Anda di halaman 1dari 69

Farmasi Veteriner UWKS

 Perkembangan obat baru pesat => problem baru


 Terapi obat dari dokter jarang yang tunggal
 Campuran obat yang amat banyak laksana shot
gun prescription => sulit diprediksi akibatnya
 Maka perlu medication report yang teliti dan
respon px dipantau dengan baik sehingga px
tidak mendapat penyakit baru akibat terapi yang
diberikan => AMATI KELAINAN RESPON LEBIH
DINI
 Dapat juga terjadi interaksi obat yang diberikan
=> bagaimana hasilnya?
1. Pharmaceutical drug interactions : physical,
chemical pharmaceutical D.I.
2. Pharmacokinetics drug interactions :
absorption, distribution, metabolism,
exretion D.I.
3. Pharmacodinamic / Pharmacological D.I. :
Sinergisme (potensiasi, sumasi)
Antagonisme
Decreased disered effect
Prevention of drug action
* Tergantung pada :
1. Sifat fisiko kimia obat
|
Farmakokinetik obat (ADME)
|
Respon farmakologik obat
2. Bentuk Sediaan Obat
|
Biovailabilitas obat
* Interaksi farmaseutis terjadi di luar tubuh =>
dalam proses pembuat
 Mekanisme terjadinya interaksi:
Farmakokinetik Obat (LADME System)
|
Sangat komplek (terj. Dlm tubuh)
| mel. 1 atau lebih cara di bawah ini
- mrp. Efek langsung dari obat
- terj. Modif absorpsi obat pada sal cerna => +/-
- terj. Modif absorpsi obat mel. Kulit / mukosa
- perubahan distribusi obat
- ikatan obat – protein => hypoalbumin?
- modif ikatan obat – reseptor
- modif exresi obat.
 Rumus interaksi obat:
½ n (n-1) => in vitro
½ n (n-1) (x) => in vivo
n = jumlah obat yang diberikan
x = faktor inter individual / intra individual
 R/ Acetosal 500 mg n = ½ (2)(2-1)
Codein 10 mg = 1x (interaksi obat)
mfla pulv. Da in caps td no.X
S3 dd caps 1 p.c

R/ Theophylline 100 mg n = ½ (3)(3-1)


Ephedrine 25 mg = 3x
Diazepam 5 mg
mfla caps dtd no. X
S 3 dd 1 p.c
1. anamnesis harus teliti
2. hindari polypharmacy/interaksi langsung
cumarin+aspirin => efek anticoagulan
meningkat 1
3. hindari polymedicine
4. awasi self medication => stop?
Faktor yang mempengaruhi interaksi obat
1. faktor obat
2. faktor penderita
3. self medication
4. diet px
1. Obat
Obat yang bertahan lama di dalam darah harus
diwaspadai karena berpotensi terjadi interaksi
dengan obat lain
- BSO => Tabl/Caps Sustained release
- Dosis obat => mempeng.Intensitas &
lama kerja obat
- Jangka waktu pemberian => anti diabetes,
antihipertensi
- Cara minum obat => tetra + susu
- Urutan minum obat lincocin, 2 jam kmd+kaolin
pectin => abs. lincocin turun, kaolinpectin, 2 jam
kmd+lincocin=> abs.lincocin naik
2. Faktor Penderita
Penyakit Px =obat kontra indikasi dengan penyakit
px kadar protein plasma=> ikatan D-prot berubah
fungsi hati => gangguan metabolisme
Fungsi ginjal => gangguan ekresi (t ½ obat lbh lama)
Diit penderita => CNS depresant + alcohol => efek
naik
Faktor farmakogenetik Px => perbed. Metab pada
ras berbeda (procainamid, isoniazide,
phenylbutazone)
Umur (banyak penyakit, penurunan fungsi organ)
bayi (proses metab. Belum sempurna)
1. Interaksi Farmaseutik
a. Sifat fisik obat berubah+> obat menjadi basah
R/ Kalii Jodid. 500 mg => higroskopis
m.f.l.a pulv dtd no. X
S 3 dd pulv.1

R/ Thymol 1%
Camphora 2%
Menthol 2%
Tacum venetum ad 100
S.u.e
b. Terjadi absorpsi obat berkhasiat
R/ Papaverine 40 mg
Kaolin 300 mg
mfla pulv dtd no. X => Cmp. Alkaloid + adsorben
S 3 dd pulv 1
c. R/Acid Mefenamic 4,5 => interaksi apa?
Acetosal 4,5 efek camp. Obat bgmn?
Syr. Symplex 10 ml
CMC Na 1%
Aqua ad 100 ml
S 3 dd Cth II p.c
D. Aktivitas obat hilang:
Interaksi fisikokimia pada sediaan infus/Inj Iv => obat
tak stabil (dalam saline/dextrose)
a. Unstable infuse within 2-4 h
ampicillin (dextrose 2-4 h, saline 12h), Erythromycin
b. Stable 6-8 h in dextrose, saline
Benzyl penicillin, Diazepam
c. Stable 12 h (fluctoxacillin, tetracycline,
oxytetraccycline)
d. Photosensitive drugs
Amphotericin, Natrium nitroprusid
e. Unstable 6 h
Cephaloridine, colistin
misal disebabkan o.k – Morphine like drugs
Drugs with anticholinergic effect
(trycyclic antidepressant)

Tetracycline + garam Calsium


garam Alumunium
garam magnesium
garam ferrum
Isoniazide + garam Allumunium (AL(OH)3)
a. Pergeseran Ikatan obat – protein plasma
Objek drug + Precipitant drug => ikatan Drug –
Protein dari object
bergeser => Cp bebas >>
|
Efek obat >>
Bila ikatan D-Protein > 90% & Vd rendah
Kemungkinan reaksi tsb besar misal pada:
Object drug Precipitant
Warfarin (99%, Vd 9 l) Sulfonamid
Phenytoin (90%, Vd 35%) Salicylat
Tolbutamid (96%, Vd 10 l)
 R/Caps Phenytoin 100 mg No. XXX
S3 dd Caps 1
R/ Tabl. Acetosal 500 mg No. X => menggeser ikatan
S3 dd caps 1 Phen. Protein
plasma
----

* Transport active beberapa antihipertensi (Bethanidine,


Debrisoquine) ke ujung saraf simpatis dihambat oleh tricyclic
antidepresant (pheno thiazine) => sehingga efeknya
menurun
 R/ Digoxin 0.25 mg
Furosemid 30 mg => bila terjadi hipokalemia
Glucosa q.s digoxin meningkat
mfla pulv. Di in caps. No. XXX
S. 1 dd Caps 1
----

* R/tabl. Cumarin 5 mg No. XXX => efek anticoagulan naik


S1 dd tabl 1
----
R/ Tabl. Clofibrat 250 mg No. XXX
S1 dd tabl 1
 A. Efek obat hilang
R/ Tabl Rifampicin 450 mg No. C => inducer kuat
S 1 dd tabl 1
R/. Tabl Simarc 2 No. C => mgd Warfarin
S1 dd tabl 1
---
Interaksi : Induksi metabolisme warfarin dan
menghambat uptake
nya oleh hepatocyt
efek antikoagulan menurun => hilang
Precipitant drugs Object drugs (Cp <<)

Alkohol Coumarin anticoagulan, phanytoin

Barbiturat Coumarin anticoagulan, phenytoin ,


Chlorpromaxine, corticosteroid, Doxycycline,
oral contraseptive KB

Griseofulvin Warfarin

Phenytom Coumarin, corticosteroid, tolbutamide, oral


contraseptive
Precipitant Object drugs (Cp >>)

1. NON SPESIFIC
Chloramphenicol - Phenytoin, warfarin, tolbutamide

Cimetidine - Diazepam, Warfarin, propanold

Disulfram - Alkohol, S(-) Warfarin

Isoniazida (slow acetylator - Phenytoin


2. SPESIFIC REACTION
Carbidopa or Benzerazide - L Dopa
(Dopa decarboxylase)
MAO Inhibitor - Amphetamine
Alkohol - Disulfiram
__________________________________________
Metabolisme Alkohol => Acetaldehyd -/+> CO2 + H2O

Disulfiram (tx habit, Alk)

Bila acetaldehyd terakumulasi => abdominal colic, vomitus


flushing, dizziness, tachycardia
Preciptant drug Object drugs Result

Pherrylbutazone -Chlopropamide -Hypoghcemla

Salicylate (low dose) -Sulphinpyrazone -Efek unloosuric

Methotramata -Retensi MTX

Quinidline Digocin Retensi Digomin

Verapamill Digocin Retensi Digocin

Probenecid Penicillin Cp Penicillin >>


1. SINERGISME
a. Asumsi

R/ Sulfadiazine 166,7 mg R/ Paracetamol 300 mg


Sulfamerazine 166,7 mg Phenacetin 200 mg
Sulfamezatin 166,7 mg mfla pulv. Dtd No. X
mfla caps dtd no. C S prn pulv 1 p.c
_____ _____
b. Potensiasi
Bila tidak diketahui => bisa berbahaya
Bila disadari sengaja diberikan => menguntungkan

R/ Ephedrine HCl 25 mg ... Bronchodilat/CNS


Diphenhydramine HCl 25 mg ... Sedatif antihistamin
Diazepam 2 mg .... CNS depresan
Sac. Lact. Q.s
mfla pulv da In caps td. No. X
S 3 dd caps 1 p.c
R/ Syr. Benadryl expect. F1.1 ..... mgd Ammon.Chlorid
S 3 dd C 1 (asam)
____
R/ Tab. Contrimoxazol 480 mg No. XX ... mgd
Sulfamethoxazole
S 2 dd tabl. 1 pc (kristal pd urine asam)
___________________________________________________
R/ Sulfamethoxazole 400 mg .... Keduanya saling
menguatkan
Trimethropim 80 mg
mfla tabl. Dtd No. M
S d.c.form.
R/ Antalgin 300 mg .... Keduanya saling menguatkan
Ibuprofen 100 mg
mfla caps dtd No. X
S prn caps 1
_____
__________________________________________
R/ Tabl. Aspirin 500 mg No. X
S 3 dd tabl. II pc
=> Cp aspirin << mgd MgOH
R/ Tabl. Antasida 250 mg No. X (u/ antiinflamasi kurang)
2. ANTAGONISME
a. Obat yang satu mrpkan antidote yang lain

R/ Theophyline 100 mg .... Cns stimulant


CTM 4 mg ....... Cns depresan
Glycerylgualacolat 100 mg
Luminal 10 mg .... Cns depresan
Sacharum lact. q.s
mfla pulv dtd No. XX
S 3 dd pulv 1 pc
___
R/ Inj. Procain Penicilline 3.000.000 IU fl. VI
S 1mm
_____

R/ Caps. Tetracycline HCl 500 mg No. XX


S 4 dd Caps 1 pc
_____
Tetracycline menghambat mekanisme kerja Pen.
Karena Pen hanya dapat aktif bila berada dalam kuman
yang tumbuh
INTERAKSI ANTAGONISME
(COMPETITIVE INHIBITION)
a. INTERAKSI YANG MENGURANGI EFEK OBAT
R/ Caps. Phenytoin 100 mg No. C
S. 4 dd Cth 1
____ => Ca menyebabkan Phenytoin <<
R/ Tabl. Caleli Lactat 500 mg No. C
S. 3 dd tabl. ½
____
R/Tabl. INH 100 mg No. C
S. 3 dd tabl 1
____ => terbent. Garam komplex tak larut
R/ Tabl. Sulfas Ferrosus 200 mg No. C
S1 dd tabl. 1 pc
b. ABSORPSI OBAT MENURUN

R/ Tabl. Vitamin A 20.000 IU No. XXX


S 1 dd tabl. 1
R/ Sol. Parafin liquid. 30 ml
S u.c.
Vitamint idak diserap ttp diekresi bersama
laxantnya
Vitamin DEK juga serupa
Garam Sulfa + Senyawa PABA => Efek sulfa <<
(tgt dosis masing-masing)

c. MENGHAMBAT EFEK OBAT (TGT DOSIS)


Tetracycline + antasida => terbentuk garam komplek
tak larut yang susah diserap
Pil KB + Diazepam => efek kontrasepsi dihambat
karena induksi oleh diazepam
* OBAT + RESEPTOR => EFEK OBAT
|
KDR OBAT PLASMA
|
DODIS OBAT
FAKTOR OBAT DAN PENDERITA
* BAGI OBAT TTP Cp BERBANDING LURUS
DENGAN KDR OBAT DLM BIOFASE (YANG
DIBERIKAN DG RESEPTOR)
DPT DIGUNAKAN :
=> MENENTUKAN EFEK TERAPI OBAT
=> CARA DG MONITORING Cp
1. HUBUNGAN CP DG EFEK FARMAKOLOGIS INTER
INDIVIDUAL => RELATIF KONSTAN

2. KERJA OBAT => HARUS REVERSIBLE

3. OBAT ASAL (PARENT DRUG) => HRS BERTINDAK SBG


MEDIATOR EFEK FARMAKOLOGIK DAN TERAPETIK

BILA METABOLIT OBAT AKTIF => MAKA Cp NYA HARUS


IKUT DIUKUR
1. HUBUNGAN Cp DENGAN EFEK TX SUDAH STABIL =>
TUNAK / STEADY STATE

2. UMUMNYA Cp TUNAK => 5 X WAKTU PARUH ELIMINASI


OBAT

3. PENGAMBILAN SAMPEL DARAH => Cp S. STATE MIN =>


SESAAT SEBELUM MINUM OBAT PADA DOSIS
BERIKUTNYA

BISA SAAT CP AVERAGE DLL => BANYAK VARIASINYA


1. UNTUK MENCAPAI EFEKTX OPTIMAL

2. ADA PERBEDAAN RESPON TX KRN FAKTOR INTER DAN


INTRA-INDIVIDUAL => KARENA:
- PENGARUH GENETIK
- PENYAKIT PX
- INTERAKSI OBAT

3. MENCARI PENYEBAB MASALAH ADANYA ESO (EFEK


SAMPING OBAT)
1. OBAT DG Cp => PERBEDAAN INTER INDIVIDUAL BESAR
2. INDEX TERAPETIK SEMPIT
3. OBAT YANG SECARA KLINIK SUKAR DIBEDAKAN
ANTARA DOSIS LEBIH DAN DOSIS KURANG
4. OBAT DIBERIKAN SIMULTAN => INTERAKSI
5. DIRAGUKAN COMPLIANCE NYA DARI PX
6. OBAT YANG DIEXRESI => GINJAL/HEPAR (BAGI PX
GANGGUAN FUNGSI GINJAL / HEPAR)
Suatu pengukuran laju dan jumlah
obat yang aktif terapetik hingga
mencapai sirkulasi sistemik atau
merupakan jumlah relatif (%) dari
suatu obat yang diberikan masuk ke
tubuh dan kecepatan obat berada
dalam sirkulasi sistemik.
• Uji penting dalam penelitian
peningkatan mutu obat
• Pertimbangan kritis yang digunakan
untuk pemilihan obat yang bermutu
baik
• Formulasi
• Rute pemberian
• Kondisi fisiologis penderita
• Interaksi dengan obat lain atau pakan
1. Faktor –faktor fisiologik yang berkaitan dengan
absorbsi obat :
 pH medium
 Adanya pori-pori
 Banyaknya vili dan mikrovili yang ada di daerah duodenum
dan usus halus
 Sifat kapiler membran sel
 Jumlah pembawa
 Waktu transit obat dalam saluran cerna
 Gerakan peristaltik dari duodenum
 Aliran (perfusi) darah dari saluran cerna
 Adanya makanan atau obat lain dalam saluran cerna
 Adanya penyakit
2. Faktor-faktor farmasetik yang
mempengaruhi bioavailabilitas obat :
1) Sifat fisikokimia obat
 Ukuran partikel
 Luas permukaan efektif obat
 Bentuk geometrik
 Kelarutan obat
 Bentuk kimia obat
 Polimorf obat
 Konstanta disosiasi
 Lipofilitas
 Stabilitas obat
2) Faktor formulasi yang mempengaruhi
bioavailabilitas obat :
 Dalam peredaran, kebanyakan obat didistribusikan melalui
cairan tubuh dengan cara yang relatif mudah dan cepat
dibandingkan dengan eliminasi
 Obat dikeluarkan dari tubuh melalui organ sekresi dalam bentuk
metabolik hasil biotransformasi atau dalam bentuk senyawa
asalnya
 Ada beberapa obat yang berikatan kuat dengan protein, sehingga
menunda lewatnya ke jaringan sekitarnya
 Konsentrasi obat diukur dengan sampel biologis, seperti susu,
saliva, plasma dan urin
Data Plasma
 Waktu konsentrasi plasma (darah) mencapai puncak
 Konsentrasi plasma puncak
 Area dibawah kurva, kadar obat dalam plasma-waktu
Data Urine
 Jumlah komulatif jumlah obat yang diekskresi dalam urine
 Laju ekskresi obat dalam urine
 Waktu untuk terjadi ekskresi obat maksimum dalam urine
Efek Farmakodinamik Obat
Pengamatan Klinik
bila obat bebas atau aktif dalam cairan biologik dapat ditentukan
secara tepat, maka data plasma dan data urine dapat memberikan
informasi akurat mengenai bioavailabilitas suatu obat.
a. Uji bioavailabilitas in vivo suatu produk obat
dilakukan jika laju dan jumlah absorbsi produk harus
memperoleh hasil pengujian berupa parameter kinetik
dan dinamik dengan tepat.
b. Pemilihan metode statistik yang sesuai untuk dapat
menemukan perbedaan laju dan jumlah absorbsi antar
produk obat yang tidak dipengaruhi perbedaan subyek.
c. Bila ditemukan hasil uji suatu produk obat
menggunakan pembanding obat yang diketahui
terdapat perbedaan laju absorbsi, namun terdapat
kesamaan jumlah obat yang diabsorbsi.
Suatu ketersediaan hayati obat yang
menghasilkan nilai sama antara jenis obat satu
dengan jenis obat lainnya akibat faktor obat
maupun faktor subjek klinik
a) Faktor Obat
 Besar/kecilnya partikel (fisika)
Mudah tidaknya partikel obat di basahi (fisika)
Asam, garam, ester, pH (kimia)
Bentuk sediaan (solution, suspensi, dll)

b) Faktor Penderita
 Umur, waktu pemberian obat, keadaan penyakit penderita
Pakan yang berada di lambung (kecepatan pengosongan
lambung)
Obat yang diberikan bersamaan
Aktifitas enzim di lambung
 Absorbsi obat dipengaruhi oleh faktor intrinsik (patofisiologis hewan)
dan faktor ekstrinsik (faktor fisiko kimia obat). Absorbsi obat
berpengaruh besar terhadap biovailabilitas obat.

 Faktor obat yang amat mempengaruhi bioavailabilitas adalah bentuk


sediaan obat, rute pemberian, sifat lipofilitas-hidrofilitas molekul obat
agar mencapai sirkulasi sistemik dengan stabilitas tinggi.

 Data in vitro dan in situ, tidak boleh diartikan sama dengan data in vivo.

 Hasil uji bioavailabilitas suatu obat terhadap jenis hewan berbeda belum
tentu sama.

 Profil dossage – bioavailabilitas – respons amat penting untuk obat


tergolong essensial dengan ciri digunakan untuk gawat darurat.
Cimetidine Generik dan Cimetidine Paten
Cimetidine merupakan antihistamin penghambat reseptor H2 (AH2)
yang digunakan untuk pengobatan tukak lambung, tukak preptikum
duodenal, esofagitis erosif. Proses kerja cimetidine adalah
menghambat sekresi cairan lambung. Seperti halnya obat generik
lain penggunaan obat cimetidine generik juga diragukan
kemanjurannya untuk terapi penyakit.

Untuk mengetahui perbandingan kualitas obat sediaan generik


dengan sediaan paten perlu diketahui bioekuivalensi antara dua
sediaan tersebut. Masing-masing sediaan diukur bioavailabilitasnya.
Perbandingan bioavailabilitas ini disebut bioekuivalansi obat.
Dasar untuk menentukan bioavailabilitas suatu obat
terlebih dahulu harus diketahui profil disolusinya. Disolusi
tablet ialah jumlah atau persen zat aktif dari sediaan padat
yang larut pada waktu tertentu dalam kondisi baku.

Kondisi yang dimaksud misalnya, dalam suhu, kecepatan,


pengadukan, dan komposisi media tertentu. Uji disolusi
merupakan suatu metode fisika kimia yang penting sebagai
parameter dalam pengembangan produk dan pengendalian
mutu sediaan obat yang didasarkan pada pengukuran
kecepatan pelepasan dan melarut zat aktif dari sediaannya.
Uji disolusi digunakan untuk uji bioavailabilitas secara in
vitro, karena hasil uji disolusi berkorelasi dengan ketersediaan
hayati obat dalam tubuh. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui perbandingan bioavailabilitas (bioekivalensi)
Cimetidine sediaan generik berlogo dan sediaan paten secara
in vitro
 Jenis penelitian adalah analitik observasional dengan sampel 1
jenis tablet cimetidine 200 mg sediaan generik dan sediaan
paten. Masing - masing sediaan 6 tablet.

 Bahan yang diperlukan adalah cimetidine tablet 200 mg 6


buah masing – masing dalam sediaan generik dan
paten,aquades 7200 ml untuk mengisi 8 vessel sebagai media
disolusi dan sebanyak 16 liter sebagai penangas air pada
disolusi tester, dan baku pembanding cimetidine BPFI yang
telah mengalami pengeringan selama 2 jam pada suhu 110
C.
 Pada tahap pertama sampel akan mengalami uji disolusi. Alat
uji disolusi yang digunakan adalah Disolution Tester tipe
1ERWEKA DT600HH, diset pada suhu 37° C, kecepatan 100
rpm selama 20 menit.Kemudian tablet Cimetidine 200 mg
dimasukkan dalam 6 vessel masing – masing 1 buah. Sampel
diambil dengan spuit tiap 5 menit sehingga dalam waktu 20
menit total data yang didapat untuk Cimetidine sediaan
generik dan sediaan paten adalah 48 data.
 Setelah semua data didapat kemudian dilanjutkan dengan
pembacaan hasil uji disolusi melalui aspirasi pada
spektrofotometer. Alat yang digunakan adalah
Spektrofotometer UV. Alat diatur pada panjang gelombang
218 kemudian dilihat absorbansinya dengan memasukkan
media disolusi pada sel 1 dan 2. media disolusi ini sebagai
blanko. Blanko diambil dari sel ke-2 lalu diganti dengan cuvet
yang berisi 1 ml larutan larutan baku pembanding , dilihat
grafik dan absorbansi larutan baku. Kemudian pada sel ke-2
diganti dengan sampel, lihat grafik dan absorbansi sampel.
Pengukuran dilakukan untuk semua sampel. Dari hasil
tersebut dapat dihitung kadar zat aktif yang terlarut (%)
Kadar zat aktif yang terlarut (%) =
Fu Au Cb
V x Mb x ---- x ---- x ---- x 100 %
Fb Ab Ke

 V = volum media disolusi (dalam ml)


 Mb = penimbangan baku (dalam mg)
 Fu = faktor pengenceran sampel
 Fb = faktor pengenceran larutan baku
 Au = absorbansi larutan sampel
 Ab = absorbansi larutan baku
 Cb = kadar larutan baku yang diukur (dalam mg per ml)
 Ke = kadar Cimetidine per tablet yang tertera pada etiket ( mg)
Tabel 1. Kadar zat aktif yang terlarut (dalam % )
Grafik Perbandingan
 Bioavailabilitas merupakan kecepatan dan jumlah zat aktif yang terkandung
dalam suatu sediaan untuk lepas mencapai sirkulasi. Berdasarkan definisi
tersebut maka dengan mengetahui bioavaibilitas suatu obat dapat diketahui
bagaimana daya terapeutik, aktivitas klinik serta aktivitas toksik suatu obat.
Absorbsi berperan penting dalam menentukan bioavailabilitas terapetik yang
sesuai. Perjalanan obat dalam tubuh diawali dengan proses absorpsi yaitu
disintegrasi, deagregasi dan disolusi. Penelitian ini bertujuan menguji proses
awal perjalanan obat Cimetidine compressi sediaan generik dan paten yaitu
disolusi, untuk kemudian dapat ditentukan bioavailabilitasnya, sehingga dapat
diketahui bioekivalensinya.

 Pada tabel 1 tampak bahwa rata-rata kadar zat aktif Cimetidine yang terlarut
pada sediaan generik lebih kecil daripada sediaan paten. Hal ini diperjelas
pada profil disolusi pada tiap-tiap pengambilan yang berjarak 5 menit
( gambar 2-5 ).
 Pabrik sebagai produsen obat akan menentukan formulasi obat. Formulasi obat
yang baik harus memenuhi standar penilaian tertentu. Salah satu parameter yang
gunakan adalah kelarutan. Kelarutan zat aktif ini dapat dipengaruhi berbagai
faktor, antara lain sifat fisikokimia obat dan sifat bahan tambahan obat. Sifat
fisikokimia dapat dilihat dari segi luas permukaan partikel obat. Semakin luas
permukaan partikel makin cepat pelarutan. Hal ini dikarenakan semakin luas
pemukaan partikel semakin luas pula daerah yang kontak langsung dengan
pelarut, sehingga partikel tersebut akan menjadi lebih mudah larut dalam pelarut.
Saat tablet kontak dengan pelarut,tablet akan pecah menjadi partikel-partikel
kecil atau granul. Formulasi menentukan perubahan ini menjadi bentuk partikel-
partikel kecil atau granul. Luas permukaan tablet yang pecah menjadi partikel-
partikel kecil lebih luas daripada tablet yang pecah menjadi granul sehingga
proses kelarutan tablet yang pecah menjadi partikel-partikel kecil lebih cepat.
Dari dasar pemikiran ini, dapat diasumsikan bahwa luas permukaan partikel
tablet Cimetidine sediaan paten lebih besar daripada sediaan generik.
 Bahan tambahan dalam suatu tablet yang mempengaruhi proses
kelarutan obat adalah bahan pengisi, bahan pengikat dan bahan
penghancur. Bahan pengisi adalah bahan yang inert yang
ditambahkan untuk membuat bulk agar dapat dibuat tablet yang
acceptable. Sebuah pabrik dapat saja memilih bahan pengisi
yang berbeda untuk zat aktif yang sama dengan pabrik lain.
Salah satu dasar pertimbangan pemilihan bahan pengisi adalah
kecepatan kelarutan bahan pengisi, disamping faktor harga.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelarutan Cimetidine
sediaan paten lebih baik daripada sediaan generik. Berarti, hal
ini dapat pula dikarenakan kelarutan bahan pengisi untuk tablet
Cimetidine sediaan paten lebih baik daripada sediaan generik.
 Bahan pengikat adalah bahan yang digunakan untuk
meningkatkankan kualitas kohesi tablet. Seperti pada bahan
pengisi maka tiap-tiap pabrik berhak menentukan jenis bahan
pengikat, asalkan tidak mempengaruhi zat aktif (inert). Jenis
bahan pengikat dapat mempengaruhi proses kehancuran
tablet. Ada beberapa jenis bahan pengikat yang memiliki daya
ikat yang sangat kuat, misalnya gom arab dan tragakan. Jenis
ini dapat menghambat kehancuran tablet.16 Oleh karena itu,
dapat diasumsikan bahwa tablet Cimetidine sediaan generik
menggunakan bahan pengikat dengan daya ikat yang lebih
kuat dari pada sediaan paten.
 Bahan penghancur adalah bahan yang ditambahkan untuk
memudahkan tablet hancur atau pecah ketika kontak dengan
pelarut. Kemampuan tiap-tiap bahan penghancur berbeda.
Pada Cimetidine sediaan paten mungkin memiliki bahan
penghancur dengan kemampuan penghancuran yang lebih
baik daripada bahan penghancur dari Cimetidine sediaan
generik. Hal ini menyebabkan proses kelarutan Cimetidine
sediaan paten lebih cepat sehingga tercapai bioavailabilitas
yang diharapkan. Dari pembahasan di atas dapat dirangkum
bahwa tablet Cimetidine sediaan paten memiliki formulasi
obat yang lebih baik daripada tablet Cimetidine sediaan
generik.
 Namun perlu diingat walaupun jumlah zat aktif yang larut (%)
cimetidine sediaan generik lebih rendah daripada sediaan
paten, sediaan generiknya tetap layak untuk terapi penyakit.
Karena telah memenuhi standar Q1, yaitu rata-rata kadar zat
aktif yang larut (%) 6 sampel pada titik puncak 75% + 5%=
80%. 5,15 Dengan 80% ini telah memenuhi standar yang
ditetapkan Farmakope Indonesia. Pada hasil penelitian ini
Cimetidine sediaan generik kadar zat aktif yang terlarut
adalah 82,91342%. Dengan kata lain obat ini memenuhi
standar untuk terapi.
Obat cimetidine sediaan paten memiliki daya kelarutan zat aktif yang lebih besar
daripada obat cimetidine sediaan generik dengan implikasi obat Cimetidine
sediaan paten mempunyai bioavailabilitas yang lebih tinggi dibanding sediaan
generiknya dan kedua obat tidak bioekivalensi. Namun Cimetidine sediaan generik
tetap memenuhi standar sesuai Farmakope Indonesia.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai