Anda di halaman 1dari 20

CROSS SECTIONAL

Karakteristik Studi
Cross Sectional
Jenis riset ini melibatkan lebih dari
01 satu kasus. Peneliti yang
menerapkan model cross-sectional
tertarik pada variasi.

02 Data dikumpulkan dan


dianalisis dalam sekali jalan.

03 Data dapat dikuantifikasi.


Kelebihan &
Kekurangan
Cross Sectional
Kelebihan

Studi cross sectional memungkinkan penggunaan populasi dari masyarakat umum, tidak
hanya para pasien yang mencari pengobatan, hingga generalisasinya cukup memadai

Relatif murah dan hasilnya cepat dapat diperoleh

Dapat dipakai untuk meneliti banyak variabel sekaligus

Jarang terancam loss to follow-up (drop out)


Kelebihan

Dapat dimasukkan ke dalam tahapan pertama suatu penelitian kohort atau eksperimen, tanpa atau
dengan sedikit sekali menambah biaya

Dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang bersifat


lebih konklusif

Membangun hipotesis dari hasil analisis


Kekurangan
Sulit untuk menentukan sebab akibat karena pengambilan data risiko dan efek dilakukan pada saat
01 yang bersamaan (temporal relationship tidak jelas)

Studi prevalens lebih banyak menjaring subyek yang mempunyai masa sakit yang panjang
02 daripada yang mempunyai masa sakit yang pendek, karena inidividu yang cepat sembuh atau
cepat meninggal mempunyai kesempatan yang lebih kecil untuk terjaring dalam studi

Dibutuhkan jumlah subjek yang cukup banyak, terutama bila variabel


03 yang dipelajari banyak

04 Tidak menggambarkan perjalanan penyakit, insidensi maupun


prognosis.
Kekurangan

05 Tidak praktis untuk meneliti kasus yang jarang

06 Tidak menggambarkan perjalanan penyakit


Jenis Penelitian
Cross Sectional

01 Studi potong lintang Deskriptif 02 Studi potong lintang Analitik

meneliti prevalensi penyakit , paparan atau mengumpulkan data prevalensi paparan dan
keduanya, pada suatu populasi tertentu. penyakit untuk tujuan perbandingan perbedaan-
perbedaan penyakit antara kelompok terpapar
dan kelompok tak terpapar, dalam rangka
meneliti hubungan antara paparan dan penyakit.
Contoh : penelitian persentase bayi yang
mendapat ASI eksklusif disuau komunitas, Contoh : beda proporsi pemberian ASI eksklusif
penelitian prevalens asma pada anak berdasar pada pelbagai tingkat pendidikan ibu,
sekolah di Jakarta. Beda kadar kolestrol siswa SMP daerah kota
dan desa, beda prevalens penyakit jantung
reumatik siswa lelaki dan perempuan.
Contoh
Jurnal
Jurnal 1
Jurnal 1 Tujuan

Prevalensi miopia dipengaruhi oleh faktor lingkungan termasuk

heritabilitas dan kerugian sosial. Prevalensi miopia saat ini di

antara anak-anak sekolah yang kurang beruntung di Australia

belum dilaporkan. Oleh karena itu, penelitian ini menganalisis

data bias anak-anak dari pedesaan dan pinggiran kota


Jurnal 1 Metode

4.365 anak usia 6-15 tahun yang mengunjungi pusat perawatan

mata selama tahun 2014/2016/2018 dianalisis untuk mata kanan

non-cycloplegic spherical equivalent refaction (SER). Prevalensi

miopia (SER - 0,50D) dibandingkan dengan data historis.


Jurnal 1 Hasil
Prevalensi miopia masing-masing adalah 3,5%, 4,4% dan 4,3% pada tahun
2014, 2016 dan 2018.
Prevalensi miopia meningkat dengan bertambahnya usia (P <0,0001), tetapi
tidak terkait dengan jenis kelamin atau tahun pengujian (semua P> 0,05).

SER rata-rata keseluruhan adalah 0,89 ± 0.86D, 0.62 ± 0.89D dan 0.56 ±
0,95 pada tahun 2014, 2016 dan 2018 masing-masing.
Rata-rata SER dikaitkan dengan tahun pengujian, usia (semua P <0,0001)
dan jenis kelamin (P = 0,03).

Rata-rata SER menurun sedikit dari 2014 ke 2018 dan menunjukkan


perubahan signifikan menuju berkurangnya hiperopia dengan bertambahnya
usia. Berarti SER dariperempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki dan
menurun lebih cepat dibandingkan laki-laki dengan usia (P interaction =
0,03).
Jurnal 1 Pembahasan

Penelitian ini telah menunjukkan untuk pertama kalinya, prevalensi miopia yang
lebih rendah dan SER yang lebih tinggi terkait dengan kerugian sosial ekonomi
di Australia, terutama pada populasi anak-anak dari daerah pedesaan.

Keterpencilan geografis dikaitkan dengan anak-anak yang menghabiskan lebih


banyak waktu aktif secara fisik di luar rumah daripada anak-anak yang tinggal di
daerah perkotaan dan mungkin menghabiskan lebih sedikit waktu luang pada
perangkat digital dan tugas-tugas di dekat. Harapan pendidikan dan hasil belajar
lebih tinggi untuk anak-anak yang tinggal di daerah perkotaan.
Jurnal 1 Kesimpulan

Dibandingkan dengan 40 tahun lalu, prevalensi miopia

meningkat dua kali lipat, tetapi tetap jauh lebih rendah daripada

anak sekolah pada usia yang sama yang tinggal di daerah

perkotaan yang dianggap memiliki status sosial ekonomi yang

lebih tinggi.
Jurnal 2
Jurnal 2 Metode

Dalam desain studi cross sectional, penghuni dari panti jompo

yang diambil secara acak dan bertingkat diselidiki menggunakan

protokol penelitian umum.


Jurnal 2 Hasil
Dari total kumpulan penduduk 1666 orang, 1085 (571 di Austria, 514 di
Republik Ceko) orang menandatangani formulir persetujuan dan
berpartisipasi dalam pengumpulan data.
Lebih dari 70% penduduk yang dinilai berjenis kelamin perempuan dan
jumlah penduduk rata-rata berusia 85 tahun.
Ditemukan ketidaksesuaian antara adanya diagnosis medis dalam grafik
penghuni dan hasil tes kognitif.
Di Austria, 85,2%, di Republik Ceko 53,0% penduduknya memiliki gangguan
kognitif.
Di Austria 80,0%, dan di Republik Ceko 56,7% memiliki masalah perilaku.
Sehubungan dengan nyeri, 44,8% di Austria, dan 51,5% di Republik Ceko
mengalami nyeri ringan hingga berat.
78,4% dari Austria dan 74,5% penduduk memiliki masalah dengan mobilitas
dan kedua populasi berada dalam bahaya kekurangan gizi.
Jurnal 2 Kesimpulan

Sebagian besar tingkat prevalensi sebanding dengan penelitian


sebelumnya yang juga menggunakan penilaian penduduk
langsung.
Variasi dalam tingkat prevalensi tampaknya dihasilkan terutama
dari teknik penilaian (pengujian kognitif langsung vs tinjauan
grafik medis).
Tingkat prevalensi yang tinggi untuk demensia, gejala perilaku,
nyeri, dan malnutrisi menunjukkan perlunya perhatian segera
untuk penelitian lebih lanjut dan pengembangan praktik.
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai