Anda di halaman 1dari 55

PPH WAJIB PAJAK

ORANG PRIBADI
PAJAK AKAN SEMAKIN PENTING DI MASA
MENDATANG
DASAR HUKUM
3

UU NO. 36 TAHUN 2008


TENTANG PERUBAHAN KEEMPAT ATAS
UU NO. 7 TAHUN 1983 TENTANG PPH
JENIS PAJAK
Pajak

Golongan
Golongan Sifat Lemb.
Pemungutnya

Pajak Pajak
Subyektif Obyektif

Pajak pajak tdk


Pajak Pajak Pusat Pajak
Pajak
Langsung langsung Daerah
Daerah
(prop&ka
(Prop&kab/
b/Kota)
Kota)
PAJAK PENGHASILAN
Pengenaan Pajak di Indonesia

Negara Daerah

PPH : UU. No. 7 Th. 1983 Dasar hukum Pajak Daerah & Retribusi:
diubah UU. No. 16Th 2009 UU No. 18 Th. 1997
diubah UU. No. 28 Th. 2009
PPN dan PPnBM: UU. No. 8 Th. 1983
diubah UU. No. 42 Th. 2009

Bea Meterai: UU. No. 13 Th. 1985

PBB: UU. No. 12 Th. 1985


diubah UU. No. 12 Th 1994

BPHTB: UU. No. 21 Th. 1997


diubah UU. No. 20 Th. 2000
Definisi Penghasilan
Pasal 4 Ayat (1)

Merupakan setiap tambahan kemampuan


ekonomis yang:
- Diterima atau diperoleh wajib pajak.
- Berasal dari Indonesia maupun dari luar
Indonesia.
- Dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk
menambah kekayaan wajib pajak.
Dengan nama dan dalam bentuk apapun
KLASIFIKASI UMUM PENGHASILAN

Penghasilan dari pekerjaan dan hubungan kerja dan


pekerjaan bebas seperti gaji, honorarium, dan
sebagainya.

Penghasilan dari usaha dan kegiatan.

Penghasilan dari modal berupa harga gerak ataupun tidak


gerak, seperti bunga, dividen, royalti, sewa dan
keuntungan penjualan harga atau hak yang tidak
dipergunakan untuk usaha.
Penghasilan lain-lain, seperti pembebasan utang dan
hadiah.
SUBJEK PAJAK
PENGHASILAN ORANG
PRIBADI
BAGAN SUBJEK PAJAK

Objek Pajak
Orang Pribadi
SUBJEK PAJAK Seluruh Penghasilan
DALAM NEGERI Badan
Pasal 4
Pasal
Pasal 2(3)
2(3) Warisan yang
SUBJEK belum terbagi Penghasilan dari kegiatan operasi
PAJAK dan harta yang dimiliki/dikuasai
Pasal 2(2) Orang Penghasilan kantor pusat
Pribadi Penghasilan lainnya yang
SUBJEK PAJAK LUAR
diperoleh sehubungan dengan
NEGERI
penghasilan kantor pusat
BUT
Badan Pasal 5(1)
Pasal 2(4)

Penghasilan yang diperoleh dari


Non BUT
Indonesia
Pasal 5(1)
SUBJEK PAJAK
DALAM NEGERI
[ PASAL 2 (3) ]

ORANG PRIBADI :
- BERTEMPAT TINGGAL / BERADA DI INDONESIA
LEBIH DARI 183 HARI DLM 12 BULAN; ATAU
- DALAM SUATU TAHUN PAJAK BERADA DI
INDONESIA DAN MEMPUNYAI NIAT BERTEMPAT
TINGGAL DI INDONESIA
BADAN
YANG DIDIRIKAN ATAU BERTEMPAT KEDUDUKAN DI
INDONESIA

WARISAN YANG BELUM TERBAGI SEBAGAI SATU


KESATUAN MENGGANTIKAN YANG BERHAK
SUBJEK PAJAK
LUAR NEGERI [ PASAL 2 (4) ]

 ORANG PRIBADI YG TIDAK BERTEMPAT TINGGAL DI


INDONESIA / BERADA DI INDONESIA TIDAK LEBIH DARI 183
HARI DALAM 12 BULAN
 BADAN YG TIDAK DIDIRIKAN DAN TIDAK BERTEMPAT
KEDUDUKAN DI INDONESIA

YANG MENJALANKAN YANG MENERIMA ATAU


USAHA ATAU KEGIATAN MEMPEROLEH
MELALUI PENGHASILAN DARI
BUT DI INDONESIA INDONESIA BUKAN DARI
MENJALANKAN USAHA ATAU
KEGIATAN MELALUI
BUT DI INDONESIA
Ilustrasi Subjek Pajak
Peraturan
Peraturan perpajakan
perpajakan membedakan
membedakan Subjek
Subjek Pajak
Pajak Dalam
Dalam Negeri
Negeri (SPDN),
(SPDN),
Subjek
Subjek Pajak
Pajak Luar
Luar Negeri
Negeri (SPLN),
(SPLN), dan
dan bukan
bukan subjek
subjek pajak.
pajak. Berikut
Berikut informasi
informasi
identitas
identitas orang
orang pribadi
pribadi dan
dan badan.
badan. Bagaimanakah
Bagaimanakah status
status pajaknya
pajaknya pada
pada tahun
tahun
pajak
pajak2018?
2018?
No Nama Tempat Tinggal / Keterangan Status
Kedudukan

1. Budi Palembang Tinggal dan bekerja di kota kelahiran. SPDN Orang


Pribadi
2. Beri Makassar Sejak 1 April 2017 pindah ke New York, berencana Bukan Subjek
menetap dan bekerja di kota tersebut. Pajak

3. Berna Medan Berada di Indonesia antara 2 Februari 2017 – 11 SPDN Orang


November 2017. Pribadi
4, Bambang Bandung Bekerja selama 1 bulan dan berencana menetap. SPDN Orang
Pribadi
5. Ben Washington Pemilik saham satu perusahaan yang beroperasi di SPLN
Indonesia.
Saat Mulai dan Akhir Kewajiban Subjektif (1)
Pasal 2A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5)

Subjek Pajak Dalam Negeri

Orang Pribadi Badan Warisan yang


Mulai: belum terbagi
- Saat dilahirkan. Mulai: Mulai:
- Saat berada atau Saat didirikan/ Saat timbulnya
berniat tinggal di berkedudukan di warisan.
Indonesia. Indonesia.
Berakhir: Berakhir:
- Saat meninggal. Saat dibubarkan Berakhir:
- Meninggalkan atau tidak lagi Saat warisan selesai
Indonesia berkedudukan di dibagikan.
untuk selamanya. Indonesia.
Saat Mulai dan Akhir Kewajiban Subjektif (2)
Pasal 2A Ayat (1), (2), (3), (4), dan (5)

Subjek Pajak Luar Negeri


Orang Pribadi Badan

Mulai: Mulai:
Saat menerima/memperoleh Saat melakukan usaha/ kegiatan
penghasilan dari Indonesia. melalui BUT di Indonesia.

Berakhir: Berakhir:
Saat tidak lagi menerima/ Saat tidak lagi menjalankan
memperoleh penghasilan dari usaha melalui BUT di
Indonesia. Indonesia.
Tidak Termasuk Subjek Pajak
Pasal 3

a. Kantor perwakilan negara asing;


b. Pejabat perwakilan diplomatik dan konsulat atau pejabat lain dari negara
asing dan orang yang diperbantukan/ yang bekerja dan bertempat tinggal
bersama mereka dengan syarat :
Bukan warga negara Indonesia; dan
Di Indonesia tidak menerima atau memperoleh penghasilan di luar
jabatan atau pekerjaannya tersebut; serta
Negara bersangkutan memberikan perlakuan timbal balik;
c. Organisasi - organisasi internasional, yang ditetapkan Menkeu, dengan
syarat:
Indonesia menjadi anggota organisasi tersebut; dan
Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh
penghasilan dari Indonesia selain memberikan pinjaman kepada
pemerintah yang dananya berasal dari iuran para anggota;
d. Pejabat - pejabat perwakilan organisasi internasional (c) dengan syarat
bukan warga negara Indonesia dan tidak menjalankan usaha, kegiatan,
yuuk diskusi

Robert Blake, Dubes AS untuk WN Amerika Serikat,


Indonesia English Teacher EF Jakarta

Apakah dia Subjek Pajak


Dalam Negeri atau Subjek
Pajak Luar Negeri?
PNS Tugas Belajar ke
Luar Negeri

TKI di Malaysia

Apakah mereka Subjek Pajak


Dalam Negeri atau Subjek Pajak
Luar Negeri?
PER-02/PJ/2009
Pasal 1
Dalam PerDirJen Pajak ini, yg dimaksud dengan Pekerja Indonesia di Luar Negeri adalah orang
pribadi WNI yg bekerja di luar negeri lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan.

Pasal 2
Pekerja Indonesia di Luar Negeri sdd Pasal 1 merupakan Subjek Pajak Luar Negeri.

Pasal 3
Atas penghasilan yg diterima atau diperoleh Pekerja Indonesia di LN sdd Pasal 1 sehubungan
dengan pekerjaannya di LN dan telah dikenai pajak di luar negeri, tidak dikenai Pajak
Penghasilan di Indonesia.

Pasal 4
Dalam hal Pekerja Indonesia di LN sdd Pasal 1 menerima atau memperoleh penghasilan dari
Indonesia maka atas penghasilan tersebut dikenai Pajak Penghasilan sesuai ketentuan yang
berlaku.
WARISAN

Mengapa warisan yang belum terbagi sebagai satu


kesatuan menggantikan yang berhak ditunjuk oleh
UU sebagai Subjek Pajak ?
Pasal 32 ayat (1) huruf e UU KUP

Dalam menjalankan hak dan memenuhi


kewajiban menurut ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan, Wajib Pajak
diwakili, dalam hal suatu warisan yang belum
terbagi oleh salah seorang ahli warisnya,
pelaksana wasiatnya atau yang mengurus
harta peninggalannya.
WP DALAM NEGERI VS WP LUAR NEGERI

No. Uraian WP Dalam Negeri WP Luar Negeri


1. Ruang lingkup penghasilan Penghasilan yang diterima Penghasilan yang
yang dapat dikenakan pajak / diperoleh dari Indonesia diterima / diperoleh
dan dari luar Indonesia dari Indonesia
2. Dasar Pengenaan Pajak Penghasilan Neto Penghasilan Bruto
3. Tarif Tarif Umum Pasal 17 Tarif sepadan / sesuai
treaty
4. Kewajiban SPT Tahunan Wajib Tidak wajib
OBJEK PAJAK PENGHASILAN ORANG
PRIBADI
PASAL 4 AYAT (1)
PENGHASILAN DAPAT DIKELOMPOKAN MENJADI:

• Penghasilan dari pekerjaan dalam hubungan kerja dan pekerjaan bebas


• Ex: gaji, upah, tunjangan honororarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
1 pensiun

• Penghasilan dari usaha dan kegiatan


• Ex: Laba usaha dan iuran yang diterima
2

• Penghasilan dari modal, yang berupa harta gerak ataupun harta tak gerak
• Keuntungan karena penjualan, Bunga, Deviden, Sewa dari penghasilan
3

• Penghasilan lain-lain
• Ex: hadiah dari undian, keuntungan karena selisih kurs, imbalan bunga
4
• Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran
• Ex: Pajak Bumi dan Bangunan yang sudah dibayar
5

• Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan dan jaminan pengembalian utang
• Ex: premium, diskonto dan imbalan
6

• Deviden
• Ex: pemegang saham dan pemegang Polis asuransi
7

• Royalti
• Ex: hak atas harta tak berwujud, hak atas harta berwujud, Informasi
8

• Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta


• Ex: sewa mobil, sewa kantor, sewa rumah, dan sewa gudang
9
• Penerimaan dan perolehan pembayaran berkala
• Ex: "alimentasi" atau tunjangan seumur hidup
10
• Keuntungan karena pemebebasan utang,
• Ex: Kredit Usaha Keluarga Prasejahtera (Kukesra), Kredit Usaha Tani (KUT), kredit untuk
11 perumahan sangat sederhana, serta kredit kecil

• Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing


• Ex: fluktuasi kurs mata uang asing
12

• Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva


13

• Premi asuransi
• Ex: premi reasuransi
14
• Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya
15

• Tambahan kekayaan neto


16
• Imbalan bunga
• Ex: keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak , keterlambatan
penerbitan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar, kelebihan pembayaran pajak,
17 kelebihan pembayaran pajak karena Surat Keputusan Pembetulan, kelebihan
pembayaran sanksi administrasi
Penghasilan Yang Pengenaan Pajaknya Bersifat Final

Pasal 4 Ayat 2, UU

1. Penghasilan berupa bunga 2. Penghasilan berupa hadiah


deposito undian

4. penghasilan dari transaksi


3. Penghasilan dari transaksi
pengalihan harta berupa tanah
saham dan sekuritas lainnya
dan/atau bangunan

5. penghasilan tertentu lainnya


PAJAK FINAL ??

Jenis pajak yang memiliki sifat final, dimana


si pembayar pajak tidak lagi dikenai kewajiban
untuk memasukkan obyek pajak dan pajak
yang bersangkutan kedalam perhitungan pajak
akhir tahun, karena pajak dan obyek pajak
tersebut sudah dianggap rampung, tuntas,
atau pasti.

lebih pada konteks Pajak Penghasilan (PPh),


karena dalam PPh ada ‘Perampungan’ yang
dilakukan setiap akhir tahun
KALAU SUDAH KENA PAJAK FINAL ??

• Tidak Dapat Dikreditkan Terhadap Total PPh Terutang


• Pengeluaran dalam memperoleh penghasilan (obyek PPh Final) yang
bersangkutan tidak boleh dibiayakan secara fiskal
KENAPA HARUS PAJAK FINAL ??
Penyederhanaan Administrasi
• PPh oleh OP yang belum terdaftar secara resmi
sebagai WP
• PPh atas obyek yang timbul atau terjadi hanya sekali /
tidak sering
• PPh berkaitan dengan pembayar pajak tertentu yang
dikecualikan dari kewajiban tertentu seperti
pembukuan atau memasukkan SPT
• Obyek Tertentu :
• Industri spesifik
• Transaksi khusus
JENIS-JENIS PENGHASILAN OBJEK PAJAK
YANG BERSIFAT FINAL:
No Jenis Penghasilan Tarif Dasar Hukum
1 Penghasilan yang diterima 0,1% x Jumlah bruto nilai penjualan PP 41 Thn 1994
WP OP dari transaksi 0,1% x Jumlah bruto Nilai Transaksi PP 14 Thn 1997
penjual saham bursa efek: penjualan + PPh Tambahan: 0,5% x 282/KMK.04/1997
semua saham dan saham nilai jual saham pada saat penawaran SE-06/PJ.04/1997
sendiri umum perdanan PMK-
256/PMK.03/2008
2 Hadiah Undian 25% x jumlah bruto hadiah undian PP 132 Tahun 2000
3 Penghasilan dari pesewaan 10% x Jumlah bruto nilai persewaan PP 29 Tahun 1996
Tanah / Bangunan tanah dan bangunan PP 5 Tahun 2002
394/KMK.04/1996
4 Bunga Deposito dan 20% x jumlah bruto PP 123 tahun 2015
Tabungan serta Diskonto
Sertifikat Bank
5 Penghasilan dari 5% x jumlah bruto nilai pengalihan PP 48 Tahun 1994
pengalihan Hak atas tanah hak atas tanah PP 34 Tahun 2016
No Jenis Penghasilan Tarif Dasar Hukum
6 Penghasilan hak atas rumah 1% x Jumlah bruto nilai pengalihan PP 48 Tahun 1994
sederhana dan rumah susun PP 34 Tahun 2016
sederhana
7 Uang Pesangon, Uang
Manfaat Pensiun, Tunjangan
Hari Tua, atau Jumlah Hari
Tua
Uang Pesangon -0% penghasilan bruto s.d 50 juta PP 68 Tahun 2009
-5% penghasilan bruto ditas 50 juta
s.d 100 juta
-15% penghasilan bruto ditasa Rp
100 Juta s.d. Rp 500 Juta
- 25% penghasilan bruto di atas Rp
500 Juta
Uang Manfaat Pensiun, - 0% atas penghasilan bruto s.d. Rp PP 68 Tahun 2009
Tunjangan Hari Tua, 50 juta
Jaminan Hari Tua - 5% atas penghasilan bruto di atas
Rp 50 Juta
8 Honorarium / imbalan lain
No Jenis Penghasilan Tarif Dasar Hukum
Bagi PNS Golongan I dan 0% x Jumlah bruto PP 80 Tahun 2010
Golongan II, Anggora TNI honorarium/imbalan
dan Anggota Polri, Bintara,
dan Pensiunan
Bagi PNS Golongan III, 5% x Jumlah bruto PP 80 Tahun 2010
Anggora TNI dan Anggota honorarium/imbalan
Polri, Bintara, dan
Pensiunan
Bagi PNS Golongan IV, 15% x Jumlah bruto PP 80 Tahun 2010
Anggora TNI dan Anggota honorarium/imbalan
Polri, Bintara, dan
Pensiunan

9 Penghasilan yang diterima 5% x Nilai tertinggi dari nilai PMK-257/PMK.03/2008


WPOP dari investor pasar NJOP PMK- 14/PMK.03/2011
10 Penghasilan yang diterima 20% x Ph. Bruto PP No.16/2009
WPOP berupa bunga atau
diskonto
No Jenis Penghasilan Tarif Dasar Hukum

11 Bunga Simpanan yang Dibayarkan oleh


Koperasi kepada Anggota Koperasi
Orang Pribadi
Bunga simpanan s.d. Rp 240.000 per 0% PP 15 Tahun 2009
bulan PP 100 Tahun 2013

bunga simpanan lebih dari Rp240.000 10% PP 15 Tahun 2009


per bulan PP 100 Tahun 2013

12 Deviden yang diterima atau diperoleh 10% x Ph Bruto PP 19 Tahun 2009


WP OP dalam negeri

13 Penghasilan perusahaan modal 0,1% dari bruto PP 4 Tahun 1995


ventura dari transaksi
penjualan saham atau
pengalihan penyertaan modal
pada perusahaan pasangan
usahanya
NON OBJEK PAJAK
PASAL 4 AYAT (3)
• Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat
• Harta hibahan;
• Warisan;
• harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai
pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal;
• Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan,
asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi bea siswa;
• Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau
jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura atau
kenikmatan dari WP atau Pemerintah;
NON OBJEK PAJAK
PASAL 4 AYAT (3)
• dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh PT sebagai WP
DN, koperasi, BUMN, atau BUMD, dari penyertaan modal pada badan
usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan
syarat:
1.dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; dan
2.bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan
usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada
badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima
persen) dari jumlah modal yang disetor.
• iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menkeu, baik yang dibayar oleh pemberi kerja
maupun pegawai;
NON OBJEK PAJAK
PASAL 4 AYAT (3)
• penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun, dalam bidang-
bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan;
• bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer
yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan,
firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi
kolektif;
• penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa
bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha
atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
1. merupakan perusahaan mikro, kecil, menengah, atau yang menjalankan
kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan
Peraturan Menteri Keuangan; dan
2. sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
NON OBJEK PAJAK
PASAL 4 AYAT (3)
• beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu;
• sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga
nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan/atau
bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada
instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali
dalam bentuk sarana dan prasarana kegiatan pendidikan
dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu
paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih
tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan ;
• bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu.
PENGHASILAN (Ph) BRUTO
Ph-OP Ph-OP
Ph-BOP
Non Final Final

terkait terkait terkait

Boleh
Tidak Boleh Dikurangkan
Dikurangkan
(PP 94/2010)
(Ps.6(1) UU PPh)

PENGELUARAN/BIAYA
Tidak boleh dikurangkan
berdasarkan
Ps. 9(1) UU PPh dan
ketentuan lainnya
NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
PER - 17/PJ/2015
NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
PER - 17/PJ/2015

Dalam Undang-undang Pajak Penghasilan dikenal dua golongan Wajib Pajak yang cara
menghitung penghasilan netonya berbeda, yaitu:
WPDN WPLN
• Penghitungan dengan • Untuk Wajib Pajak Luar Negeri
menggunakan Norma Penghasilan Neto adalah sama
Penghitungan Netto (hanya boleh dengan Penghasilan Bruto
digunakan untuk WPOP yang
melakukan kegiatan usaha atau
pekerjaan bebas yang peredaran
brutonya kurang dari jumlah
Rp4,8M (Pasal 14 ayat 2))
• Penghitungan dengan cara biasa
(Pencatatan)
Penghitungan Penghasilan Netto
Pasal 14, dan 15

Subjek pajak melakukan


Ketentuan Umum pembukuan dan menghitung
penghasilan netto berdasar hasil
pembukuan.
Wajib Pajak yang memiliki Subjek pajak melakukan
peredaran bruto kurang dari pencatatan dan menghitung
Rp 4.800.000.000,00 per penghasilan netto berdasar
tahun dan memberitahukan persentase Norma Penghitungan
kepada Dirjen Pajak di 3 Penghasilan Netto (NPPN).
bulan pertama periode pajak. Subjek pajak melakukan
Wajib Pajak yang tidak pembukuan dan menghitung
dapat dihitung penghasilan penghasilan netto berdasar
nettonya berdasar ketentuan persentase Norma Penghitungan
Pasal 16 Ayat (1) dan (3) Khusus.
Penerapan NPPN
Pasal 14 Ayat (5)

WP wajib pembukuan atau


pencatatan namun tidak
bersedia memperlihatkan
pencatatan atau bukti Peredaran bruto ditentukan
pendukungnya. berdasar cara yang ditetapkan
PMK dan penghasilan netto
dihitung berdasar NPPN.
WP tidak atau tidak
sepenuhnya
menyelenggarakan
pembukuan atau pencatatan.
Tarif Norma
Norma Penghitungan Penghasilan Neto dikelompokkan
menurut wilayah sebagai berikut :
1. 10 (sepuluh) ibukota propinsi yaitu Medan, Palembang,
Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya, Denpasar, Manado,
Makassar, dan Pontianak;
2. Ibukota propinsi lainnya;
3. Daerah lainnya.
             

           WAJIB PAJAK PERSEORANGAN


  NO.          KOTA   
    KODE   JENIS USAHA      
  URUT           10 IBU KOTA PROP   PROP   DAERAH LAINNYA
              LAINNYA   
   10000   PERTANIAN, PETERNAKAN,         
        KEHUTANAN, PERBURUAN         
        DAN PERIKANAN         
1. 11000   Pertanian tanaman pangan 15 15 15
2. 12111   Kelapa dan kelapa sawit 11.5 11 10
3. 12113   Kopi 11.5 11 10
4. 12131   Tembakau 11.5 11 10
5. 12132   Teh 11.5 11 10
6. 12141   Pertanian tanaman karet 11.5 11 10
7. 12161   Tebu 11.5 11 10
8. 12200   Pertanian tanaman lainnya 11.5 11 10
            
152. 93210   Jasa Kesehatan 30 27.5 25
153. 93213   Dokter 45 42.5 40
154. 93214   Pekerjaan bebas bidang medis 29 28 27
155. 93215   Pekerjan bebas bidang         
        farmasi dan kimia 25 22.5 20
156. 93220   Dokter hewan 25 22.5 20
157. 93230   Jasa kebersihan dan         
        Sejenisnya 40 37 35
171. 97400   Pemangkas rambut dan salon 40 38 36
        kecantikan.         
                 
PER - 17/PJ/2015
ILUSTRASI NORMA

Bapak Asep (K/0) adalah seorang Notaris di kota Malang.  Peredaran bruto yang diperoleh dari
praktik notaris selama tahun 2018 sebesar Rp 230.000.000.  Selain berpraktik sebagai Notaris,
Bapak Asep juga mempunyai usaha salon kecantikan di kota Malang.  Peredaran bruto dari usaha
salon kecantikan tahun 2018 sebesar Rp 400.000.000.  Bapak Asep hanya melakukan pencatatan.
Penghitungan pajak terutang tahun 2018 adalah:
Kasus 3
Peredaran Bruto sby Notaris 230.000.000
Peredaran Bruto dari salon 400.000.000

Ph netto sby Notaris 50% 115.000.000


Ph netto dari salon 28% 112.000.000
Total Ph netto 227.000.000
PTKP 58.500.000
PKP 168.500.000
PPh terutang
5% X 50.000.000 2.500.000
15% X 80.500.000 17.775.000
20.275.000
PPh ps. 25
1/12 X 8.650.000 1.689.583
PERBANDINGAN

 Kelebihan memakai pencatatan ( Norma Penghitungan Penghasilan


Netto) :
• Sederhana dalam penghitungan
• Sederhana dalam pengadministrasian catatan
• Tidak perlu menguasai akuntansi

 Kerugian :
• Dianggap selalu untung dan tidak mungkin rugi
• Mempunyai resiko tarif norma lebih tinggi daripada penghitungan
normal
KASUS 1

BAPAK ISKANDAR (K/1) ADALAH WPDN YANG MENJALANKAN USAHA PERTANIAN


TANAMAN PANGAN DI KOTA SEMARANG.  PEREDARAN BRUTO USAHANYA SELAMA TAHUN
2018 SEBESAR RP 850.000.000.  BAPAK ISKANDAR MEMILIH MENGGUNAKAN NORMA
PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO, DIKARENAKAN BAPAK ISKANDAR
MENYELANGGARAKAN PENCATATAN SAJA.  NORMA UNTUK USAHA TERSEBUT ADALAH
15%.  MAKA PENGHITUNGAN PAJAK TERUTANG TAHUN 2018 ADALAH:

Kasus 2

Bapak Iskandar (K/1) adalah WPDN yang menjalankan usaha pertanian tanaman pangan di
kota Semarang.  Peredaran bruto usahanya selama tahun 2018 sebesar Rp
850.000.000.  Bapak Iskandar memilih melakukan pembukuan.  Biaya-biaya untuk
mendapatkan, memelihara, dan menagih penghasilan tersebut sesuai aturan pajak yang
berlaku sebesar Rp740.000.000.  Maka penghitungan pajak terutang tahun 2018 adalah:
KASUS 1 Kasus 2

Peredaran Usaha Peredaran Bruto


850.000.000 850.000.000

Norma Penghitungan 15% (-) biaya2


740.000.000

Ph netto Ph netto
127.500.000 110.000.000

PTKP PTKP
63.000.000 63.000.000

PKP PKP
64.500.000 47.000.000

PPh Terutang th 2018 PPh Terutang th 2018

5% X 64.500.000 5% x 47.000.000
3.225.000 2.350.000
SANKSI ADMINISTRASI

Wajib pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan (peredaran bruto


sebesar Rp. 4.800.000.000 atau lebih dalam satu tahun, yang ternyata tidak
sepenuhnya menyelenggarakan pembukuan, penghasilan netonya dihitung
dengan menggunakan Norma Penghitungan Neto dikenakan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 50% dari Pajak Peghasilan yang
kurang bayar dalam tahun pajak yang bersangkutan.
PEMBUKUAN
• Suatu Proses pencatatan yang dilakukan secara
teratur untuk mengumpulkan data dan informasi
keuangan yg meliputi harta, kewajiban, modal,
penghasilan dan biaya, serta jumlah harga
perolehan dan penyerahan barang atau jasa,
yang di tutup dengan menyusun laporan
keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi
pada setiap tahun pajak terakhir.
TANGGUNGAN

SEDARAH

IBU AYAH

KAKAK ADIK
KANDUNG KANDUNG

ANAK
TANGGUNGAN

SEMENDA

IBU AYAH
MERTUA MERTUA

KAKAK ADIK
IPAR IPAR

ANAK
TIRI
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai