Oleh
INDRA GUNAWAN PRATAMA
XII IS 1
LATAR BELAKANG SEJARAH
1. TRANSFORMASI GALILEAN
< 1900 mekanika Newton merupakan teori yang cukup sukses dalam
menjelaskan permasalahan dinamika partikel/benda saat itu.
Dalam mekanika Newton ada suatu kerangka khusus yang disebut kerangka
inersial dimana Hukum Newton mempunyai bentuk yang sama dalam
kerangka tersebut.
Kerangka inersial ini adalah kerangka yang memenuhi Hukum I Newton
yaitu sebuah kerangka diam atau bergerak dengan kecepatan konstan relatif
terhadap yang lain.
Hubungan antara kerangka inersial satu dengan yang lainnya adalah melalui
apa yang disebut transformasi Galilean.
y'
y
O’
O
x'
x
z'
z
Tinjau dua kerangka O yang diam dan O’ yang bergerak dengan kecepatan
V konstan relatif terhadap O sepanjang sumbu x. Transformasi Galilean
yang menghubungkan antara O dan O’ adalah
Menjelang akhir abad 19 fenomena listrik dan magnet berhasil dirangkum dalam
empat buah persamaan matematis oleh Maxwell, yang disebut persamaan
Maxwell untuk elektromagnetik.
Teori elektromagnetik ini juga cukup sukses menjelas fenomena gelombang
radio dan optik ditangan Hertz dan Young.
Dari persamaan Maxwell tanpa sumber (vakum) ini diperoleh sebuah konstanta
universal yang disebut laju cahaya dalam vakum yaitu c.
Dari sini disimpulkan bahwa gelombang elektromagnetik dapat merambat tanpa
medium.
3. PERMASALAHAN YANG TIMBUL
Walaupun kedua teori ini, yaitu mekanika Newton dan teori Maxwell
membahas fenomena fisika yang berbeda, tetapi ada satu permasalahan
penting yang muncul, yaitu persamaan Maxwell bentuknya tidak sama
terhadap transformasi Galilean.
Akibatnya adalah bahwa teori elektromagnetik sifatnya berbeda dan
bergantung kepada gerak pengamat.
Selain itu laju cahaya tidaklah konstan dan bergantung kepada gerak
pengamat.
Terlebih lagi perambatan cahaya yang digambarkan sebagai gelombang
elektromagnet melanggar konsep klasik bahwa harus ada medium
perambatan gelombang.
Oleh karenanya para fisikawan waktu itu mengusulkan sebuah medium yang
disebut eter yang bergerak dengan kecepatan konstan relatif terhadap bumi.
4. FAKTA EKSPERIMEN
Δc 8 12
10 10
c
TEORI RELATIVITAS KHUSUS
Laju cahaya dalam vakum adalah tetap tidak bergantung pada gerak
pengamat.
2. KONSEKUENSI POSTULAT RELATIVITAS KHUSUS
Dilasi Waktu
V2
1 2
c
V2
L L0 1 2
c
Jadi panjang yang diukur oleh pengamat di O’ lebih pendek dibanding
pengamat di O.
Kesetaraan Massa dan Energi
Konsekuensi lain yang dapat dilihat adalah adanya hubungan kesetaraan antara
massa dan energi. Hal ini dapat kita lihat sebagai berikut:
Jika m0 adalah massa diam sebuah benda, maka energi total benda tersebut adalah
m0 c 2
E
1 v2 c2
E0 m0 c 2
Kausalitas
Dalam rumusannya, teori relativitas mengklaim bahwa waktu t
berkedudukan sama dengan koordinat spatial lainnya, yaitu x, y, z.
Dari sini disimpulkan bahwa dimensi alam semesta kita bukanlah tiga,
melainkan empat. Berikut ini gambaran dua dimensi yang
disederhanakan dari ruang waktu.
t
x
Daerah yang berbentuk kerucut yang berwarna putih disebut kerucut
cahaya, yaitu daerah dimana cahaya bergerak.
Daerah hiperbola yang berwarna hijau disebut daerah timelike, yaitu
daerah dimana benda-benda bermassa diam bergerak dan berkecepatan
lebih kecil dari cahaya. Daerah ini memiliki struktur kausalitas (sebab-
akibat) karena tidak adanya kurva tertutup yang menghubungkan
antara masa lalu (t < 0) dan masa depan (t > 0).
Daerah hiperbola yang berwarna biru disebut daerah spacelike, yaitu
daerah dimana benda-benda bergerak melebihi kecepatan cahaya.
Dalam daerah ini tidak berlaku kausalitas.
Paradoks Kembar
Hal yang kontroversi dari teori relativitas khusus adalah yang disebut
paradoks kembar. Mis A dab B dua orang kembar. A pergi ke luar angkasa
menggunakan roket dan B tinggal di Bumi. Jika A pergi dengan kecepatan
kostan dan mengukur waktunya sebesar t0 maka B di Bumi mengukur waktu
A lebih panjang. Tetapi karena gerak sifatnya relatif, maka hal sebailiknya
juga dapat terjadi, yaitu A mengukur waktu Bumi lebih panjang. Jadi dalam
hal ini jika A dan B dalam kerangka inersial maka tidak ada yang lebih muda
dan tua dan tidak ada paradoks. Paradoks ini dapat terjadi jika salah satunya
dalam kerangka dipercepat atau noninersial. Pada kenyataannya A yang pergi
ke luar angkasa mengalami percepatan yaitu dari diam ke bergerak dengan
kecepatan awal berubah ubah hingga mendekati konstan sehingga paradoks
pun dapat terjadi.