Anda di halaman 1dari 46

+

DEFINISI

Nyeri

 Pengalaman sensorik dan emosional yang diakibatkan adanya


kerusakan jaringan yang sedang atau akan terjadi, atau pengalaman
sensorik dan emosional yang merasakan seolah-olah terjadi
kerusakan jaringan. (International Association for the Study of Pain)
+

Nyeri Akut
- Onset segera
- Durasi yang terbatas
- Memiliki hubungan temporal dan kausal
dengan adanya cedera atau penyakit.

Nyeri
Nyeri Kronik
- Bertahan untuk periode waktu yang lama.
- Terus ada meskipun telah terjadi proses
penyembuhan
- Sering sekali tidak diketahui penyebabnya
yang pasti.
+
FISIOLOGI NYERI

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri.
Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam
kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak.
Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor.

 Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam


beberapa bagian tubuh yaitu
 kulit (Kutaneus)
 Serabut A Delta
 Sersbut C
 somatik dalam (deep somatic) : tulang, PD, syaraf, otot dan jaringan penyangga
 daerah viseral : jantung, hati, usus, ginjal.
+

nyeri ringan,
Stimulus
moderat, dan
Respon Simpatik superficial
Fisiologis
Nyeri Stimulus nyeri berat dan
Parasimpatik dalam
+
Respon tingkah laku terhadap nyeri

 Pernyataan verbal

 Ekspresi wajah

 Gerakan tubuh

 Kontak dengan orang lain/interaksi sosial


+ Meinhart & McCaffery mendeskripsikan 3 fase
pengalaman nyeri

Fase akibat
Fase antisipasi Fase sensasi
(terjadi ketika
(terjadi sebelum (terjadi saat nyeri
nyeri berkurang
nyeri diterima) terasa)
atau berhenti)
+
Penilaian Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan


oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan
individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan
sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang
berbeda.
+
 Skala intensitas nyeri deskritif

 Skala identitas nyeri numerik


+
 Skala analog visual

 Skala nyeri menurut Bourbanis


+ • Tidak Nyeri
0

• Nyeri ringan (Secara objektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik)


1-3

• Nyeri Sedang (Secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat
mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.)
4-6

• Nyeri Berat (secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon
terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak
7-9 dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi)

• Nyeri Sangat berat (Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul)
10
+  Wong Baker FACES Pain Scale

 0 - 1 = sangat bahagia karena tidak merasa nyeri sama sekali


 2 – 3 = sedikit nyeri
 4 – 5 = cukup nyeri
 6 – 7 = lumayan nyeri
 8 – 9 = sangat nyeri
 10 = amat sangat nyeri (tak tertahankan)
+
ASSESMEN NYERI

Manajemen
Anamnesia Pemeriksaan
nyeri

 Manajemen nyeri akut


 Manajemen nyeri
kronik
+
Anamnesis

 Riwayat penyakit sekarang

 Riwayat pembedahan / penyakit dahulu

 Riwayat psiko-sosial

 Riwayat pekerjaan

 Obat-obatan dan alergi

 Riwayat keluarga
+
Pemeriksaan

 Pemeriksaan umum

 Status mental

 Pemeriksaan sendi

 Pemeriksaan motorik

 Pemeriksaan sensorik 

 Pemeriksaan neurologis lainnya

 Pemeriksaan khusus

 Pemeriksaan Elektromiografi (EMG)

 Pemeriksaan sensorik kuantitatif

 Pemeriksaan radiologi
+
FARMAKOLOGI OBAT ANALGESIK

 Lidokain tempel (Lidocaine patch) 5%


 Berisi lidokain 5% (700 mg).
 Mekanisme kerja: memblok aktivitas abnormal di kanal natrium neuronal.
 Memberikan efek analgesik yang cukup baik ke jaringan lokal, tanpa
adanya efek anestesi (baal), bekrja secara perifer sehingga tidak ada efek
samping sistemik
 Indikasi: sangat baik untuk nyeri neuropatik (misalnya neuralgia pasca-
herpetik, neuropati diabetik, neuralgia pasca-pembedahan), nyeri punggung
bawah, nyeri miofasial, osteoarthritis
 Efek samping: iritasi kulit ringan pada tempat menempelnya lidokain
 Dosis dan cara penggunaan: dapat memakai hingga 3 patches di area yang
paling nyeri (kulit harus intak, tidak boleh ada luka terbuka), dipakai selama
<12 jam dalam periode 24 jam.
+
 Eutectic Mixture of Local Anesthetics (EMLA)
 Mengandung lidokain 2,5% dan prilokain 2,5%
 Indikasi: anestesi topical yang diaplikasikan pada kulit yang intak dan
pada membrane mukosa genital untuk pembedahan minor superfisial dan
sebagai pre-medikasi untuk anestesi infiltrasi.
 Mekanisme kerja: efek anestesi (baal) dengan memblok total kanal
natrium saraf sensorik.
 Onset kerjanya bergantung pada jumlah krim yang diberikan. Efek
anesthesia lokal pada kulit bertahan selama 2-3 jam dengan ditutupi kassa
oklusif dan menetap selama 1-2 jam setelah kassa dilepas.
 Kontraindikasi: methemoglobinemia idiopatik atau kongenital.
 Dosis dan cara penggunaan: oleskan krim EMLA dengan tebal pada kulit
dan tutuplah dengan kassa oklusif.
+

 Parasetamol
 Efek analgesik untuk nyeri ringan-sedang dan anti-piretik. Dapat
dikombinasikan dengan opioid untuk memperoleh efek anelgesik yang
lebih besar.
 Dosis: 10 mg/kgBB/kali dengan pemberian 3-4 kali sehari. Untuk dewasa
dapat diberikan dosis 3-4 kali 500 mg perhari.
+
 Obat Anti-Inflamasi Non-Steroid (OAINS)
 Efek analgesik pada nyeri akut dan kronik dengan intensitas ringan-sedang, anti-
piretik
 Kontraindikasi: pasien dengan Triad Franklin (polip hidung, angioedema, dan
urtikaria) karena sering terjadi reaksi anafilaktoid.
 Efek samping: gastrointestinal (erosi / ulkus gaster), disfungsi renal, peningkatan
enzim hati.
 Ketorolak:
 merupakan satu-satunya OAINS yang tersedia untuk parenteral. Efektif untuk
nyeri sedang-berat
 bermanfaat jika terdapat kontraindikasi opioid atau dikombinasikan dengan
opioid untuk mendapat efek sinergistik dan meminimalisasi efek samping
opioid (depresi pernapasan, sedasi, stasis gastrointestinal). Sangat baik untuk
terapi multi-analgesik.
+
 Efek analgesik pada Antidepresan
 Mekanisme kerja: memblok pengambilan kembali norepinefrin dan serotonin
sehingga meningkatkan efek neurotransmitter tersebut dan meningkatkan aktivasi
neuron inhibisi nosiseptif.
 Indikasi: nyeri neuropatik (neuropati DM, neuralgia pasca-herpetik, cedera saraf
perifer, nyeri sentral)
 Contoh obat yang sering dipakai: amitriptilin, imipramine, despiramin: efek
antinosiseptif perifer. Dosis: 50 – 300 mg, sekali sehari.
+

 Anti-konvulsan
 Carbamazepine: efektif untuk nyeri neuropatik. Efek samping: somnolen,
gangguan berjalan, pusing. Dosis: 400 – 1800 mg/hari (2-3 kali perhari).
Mulai dengan dosis kecil (2 x 100 mg), ditingkatkan perminggu hingga
dosis efektif.
 Gabapentin: Merupakan obat pilihan utama dalam mengobati nyeri
neuropatik. Efek samping minimal dan ditoleransi dengan baik. Dosis:
100-4800 mg/hari (3-4 kali sehari).
+

  Antagonis kanal natrium


 Indikasi: nyeri neuropatik dan pasca-operasi
 Lidokain: dosis 2mg/kgBB selama 20 menit, lalu dilanjutkan dengan 1-
3mg/kgBB/jam titrasi.
 Prokain: 4-6,5 mg/kgBB/hari.
+

 Antagonis kanal kalsium


 Ziconotide: merupakan anatagonis kanal kalsium yang paling efektif
sebagai analgesik. Dosis: 1-3ug/hari. Efek samping: pusing, mual,
nistagmus, ketidakseimbangan berjalan, konstipasi. Efek samping ini
bergantung dosis dan reversibel jika dosis dikurangi atau obat dihentikan.
 Nimodipin, Verapamil: mengobati migraine dan sakit kepala kronik.
Menurunkan kebutuhan morfin pada pasien kanker yang menggunakan
eskalasi dosis morfin.
+
 Tramadol
 Merupakan analgesik yang lebih poten daripada OAINS oral, dengan efek
samping yang lebih sedikit / ringan. Berefek sinergistik dengan medikasi OAINS.
 Indikasi: Efektif untuk nyeri akut dan kronik intensitas sedang (nyeri kanker,
osteoarthritis, nyeri punggung bawahm neuropati DM, fibromyalgia, neuralgia
pasca-herpetik, nyeri pasca-operasi.
 Efek samping: pusing, mual, muntah, letargi, konstipasi.
 Jalur pemberian: intravena, epidural, rektal, dan oral.
 Dosis tramadol oral: 3-4 kali 50-100 mg (perhari). Dosis maksimal: 400mg dalam
24 jam.
 Titrasi: terbukti meningkatkan toleransi pasien terhadap medikasi, terutama
digunakan pada pasien nyeri kronik dengan riwayat toleransi yang buruk terhadap
pengobatan atau memiliki risiko tinggi jatuh.
+
 Opioid
 Merupakan analgesik poten (tergantung-dosis) dan efeknya dapat ditiadakan oleh
nalokson.
 Contoh opioid yang sering digunakan: morfin, sufentanil, meperidin.
 Dosis opioid disesuaikan pada setiap individu, gunakanlah titrasi.
 Adiksi terhadap opioid sangat jarang terjadi bila digunakan untuk penatalaksanaan
nyeri akut. 
 Efek samping:
 Depresi pernapasan
 Sedasi
 Sistem Saraf Pusat
 Toksisitas metabolit
 Efek kardiovaskular
 Gastrointestinal
+
MANAJEMEN NYERI AKUT

Tentukan mekanisme nyeri:

 Nyeri somatik:
 Diakibatkan adanya kerusakan jaringan yang menyebabkan pelepasan zat
kima dari sel yang cedera dan memediasi inflamasi dan nyeri melalui
nosiseptor kulit.
 Karakteristik: onset cepat, terlokalisasi dengan baik, dan nyeri bersifat
tajam, menusuk, atau seperti ditikam.
 Contoh: nyeri akibat laserasi, sprain, fraktur, dislokasi. 
+

 Nyeri visceral:
 Nosiseptor visceral lebih setikit dibandingkan somatic, sehingga jika
terstimulasi akan menimbulkan nyeri yang kurang bisa dilokalisasi,
bersifat difus, tumpul, seperti ditekan benda berat.
 Penyebab: iskemi/nekrosis, inflamasi, peregangan ligament, spasme otot
polos, distensi organ berongga / lumen.
 Biasanya disertai dengan gejala otonom, seperti mual, muntah, hipotensi,
bradikardia, berkeringat. 
+

 Nyeri neuropatik:
 Berasal dari cedera jaringan saraf
 Sifat nyeri: rasa terbakar, nyeri menjalar, kesemutan, alodinia (nyeri saat
disentuh), hiperalgesia.
 Gejala nyeri biasanya dialami pada bagian distal dari tempat cedera
(sementara pada nyeri nosiseptif, nyeri dialami pada tempat cederanya)
 Biasanya diderita oleh pasien dengan diabetes, multiple sclerosis, herniasi
diskus, AIDS, pasien yang menjalani kemoterapi / radioterapi.
+
Tatalaksana Sesuai Nyeri
+
+
+
MANAJEMEN NYERI KRONIK

 Lakukan asesmen nyeri:


 anamnesis dan pemeriksaan fisik (karakteristik nyeri, riwayat manajemen
nyeri sebelumnya)
 pemeriksaan penunjang: radiologi
 asesmen fungsional:
 nilai aktivitas hidup dasar (ADL), identifikasi kecacatan / disabilitas
 buatlah tujuan fungsional spesifik dan rencana perawatan pasien
 nilai efektifitas rencana perawatan dan manajemen pengobatan
+

Tentukan mekanisme nyeri:

 Nyeri neuropatik:
 disebabkan oleh kerusakan / disfungsi sistem somatosensorik.
 Contoh: neuropati DM, neuralgia trigeminal, neuralgia pasca-herpetik.
 Karakteristik: nyeri persisten, rasa terbakar, terdapat penjalaran nyeri
sesuai dengan persarafannya, baal, kesemutan, alodinia.
 Fibromyalgia: gatal, kaku, dan nyeri yang difus pada musculoskeletal
(bahu, ekstremitas), nyeri berlangsung selama > 3bulan
+

 Nyeri otot: tersering adalah nyeri miofasial


 mengenai otot leher, bahu, lengan, punggung bawah, panggul, dan
ekstremitas bawah.
 Nyeri dirasakan akibat disfungsi pada 1/lebih jenis otot, berakibat
kelemahan, keterbatasan gerak.
 Biasanya muncul akibat aktivitas pekerjaan yang repetitive.
 Tatalaksana: mengembalikan fungsi otot dengan fisioterapi, identifikasi
dan manajemen faktor yang memperberat (postur, gerakan repetitive,
faktor pekerjaan)
+

 Nyeri inflamasi (dikenal juga dengan istilah nyeri nosiseptif):


 Contoh: artritis, infeksi, cedera jaringan (luka), nyeri pasca-operasi
 Karakteristik: pembengkakan, kemerahan, panas pada tempat nyeri.
Terdapat riwayat cedera / luka.
 Tatalaksana: manajemen proses inflamasi dengan antibiotic / antirematik,
OAINS, kortikosteroid.
+

  Nyeri mekanis / kompresi:


 Diperberat dengan aktivitas, dan nyeri berkurang dengan istirahat.
 Contoh: nyeri punggung dan leher (berkaitan dengan strain/sprain
ligament/otot), degenerasi diskus, osteoporosis dengan fraktur kompresi,
fraktur.
 Merupakan nyeri nosiseptif
 Tatalaksana: beberapa memerlukan dekompresi atau stabilisasi
+
Manajemen nyeri kronik

Manajemen level 1

 Nyeri Neuropatik
 Atasi penyebab yang mendasari timbulnya nyeri:
 Terapi simptomatik

 Nyeri otot
 Rehabilitasi fisik
 manajemen perilaku
 terapi obat

 Nyeri inflamasi
 control inflamasi dan atasi penyebabnya
 obat anti-inflamasi utama: OAINS, kortikosteroid
+

 Nyeri mekanis / kompresi


 penyebab yang sering: tumor / kista yang menimbulkan kompresi pada
struktur yang sensitif dengan nyeri, dislokasi, fraktur.
 Penanganan efektif: dekompresi dengan pembedahan atau stabilisasi,
bidai, alat bantu.
 Medikamentosa kurang efektif. Opioid dapat digunakan untuk mengatasi
nyeri saat terapi lain diaplikasikan.
+

 Manajemen level 1 lainnya


 OAINS dapat digunakan untuk nyeri ringan-sedang atau nyeri non-
neuropatik
 Skor DIRE: digunakan untuk menilai kesesuaian aplikasi terapi opioid
jangka panjang untuk nyeri kronik non-kanker.
 Intervensi: injeksi spinal, blok saraf, stimulator spinal, infus intratekal,
injeksi intra-sendi, injeksi epidural
 Terapi pelengkap / tambahan: akupuntur, herbal
+
+
+
Skor

• tidak sesuai untuk


menjalani terapi opioid
7-13 jangka panjang

• sesuai untuk menjalani


terapi opioid jangka
14-21 panjang
+

Manajemen level 2
 meliputi rujukan ke tim multidisiplin dalam manajemen nyeri dan
rehabilitasinya atau pembedahan (sebagai ganti stimulator spinal atau infus
intratekal).
 Indikasi: pasien nyeri kronik yang gagal terapi konservatif / manajemen
level 1.
 Biasanya rujukan dilakukan setelah 4-8 minggu tidak ada perbaikan
dengan manajemen level 1.
+
Algoritma Asesmen Nyeri Kronik
+
+
DAFTAR PUSTAKA

 Charlton ED. Posooperative Pain Management. World Federation of Societies of Anaesthesiologists


http://www.nda.ox.ac.uk/wfsa/html/u07/u07_009.html

 Gwirtz K. Single-dose intrathecal opioids in the management of acute postoperative pain. In: Sinatra RS, Hord AH,
Ginsberg B, Preble LM, eds. Acute Pain: Mechanisms & Management. St Louis, Mo: Mosby-Year Book; 1992:253-68

 Chelly JE, Gebhard R, Coupe K, et al. Local anesthetic delivered via a femoral catheter by patient-controlled analgesia
pump for pain relief after an anterior cruciate ligament outpatient procedure. Am J Anesthesiol. 2001;28:192-4.

 Mahajan R, Nathanson M. Anaesthesia. London ; Elsevier Churchill Livingstone. 2006

 Joint Commission on accreditation of Healthcare Organizations. Pain: current understanding of assessment, management,
and treatments. National Pharmaceutical Council, Inc; 2001.

 Wallace MS, Staats PS. Pain medicine and management: just the facts. McGraw-Hill; 2005.

 National Institute of Health Warren Grant Magnuson Clinical Center. Pain intensity instruments: numeric rating scale; 2003.

 Wong D, Whaley L. Clinical handbook of pediatric nursing. Edisi ke-2. St. Louis: C.V. Mosby Company; 1986. h. 373.

 Ambuel, Hamlett KW, Marx CM, Blumer JL. Assessing distress in pediatric intensive care environments: the COMFORT
Scale. J Paed Psych. 1992;17:95-109.

 Pain management. [diakses tanggal 12 September 2015]. Diunduh dari: www.hospitalsoup.com


+

Thank you 

Anda mungkin juga menyukai