0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
378 tayangan8 halaman
Surat Al-Qalam membahas tentang pemilik-pemilik kebun yang bersumpah untuk memetik habis hasil kebun mereka tanpa berbagi dengan orang miskin, lalu Allah menimpakan bencana kebun mereka sebagai hukuman atas kesombongan dan ketidaksyukuran mereka. Surat ini mengingatkan manusia agar bersyukur dan berbagi kepada yang membutuhkan.
Surat Al-Qalam membahas tentang pemilik-pemilik kebun yang bersumpah untuk memetik habis hasil kebun mereka tanpa berbagi dengan orang miskin, lalu Allah menimpakan bencana kebun mereka sebagai hukuman atas kesombongan dan ketidaksyukuran mereka. Surat ini mengingatkan manusia agar bersyukur dan berbagi kepada yang membutuhkan.
Surat Al-Qalam membahas tentang pemilik-pemilik kebun yang bersumpah untuk memetik habis hasil kebun mereka tanpa berbagi dengan orang miskin, lalu Allah menimpakan bencana kebun mereka sebagai hukuman atas kesombongan dan ketidaksyukuran mereka. Surat ini mengingatkan manusia agar bersyukur dan berbagi kepada yang membutuhkan.
Al-Qalam Level 6 • Al-Qalam artinya adalah “pena”.
• Ia diberi nama Surat Al-Qalam, karena
merujuk pada lafaz al-qalam yang terdapat pada ayat pertama. Selain nama Al-Qalam, Surat ini juga disebut sebagai Surat Nun, karena ayat pertamanya diawali dengan huruf nun.
• Terdiri atas 52 ayat.
• Termasuk dalam golongan Surat Makkiyyah.
• Surat ke-68 (surat ke-2 dalam juz 29).
Pokok-pokok isinya : • Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam adalah manusia yang berbudi pekerti yang agung (ayat 1-7); • Larangan menta’ati orang-orang yang mendustakan kebenaran (ayat 8-16); • Nasib yang dialami pemilik-pemilik kebun sebagai contoh orang-orang yang tidak bersyukur terhadap nikmat Allah (ayat 17-33); • Allah sekali-kali tidak menyamakan orang-orang yang baik dengan orang-orang yang buruk (ayat 34-51); • Al-Qur’an adalah peringatan bagi seluruh umat (ayat 52). Kisah Para Pemilik Kebun dalam Surat Al-Qalam
Sebagian ulama mengganggap kisah ini sebagai kisah
simbolik, namun sebagian lagi meyakininya sebagai kisah nyata. Para ulama yang meyakininya sebagai kisah nyata mengatakan di Yaman yang terletak 6 mil dari San’a, ada orang tua yang sholeh. Orang tua ini memiliki banyak anak dan juga harta serta kebun. Orang tua ini selalu menyisihkan hasil kebunnya untuk diberikan kepada fakir miskin dan bahkan membiarkan fakir miskin tersebut memasuki kebun- kebunnya untuk mencicipi hasilnya. Pemilik-pemilik kebun yang diceritakan dalam surat Al-Qalam (ayat 17 – 33) merupakan keturunan dari orang tua tersebut. Dalam surat ini dikisahkan bahwa para pemilik kebun bersumpah untuk memetik habis hasil kebun mereka pada pagi hari, agar tidak diketahui oleh orang-orang miskin, supaya mereka mendapatkan untung yang sangat banyak dan tidak mengeluarkan sedekahnya barang sedikitpun.Dan dengan kesombongannya mereka pun tidak mengucapkan Insya Allah dalam sumpah mereka, sehingga Allah membuat mereka melanggar sumpah mereka. Dalam ayat 18-19 disebutkan bahwa Allah menimpakan bencana bagi kebun mereka ketika mereka sedang tidur nyenyak. Tidak dijelaskan dalam surat ini seperti apa bencana yang terjadi, namun kata “ Kaashshoriim” pada ayat 20 bisa berarti Allah menjadikan kebun itu hitam seperti malam gelap gulita atau bisa juga berarti punah seperti habis di petik seluruhnya. Kemudian pada pagi harinya mereka saling panggil memanggil untuk pergi memetik hasil kebun mereka. Lalu dijelaskan dalam ayat berikutnya (ayat 21 – 23), mereka pergi dengan saling berbisik-bisikan sehingga percakapan mereka tidak terdengar orang lain.
Namun kemudian, Allah menerangkan bisikan mereka
seperti dalam bunyi ayat (24). Yaitu, Pada hari itu mereka melarang ada orang miskin yang masuk ke kebun mereka supaya orang miskin tidak ikut mencicipi hasil jerih payah mereka. Kemudian mereka menyesal dengan penyesalan yang tidak berguna, sehingga mereka berkata, “Qoolu subhaana robbinaa, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang zalim.” Ayat ini menjelaskan bahwa mereka mensucikan Rabb (Tuhan Yang Mendidik dan Memelihara mereka) ketika sadar akan kesalahan mereka dan mengakui kezaliman mereka. Pada ayat 30, Mereka juga berharap Allah akan mengampuni dosa mereka dan menggantikan dengan kebun yang lebih baik daripada itu. Kemudian mereka saling menyalahkan dan saling cela mencela. Salah seorang mereka mengatakan, “Aduhai celakalah kita; sesungguhnya kita ini adalah orang-orang yang melampaui batas” (ayat 31-32)