Anda di halaman 1dari 12

Pemberontakan RMS

(Republik Maluku Selatan)


Nama Kelompok:

1. Cira Amadia Wikan (10)

2. Faradia Apriani Margantari(13)

3. Faraha Aulia Az Zahra (14)

4. Kartika Retnaningrum(19)

5. Naura Dewi Anindya(27)

6. Vita Sigi Ifada(33)


01 Latar Belakang
02 Upaya Peredaman Pemberontakan
03 Tokoh
Lambang ,Bendera,Lagu Kebangsaan,
04 dan Teks Proklamasi
05 Perkembangan Politik RMS
06 Dampak Pemberontakan RMS
Latar Belakang
● Didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia, menimbulkan respon dari masyarakat
LATAR BELAKANG

Maluku Selatan saat itu. Seorang mantan jaksa agung Negara Indonesia Timur, Mr. Dr.
Christian Robert Soumokil, memproklamirkan berdirinya Republik Maluku Selatan pada
tanggal 25 April 1950. Hal ini merupakan bentuk penolakan atas didirikannya NKRI,
Soumokil tidak setuju dengan penggabungan daerah-daerah Negara Indonesia Timur ke
dalam wilayah kekuasaan Republik Indonesia. Dengan mendirikan Republik Maluku
Selatan, Ia mencoba untuk melepas wilayah Maluku Tengah dan NIT dari Republik
Indonesia Serikat.
● Berdirinya Republik Maluku Selatan ini langsung menimbulkan respon pemerintah yang
merasa kehadiran RMS bisa jadi ancaman bagi keutuhan Republik Indoensia Serikat. Maka
dari itu, pemerintah langsung ambil beberapa keputusan untuk langkah selanjutnya.
Upaya Peredaman Pemberontakan

Upaya Damai dan Berunding


Tindakan atau upaya yang dilakukan oleh pemerintah yang pertama dilakukan adalah dengan upaya damai. Pada tanggal 27 April
1950, pemerintah mengirimkan Dr. J. Leimena dan rombongan ke Ambon untuk menyampaikan permintaan berdamai kepada
RMS. Tidak hanya untuk berdamai saja, tetapi juga untuk membujuk RMS untuk tetap bergabung dengan NKRI. Sayangnya
langkah damai yang diambil pemerintah di tolak oleh Soumokil dengan mengirimkan surat berisi penolakan untuk damai dan
berunding. Ditambah lagi, Soumokil justru meminta bantuan dan juga pengakuan dari negara lain seperti Belanda, Amerika
Serikat, hingga juga komisi PBB untuk Indonesia.
Blokade Laut
Ketika upaya damai dan berunding ditolak mentah-mentah oleh Soumokil, pemerintah Indonesia kemudian merencanakan untuk
melakukan blokade laut. Upaya ini bertujuan untuk memaksa pihak RMS agar bersedia untuk berunding. Blokade laut sendiri
dilakukan pada 18 Mei hingga 14 Juli 1950 dengan melakukan pengawasan di semua perairan Maluku dan juga penghancuran
terhadap kapal-kapal pemberontak. Sayangnya upaya kedua ini juga belum berhasil memaksa Soumokil untuk bersedia
berunding dengan pemerintah Indonesia. Oleh sebab itulah direncanakan untuk melakukan upaya atau langkah yang ketiga,
yaitu ekspedisi atau operasi militer.
Ekspedisi atau Operasi Militer
Ketika kedua upaya sebelumnya masih tidak berhasil dan bahkan ditolak mentah-metah oleh Soumokil, pemerintah kemudian
memutuskan untuk melakukan ekspedisi militer dibawah kepemimpinan Kolonel Kawilarang seorang panglima Indonesia Timur.
Operasi militer tersebut dikenal sebagai Gerakan Operasi Militer IV atau GOM IV untuk memberantas pemberontakan RMS.
Operasi militer ini berhasil menguasai Ambon pada awal November 1950, tetapi konflik di Seram masih tetap berlanjut hingga
Desember 1963. Hingga kemudian pemimpin RMS, Soumokil, berhasil di tangkap pada 12 Desember 1963 dan dihadapkan pada
Mahkamah Luar Biasa di Jakarta. Dimana kemudian menghasilkan keputusan bahwa Soumokil dijatuhi hukuman mati.
TOKOH
Lambang,Bendera, lagu Kebangsaan dan teks
Proklamasi

Lambang ,Bendera,Lagu Kebangsaan, dan Teks Proklamasi


Lambang RMS menampilkan burung merpati putih Maluku bernama
'Pombo'. Merpati putih dianggap sebagai simbol positif dan harapan
baik. 'Pombo' ditunjukkan bersiap-siap terbang, sayapnya setengah
terbuka dan di paruhnya terdapat cabang pohon damai. Dadanya
bertuliskan 'parang', 'salawaku', dan bentuk tombak.
Bagian blazon dari lambang RMS bertuliskan 'Mena - Moeria'. Slogan ini
berasal dari bahasa Maluku Melanesia asli. Sejak dulu, kata-kata ini
diteriakkan oleh nakhoda dan pendayung perahu tradisional Maluku, 
Kora Kora, untuk menyeragamkan gerakan mereka saat ekspedisi lepas
pantai. Slogan ini berarti 'Depan - Belakang', tetapi bisa juga
diterjemahkan menjadi 'Saya pergi- Kita mengikuti' atau 'Satu untuk
semua- Semua untuk satu'.
Sedangkan Lagu kebangsaan RMS
berjudul "Maluku Tanah Airku" dan
dikarang dalam bahasa Melayu oleh 
Chr. Soumokil dan O. Sahalessy
Sebelum Tahun 2011 Setelah tahun 2011 dengan aksara Latin dan Maluku
Melanesia
Bendera RMS terdiri dari warna biru,
putih, hijau, dan merah (1:1:1:6) dan
memiliki proporsi 2:3. Bendera ini
pertama kali dikibarkan tanggal 2 Mei
1950 pukul 10.00. Dua hari kemudian,
pemerintah merilis penjelasan tentang
arti bendera. Warna biru
melambangkan laut dan kesetiaan,
putih kesucian, perdamaian, dan pantai
putih, hijau tumbuh-tumbuhan, dan
merah nenek moyang dan darah rakyat.
Perkembangan Politik RMS

Di Belanda
Duta besar Indonesia untuk Belanda, Yunus Effendi Habibie, memberitahu Radio Netherlands
Worldwide bahwa Indonesia senang mengetahui bahwa pemerintahan terasing Maluku tidak lagi
memperjuangkan kemerdekaan. Menurut Habibie, penduduk Maluku sudah diberikan hak otonomi,
sehingga situasi masa kini tidak perlu diubah lagi. Ia menolak kemerdekaan Maluku. Komentar
Habibie muncul setelah Presiden Maluku dalam pengasingan, John Wattilete, mengatakan bahwa
negara Maluku tidak lagi menjadi prioritas utamanya. Meski kemerdekaan masih menjadi tujuan
terakhir, ia menyatakan puas dengan otonomi yang juga diberlakukan di Aceh. Katanya, "Hal paling
penting adalah penduduk Maluku bisa memimpin daerahnya sendiri.
Pada bulan April 2010 John Wattilete menjadi presiden kelima RMS. Ia adalah presiden pertama yang
berasal dari generasi kedua suku Maluku di Belanda dan dianggap lebih pragmatis dibanding presiden-
presiden sebelumnya. Akan tetapi, sehari sebelum kunjungan kenegaraan Presiden Indonesia Susilo
Bambang Yudhoyono ke Belanda, pertama kali sejak 1970, Wattilete mengeluarkan perintah hukum
agar Presiden ditahan setelah menginjakkan kaki di Belanda. Meski sejumlah pakar hukum menyebut
aksi ini tidak berperasaan dan gagal, Presiden Yudhoyono membatalkan kunjungannya keesokan
harinya.
Di Indonesia
Penduduk Maluku Selatan mayoritas beragama Kristen, tidak seperti wilayah-wilayah lain di
Indonesia yang didominasi Muslim. Republik Maluku Selatan juga didukung oleh Muslim
Maluku pada masa-masa awalnya. Saat ini, meski mayoritas penganut Kristen di Maluku
tidak mendukung separatisme,ingatan akan RMS dan tujuan-tujuan separatisnya masih
bergaung di Indonesia. Umat Kristen Maluku, saat kekerasan sekte 1999-2002 di Maluku,
dituduh memperjuangkan kemerdekaan oleh umat Islam Maluku. Tuduhan ini berhasil
membakar semangat umat Islam untuk melawan dengan mendirikan Laskar Jihad. Situasi
tersebut tidak diperparah oleh fakta bahwa umat Kristen Maluku di luar negeri memang
memperjuangkan berdirinya RMS.
Di Maluku, Piagam Malino II ditandatangani untuk mengakhiri konflik dan menciptakan
perdamaian di Maluku. Penduduk Maluku mengaku "menolak dan menentang segala jenis
gerakan separatis, termasuk Republik Maluku Selatan (RMS), yang mengancam kesatuan
dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia". Akan tetapi, saat presiden Indonesia
berkunjung ke Ambon pada musim panas 2007, sejumlah simpatisan RMS melancarkan
provokasi dengan menari Cakalele dan mengibarkan bendera RMS.Sejak 1999, sebuah
organisasi baru bernama Front Kedaulatan Maluku (FKM) beroperasi di Ambon,
mengumpulkan senjata, dan mengibarkan bendera RMS di tempat-tempat umum. Pemimpin
FKM, Alex Manuputty, mengungsi ke Amerika Serikat dan terus memperjuangkan
kemerdekaan.
Dampak Negatif Pemberontakan RMS
Adanya pemberontakan
RMS pastinya membuat Dibandingkan dengan dampak positif, RMS lebih banyak
masyarakat, terutama memberikan dampak negatif terutama bagi negara Indonesia.
masyarakat Maluku Beberapa dampak tersebut diantaranya seperti:
kembali sadar akan Jatuhnya korban jiwa dan kerusakan materiil
pentingnya kesatuan Dampak yang sangat jelas terlihat dari adanya pemberontakan RMS
bangsa. Selain itu, adalah banyaknya korban jiwa yang berjatuhan dan juga
diterapkannya kembali adanya kerusakan materiil. Pemberontakan yang terjadi
menimbulkan kericuhan dan juga ancaman tidak hanya bagi
penghargaan dan juga
kestabilan Indonesia saja, tetapi juga menimbulkan ancaman
pengembalian pedoman
bagi masyarakat. Banyaknya korban yang yang ditimbulkan
atau orientasi adat istiadat baik dari anggota RMS maupun dari pihak pemerintah
serta budaya Maluku pada Indonesia pastinya menjadi dampak yang negatif, belum lagi
masyarakat setempat. dengan banyaknya fasilitas negara maupun masyarakat yang
Dimana kondisi tersebut menjadi rusak pula.
juga menyadarkan Hubungan antar kelompok di Maluku terganggu
masyarakat Maluku akan Berdirinya RMS dan terjadinya pemberontakan juga menyebabkan
pentingnya dan kokohnya hubungan antar kelompok di Maluku terganggu, terutama bagi
adat istiadat dan juga kelompok pendukung RMS dan kelompok pendukung NKRI.
kebudayaan Maluku itu RMS menimbulkan berbagai contoh konflik sosial dalam
masyarakt di wilayah Maluku, keadaan tersebut juga
sendiri.
menyebabkan masyarakat bingung akan status
kewarganegaraan mereka, sehingga hubungan antar anggota
Dampak Positif Pemberontakan RMS masyarakat juga terganggu.
Dampak Negatif Pemberontakan RMS lainnya:

Mengancam stabilitas NKRI


Seluruh pemberontakan atau gerakan sparatisme secara jelas menyebabkan timbulnya ancaman bagi stabilitas NKRI, termasuk juga dengan
terbentuknya RMS. Terbentuknya RMS memberikan ancaman dan juga rasa ketidaknyamanan bagi wilayah Indonesia, dimana pada masa itu
sedang dalam proses kembali dari RIS ke NKRI. Oleh sebab itu, pemerintah melakukan beberapa upaya menjaga keutuhan NKRI untuk
menghentikan pemberontakan yang terjadi agar dapat menciptakan keamanan, kenyamanan, serta kestabilan NKRI.
Migrasi besar-besaran ke Belanda
Berhasilnya pemberontakan RMS dihentikan menyebabkan adanya migrasi besar-besaran oleh pada mantan serdadu KNIL dan juga para
pendukung RMS ke Belanda. Seperti yang telah disampaikan sebelumnya, mereka bahkan juga membentuk pemerintahan dalam pengasingan di
Belanda. Di Belanda sendiri, mereka ditempatkan pada kamp-kamp dan perumahan yang terpencil. Tidak hanya itu, mereka juga diisolasikan
dari masyarakat Belanda pada umumnya, karena pemerintah Belanda tidak mendukung pemberontakan RMS kembali setelah  proses
pemberontakan RMS tersebut gagal.
Hubungan Indonesia dan Belanda terganggu
Berpindahnya pemerintahan RMS ke Belanda, dan juga adanya anggapan bahwa Belanda juga ikut andil dalam pembentukan serta
pemberontakan RMS kemudian menyebabkan pengaruh pada hubungan antara Indonesia dan Belanda, terutama pada masa itu. Bahkan sempat
adanya percobaan pembunuhan terhadap duta besar Indonesia, kemudian juga semakin memperburuk hubungan antara Indonesia dengan
Belanda.
Terjadinya aksi terorisme di Belanda
RMS juga menyebabkan adanya aksi terorisme di Belanda, dimana kondisi tersebut merupakan suatu reaksi dari RMS terhadap pemerintah
Belanda yang tidak mau membantu RMS. Beberapa aksi terorisme yang sempat dilakukan seperti, percobaan pembunuhan duta besar Indonesia
di Belanda tahun 1970, penyanderaan di gedung provinsi di Assen tahun 1978, dan lain sebagainya. Beberapa aksi teroris tersebut juga ikut
memperburuk hubungan Indonesia dengan Belanda.
Memberikan dampak berkelanjutan
Selain beberapa dampak diatas, pembentukan dan pemberontakan RMS juga menyebabkan adanya dampak secara berkelanjutan. Beberapa
dampak tersebut seperti masih adanya pendukung RMS yang tidak ingin bergabung dengan NKRI, bahkan pada tahun 2002 terjadi pengibaran
bendera RMS di wilayah Indonesia, tepatnya di wilayah Maluku. Kejadian tersebut tentunya mengganggu dan juga mengancam persatuan
NKRI, yang kemudian menyebabkan 23 oang ditangkap oleh aparat kepolisian Indonesia. Bahkan tidak hanya berhenti disitu saja, pengibaran
bendera RMS di Maluku terus berlanjut hingga tahun 2004, hingga menyebabkan adanya penangkapan dan juga konflik yang terjadi antara
aktivis RMS dengan NKRI.

Anda mungkin juga menyukai