Menurut UU No. 6 tahun 2014 tentang Desa, dalam pasal disebutkan bahwa kewenangan desa ada 4 yaitu :
- kewenangan berdasarkan hak asal usul;
- kewenangan lokal berskala Desa;
- kewenangan yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; dan
- kewenangan lain yang ditugaskan oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah Provinsi, atau Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hak dan Kewajiban Desa
Desa berhak:
a. mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan
hak asal usul, adat istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat Desa;
b. menetapkan dan mengelola kelembagaan Desa; dan
c. mendapatkan sumber pendapatan.
Kewajiban Desa
- Melindungi dan menjaga persatuan, kesatuan, serta kerukunan
masyarakat Desa dalam rangka kerukunan nasional dan
keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
- Meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Desa;
- Mengembangkan kehidupan demokrasi;
- Mengembangkan pemberdayaan masyarakat Desa; dan
- Memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat
Desa.
Hak Masyarakat Desa
- Perencanaan Desa yang dibuat oleh Pemerinta Desa mengacu kepada rencana
pembangunan kabupaten ( RPJMD Kabupaten)
- Rencana pembangunan desa meliputi :
1. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa atau RPJM Desa, jangka waktu 6
tahun.
2. Rencana Pembangunan Tahunan Desa atau yang disebut Rencana Kerja
Pemerintah Desa, merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa untuk jangka waktu 1 (satu) tahun.
- memilih, dipilih, dan/atau ditetapkan menjadi:
1. Kepala Desa;
2. perangkat Desa;
3. anggota Badan Permusyawaratan Desa; atau
4. anggota lembaga kemasyarakatan Desa.
- mendapatkan pengayoman dan perlindungan dari gangguan ketenteraman dan
ketertiban di Desa.
Pelaksanaan
(1) Pembangunan Desa dilaksanakan sesuai dengan Rencana Kerja Pemerintah Desa.
(2) Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh Pemerintah
Desa dengan melibatkan seluruh masyarakat Desa dengan semangat gotong royong.
(3) Pelaksanaan Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
memanfaatkan kearifan lokal dan sumber daya alam Desa.
(4) Pembangunan lokal berskala Desa dilaksanakan sendiri oleh Desa.
(5) Pelaksanaan program sektoral yang masuk ke Desa diinformasikan kepada Pemerintah
Desa untuk diintegrasikan dengan Pembangunan Desa.
Pengawasan
(1) Masyarakat Desa berhak mendapatkan informasi mengenai rencana dan pelaksanaan Pembangunan
Desa.
(2) Masyarakat Desa berhak melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan Pembangunan Desa.
(3) Masyarakat Desa melaporkan hasil pemantauan dan berbagai keluhan terhadap pelaksanaan
Pembangunan Desa kepada Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa.
(4) Pemerintah Desa wajib menginformasikan perencanaan dan pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Desa, Rencana Kerja Pemerintah Desa, dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa kepada
masyarakat Desa melalui layanan informasi kepada umum dan melaporkannya dalam Musyawarah Desa
paling
sedikit 1 (satu) tahun sekali.
(5) Masyarakat Desa berpartisipasi dalam Musyawarah Desa untuk
menanggapi laporan pelaksanaan Pembangunan Desa.
Hal yang terkait dengan Desa
HAK:
a. mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat berdasarkan hak asal usul,
adat istiadat, dan nilai sosial budaya masyarakat Desa;
b. menetapkan dan mengelola kelembagaan Desa; dan
c. mendapatkan sumber pendapatan.
KEWAJIBAN:
a. melindungi dan menjaga persatuan, kesatuan, serta kerukunan masyarakat Desa
dalam rangka kerukunan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia;
b. meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat Desa;
c. mengembangkan kehidupan demokrasi;
d. mengembangkan pemberdayaan masyarakat Desa; dan
e. memberikan dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat Desa.
HAK MASYARAKAT DESA
- Akuntabel
- Transparansi
- Partisipatif
- Tertib dan Disiplin Anggaran
APB Desa
• Dana Desa adalah dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukan
bagi Desa yang ditransfer melalui APBD kabupaten/kota dan digunakan
untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan Desa yang mencakup
pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat.
• Dialokasikan oleh Pemerintah Pusat untuk mendanai penyelenggaraan
pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, dan pembinaan
kemasyarakatan, serta pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan
kewenangan dan kebutuhan Desa sesuai dengan ketentuan
undangundang mengenai Desa.
• Belanja untuk Desa mencakup alokasi APBN untuk Desa, alokasi dana
Desa, dan bagian dari hasil pajak dan retribusi kabupaten/kota ke Desa
untuk penyelenggaraan pemerintahan yang mencakup pelayanan,
pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat.
Aset Desa
• Berupa tanah kas Desa, tanah ulayat, pasar Desa, pasar hewan, tambatan perahu, bangunan Desa, pelelangan
ikan, pelelangan hasil pertanian, hutan milik Desa, mata air milik Desa, pemandian umum, dan aset lainnya
milik Desa.
• Aset lainnya milik Desa antara lain:
• kekayaan Desa yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN, APBD, serta APB Desa;
• kekayaan Desa yang diperoleh dari hibah dan sumbangan atau yang sejenis;
• kekayaan Desa yang diperoleh sebagai pelaksanaan dari perjanjian/kontrak dan lain-lain sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
• hasil kerja sama Desa; dan
• kekayaan Desa yang berasal dari perolehan lainnya yang sah.
• Kekayaan milik Pemerintah dan Pemerintah Daerah berskala lokal Desa yang ada di Desa dapat dihibahkan
kepemilikannya kepada Desa.
• Kekayaan milik Desa yang berupa tanah disertifikatkan atas nama Pemerintah Desa.
• Kekayaan milik Desa yang telah diambil alih oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dikembalikan
• kepada Desa, kecuali yang sudah digunakan untuk fasilitas umum.
• Bangunan milik Desa harus dilengkapi dengan bukti status kepemilikan dan ditatausahakan secara tertib.
MATERI KULIAH
SISTEM PEMERINTAHAN DESA
Dosen pengajar:
•Dasar Hukum
•Landasan hukum Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 18,
Pasal 18B ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 22D ayat (2) Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
•1. Dasar Pemikiran
•Desa atau yang disebut dengan nama lain telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia
terbentuk. Sebagai bukti keberadaannya, Penjelasan Pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 (sebelum perubahan) menyebutkan bahwa “Dalam territori Negara Indonesia
terdapat lebih kurang 250 “Zelfbesturende landschappen” dan “Volksgemeenschappen”, seperti desa di
Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang, dan sebagainya. Daerah-daerah
itu mempunyai susunan Asli dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.
Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah-daerah istimewa tersebut dan segala
peraturan negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal usul daerah tersebut”.
•Oleh sebab itu, keberadaannya wajib tetap diakui dan diberikan jaminan keberlangsungan hidupnya dalam
Negara Kesatuan Republik Indonesia.
PERTEMUAN IV
•Keberagaman karakteristik dan jenis Desa, atau yang disebut dengan nama lain, tidak menjadi penghalang bagi para
pendiri bangsa (founding fathers) ini untuk menjatuhkan pilihannya pada bentuk negara kesatuan. Meskipun disadari
bahwa dalam suatu negara kesatuan perlu terdapat homogenitas, tetapi Negara Kesatuan Republik Indonesia tetap
memberikan pengakuan dan jaminan terhadap keberadaan kesatuan masyarakat hukum dan kesatuan masyarakat hukum
adat beserta hak tradisionalnya.
•Dalam kaitan susunan dan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, setelah perubahan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, pengaturan Desa atau disebut dengan nama lain dari segi pemerintahannya mengacu pada
ketentuan Pasal 18 ayat (7) yang menegaskan bahwa “Susunan dan tata cara penyelenggaraan Pemerintahan Daerah diatur
dalam undang-undang”. Hal itu berarti bahwa Pasal 18 ayat (7) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 membuka kemungkinan adanya susunan pemerintahan dalam sistem pemerintahan Indonesia.
•Melaluiperubahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, pengakuan terhadap kesatuan
masyarakat hukum adat dipertegas melalui ketentuan dalam Pasal 18B ayat (2) yang berbunyi "Negara mengakui dan
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai
dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang".
PERTEMUAN IV
•Dalam Pengaturan Sejarah Desa, telah ditetapkan beberapa pengaturan tentang Desa, yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun
1948 tentang Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah,
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1965
tentang Desa Praja Sebagai Bentuk Peralihan Untuk Mempercepat Terwujudnya Daerah Tingkat III di Seluruh Wilayah
Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah, Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dan
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
•Dalam pelaksanaannya, pengaturan mengenai Desa tersebut belum dapat mewadahi segala kepentingan dan kebutuhan
masyarakat Desa yang hingga saat ini sudah berjumlah sekitar 73.000 (tujuh puluh tiga ribu) Desa dan sekitar 8.000 (delapan
ribu) kelurahan. Selain itu, pelaksanaan pengaturan Desa yang selama ini berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan
zaman, terutama antara lain menyangkut kedudukan masyarakat hukum adat, demokratisasi, keberagaman, partisipasi
masyarakat, serta kemajuan dan pemerataan pembangunan sehingga menimbulkan kesenjangan antarwilayah, kemiskinan, dan
masalah sosial budaya yang dapat mengganggu keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
PERTEMUAN IV
•Undang-Undang ini disusun dengan semangat penerapan amanat konstitusi, yaitu pengaturan masyarakat hukum adat sesuai dengan
ketentuan Pasal 18B ayat (2) untuk diatur dalam susunan pemerintahan sesuai dengan ketentuan Pasal 18 ayat (7). Walaupun demikian,
kewenangan kesatuan masyarakat hukum adat mengenai pengaturan hak ulayat merujuk pada ketentuan peraturan perundang-undangan
sektoral yang berkaitan.
•Dengan konstruksi menggabungkan fungsi self-governing community dengan local self government, diharapkan kesatuan masyarakat
hukum adat yang selama ini merupakan bagian dari wilayah Desa, ditata sedemikian rupa menjadi Desa dan Desa Adat. Desa dan Desa
Adat pada dasarnya melakukan tugas yang hampir sama. Sedangkan perbedaannya hanyalah dalam pelaksanaan hak asal-usul, terutama
menyangkut pelestarian sosial Desa Adat, pengaturan dan pengurusan wilayah adat, sidang perdamaian adat, pemeliharaan ketenteraman
dan ketertiban bagi masyarakat hukum adat, serta pengaturan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan susunan asli.
•Desa Adat memiliki fungsi pemerintahan, keuangan Desa, pembangunan Desa, serta mendapat fasilitasi dan pembinaan dari pemerintah
Kabupaten/Kota. Dalam posisi seperti ini, Desa dan Desa Adat mendapat perlakuan yang sama dari Pemerintah dan Pemerintah Daerah.
Oleh sebab itu, di masa depan Desa dan Desa Adat dapat melakukan perubahan wajah Desa dan tata kelola penyelenggaraan
pemerintahan yang efektif, pelaksanaan pembangunan yang berdaya guna, serta pembinaan masyarakat dan pemberdayaan masyarakat
di wilayahnya. Dalam status yang sama seperti itu, Desa dan Desa Adat diatur secara tersendiri dalam Undang-Undang ini.
•Menteriyang menangani Desa saat ini adalah Menteri Dalam Negeri. Dalam kedududukan ini Menteri Dalam Negeri menetapkan
pengaturan umum, petunjuk teknis, dan fasilitasi mengenai penyelenggaraan pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa,
pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa.
PERTEMUAN IV
Putusan Nomor 31/PUU-V/2007 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2007
tentang Pembentukan Kota Tual Di Provinsi Maluku;
Putusan Nomor 6/PUU-VI/2008 perihal Pengujian Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1999 tentang
Pembentukan Kabupaten Buol, Kabupaten Morowali, dan Kabupaten Banggai Kepulauan; dan
Putusan Nomor 35/PUU-X/2012 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan.
Namun demikian, karena kesatuan masyarakat hukum adat yang ditetapkan menjadi Desa Adat
melaksanakan fungsi pemerintahan (local self government) maka ada syarat mutlak yaitu adanya
wilayah dengan batas yang jelas, adanya pemerintahan, dan perangkat lain serta ditambah dengan
salah satu pranata lain dalam kehidupan masyarakat hukum adat seperti perasaan bersama, harta
kekayaan, dan pranata pemerintahan adat.
BADAN USAHA MILIK DESA
Desa dapat mendirikan Badan Usaha Milik Desa yang disebut BUM Desa. Pendirian
BUM Desa disepakati melalui Musyawarah Desa ditetapkan dengan Peraturan desa
BUM Desa dikelola dengan semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan.
BUM Desa dapat menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hasil usaha BUM Desa dimanfaatkan untuk:
a. pengembangan usaha; dan
b. Pembangunan Desa, pemberdayaan masyarakat Desa, dan pemberian bantuan
untuk masyarakat miskin melalui hibah, bantuan sosial, dan kegiatan dana bergulir
yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa.
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota,
dan Pemerintah Desa mendorong perkembangan BUM Desa dengan:
a. memberikan hibah dan/atau akses permodalan;
b. melakukan pendampingan teknis dan akses ke pasar; dan
c. memprioritaskan BUM Desa dalam pengelolaan sumber daya alam di Desa.
Kerjasama Desa
• Kerja Sama antar-Desa
• Kerja sama antar-Desa meliputi:
– a. pengembangan usaha bersama yang dimiliki oleh Desa untuk mencapai nilai ekonomi yang
berdaya saing;
– b. kegiatan kemasyarakatan, pelayanan, pembangunan, dan pemberdayaan masyarakat antar-
Desa;
–c. bidang keamanan dan ketertiban.
• Kerja sama antar-Desa dituangkan dalam Peraturan Bersama Kepala Desa melalui kesepakatan
musyawarah antar-Desa.
• Kerja sama antar-Desa dilaksanakan oleh badan kerja sama antar-Desa yang dibentuk melalui
Peraturan Bersama Kepala Desa.
•Pertama, Desa Mandiri atau yang disebut juga Desa Sembada, yaitu Desa Maju yang memiliki
kemampuan melaksanakan pembangunan desa untuk peningkatan kualitas hidup dan kehidupan
sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa dengan ketahanan sosial, ketahanan ekonomi, dan
ketahanan ekologi secara berkelanjutan. Desa Mandiri atau Desa Madya adalah desa yang memiliki
IDM lebih besar (>) dari 0,8155.
•Kedua, Desa Maju atau yang disebut juga Desa Pra-Sembada, yaitu desa yang memiliki potensi
sumber daya sosial, ekonomi dan ekologi, serta kemampuan mengelolanya untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat desa, kualitas hidup manusia, dan menanggulangi kemiskinan. Desa Maju
atau Desa Pra-Madya adalah desa yang memiliki IDM kurang dan sama dengan (≤) 0,8155 dan lebih
besar (>) dari 0,7072.
•Ketiga, Desa Berkembang atau yang disebut juga Desa Madya, yaitu desa potensial
menjadi Desa Maju, yang memiliki potensi sumber daya sosial, ekonomi dan ekologi tetapi
belum mengelolanya secara optimal untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat desa,
kualitas hidup manusia dan menanggulangi kemiskinan. Desa Berkembang atau Desa
Madya adalah desa yang memiliki IDM kurang dan sama dengan (≤) 0,7072 dan lebih
besar (>) dari 0,5989.
•Keempat, Desa Tertinggal atau yang disebut Desa Pra-Madya, yaitu Desa yang memiliki
potensi sumber daya sosial, ekonomi dan ekologi tetapi belum atau kurang mengelolanya
dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat desa, kualitas hidup manusia serta
mengalami kemiskinan dalam berbagai bentuknya. Desa Tertinggal atau Desa Pra-Madya
adalah desa yang memiliki IDM kurang dan sama dengan (≤) 0,5989 dan lebih besar (>)
dari 0,4907.
•Kelima, Desa Sangat Tertinggal atau yang disebut juga Desa Pratama, yaitu desa yang
mengalami kerentanan karena masalah bencana alam, goncangan ekonomi dan konflik
sosial sehingga tidak berkemampuan mengelola potensi sumber daya sosial, ekonomi dan
ekologi, serta mengalami kemiskinan dalam berbagai bentuknya. Desa Sangat Tertinggal
atau Desa Pratama adalah desa yang memiliki IDM kurang dan lebih kecil (≤) dari 0,4907.
Kondisi desa saat ini
•Berdasarkan status Indeks Pembangunan Desa (IPD), pada tahun 2014 terdapat sebanyak 18.512 desa
yang masih tertinggal, 55.369 desa yang sudah berkembang dan 2.886 desa yang sudah mandiri.
Jumlah ini mengalami perubahan pada tahun 2018, dimana desa yang tertinggal berkurang menjadi
14.461 desa, desa berkembang berkurang menjadi 50.196 desa sedangkan desa mandiri bertambah
menjadi 5.606 desa (PODES 2018-BPS).
•Jika ditinjau perubahan status IPD dari tahun 2014 hingga tahun 2018, rata-rata penurunan desa
tertinggal sebanyak 1.012 desa setiap tahunnya, untuk desa berkembang rata-rata menurun sebanyak
1.293 desa setiap tahunnya, sedangkan rata-rata peningkatan jumlah desa mandiri sebanyak 680 desa
setiap tahunnya. Perubahan status IPD menunjukkan bahwa sebagian desa tertinggal pada tahun 2014
berubah status menjadi desa berkembang pada tahun 2018, begitu juga sebagian desa berkembang
pada tahun 2014 berubah status menjadi desa mandiri pada tahun 2018.
•Mengapa masih banyak terdapat desa yang belum maju dan bahkan belum mandiri? Desa memiliki
permasalahan yang sangat banyak dan kompleks, mulai dari kapasitas pemerintahan desa, kapasitas
warga dan lembaga kemasyarakatan desa, sistem perencanaan dan penganggaran desa, potensi desa
hingga kelembagaan ekonomi desa. Nah, untuk itu perlu dicarikan solusi bagaimana menyelesaikan
permasalahan tersebut sehingga menjadi sebuah strategi bagaimana meraih kemandirian desa.
DANA DESA
• Penggunaan Dana Desa diprioritaskan untuk membiayai pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa, peningkatan kualitas hidup manusia serta penanggulangan
kemiskinan dan dituangkan dalam Rencana Kerja Pemerintah Desa.
• Pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari Dana Desa berpedoman pada pedoman
teknis yang ditetapkan oleh bupati/walikota mengenai kegiatan yang dibiayai
dari Dana Desa.
• Pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari Dana Desa diutamakan dilakukan
secara swakelola dengan menggunakan sumber daya/bahan baku lokal, dan
diupayakan dengan lebih banyak menyerap tenaga kerja dari masyarakat Desa
setempat.
• Dana Desa dapat digunakan untuk membiayai kegiatan yang tidak termasuk
dalam prioritas penggunaan Dana Desa setelah mendapat persetujuan
bupati/walikota dengan memastikan pengalokasian Dana Desa untuk kegiatan
yang menjadi prioritas telah terpenuhi dan/atau kegiatan pembangunan dan
pemberdayaan masyarakat telah terpenuhi
• Pemerintah Pusat telah menganggarkan Dana Desa yang cukup besar untuk diberikan kepada
Desa. Pada tahun 2018, Pemerintah Pusat telah menganggarkan sebesar Rp60 triliun, realisasi
dana desa yang telah dikucurkan mencapai Rp59,86 triliun atau 98,77%. Pada tahun 2019, Dana
Desa meningkat menjadi sebesar Rp70 triliun,
• Realisasi dana desa yang telah dikucurkan hingga Agustus 2019 mencapai Rp42,2 triliun atau
60,29%, dan di tahun 2020 kembali meningkat menjadi Rp72 triliun.Dana desa tersebut ditransfer
ke 434 Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota di 33 provinsi, dengan jumlah desa mencapai 74 ribu
desa. Belum termasuk dana-dana lainnya yang mengalir ke desa baik berupa alokasi dana desa,
bantuan keuangan, dana bagi hasil ataupun bantuan lainnya (hibah) untuk pembangunan
perdesaan.
• Apabila dilihat dari rata-rata dana desa yang diterima per desa selama tiga tahun terakhir
menunjukkan trend peningkatan. Tahun 2018 setiap desa mendapatkan rata-rata alokasi dana
Rp800,4juta,
desa sebesar tahun 2019 sebesar Rp933,9 juta, dan tahun 2020
sebesar Rp960,6 juta.
• Anggaran dana desa untuk tahun 2020 sebesar Rp72 triliun. Jumlah itu naik Rp2 trilun dari
tahun 2019 yang hanya berkisar Rp 70 triliun. Presiden menyebut kenaikan anggaran dana desa
ini ditujukan untuk pengembangan ekonomi desa.
• Adanya dana desa dapat mendorong pengembangan kewirausahaan atau
entrepreneurship. Dana Desa pada tahun 2020 dialokasikan sebesar Rp72 triliun.
Penggunaan dana desa tersebut akan lebih ditingkatkan untuk pemberdayaan masyarakat desa
dan pengembangan potensi ekonomi desa
• Jika Kewirausahaan ini tumbuh maka produk-produk lokal yang dimiliki oleh setiap
desa dapat dipasarkan secara nasional. Ia pun menargetkan bahwa produk-produk
ini dapat menembus pasar internasional juga e-commerce.
• Pada 2020, pemerintah memberi total anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa
yang mencapai Rp858,8 triliun. Jumlah tersebut meningkat 5,4% dari perkiraan
realisasi di tahun 2019.
• Anggaran meningkat 37,8% dari realisasinya di tahun 2015 yang sebesar Rp623,1
triliun. Yang diharapkan mampu untuk peningkatan kualitas implementasinya, agar
belanja pemerintah daerah dapat meningkatkan layanan dasar publik, mendorong
pertumbuhan ekonomi daerah, serta mengurangi kesenjangan dan kemiskinan
• Presiden sengaja menambah alokasi anggaran program dana desa agar pemerataan
ekonomi dapat tercapai, termasuk di pelosok-pelosok desa. Atas dasar itu,
pemerintah menggelontorkan dana desa agar pemberdayaan bisa diwujudkan,
contohnya pembangunan infrastruktur oleh rakyat desa itu sendiri.
• Sesuai target RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional),
Kementrian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi harus
mampu mengentaskan ribuan desa tertinggal.
• Dana desa diperlukan untuk mengejar target pembentukan 6 ribu desa mandiri pada
tahun ini. Sementara, pada awal tahun ini, setidaknya sudah tercipta sekitar 2.700
desa mandiri. Penciptaan desa mandiri itu sebagian besar ada di Pulau Jawa. Setelah
itu, diikuti oleh desa-desa di Pulau Kalimantan dan Indonesia bagian timur, masih
ada target sekitar 2.000 desa lagi
• Aliran dana desa yang kian besar tidak akan membebani keuangan negara.
Karena, pemerintah juga akan mendapatkan dampak
positif dari penyaluran dana desa tersebut, yakni hasil
pembangunan dan pajak yang dibayarkan oleh masyarakat.
impact-nya ke pengurangan stunting dan penurunan
jumlah orang miskin. Lalu, BUMDes berhasil, yang bayar
pajak lebih besar dari dana desanya dan pemberdayaan
SDM.
• Pembangunan infrastruktur di sejumlah desa telah cukup memadai dalam lima tahun
terakhir. Hasil pembangunan itu sudah bisa menjadi modal pengembangan lokasi
wisata yang ada di desa.
• Daripengembangan infrastruktur dasar dan lokasi wisata di desa, pemerintah
berharap upaya tersebut bisa menjadi sumber pendapatan baru bagi masyarakat
setempat. Dengan begitu, ke depan tingkat pendapatan dan sumbangan konsumsi
masyarakat desa ke pertumbuhan ekonomi lebih terasa.
• Pemerintah juga akan memberikan tambahan Dana Desa untuk
pengembangan lokasi wisata di desa. Akan banyak penciptaan
lapangan kerja. Orientasi tersebut juga juga untuk mengatasi
pergeseran tenaga kerja di desa.
• Dana Desa juga akan dilakukan untuk mendukung fokus
pembangunan pada tahun depan; perbaikan kualitas sumber
daya manusia (SDM). Caranya, dengan menambah aliran Dana
Desa ke sektor pendidikan, khususnya Pendidikan Anak Usia
Dini (PAUD). Termasuk untuk perbaikan sektor kesehatan.
Misalnya, dengan pembangunan sarana mandi, cuci, kakus
(MCK) mencapai 300 ribu. Tak ketinggalan juga untuk
membangun sarana air bersih mencapai 1 juta unit serta
membangun posyandu puluhan ribu unit.
• Badan Anggaran (Banggar) DPR RI pada September lalu
menyetujui anggaran Transfer ke Daerah dan Dana Desa
(TKDD) Rp 856,95 triliun pada 2020.
• Sebagai pedoman bagi para Kepala Desa, Menteri Keuangan telah menerbitkan Buku
Pintar Dana Desa dengan tema “Dana Desa untuk Kesejahteraan Masyarakat:
Menciptakan Lapangan Kerja, Mengatasi Kesenjangan, dan Mengentaskan Kemiskinan”.
• Buku ini dimaksudkan, agar dapat menjadi pegangan dan pedoman bagi berbagai
stakeholder, baik dari kalangan Kepala Desa dan perangkatnya, eksekutif di Pusat dan
Daerah, anggota Legislatif maupun masyarakat, disamping untuk mengetahui implementasi
regulasi Dana Desa secara consize namun komprehensif. Berbagai hal yang terangkum dalam
Buku Saku tersebut, diantaranya Konsep Dasar Dana Desa; Perencanaan, Penganggaran,
dan Pokok-pokok Kebijakan Dana Desa dalam APBN; Penggunaan Dana Desa; Pengelolaan
Dana Desa di Desa; Pengadaan Barang dan Jasa di Desa; Program Padat Karya dan Cash For
Work; Pemantauan dan Pengawasan Dana Desa; dan Badan Usaha Milik Desa.
• Bagi sebagian desa yang masuk dalam kategori minus, dana desa merupakan sumber
pembiayaan andalan bagi desa untuk membiayai pembangunan infrastruktur desa. Lebih-
lebih sebagian besar dalam struktur keuangan desa, dana desa menempati porsi terbesar
dari total pendapatan desa pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes).
• Dengan dana desa yang telah dialokasikan oleh pemerintah, maka diperlukan penguatan
kapasitas kelembagaan dan sumber daya manusia, baik aparatur pemerintah desa,
masyarakat maupun tenaga pendampingan desa serta yang tidak kalah penting adalah
perbaikan transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan dalam pengelolaan keuangan desa
yang didalamnya terdapat Dana Desa.
PENGAWASAN &
Sanksi PELANGGAR DANA DESA
•Bagi sebagian desa yang masuk dalam kategori minus, dana desa merupakan sumber pembiayaan andalan
bagi desa untuk membiayai pembangunan infrastruktur desa. Lebih-lebih sebagian besar dalam struktur keuangan
desa, dana desa menempati porsi terbesar dari total pendapatan desa pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Desa (APBDes).
•Dengan dana desa yang telah dialokasikan oleh pemerintah, maka diperlukan penguatan kapasitas
kelembagaan dan sumber daya manusia, baik aparatur pemerintah desa, masyarakat maupun tenaga
pendampingan desa serta yang tidak kalah penting adalah perbaikan transparansi, akuntabilitas, dan
pengawasan dalam pengelolaan keuangan desa yang didalamnya terdapat Dana Desa.
•Dalam konteks pengawasan dana desa, agar pengelolaan dana desa semakin akuntabel, diperlukan mekanisme
pengawasan yang melibatkan semua pihak. Pengawasan oleh masyarakat desa akan sangat efektif apabila
dalam pengelolaan dana desa terutama dalam pelaksanaan kegiatan, selalu melibatkan masyarakat desa secara
langsung. Bentuk penyadaran masyarakat (sosialisasi) tentang perlunya kepedulian masyarakat desa dalam
membangun transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan, perlu ditingkatkan terutama oleh instansi yang
mempunyai kewenangan pembinaan keuangan desa.
•Badan Permusyawaratan Desa (BPD), keterlibatannya lebih luas lagi karena berdasarkan kewenanganya, BPD
melakukan pengawasan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan sampai dengan
pertanggungjawaban. BPD merupakan lembaga yang membahas dan menyepakati rancangan peraturan desa
tentang APBDes bersama kepala desa. BPD melakukan pengawasan terhadap kinerja kepala desa dan
mengevaluasi laporan keterangan penyelenggaraan pemerintahan desa.
•Sedangkan pengawasan yang sifatnya refresif, dilakukan oleh APARAT PENGAWAS INTERN PEMERINTAH (APIP) BAIK
INSPEKTORAT MAUPUN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN (BPKP), BADAN PEMERIKSA
KEUANGAN (BPK), BAHKAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI (KPK) juga telah melakukan pengawasan pengelolaan dana
desa, dimana untuk tingkat pusat, pengawasan tersebut telah dilakukan sinergi dengan semua pihak.
•Audit dana desa oleh BPKP, didasarkan pada permintaan Aparat Penegak Hukum (Polisi/Jaksa) bagi kasus yang dilanjutkan sampai
pada proses litigasi. Untuk itu agar mekanisme pengawasan tersebut semakin efektif maka sanksi kepada pihak-pihak yang
melanggar ketentuan pengelolaan dana desa perlu ditekankan, agar menimbulkan efek jera bagi pelaku.
•Pengenaan sanksi bagi pelanggar ketentuan pengelolaan dana desa bisa administratif dan pidana. Pengenaan sanksi administratif dapat
dilakukan oleh pemerintah melalui penundaan pencairan dana desa maupun pemotongan dana desa.
•Pengenaan sanksi dapat dikenakan baik kepada Kepala Daerah maupun Kepala Desa. Sanksi kepada Kepala Daerah dapat dikenakan
apabila Bupati/Walikota tidak menyalurkan Dana Desa tepat waktu dan tepat jumlah, dengan sanksi berupa penundaan Dana
Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil (DBH) kabupaten/Kota sebesar selisih kewajiban Dana Desa yang harus
disalurkan.
•Pemerintah pusat mulai tahun 2020 melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 205/PMK.07/2019 tentang Pengelolaan
Dana Desa dan Peraturan Dirjen Perbendaharaan Nomor Per-1/PB/2020 tentang Petunjuk Teknis Penyaluran Dana Desa,
melakukan perubahan mekanisme penyaluran Dana Desa dari Rekening Kas Umum Negara (RKUN) langsung ke Rekening Kas
Desa (RKD), dan telah dimulai bulan Januari 2020.
•Kebijakan ini salah satunya adalah dalam upaya mengurangi dana idle di Rekening Kas Umum Daerah (RKUD). Lebih lanjut,
dana yang bersumber dari APBN yang diperuntukkan bagi Desa untuk tujuan meningkatkan pelayanan publik di desa, mengentaskan
kemiskinan, memajukan perekonomian desa, mengatasi kesenjangan pembangunan antar desa sekaligus meningkatkan kesejahteraan
masyarakat desa, akan lebih cepat dimanfaatkan desa, disamping adanya penyaluran dana desa lebih awal akan memberikan stimulus
bagi pertumbuhan ekonomi desa.
Sanksi kepada Kepala Desa, berupa penundaan pencairan dana
desa dapat dikenakan apabila Kepala Desa:
1.tidak menyampaikan Peraturan Desa tentang APBDes;
2.tidak menyampaikan laporan realisasi penggunaan Dana Desa
tahap sebelumnya;
3.dan terdapat usulan dari aparat pengawasan fungsional daerah.
Sedangkan sanksi berupa pemotongan pencairan dana desa dapat
dikenakan apabila:
4.terdapat sisa Dana Desa yang lebih dari 30% selama 2 tahun
berturut-turut,
5.dan berdasarkan penjelasan serta hasil pemeriksaan ditemukan
penyimpangan berupa Silpa yang tidak wajar.
• Pengenaan sanksi pidana bagi pihak yang mencoba menyalahgunakan
dana desa di beberapa daerah telah mulai dilakukan dengan telah
dijatuhkannya vonis pidana bagi Kepala Desa yang menyalahgunakan
dana desa.
•Berdasarkan hasil evaluasi tiga tahun (2015 – 2017) pelaksanaannya, dana desa
telah menghasilkan sarana dan prasarana yang bermanfaat bagi masyarakat,
diantaranya terbangunnya lebih dari 95,2 ribu kilometer jalan desa, 914 ribu meter
jembatan, 22.616 unit sambungan air bersih, 2.201 unit tambatan perahu, 14.957
unit PAUD, 4.004 unit Polindes 19.485 unit sumur, 3.106 pasar desa, 103.405 unit
drainase dan irigasi, 10.964 unit Posyandu dan 1.338 unit embung.
•Selain itu, hasil evaluasi penggunaan dana desa selama dua tahun terakhir menunjukkan,
adanya penurunan rasio ketimpangan perdesaan dari 0,34 pada tahun 2014 menjadi 0,32
di tahun 2017, penurunan jumlah penduduk miskin perdesaan dari 17,7 juta tahun
2014 menjadi 17,1 juta tahun 2017, dan penurunan persentase penduduk miskin
perdesaan dari 14,09% pada tahun 2015 menjadi 13,93% di tahun 2017 (Buku Pintar
Dana Desa Tahun 2017, Kementerian Keuangan).
•Selanjutnya, untuk mendorong makin meningkatnya transparansi, akuntabilitas, dan pengawasan terhadap
pengelolaan dana desa, perlu keterlibatan seluruh stakeholder dengan perannya masing-masing. Bagi masyarakat
desa, kepedulian untuk selalu mengawasi program pembangunan dan melaporkan kepada institusi
pengawasan apabila terjadi penyimpangan yang terjadi di desanya wajib diapresiasi.
•BPD selaku lembaga pengawas kinerja Kepala Desa, selalu memonitor jalannya pemerintahan desa, apakah
telah dijalankan sebagaimana kesepakatan yang tertuang dalam Peraturan Desa tentang APBDes. Tenaga
Pendamping Profesional (TPP) Desa yang bertugas mengawal penyaluran dana desa harus selalu bekerja
optimal dalam memberikan pendampingan.
•Camat selaku Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di Kecamatan, salah satu tugasnya melakukan
fasilitasi pengelolaan keuangan desa,dalam hal melakukanevaluasi Rancangan Peraturan Desa APBDes,
akan menjalankan salah satu proses verifikasi dokumen perencanaan penganggaran, selain verifikasi
dokumen perencanaan pencairan (dokumen pencairan) ketika masuk dalam tahap pelaksanaan anggaran,
sehingga tidak ada lagi desa fiktif yang mendapat alokasi dana desa. Bagi Kepala Daerah, mandat yang
diemban sebagaimana PMK yang baru, bertugas menerima dokumen persyaratan penyaluran dana desa
dari kepala desa, kemudian melakukan verifikasi kebenaran dokumen dan menyampaikannya ke Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) setempat yang menjadi mitra pemda. Tidak kalah pentingnya,
sebagai lembaga pengawasan, Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP), BPK, bahkan KPK dituntut
segera merespon pengaduan masyarakat maupun indikasi terjadinya kecurangan (fraud)dalam pengelolaan
keuangan desa.
•Dukungan dari berbagai pihak itulah yang akan menjadi kunci keberhasilan dalam pengelolaan dana desa.
Semoga apa yang diharapkan masyarakat desa, berupa pengelolaan keuangan yang transparan dan
akuntabel segera dapat diwujudkan.
TINGKAT PERKEMBANGAN DESA
• Permen Desa PDTT ini dilatarbelakangi oleh model pembangunan nasional yang berdasarkan pada Peraturan Presiden
nomor 59 tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Nasional Berkelanjutan atau SDGs
(Sustainable Development Goals) Nasional.
• “Karena Indonesia adalah anggota PBB, kemudian Indonesia berperan aktif dalam penentuan sasaran SDGs, serta
Indonesia berkomitmen melaksanakan SDGs dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) dan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
• Abdul Halim menyebutkan bahwa besaran nilai dana desa untuk tahun 2021 telah ditetapkan yaitu Rp 72 Triliun. Ia juga
memberikan arahan agar seluruh penggunaan dana desa wajib di prioritas kepada SDGs Desa.
• “SDGs Desa adalah upaya terpadu percepatan SDGs Nasional yang melalui delapan arah perwujudan melalui desa tanpa
kemiskinan dan kelaparan, desa ekonomi tumbuh merata, desa peduli kesehatan, desa peduli lingkungan, desa peduli
pendidikan, desa ramah perempuan, desa berjejaring, dan desa tanggap budaya,” ungkapnya.
18 SDGs Desa
Abdul Halim mengatakan terdapat 18 tujuan pembangunan berkelanjutan desa atau SDGs Desa, yang merupakan turunan dari tujuan
SDGs Global dan Nasional, yaitu