Anda di halaman 1dari 9

FILSAFAT ANALITISME

Presented by:
Surya Sagiro Batubara
PENGERTIAN
Analitis berarti mendeskripsikan, membahas
dan menjelaskan secara objektif suatu konsep
berdasarkan ciri-ciri, kategori serta
kekhususannya (Muhajir, 2011)
Filsafat Analitis merupakan suatu metode
yang khas untuk menjelaskan, mengurai
dan mengkaji kebenaran ungkapan-
ungkapan filosofis (Kaelan, 1998 dalam
Alwasilah, 2014).
LATAR BELAKANG
Munculnya fenomena akan banyaknya teori serta konsep
Filsafat yang dipaparkan dalam bahasa yang
membingungkan, yang semakin jauh dari penggunaan
bahasa sehari-hari (Bakker, 1984 dalam Kaelan, 2004).
G.E. Moore, yang menetang Filsafat Idealisme, yang
hanya menempelkan makna pada kata.
Ferdinand de Saussure (1916 dalam Kaelan, 2004) yang
menekankan hakikat bahasa dari akspek struktur saja
dan mengabaikan keterlibatan konteksnya.
Ludwig Wittgenstein sebagai ilmuan pertama yang
mencetuskan Filsafat Analitis secara lebih lengkap.
Teori Filsafat E. G. Moore (1955 dalam
Kaelan, 2004)
Untuk mencari makna suatu ungkapan Filsafat
(Charlesworth, 1959; Herati, 1984 dalam Kaelan, 2004)
maka:
Dilakukan definiendeum, yaitu menemukan ungkapan
yang dapat ditentukan batasannya.
Selanjutnya diuraikan menjadi definiens, yaitu batasan
yang diperoleh.
Ketiga dilakukan analysandum, yakni konsep yang
dianalisi.
Terakhir, diurai menjadi analysans atau konsep yang
dianalisis.
Teori Filsafat Wittgenstein
Periode Pertama (1922). Disebut Tractatus Logico
Philosopicus/Teori tentang gambar (picture theory): hakikat
bahasa merupakan gambaran logis dunia empiris yang
tersusun atas proposisi-proposisi yang menggambaran suatu
peristiwa.
Periode Kedua (1953). Disebut Philosophical
Investigation/Teori permainan bahasa (language game):
bahasa digunakan manusia dalam berbagai bidang
kehidupan, dimana setiap bidang kehidupan manusia tersebut
terdapat aturan penggunaannya masing-masing. Contoh
adalah ‘memberi perintah dan menaatinya, melaporkan suatu
kejadian, berspekulasi mengenai suatu peristiwa
Teori Filsafat Wittgenstein
Konsep Pertama Konsep Kedua
 Konsep pemikiran bahasa Mengajukan konsep
ideal yang memenuhi tata permainan
formasi logis, yang
menjelaskan gambaran bahasa yang digunakan
realitas dunia empiris dalam berbagai konteks
(Bakker, 1984). kehidupan manusia
 Bahasa ideal menunjukkan (Bakker, 1984).
hakikat dunia sebagai fakta Sebuah kata adalah
dan bukan benda, dan fakta
itu sendiri adalah peristiwa- penggunaannya
peristiwa. dalam kalimat.
Implikasinya Pada Filsafat Pendidikan (Kaelan,
2004; Muhajir, 2011; Alwasilah, 2014)
Munculnya Filosofi Pragmatik baik yang menyangkut:
Ontologis: yakni kajian hakikat realitas.
Epistomologis: kajian empiris untuk membuktikan
kebenaran makna.
Aksiologis : pengetahuan yang berhubungan dengan
membangun kebenaran makna/nilai/value.
Tokoh-tokoh yang dipengaruhinya adalah termasuk
Austin dan Ryle dari Inggris dan Searle serta Alston
dari Amerika.
KESIMPULAN
Filsafat Analitis Wittgenstein
relevan dengan pengembangan
objek kajian Linguistik
Pragmatik, terutama pada
aspek-aspek kualitas bahasa.
Referensi
Alwasilah. (2014). Filsafat Bahasa dan Pendidikan.
Bandung: Remaja Rosda Karya.
Kaelan. (2004). Filsafat Analitis Menurut Wittgenstein:
Relevansinya Bagi Perkembangan Pragmatik. Jurnal
Humaniora Volume 16, No. 2, Juni 2004: 133-146.
Muhajir. (2011). Filsafat Ilmu: Ontologi, Epistomologi,
Axiologi First Order, Second Order and Third Order
of Logics dan Mixing Paradigms Implementasi
Metodologic. Yogyakarta: Rake Sarasin.

Anda mungkin juga menyukai