Anda di halaman 1dari 29

BELANJA DAERAH

STUDI KASUS: BELANJA PEGAWAI KOTA NGAWI

KELOMPOK 5:
Anik Fatul Rofiah (135020101111051)
Nur Azizah (135020101111054)
Dian Dewi Megadini (135020107111004)
Mery Maulydia Agustin (135020107111007)
OUTLINE

1. DEFINISI BELANJA DAERAH

2. KLASIFIKASI BELANJA DAERAH

3. ARAHAN PENGELOLAAN BELANJA


DAERAH

4. STUDI KASUS DAN ANALISISNYA


DEFINISI BELANJA DAERAH

PP No. 24 Tahun 2005


tentang Standar Kepmendagri Nomor 29 UU Republik Indonesia
Halim (2001)
Akuntansi Tahun 2002 Nomor 33 Tahun 2004
Pemerintahan
• Semua pengeluaran • Semua pengeluaran • Semua kewajiban • Pengeluaran yang
dari Rekening Kas kas daerah dalam daerah yang diakui dilakukan oleh
Umum Negara / periode tahun sebagai pengurang pemerintah daerah
Daerah yang untuk melaksanakan
anggaran tertentu yang nilai kekayaan bersih
mengurangi ekuitas wewenang dan
dana lancar dalam menjadi beban daerah dalam periode tahun tanggung jawab
periode tahun anggaran yang kepada masyarakat dan
anggaran yang bersangkutan pemerintah diatasnya
bersangkutan yang
tidak akan diperoleh
pembayarannya
kembali oleh
pemerintah
DEFINISI BELANJA DAERAH

Permendagri No 59
Sri Lesminingsih
Tahun 2007 Pedoman
(Abdul Halim, UU No. 32 tahun 2004 BelanjaDaerah
Pengelolaan Keuangan
2001:199)
Daerah
• Semua pengeluaran • Kewajiban • Semua kewajiban • Semua pengeluaran
kas daerah selama pemerintah daerah daerah yang diakui yang dilakukan
periode tahun yang diakui sebagai sebagai pengurang pemerintah daerah
anggaran pengurang nilai nilai kekayaann dalam periode
bersangkutan yang kekayaan bersih bersih dalam periode anggaran tertentu
mengurangi kekayaan tahun anggaran yang digunakan untuk
pemerintah daerah bersangkutan melaksanakan
kewajiban, wewenang
dan tanggung jawab
dari pemerintah
daerah kepada
masyarakat dan
pemeritah daerah
TUJUAN BELANJA DAERAH

Merupakan rasionalisasi atau gambaran kemampuan dan penggunaan sumber-sumber


finansial dan material yang tersedia pada suatu negara/daerah

Sebagai upaya untuk penyempurnaan berbagai rencana kegiatan yang telah dilaksanakan
sebelumnya sehingga hasilnya akan lebih baik

Sebagai alat untuk memperinci penggunaan sumber-sumber yang tersedia menurut objek
pembelanjaannya sehingga memudahkan pengawasan atas pengeluarannya

Sebagai alat untuk menampung, menganalisis, serta mempertimbangkan dalam membuat


keputusan seberapa besar alokasi pembayaran program dan proyek yang diusulkan

Sebagai pedoman atau tolak ukur serta alat pengawasan atas pelaksanaan kegiatan, program
dan proyek yang dilakukan pemerintah

Sebagai landasan yuridis formal dari penggunaan sumber penerimaan yang dapat dilakukan
pemerintah serta sebagai alat untuk pembatasan pengeluaran
KLASIFIKASI BELANJA DAERAH

Belanja Operasi adalah belanja yang


dikeluarkan dari Kas Umum
Menurut Peraturan Pemerintah Negara/Daerah dalam rangka
No.24/2005 tentang Standar menyelenggarakan operasional pemerintah
Akuntansi Pemerintahan

• Menurut Paragraf 34 PSAP Belanja Modal adalah belanja yang


No.02, ditetapkan bahwa dikeluarkan dalam rangka membeli
belanja diklasifikasikan dan/atau mengadakan barang modal.
menurut klasifikasi ekonomi
(jenis belanja), organisasi dan
fungsi. Klasifikasi belanja
menurut ekonomi (jenis
belanja) dikelompokkan Belanja Lain-lain/Tak Terduga adalah
menjadi pengeluaran dan anggaran untuk kegiatan
yang sifatnya tidak biasa dan tidak
diharapkan berulang seperti
penanggulangan bencana alam, bencana
sosial, dan pengeluaran tidak terduga
lainnya
KLASIFIKASI BELANJA DAERAH

jKlasifikasian menurut pola Government Financial Statistik (GFS

Pelayanan Umum Pertahanan Agama Ekonomi

Pariwisata dan
Kesehatan Perlindungan Lingkungan Hidup
Budaya

Perumahan dan Ketertiban dan Pendidikan dan


Pemukiman Ketentraman Perlindungan Sosial
KLASIFIKASI BELANJA DAERAH

Menurut Ketentuan Undang-Undang di Bidang Keuangan Negara

Berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (2) dan Pasal 19 ayat (2) Undang Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, disebutkan bahwa rencana kerja
dan anggaran kementerian negara/lembaga (di tingkat pemerintah pusat) dan
rencana kerja dan anggaran SKPD (di tingkat pemerintah daerah) disusun
berdasarkan prestasi kerja yang akan dicapai

Ketentuan tersebut ditegaskan lagi dengan Pasal 14 dan 15 Undang-Undang


Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang menyatakan bahwa di
dalam dokumen pelaksanaan anggaran perlu diuraikan sasaran yang hendak
dicapai, fungsi, program dan rincian kegiatan, anggaran yang disediakan untuk
mencapai sasaran tersebut, dan rencana penarikan dana tiap-tiap satuan kerja, serta
pendapatan yang diperkirakan
KLASIFIKASI BELANJA DAERAH

Menurut Peraturan Pemerintah No.58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah

• Pasal 27 Peraturan Pemerintah No.58/2005 menetapkan klasifikasi belanja sebagai berikut:


• Belanja daerah diklasifikasikan menurut organisasi, fungsi, program dan kegiatan serta jenis
belanja;
• Klasifikasi belanja menurut organisasi disesuaikan dengan susunan organisasi pemerintahan
daerah
• Klasifikasi menurut fungsi terdiri dari :
• Klasifikasi berdasarkan urusan pemerintahan untuk tujuan manajerial pemerintahan daerah;
• Klasifikasi berdasarkan fungsi pengelolaan keuangan negara untuk tujuan keselarasan dan
keterpaduan dalam rangka pengelolaan keuangan negara.
KLASIFIKASI BELANJA DAERAH

Belanja Tidak Langsung


Klasifikasi Belanja Daerah
Merupakan belanja yang
dalam Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD) dianggarkan tidak terkait secara
langsung dengan pelaksanaan
program dan kegiatan

• Berdasarkan Peraturan
Pemerintah Nomor 58 Tahun
2005 yang kemudian
dijabarkan dalam
Permendagri 13 Tahun 2006,
belanja diklasifikasikan
berdasarkan jenis belanja
yaitu Belanja tidak langsung Belanja Langsung merupakan
dan Belanja langsung belanja yang dianggarkan terkait
secara langsung dengan
pelaksanaan program dan
kegiatan
Belanja Tidak Langsung

Belanja Pegawai

Belanja Tidak
Belanja Bunga
Terduga

Bantuan Belanja Subsidi


Keuangan

Belanja Bagi
Belanja Hibah
Hasil

Belanja Bantuan
Sosial
BELANJA LANGSUNG

Belanja Pegawai

Belanja Barang dan


Belanja Modal
Jasa
ARAHAN PENGELOLAAN BELANJA
DAERAH

Memprioritaskan alokasi anggaran belanja daerah pada sektorsektor peningkatan


pelayanan publik

Meningkatkan anggaran belanja daerah untuk program-program penanggulangan


kemiskinan

Mengarahkan alokasi anggaran belanja daerah pada pembangunan infrastruktur pedesaan


yang mendukung pembangunan sektor pertanian dan lapangan pekerjaan

Memberi alokasi anggaran belanja daerah pada sektor pembangunan pedesaan dalam
bentuk pemberian bantuan operasional kepada perangkat desa

Menyediakan bantuan dana bergulir bagi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM)
dalam rangka memberdayakan UMKM

Meningkatkan kepedulian terhadap penerapan prinsip-prinsip efisiensi belanja dalam


pelayanan publik sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007
S T U D I K A S U S

ANALISIS BELANJA
DAERAH :
BELANJA PEGAWAI
KABUPATEN NGAWI
Posisi geografis serta Diketahui bahwa
Kabupaten Ngawi
sumber daya yang Namun terdapat Kabupaten Ngawi
merupakan salah satu
ada menjadikan permasalah- memiliki alokasi dana
kabupaten yang
kabupaten Ngawi permasalah ekonomi, untuk belanja pegawai
secara geografis
mempunyai daya lingkungan dan sosial lebih besar daripada
berada di Propinsi
tarik bagi tumbuhnya yang berada di belanja modal ataupun
Jawa Timur bagian
kegiatan Kabupaten Ngawi. belanja barang dan
barat
pembangunan Permasalahan tersebut jasa
terdapat hubungannya
dengan pengelolaan
keuangan daerah
Kabupaten Ngawi
Realisasi Belanja Daerah Kabupaten Ngawi Tahun 2009-2011

URAIAN REALISASI
TAHUN 2009 2010 2011
B. BELANJA DAERAH 803.673.798.000 1.041.015.546.100 1.078.529.104.903

1. BELANJA TIDAK LANGSUNG 605.657.206 728.460.676.550 750.351.128.595

a. Belanja Pegawai 479.018.719 689.575.003.250 692.120.049.191


b. Belanja Bunga 109.714 56.840.250 58.075.780
c. Belanja Hibah 77.959.156 11.567.000.000 18.638.102.000
d. Belanja Bantuan Sosial 5.588.807 6.399.000.000 4.204.750.000
e. Belanja Bagi Hasil Kepada Provinsi, 1.549.040 - 664.807.000
Kabupaten/Kota Dan Pemerintahan
Desa

f. Belanja Bantuan Keuangan Kepada 41.431.770 20.691.273.150 34.207.344.625


Provinsi, Kabupaten/Kota Dan
Pemerintah an Desa

g. Belanja Tidak Terduga - 171.559.900 458.000.000


2. BELANJA LANGSUNG 198.016.592 312.554.869.550 328.177.976.308
a. Belanja Pegawai 28.353.286 22.550.451.700 26.458.369.650
b. Belanja Barang Dan Jasa 67.991.864 121.967.561.900 145.991.701.876

c. Belanja Modal 101.671.442 168.036.855.950 155.727.904.782


Surplus (Defisit) 803.673.798 (58.679.457.100) 51.990.989.609

Sumber : Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan dan Aset (DPPKA) Kabupaten Ngawi
Menurut PP NO.58/2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah: Pelaksanaan belanja daerah
dilaksanakan dengan pendekatan kinerja yang berorientasi pada prestasi kerja, dengan
memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran dan outcome yang diharapkan dari
kegiatan dan program

Pada belanja daerah Dengan belanja Selain itu belanja Efek lain dari belanja
yang dilakukan pegawai yang tinggi, pegawai di Pemkab pegawai yang terlalu
Kabupaten Ngawi berakibat pada Ngawi yang terlalu tinggi dapat
menunjukkan angka anggaran untuk belanja tinggi ini menghambat
yang tinggi pada modal dan belanja mengakibatkan pembangunan daerah
belanja pegawai bukan barang dan jasa sangat kabupaten Ngawi tersebut sehingga tidak
pada belanja modal rendah serta porsi masuk dalam daerah ada pembangunan lagi
pada APBD Ngawi pembangunan di yang terancam bangkrut yang terjadi
Kabupaten Ngawi
sangat terbatas
Daerah dengan Alokasi Belanja Pegawai di Atas 65% Tahun 2012

Daerah Belanja Pegawai Belanja Barang Belanja Modal

1. Kab. Simalungun 74,3% 11% 10%


2. Kota Ambon 73,3% 12% 13%
3. Kab. Karanganyar 71,7% 10% 9%
4. Kab. Klaten 69,9% 11% 11%
5. Kota Langsa 69,4% 16% 10%
6. Kab. Minahasa 69,4% 12% 15%
7. Kab. Kuningan 68,9% 11% 15%
8. Kab. Sragen 68,6% 14% 7%
9. Kab. Purworejo 68,3% 11% 13%
10. Kab. Aceh Barat 68,3% 12% 18%
11. Kota Kupang 68,3% 14% 13%
12. Kab. Pidie 68,1% 14% 10%
13. Kab. Ponorogo 68,1% 16% 9%
14. Kab. Kulon Progo 67,8% 13% 13%
15. Kab. Wonogiri 67,4% 12% 13%
16. Kab. Padang Pariaman 67,2% 14% 15%
17. Kab. Bireuen 66,9% 13% 15%
18. Kab. Ngawi 66,9% 14% 13%
19. Kab. Bantul 66,5% 15% 11%
20. Kab. Pacitan 66,5% 13% 11%
21. Kab. Sumedang 66,0% 14% 13%
22. Kab. Aceh Besar 66,0% 16% 12%
23. Kab. Aceh Timur 66,0% 18% 13%

Sumber: Seknas FITRA ( Forum Indonesia Transparansi Anggaran) tahun 2012


Tercatat di Badan
Kepegawaian Daerah
Kabupaten Ngawi APBD Tahun Anggaran APBD Tahun Anggaran APBD Tahun Anggaran
(BKD) 2010 2011 2012
Tahun 2012

• Pegawai yang aktif


• Realisasi Pendapatan • Pendapatan • Pendapatan
sebanyak 13. 841 orang
• Dinas Pendidikan (Dindik) 887.001.554.928,49 1.104.252.584.700 1.135.086.030.950
sebagai penyumbang
pemborosan terbesar • Belanja • Belanja 1.118.591.331.390 • Belanja 1.112.731.431.350
dengan 8.354 PNS
• Dinas Kesehatan (Dinkes) 886.619.182.158,09 • Pembiayaan – • Pembiayaan +
dengan 1.216 PNS • Pembiayaan - (30.833.446.250) 5.859.900.040
• Bujet total-nya pada
kisaran Rp 60 (27.072.445.711,28) • Gaji PNS 63 % APBD • Gaji PNS 65 % dari APBD
miliyar/bulan atau Rp 720
• Gaji PNS 81 % dari APBD
miliar/tahun
Belanja pemerintah daerah secara langsung maupun
tidak langsung berdampak pada kualitas pelayanan
publik dan mendorong aktivitas sektor swasta di
daerah yang bersangkutan

Belanja yang tidak optimal dapat mengakibatkan


rendahnya kualitas pelayanan publik dan
menurunnya aktivitas sektor swasta

Berikut merupakan pelayan publik Sektor


Kesehatan Kabupaten Ngawi yang mengalami
penurunan berdasarkan Draft MPPS Kabupaten
Ngawi
Pemasalahan Utama Sub Sector Air Limbah Domestik Kabupaten Ngawi
Pemasalahan Utama Sub Sektor Persampahan Kabupaten Ngawi

Praktek Pemilahan Sampah Oleh Rumah Tangga


di Kabupaten Ngawi

100.0
90.0
80.0
P ros e nta s e

70.0

83.4
91.1
60.0
94.1

96.8
97.6

50.0
40.0
30.0 Tidak Dipilah
20.0
Sam pah Dipilah
10.0
.0
K lu ste r 0

K lu ste r 2

K lu ste r 4
K lu ste r 3
K lu ste r1

Kluster
Pemasalahan Utama Sub Sektor Air Drainase Kabupaten Ngawi

Lama Air Menggenang jika Terjadi Banjir Skala Kabupaten


di Kabupaten Ngawi tahun 2012
6% 8%

16%
Kurang dari 1 jam
Antara 1 - 3 jam
32%
Setengah hari
Satu hari

16% Lebih dari 1 hari


Tidak tahu

22%
Prosentase SPAL yang Berfungsi

100%
90%
P r o s e n ta s e

80%
Tidak ada saluran
70%
60% Tidak dapat dipakai, saluran
kering
50%
Air di Saluran Tidak Dapat
40% Mengalir
30% Air di Saluran Dapat Mengalir
20%

10%
0%
Kluste Kluste Kluste Kluste Kluste
r 0 r 1 r 2 r 3 r 4

Tidak ada 43.9 34.5 37.5 22.8 33.9


saluran
Tidak dapat 34.1 .8 6.6 15.9 3.6
dipakai, saluran
kering
A ir di Saluran 2.4 .8 3.8 7.0 2.5
Tidak Dapat
Mengalir
A ir di Saluran 19.5 63.9 52.1 54.2 60.0
Dapat Mengalir
Kluste r
Pemasalahan utama sub sector hygiene / PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat) Kabupaten Ngawi
KESIMPULAN

Dilihat dari studi kasus Kabupaten Ngawi menunjukkan bahwa belanja


daerah yang dilakukan tidak efetif dalam peningkatan pelayan publik dan
pembanguan didaerahnya. Belanja daerah Kabupaten Ngawi lebih besar
alokasinya untuk belanja pegawai dari pada belanja modal dan belanja barang
dan jasa.

Penganggaran yang efektif dan efisien itu hendaknya dilakukan


berdasarkan azas efisiensi, tepat guna, tepat pelaksanaanya dan dapat
dipertanggung jawabkan. Dana yang tersedia harus dimanfaatkan sebaik
mungkin untuk meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan yang
maksimal untuk kepentingan masyarakat bukan hanya menguntungkan satu
atau beberapa pihak saja
SARAN

Menekan belanja pegawai yang terlalu besar

Pemkot Ngawi perlu mengkaji ulang jumlah PNS dan kebutuhan PNS daerah serta lebih mengefektifkan
kinerja PNS agar tidak menambah lagi jumlah PNS

Kabupaten Ngawi diharapakan dapat memprioritaskan alokasi anggaran belanja daerah pada sektor-sektor
peningkatan pelayanan dasar, pendidikan, kesehatan, fasilitas sosial dan fasilitas umum yang berkualitas,
serta mengembangkan sistem jaminan sosial secara menyeluruh kepada semua masyarakat sesuai amanat
undang-undang, serta visi, misidan program kepala/wakil kepala daerah

Mengarahkan alokasi anggaran belanja daerah pada pembangunan infrastruktur di desa dan di kota untuk
mendukung pembangunan setiap sektor ekonomi serta sekaligus yang dapat memperluas lapangan kerja di
pedesaan melalui pendekatan program padat karya

Memberi alokasi anggaran belanja daerah pada sektor pembangunan pedesaan dalam bentuk pemberian
bantuan operasional kepada perangkat desa

Meningkatkan kepedulian terhadap penerapan prinsip-prinsip efisiensi belanja dalam pelayanan publik
sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007, yang meliputi manfaat ekonomi, faktor eksternalitas,
kesenjangan potensi ekonomi, dan kapasitas administrasi, kecenderungan masyarakat terhadap pelayanan
publik, serta pemeliharaan stabilitas ekonomi makro

Anda mungkin juga menyukai