Anda di halaman 1dari 29

PENATALAKSANAAN TINDAKAN JIKA

TERJADI
PENYULIT PADA KALA IV

Dea Putri Pratidina Siregar (2015301051)


Febylia Azzahra (2015301060)
Mutiara Patrecia E.M (2015301073)
Priska Putriana (2015301080)
Sisca Amelia Roswati (2015301092)
Vivi Rahani Parera (2015301096)
A. PERSALINAN

Persalinan adalah suatu proses pengeluaran


hasil konsepsi janin dan urin yang dapat hidup
ke dunia luar dari rahim melalui jalan lahir
atau jalan lain.
Persalinan normal adalah proses pengeluaran
hasil konsepsi (janin dan uri) yang telah cukup
bulan dan dapat hidup di luar uterus melalui
vagina secara spontan.
Macam-Macam Persalinan
1.Persalinan Spontan
Bila persalinan berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri.
2. Persalinan Buatan
Bila persalinan dibantu dengan tenaga dari luar misalnya
3. Persalinan Anjuran
Persalinan yang tidak dimulai dengan sendirinya.
B. TAHAPAN PERSALINAN
1. Kala I
Kala I (Pembukaan Jalan Lahir) Kala I persalinan dimulai dengan kontraksi uterus
yang teratur dan diakhiri dengan dilatasi serviks lengkap. Dilatasi lengkap dapat
berlangsung kurang dari satu jam pada sebagian kehamilan multipara. Pada
kehamilan pertama, dilatasi serviks jarang terjadi dalam waktu kurang dari 24 jam.
2. Kala II
Kala II (Pengeluaran)
Kala II persalinan adalah tahap di mana janin dilahirkan. Pada kala II, his menjadi lebih
kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Saat kepala janin sudah masuk di
ruang panggul, maka pada his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara
reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasakan tekanan pada rektum dan
hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan
anus membuka.
3. Kala III
Kala III persalinan berlangsung sejak janin lahir sampai plasenta lahir. Setelah
bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat. Beberapa
menit kemudian, uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari
dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir
dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri.
4. Kala IV
Kala IV persalinan ditetapkan berlangsung kira-kira dua jam setelah plasenta
lahir. Periode ini merupakan masa pemulihan yang terjadi segera jika homeostasis
berlangsung dengan baik.
Pada tahap ini, kontraksi otot rahim meningkat sehingga pembuluh darah terjepit
untuk menghentikan perdarahan. Pada kala ini dilakukan observasi terhadap
tekanan darah, pernapasan, nadi, kontraksi otot rahim dan perdarahan selama 2
jam pertama. Selain itu juga dilakukan penjahitan luka episiotomi.
C. ASUHAN PERSALINAN PADA KALA IV
Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah:

1. Memastikan tanda vital, kontraksi uterus, perdarahan dalam keadaan


normal.
2. Membantu ibu untuk berkemih.
3. Mengajarkan ibu dan keluarganya tentang cara menilai kontraksi dan
melakukan massase uterus.
4. Menyelesaikan asuhan awal bagi bayi baru lahir.
5. Mengajarkan ibu dan keluarganya ttg tanda-tanda bahaya post partum
seperti perdarahan, demam, bau busuk dari vagina, pusing, lemas, penyulit
dalam menyusuibayinya dan terjadi kontraksi hebat.
6. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi.
7. Pendampingan pada ibu selama kala IV.
8. Nutrisi dan dukungan emosional.
D. PENYULIT PADA KALA IV PENDARAHAN POST PARTUM PRIMER

Perdarahan postpartum adalah perdarahan lebih dari 500-600 ml


selama 24 jam setelah anak lahir. Termasuk perdarahan karena
retensio plasenta. Haemoragic Post Partum (HPP) adalah hilangnya
darah lebih dari 500 ml dalam 24 jam pertama setelah lahirnya bayi
(William Obstetri, 2010). HPP biasanya kehilangan darah lebih dari
500 ml selama atau setelah kelahiran.
4. Perdarahan postpartum terjadi dalam 24 jam pertama.
Ada beberapa kemungkinan penyebab yaitu:

1. Atonia uteri
2. Perlukaan jalan lahir
3. Retensio plasenta
4. Tertinggalnya sebagian plasenta di dalam uterus
5. Kelainan proses pembekuan darah akibat hipofibrinogenemia
6. Penatalaksanaan kala III yang salah
7. Adanya mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
1. Atonia Uteri

Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan post partum


dini (50%), dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan
histerektomi post partum. Kontraksi uterus merupakan mekanisme
utama untuk mengontrol perdarahan setelah melahirkan. Atonia terjadi
karena kegagalan mekanisme ini. Atonia uteri adalah keadaan
lemahnya tonus/kontraksi rahim yang menyebabkan uterus tidak
mampu menutup perdarahan terbuka dari tempat implantasi plasenta
setelah bayi dan plasenta lahir.
Etiologi

Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor
predisposisi (penunjang), seperti:

a. Regangan rahim berlebihan, seperti: gemeli makrosomia,


polihidramnion atau paritas tinggi.
b. Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
c. Multipara dengan jarak kelahiran yang pendek.
d. Partus lama/partus terlantar
e. Malnutrisi
f. Penanganan yang salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya:
plasenta belum terlepas dari dinding uterus.
g. Adanya mioma uteri yang mengganggu kontraksi rahim.
2. Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah lepas plasenta tidak bersamaan sehingga masih melekat
pada tempat implantasi, menyebabkan retraksi dan kontraksi otot uterus
sehingga sebagian pembuluh darah tetap terbuka serta menimbulkan
perdarahan.

Etiologi
Faktor maternal: gravida tua dan multiparitas.
Faktor uterus: bekas section caesarea, bekas pembedahan uterus, tidak efektifnya
kontraksi uterus, bekas kuretase uterus, bekas pengeluaran manual plasenta,
dan sebagainya.
Faktor plasenta: plasenta previa, implantasi corneal, plasenta akreta dan kelainan
bentuk plasenta.
3. Emboli Air Ketuban

Emboli air ketuban adalah masuknya air ketuban/cairan amnion ke dalam sirkulasi ibu
menyebabkan kolaps pada ibu pada waktu persalinan dan hanya dapat dipastikan dengan
autopsi. Emboli air ketuban dapat terjadi setiap saat waktu kehamilan. Untuk terjadinya
emboli ini harus ada hubungan langsung antara air ketuban dan pembuluh darah ibu.

Etiologi

Etiologi dari emboli air ketuban adalah :


Multiparitas dan Usia lebih dari 30 tahun
Shock yang dalam yang terjadi secara tiba – tiba tanpa diduga pada wanita yang proses
persalinanya sulit atau baru saja menyelesaikan persalinan yang sulit . Khususnya kalau
wanita itu multipara berusia lanjut dengan janin yang amat besar, mungkin sudah meningal
dengan meconium dalam cairan ketuban, harus menimbulkan kecurigaan, pada
kemungkinan ini (emboli cairan ketuban).
4. Janin besar intrauteri
Menyebabkan rupture uteri saat persalinan, sehingga cairan ketubanpun dapat
masuk melalui pembuluh darah.
5. Kematian janin intrauteri
Juga akan menyebabkan perdarahan didalam, sehingga kemungkinan besar
akan ketuban pecah dan memasuki pembuluh darah ibu, dan akan menyubat
aliran darah ibu, sehingga lama kelamaan ibu akan mengalami gangguan
pernapasan karena cairan ketuban menyubat aliran ke paru, yang lama
kelamaan akan menyumbat aliran darah ke jantung, dengan ini bila tidak
tangani dengan segera dapat menyebabkan iskemik bahkan kematian
mendadak.
6. Meconium dalam cairan ketuban

7. Kontraksi uterus yang kuat


Kontraksi uterus yang sangat kuat dapat memungkinkan terjadinya laserasi
atau rupture uteri, hal ini juga menggambarkan pembukaan vena, dengan
pembukaan vena, maka cairan ketuban dengan mudah masuk ke pembuluh
darah ibu, yang nantinya akan menyumbat aliran darah, yang mengakibatkan
hipoksia, dispue dan akan terjadi gangguan pola pernapasan pada ibu.

8. Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi


Dengan prosedur operasi tidak jauh dari adanya pembukaan pembuluh darah,
dan hal ini dapat terjadi ketuban pecah dan masuk ke pembuluh darah ibu.
1. Banyak faktor yang dipertimbangkan berhubungan dengan meningkatnya risiko kejadian AFE,
antara lain :
1. Overdistensi uterus.Akibat his/kontraksi persalinan berlebih, yang umumnya terjadi pada penggunaan
obat-obatan perangsang persalinan yang tidak terkontrol.
2. Rupture uteri
3. Multiparitas
4. Kehamilan lewat waktu
5. Fetal distress, ditemukannya mekonium atau tinja janin dalam air ketuban, di mana janin dalam
keadaan kekurangan oksigen. Air ketuban yang penuh dengan kotoran bayi inilah yang sering kali
menimbulkan kefatalan pada kasus-kasus AFE.
6. Persalinan buatan
7. Janin laki-laki
8. Usia maternal yang lanjut
9. Sectio caesaria
10. Polihydramnion
11. Laserasi serviks yang luas
12. Solusio plasenta dan plasenta previa
13. IUFD
14. Bayi besar
15. Eklampsia
E. PENATAKSANAAN TINDAKAN PADA PEYULIT KALA IV

Dalam kasus ini uterus tidak berkontraksi dengan penatalaksanaan menajemen aktif kala
III dalam waktu 15 detik setelah plasenta lahir. Tindakan atau penanganan yang dapat
dilakukan adalah melakukan tindakan kompresi bimanual interna,kompresi bimanual
eksterna atau kompresi aorta abdominalis. Sebelum melakukan tindakan ini harus
dipastikan bahwa penyebab perdarahan adalah atonia uteri,dan pastikan tidak ada sisa
plasenta. Proses penanganan atonia uteri ini merupakan suatu rangkaian tindakan dalam
proses persalinan. Kompresi Bimanual adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk
menghentikan perdarahan secara mekanik. Proses mekanik yang digunakan adalah
aplikasi tekanan pada korpus uteri sebagai upaya pengganti kontraksi miometrium.
a. Kompresi bimanual adalah suatu tindakan untuk mengontrol dengan segera homorrage
postpartum. Dinamakan demikian karena secara literature melibatkan kompresi uterus
diantara dua tangan.(varney,2004)
b. Menekan rahim diantara kedua tangan dengan maksud merangsang rahim untuk
berkontraksi dan mengurangi perdarahan (depkes RI,1996-1997)
c. Tindakan darurat yang dilakukan untuk menghentikan perdarahan pasca salin.
A. Teknik KBI

Langkah-langkah Kompresi Bimanual Interna (KBI)


1. Memberitahukan tindakan yang akan dilakukan oleh pasien serta keluarga, dan
melakukan informed concent.
2. Menyiapkan alat dan bahan yang diperlukan
3. Mencuci tangan sesuai dengan prosedur dan memakai APD
A. Teknik KBI

4. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril, dengan lembut masukkan tangan
(dengan cara menyatukan kelima ujung jari) ke intraktus dan ke dalam vagina itu.
5. Periksa vagina & serviks. Jika ada selaput ketuban atau bekuan darah pada kavum uteri
mungkin uterus tidak dapat berkontraksi secara penuh.Letakkan
6. kepalan tangan pada fornik anterior tekan dinding anteror uteri sementara telapak tangan
lain pada abdomen, menekan dengan kuat dinding belakang
7. ke arah kepalan tangan dalam.
Tekan uterus dengan kedua tangan secara kuat. Kompresi uterus ini memberikan tekanan
langsung pada pembuluh darah di dalam dinding uterus dan juga merang sang miometrium
untuk berkontraksi.
8. Evaluasi keberhasilan:
 
•Jika uterus berkontraksi dan perdarahan berkurang, teruskan melakukan KBI selama dua
menit, kemudian perlahan-lahan keluarkan tangan dari dalam vagina. Pantau kondisi ibu
secara melekat selama kala empat.
•Jika uterus berkontraksi tapi perdarahan terus berlangsung, periksa perineum, vagina dari
serviks apakah terjadi laserasi di bagian tersebut. Segera lakukan si penjahitan jika
ditemukan laserasi.
•Jika kontraksi uterus tidak terjadi dalam waktu 5 menit, ajarkan keluarga untuk melakukan
kompresi bimanual eksternal (KBE, Gambar 5-4) kemudian terus kan dengan langkah-
langkah penatalaksanaan atonia uteri selanjutnya. Minta tolong keluarga untuk mulai
menyiapkan rujukan. Alasan: Atonia uteri seringkali bisa diatasi dengan KBI, jika KBI
tidak berhasil dalam waktu 5 menit diperlukan tindakan-tindakan lain.
• Berikan 0,2 mg ergometrin IM (jangan berikan ergometrin kepada ibu dengan hipertensi)Alasan :
Ergometrin yang diberikan, akan meningkatkan tekanan darah lebih tinggi dari kondisi normal.
• Menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18), pasang infus dan berikan 500 ml
larutan Ringer Laktat yang mengandung 20 unit oksitosin. Alasan: Jarum dengan diameter besar,
memungkinkan pemberian cairan IV secara cepat, dan dapat langsung digunakan jika ibu
membutuhkan transfusi darah. Oksitosin IV akan dengan cepat merangsang kontraksi uterus. Ringer
Laktat akan membantu mengganti volume cairan yang hiking selama perdarahan.
• Pakai sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi dan ulangi KBI. Alasan: KBI yang digunakan
bersama dengan ergometrin dan oksitosin dapat membantu membuat uterus-berkontraksi.
• Jika uterus tidak berkontraksi dalam waktu sampai 2 menit, segera lakukan rujukan Berarti ini bukan
atonia uteri sederhana. Ibu membutuhkan perawatan gawat-darurat di fasilitas kesehatan yang dapat
melakukan tindakan pembedahan dan transfusi darah
• Dampingi ibu ke tempat rujukan. Teruskan melakukan KBI hingga ibu tiba di tempat
rujukan. Teruskan pemberian cairan IV hingga ibu tiba di fasilitas rujukan:
• Infus 500 ml yang pertama dan habiskan dalam waktu 10 menit.
• Kemudian berikan 500 ml/jam hingga tiba di tempat rujukan atau hingga jumlah cairan
yang diinfuskan mencapai 1,5 liter, dan kemudian berikan 125 ml/jam.
• Jika cairan IV tidak cukup, infuskan botol kedua berisi 500 ml cairan dengan tetesan
lambat dan berikan cairan secara oral untuk asupan cairan tambahan.
B. Kompresi bimanual eksterna (KBE)
Kompresi bimanual eksterna merupakan tindakan yang efektif untuk
mengendalikan perdarahan misalnya akibat atonia uteri. Kompresi bimanual ini
diteruskan sampai uterus dipastikan berkontraksi dan perdarahan dapat
dihentikan.Ini dapat di uji dengan melepaskan sesaat tekanan pada uterus dan
kemudian mengevaluasi konsistensi uterus dan jumlah perdarahan. Penolong
dapat menganjurkan pada keluarga untuk melakukan kompresi bimanual.
Langkah Kompresi Bimanual Eksternal (KBE)
• Letakkan satu tangan pada abdomen di depan uterus, tepat di atas simfisis pubis.
• Letakkan tangan yang lain pada dinding abdomen (dibelakang korpus uteri), usahakan
memegang bagian belakang uterus seluas mungkin.
• Lakukan gerakan saling merapatkan kedua tangan untuk melakukan kompresi pembuluh
darah di dinding uterus dengan cara menekan uterus di antara kedua tangan tersebut.
• Jika perdarahan terus berlangsung setelah dilakukan kompresi: · Lakukan ligasi arteri
uterina dan ovarika. · Lakukan histerektomi jika terjadi perdarahan yang mengancam
jiwa setelah ligasi.
• Uterotonika : Oksitosin : merupakan hormon sintetik yang diproduksi oleh lobus
posterior hipofisis. Obat ini menimbulkan kontraksi uterus yang efeknya meningkat
seiring dengan meningkatnya umur kehamilan dan timbulnya reseptor oksitosin.
c. Kompresi Aorta Abdominal (KAA)
Proses mekanika yang digunakan adalah dengan aplikasi tekanan pada korpus uteri sebagai
upaya pengganti kontraksi meometrium (yang untuk sementara waktu tidak dapat
berkontraksi). Prosedur ini dilakukan dari luar (kompresi bimanual eksterna) atau dari dalam
(kompresi bimanual interna), tergantung tahapan upaya mana yang memberikan hasil atau
dapat mengatasi perdarahan yang terjadi. Bila kedua upaya tersebut belum berhasil, segera
lakukan usaha lanjutan, yaitu Kompresi Aorta Abdominalis. Pada keadaan yang sangat
terpaksa dan termpat rujukan yang sangat jauh, walaupun bukti- bukti keberhasilan kurang
menyokong tapi dapat dilakukan tindakan alternatif yaitu pemasangan tampon uterovaginal
dan kompresi eksternal. Upaya tersebut diatas sebaiknya dikombinsikan dengan uterotonika
(oksitosin 20 UI, ergometrin 0,4 mg dan atau misoprostol 600 mg).
Tekhnik Penekanan Aorta :
Tata cara komperesi aorta abdominalis :
• Berikan tekanan kebawah dengan
• Tekanlah aorta abdominalis diatas uterus tekanan tangan diletakan diatas pers
dengan kuat dan dapat dibantu dengan abdominalis aorta melalui dinding
tangan kiri selama 5 s/d 7 menit. abdomen.
• Lepaskan tekanan sekitar 30 sampai 60 • Titik kompresi tepat diatas umbilikus
detik sehingga bagian lainnya tidak terlalu dan agak kekiri
banyak kekurangan darah. • Pertahanan kompresi sampai darah
• Tekanan aorta abdominalis untuk terkontrol.
mengurangi perdarahan bersifat sementara • Jika pendarahan berlanjut walaupun
sehingga tersedia waktu untuk memasang kompresi telah dilakukan.
infus dan memberikan uterotonika secara • Lakukan ligasi uteria dan ligasi ateri
intravena uteri.
• Bila tidak berhasil, histerektomi adalah
langkah terakhir
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai