendirinya. Ini jelas terlihat pada rezim-rezim Napoleon,
Mussolini dan Hitler.
Tentang Karisma

• Karisma awalnya adalah sebuah istilah teologi yang artinya bakat


kebaikan. Ini diyakini sebagai sumber kekuatan yang diberikan oleh
Yesus pada muridnya. Sebagai fenomena sosiologi politik, karisma
menunjuk pada daya tarik atau kekuatan pribadi, kemampuan untuk
membangun kepemimpinan melalui kontrol psikologis atau yang
lain. Otoritas karismatik karenanya mencakup kemampuan untuk
menanamkan loyalitas, ketergantungan emosional, bahkan
pengabdian. Meskipun ia biasanya dianggap sebagai sebuah
kemampuan alami, semua pemimpin politik membangun karisma
mereka melalui propoganda, orasi dan penampilan.
3. Legitimasi Otoritas Legal-Rasional

• Legitimasi otoritas legal-rasional menghubungkan legitimasi


dengan rangkaian aturan yang jelas dan didefinisikan secara
hukum. Dalam pandangan Weber, otoritas legal-rasional adalah
bentuk otoritas yang berlaku di kebanyakan negara modern.
• Kekuasaan dari Presiden, Perdana Menteri, atau pejabat
pemerintah lainnya, ditentukan oleh aturan-aturan formal
konstitusional yang membatasi apa yang boleh dilakukan oleh
seorang pejabat.
Keuntungan Legitimasi Legal-Rasional

• Keuntungan dari otoritas ini dibandingkan dengan otoritas


tradisional dan karismatik adalah karena ia melekat pada sebuah
jabatan daripada pribadi, karena itu kecil kemungkinan untuk
disalahgunakan atau menimbulkan ketidakadilan.
• Dapat mempertahankan kelangsungan pemerintahan yang terbatas
• Mendorong efisiensi melalui sebuah pembagian kerja yang rasional
—tetapi juga menyimpan kelemahan, karena efisiensi yang semakin
besar akan mengakibatkan depersonalisasi dan dehumanisasi
lingkungan sosial yang dicirikan oleh penyebaran bentuk-bentuk
organisasi birokratis.
Keabsahan Kekuasaan Legal-Rasional

• Beetham (1991), mengatakan bahwa kekuasaan hanya bisa


dikatakan absah jika dipenuhi tiga kondisi:
1. Kekuasaan harus diselenggarakan berdasarkan aturan-aturan yang sudah
baku—apakah berdasarkan undang-undang hukum formal ataupun
konvensi-konvensi yang bersifat informal
2. Aturan-aturan ini harus dapat dibenarkan dalam sudut pandang
keyakinan-keyakinan bersama dari yang memerintah dan yang diperintah
3. Legitimasi harus dapat dibuktikan oleh adanya ekspresi persetujuan dari
pihak rakyat yang diperintah yang terkait dengan pemilu dan aturan-
aturan yang konstitusional.
Bahan Diskusi Kelas

• Bagaimana negara-negara mempertahankan legitimasinya?


• Apakah masyarakat-masyarakat modern sedang menghadapi krisis
legitimasi?
• Mengapa legitimasi politik begitu sering dikaitkan dengan klaim
demokratis?
• Apa sajakah ciri utama dari kekuasaan demokratis?
• Apa sajakah model-model kekuasaan demokratis yang pernah
dikedepankan?
• Bagaimana sistem-sistem demokrasi berjalan dalam praktiknya?
Krisis Legitimasi dan Revolusi

• Dalam Legitimation Crisis (1973), Habermas (1929) mengidentifikasi serangkaian


kecendrungan krisis di dalam masyarakat kapitalis yang membuat mereka sulit untuk
memelihara stabilitas politik melalui kesepakatan semata. Di dalam ketegangan ini,
terdapat kontradiksi dan konflik antara logika akumulasi kapitalis di satu sisi dan
tekanan dari masyarakat yang dilepaskan penghalangnya oleh politik demokrasi.
• Dari perspektif ini, ekonomi kapitalis tampak ditarik ke arah ekspansi tiada henti yang
didorong oleh pengejaran keuntungan. Meskipun demikian, perluasan hak-hak politik
dan sosial dalam usaha untuk membangun legitimasi di dalam sistem-sistem semacam
itu telah memicu tekanan balik, karena proses demokrasi telah memberi jalan bagi
pencapaian kesejahteraan masyarakat.
• Dalam pandangan Habermas, demokrasi kapitalis tidak dapat secara permanen
memuaskan dua kepentingan yaitu tuntutan masyarakat bagi keamanan sosial dan
kesejahteraan serta tuntutan ekonomi pasar yang dilandaskan pada keuntungan pribadi.
Revolusi dan Kebangkitan Kanan Baru

• Revolusi sering didefinisikan sebagai gejolak masyarakat, melibatkan aksi massa di luar hukum
yang menghasilkan perubahan fundamental (sebuah perubahan dalam sistem politik itu sendiri)
yang berbeda daripada sebatas perubahan kebijakan atau perubahan jajaran elite pemerintahan.
• Kebangkitan kanan baru sejak 1980-an merupakan respons terhadap krisis legitimas, dimana
pemerintah menanggung beban yang berlebihan dalam mengelola ekonomi dan politik. Kanan baru
berusaha menentang dan menyingkirkan teori-teori dan nilai-nilai yang sebelumnya telah
melegitimasi perluasan berlebihan tanggungjawab negara.
• Kanan baru serupa dengan proyek kekuasaan yang mencoba membangun rangkaian nilai-nilai dan
teori-teori saingan yang pro individual dan pro pasar.
• Revolusi terjadi ketika terjadi krisis legitimasi pemerintahan yang disebabkan oleh beban ekonomi
yang tinggi didukung oleh kebijakan-kebijakan ekonomi dan politik yang memberatkan masyarakat
(misalnya penghapusan subsidi).
• Negara-negara yang mengalami revolusi: Rusia (1917), China (1949), Kuba (1959), Vietnam (1975),
Nikaragua (1979), Eropa Timur (1989-91).
Legitimasi Demokrasi

• Demokrasi dapat dianggap mendukung legitimasi melalui tiga cara;


1. Melalui persetujuan—semisal partisipasi warga dalam politik
2. Melalui kompromi, konsiliasi dan negosiasi—mengelola kepentingan yang
berbeda-beda, membangun kesepahaman dan mempengaruhi orang lain
dengan cara persuasif
3. Melalui mekanisme umpan balik yang selalu bekerja dalam sistem
pemerintahan yang demokratis. Umpan balik untuk mendapatkan input
bagi transformasi kebijakan pemerintah sebagai output yang dibutuhkan
masyarakat.
Legitimasi Non-Demokrasi

• Tiga bentuk legitimasi non-demokrasi seperti;


1. Terjadi pemilihan non kompetitif dan curang (hanya diikuti oleh satu
partai atau partai yang banyak, tetapi satu partai mendominasi
kemenangan dengan cara yang curang). Alat legitimasi semacam itu
digunakan di Jerman zaman Nazi dan Italia Zaman Fasis dan juga di
negara-negara satu partai (Ruisa, China, Kuba, dll)
2. Membangun legitimasi melalui kesejahteraan warga seperti yang
dilakukan oleh Rusia dan China
3. Legitimasi ideologis untuk menegakkan keabsahan kekuasaan dari sang
pemimpin militer atau partai atau untuk menetapkan tujuan dan prinsip
yang lebih luas yang memberi rezim tersebut sebuah kesan keabsahan.
Bahan Diskusi Kelas

• Masing-masing kelompok menjawab pertanyaan berikut?:


1. Bagaimana Demokrasi dan Legitimasi Dalam Pemilu Tahun 2019 di
Indonesia?
2. Bagaiman Tantangan Indonesia Dalam Menciptakan Pemerintahan yang
Demokratis?
3. Bagaimana Legitimasi dan Otoritas Pemerintahan Hasil Pemilu 2019 di
Indonesia?
4. Bagaimana Indonesia mengalami Krisis Legitimasi dan Reformasi
(Pengalaman Indonesia Tahun 1998)
5. Bagaimana Reformasi dan Kebangkitan Kanan Baru di Indonesia?

Anda mungkin juga menyukai