AKUNTANSI UNTUK
PIUTANG
Definisi Jenis Piutang
• Piutang Usaha
adalah tagihan perusahaan kepada konsumen yang
melakukan transaksi secara kredit.
• Piutang Wesel
adalah tagihan perusahaan yang didukung dengan
instrumen formal sebagai bukti tagihan yang disebut
dengan surat wesel.
• Piutang Lain – lain
Piutang lain – lain mencakup semua tagihan yang bukan
piutang usaha.
Pengakuan Piutang Usaha
Contoh :
1 April 2011, PT. Merdeka menjual barang secara
kredit kepada CV. Mulai sebesar Rp.1.000.000,00
dengan syarat penjualan 2/10,n/30. Pada tgl 5
April 2011, CV. Mulia mengembalikan barang
yang dibeli sebesar Rp100.000,00 kepada PT.
Merdeka Karena rusak. Pada tgl 11 April 2011 PT.
Merdeka menerima pelunasan dari CV. Mulia
sebesar saldo tagihannya.
TGL KETERANGAN DEBIT KREDIT
April 1 Piutang Usaha 1.000.000
Penjualan 1.000.00
0
(mencatat transaksi penjualan kredit)
Rp10.000.000,00
Sembilan puluh hari sesudah tanggal tersebut diatas, harap saudara bayar atas
penyerahan surat wesel ini kepada Bank Nusantara Cabang Yogyakarta atau atas
order, uang sejumlah:
Kepada Yth,
Tuan Bambang
Jalan Kota Baru 15 Meterai (tanda tangan)
Yogyakarta Sunarto
Ketentuan surat wesel (kuhd pasal 100)
Rp.5.000.000,00
Enam puluh hari setelah tanggal diatas, yang bertanda tangan dibawah ini saya,
Sutrisno - Direktur PT. Caraka Jalan Kapuas 15 Yogyakarta, sanggup membayar
kepada CV. Permata – Jalan Serayu Yogyakarta, atau orang yang ditunjuknya, uang
sejumlah:
Kepada Yth,
CV. Permata
Jalan Serayu (tanda tangan)
Yogyakarta meterai
Sutrisno
Perbedaan wesel dan promes
WESEL PROMES
a. Wesel adalah surat perintah a. Promes adalah surat janji
untuk membayar untuk membayar
b. Penarik dan yang b. Penarik dan yang
berkepentingan terdiri atas berkepentingan berada
2 pihak disuatu tangan
c. Yang membuat adalah yang c. Yang membuat adalah yang
mempunyai piutang berutang
d. Memerlukan akseptasi d. Tidak memerlukan
akseptasi
Wesel berbunga & tak berbunga
2015 20%
120.000.000 24.000.000 120.000.000 10.000.000
Metode saldo menurun
Pada metode saldo menurun, depresiasi dari tahun ke tahun semakin
menurun. Hal ini terjadi karena perhitungan biaya depresiasi periodik
didasarkan pada nilai buku aset yang semakin menurun. Biaya depresiasi
pertahun dihitung dengan cara mengalikan Nilai Buku aset pada awal
tahun dengan tari depresiasi. Dalam hal ini, tari depresiasi tetap sama
pada setiap tahun, akan tetapi nilai buku setiap tahun akan semakin
menurun.
2011 40%
130.000.000 52.000.000 52.000.000 78.000.000
2012 40%
78.000.000 31.200.000 83.200.000 46.800.000
2013 46.800.000 40% 18.720.000 101.920.000 28.080.000
2014 40%
28.080.000 11.230.000 113.150.000 16.850.000
2015 40%
16.850.000 6.850.000 120.000.000 10.000.000
METODE SATUAN HASIL
Dalam metode satuan hasil, masa manaat tidak dinyatakan dalam satuan waktu, melainkan
pada satuan hasil produksi. Atau pemakaian yang diharapkan dari aset.metode satuan hasil
sangat ideal untuk mesin pabrik. Untuk menerapkan metode ini, perusahaan harus menaksir
total satuan hasil selama masa manfaat aset, dan selanjutnya membagikan biaya perolehan
aset pada satuan2 hasil tersebut. Hasil yang diperoleh merupakan beban depresiasi per satuan
hasil. Tahap selanjutnya, beban depresiasi persatuan hasil dikalikan dengan hasil produksi
pertahun yang bersangkutan, sehingga dapat ditentukan besarnya beban depresiasi untuk
tahun tersebut.
Biaya Perolehan didepresiasi : Total satuan hasil = Beban depriasiasi /satuan Hasil
Rp120.000.000,00 : 100.000 KM = Rp1.200,00
Beban Dep. /Satuan Hasil X Hasil Produksi /Tahun = Beban Dep. Tahun Bersangkutan
Rp1.200,00 X 15.000 KM = Rp18.000.000,00
TABEL DEPRESIASI - METODE SATUAN HASIL
Perhitungan Beban Akhir Tahun
2011 1200
15.000 18.000.000 18.000.000 112.000.000
2012 1200
30.000 36.000.000 54.000.000 76.000.000
2013 1200
20.000 24.000.000 78.000.000 52.000.000
2015 1200
10.000 12.000.000 120.000.000 10.000.000
Perbandingan antar metode
2013 18.720.000
24.000.000 24.000.000
2014 24.000.000 30.000.000 11.230.000
2015 6.850.000
24.000.000 12.000.000
120.000.000 120.000.000 120.000.000
DEPRESIASI PER KOMPONEN
International Financial Reporting Standards (IFRS) menghendaki
depresiasi perkomponen aset tetap. Depresiasi per komponen
mengandung arti bahwa setiap bagian yang signifikan dari aset tetap yang
memiliki taksiran masa manfaat berbeda secara signifikan harus
didepresiasi secara terpisah.
Contoh :
PT. Sinar Mas membangun sebuah gedung kantor dengan harga
perolehan Rp4.000.000.000,00 (tidak termasuk harga perolehan tanah).
Taksiran masa manfaat adalah 40 tahun. Apabila perusahaan
menggunakan metode garis lurus maka perusahaan akan melaporkan
beban depresiasi sebesar Rp100.000.000,00 per tahun. Misalkan bahwa
dari harga perolehan gedung tersebut Rp320.000.000,00 untuk
membangun perumahan dinas dengan umur manfaat 5 tahun dan
Rp600.000.000,00 untuk perbaikan tanah dengan umur manfaat 10 tahun.
Dengan kondisi tersebut maka perusahan harus melakukan penggolongan
kembali dengan perhitungan sbb:
2012
Okt 1 Kas 10.000.000
Utang Wesel 10.000.000
(Mencatat penerimaan kas dari penarikan wesel,
12%, 4 bulan)
2012
Des 31 Beban Bunga 300.000
Utang Bunga 300.000
(Mencatat beban bunga wesel selama 3 bulan)
2013
Feb 1 Utang Wesel 10.000.000
Utang Bunga 300.000
Beban Bunga 100.000
Kas 10.400.000
(Mencatat Pelunasan wesel beserta bunga nya )
Wesel Tak Berbunga
Wesel tidak berbunga adalah wesel yang tidak secara eksplisit
menyebutkan tingkat bungatertentu dalam surat wesel yang berangkutan.
Sebenarnya wesel tersebut tetap mengandung bunga, karena peminjam
diwajibkan membayar yang lebih besar pada tanggal jatuh dibandingkan
dengan jumlah pinjaman yang diterimanya. Dalam hal ini, bunga wesel
adalah selisih antara jumlah yang dibayar pada saat jatuh tempo dengan
pinjaman yang diterima pada saat wesel ditandatangani. Dengan kata lain,
peminjam menerima kas sebesar nilai tunai atau nilai wesel pada saat ini
(presen value).
Nilai tunai adalah sama dengan nilai nominal wesel pada tanggal
jatuh dikurangi bunga atau diskonto yang dibebankan oleh pihak pemberi
pinjaman selama jangka waktu wesel.
Contoh :
1 Oktober 2012 CV. Progo menandatangi wesel tak berbunga dengan nilai
nominal Rp10.400.000,00, jangka waktu wesel 4 bulan pada Bank Duta
Pertiwi. Nilai tunai wesel adalah Rp10.000.000,00. Jurnal untuk mencatat
transaksi tersebut adalah sbb:
2012
Okt 1 Kas 10.000.000
Diskonto Wesel 400.000
Utang Wesel 10.400.00
0
(Mencatat penerimaan kas dari penarikan wesel,
4 bulan, tanpa bunga)
2012
Des Beban Bunga 300.000
31
Diskonto Wesel 300.000
(Mencatat beban bunga wesel selama 3 bulan)
Dengan adanya jurnal penyesuaian diatas maka saldo diskonto Utang Wesel
tinggal Rp100.000 (Rp400.000 – Rp300.000). Penyajian Akun Utang Wesel
pada 31 Desember 2012 adalah sbb:
Rp10.300.000
2013
Feb 1 Utang Wesel 10.400.000
Beban Bunga 100.000
Diskonto Utang Wesel 100.000
Kas 10.400.000
(Mencatat Pelunasan wesel beserta bunga nya )
Utang Pajak
Sebagai konsumen, kita sering dikenai pajak atas barang atau jasa yang
kita beli dengan tarif tertentu dari harga jual. Pajak ini disebut dengan
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau pajak penjualan. Penjual memungut
pajak tersebut pada saat penjualan terjadi, dan secara periodik disetorkan
ke Kas Negara. Dengan demikian, pajak yang dipungut dari pembeli dan
belum disetorkan ke Kas Negara Negara menjadi Utang Pajak.
Contoh :
25 Maret 2012, PT. Kelud menjual barang seharga Rp10.000.000,00. Atas
penjualan tersebutPT. Kelud memungut PPN 10%, sehingga uang yang
diterima dari pembeli adalah Rp11.000.000,00.
2012
Mar Kas 11.000.000
25
Penjualan 10.000.000
2012
Des 31 Pendapatan Diterima Dimuka 10.000.000
Penjualan 10.000.000
(Mencatat pendapatan atas penyerahan 100 buah
kursi)
AKUNTANSI PENGGAJIAN
Kewajiban perusahaan kepada karyawan dalam bentuk gaji dan upah yang belum
dibayar terkadang cukup besar jumlahnya. Terutama pada perusahaan yang
memiliki tenaga kerja yang banyak jumlahnya. Apalagi umumnya disamping gaji
perusahaan juga memberikan berbagai kompensasi berupa tunjangan, seperti
tunjangan kesehatan, asuransi dll. Oleh karenanya persoalan penggajian ini perlu
mendapat perhatian yang serius. Untuk itu diperlukan pengendalian internal yang
memadai. Pengendalian internal penggajian bertujuan untuk:
1.Untuk mengamankan kekayaan perusahaan dari pembayaran gaji yang tidak sah.
2. Untuk menjamin ketelitian dan dapat dipercayanya catatan akuntansi tentang
penggajian.
Secara umum kegiatan penggajian meliputi 4 fungsi yaitu :
• Pengangkatan pegawai
• Pembuatan waktu kerja pegawai
• Pembuatan daftar
• Pembayaran gaji.
Gaji dan Upah
Total upah pegawai dihitung dengan mengalikan tarif upah per
jam dengan jumlah jam kerja pegawai yang bersangkutan.
Selain upah yang dibayar unuk jam kerja biasa, pegawai
mungkin masih menerima upah lembur yang tarifnya lebih
tinggi daripada tarif biasa. Berikut adalah contoh perhitungan
upah kotor seorang pegawai:
2012
Des 31 Beban Bonus 20.000.000
Utang Bonus 20.000.000
(Mencatat bonus untuk tahun 2012)
Pajak Penghasilan
Berdasarkan UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan beserta perubahannya, perusahaan
wajib melakukan pemotongan pajak atas
penghasilan para karyawannya yang memenuhi
ketentuan sebagaimana diatur dalam undang2
tersebut. Pajak penghasilan bagi karyawan yang
bekerja pada suatu perusahaan digolongkan sebagai
PPh pasal 21. Wajib pajak PPh ps 21 adalah wajaib
pajak dalam negeri yang meliputi:
a. Pegawai, karyawan atau karyawati tetap;
b.Pegawai, karyawan atau karyawati lepas;
c. Penerima honorarium
d.Penerima upah, baik harian, borongon maupun
upah satuan.
Obyek PPh Pasal 21
Obyek PPh pasal 21 adalah penghasilan. Adapun
penghasilan yang dikenakan pemotongan PPh pasal
21 adalah:
1. Penghasilan rutin bulanan, berupa penghasilan
pokok maupun tunjangan2 rutin bulanan
2. Penghasilan tidak rutin bulanan yang diberikan
hanya sekali dalam setahun
3. Upah harian, mingguan, dan upah satuan atau
borongan
4. Uang pensiun, tebusan pensiun, tabungan hari
tua dan pembayaran lain yang sejenis
5. Honorarium, komisi atau pembayaran lain sebagai
imbalan atas jasa yang dilakukan di Indonesia.
Tarif Pajak Penghasilan
Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak
• Sampai dengan Rp 50.000.000,00 lima 5%
puluh juta rupiah)
• Diatas Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah) sampai dengan Rp250.000.000,00 15%
(dua ratus lima puluh juta rupiah)
• Diatas Rp250.000.000,00 (dua ratus lima
puluh juta rupiah) sampai dengan 25%
Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
• Diatas Rp500.000.000,00 (lima ratus juta 30%
rupiah)
Penghasilan Tidak Kena Pajak Jumlah
Kas 17.200.000
Kas 16.000.000
Saldo Akhir
Saldo Awal Pokok Angsuran Periodik Beban Bunga Bagian Pokok
Akhir Periode Pokok Pinjaman
Pinjaman (Rp) (Rp) Periode Ini (Rp) Pinjaman (Rp)
(Rp)
1 2 3 4 = (1 x 12%) 5 = (3 - 4) 6 = ( 2 - 3)
31/12/2011 60.000.000 14.594.000 7.200.000 7.394.000 52.606.000
31/12/2012 52.606.000 14.594.000 6.313.000 8.281.000 44.325.000
31/12/2013 44.325.000 14.594.000 5.319.000 9.275.000 35.050.000
31/12/2014 35.050.000 14.594.000 4.206.000 10.388.000 24.662.000
31/12/2015 24.662.000 14.594.000 2.959.440 11.635.000 13.027.000
31/12/2016 13.027.000 14.594.000 1.563.000 13.027.000 -
Tanggal Keterangan Debit Kredit
31 Des 2011 Utang Wesel 7.394.000
Kas 14.594.000
Kas 14.54.000
• Jatuh Tempo
Tanggal Keterangan Debit Kredit
1 Jan. 2032 Utang Obligasi 8.000.000.000
Kas 8.000.000.000
(Mencatat pelunasan obligasi pada
saat jatuh empo)
Obligasi dijual diantara dua tanggal bunga
Penjualan obligasi tidak selalu bersamaan dengan
tanggal penerbitan, namun berada diantara 2
tanggal bunga. Dalam kondisi yang seperti ini
maka kita kenal sebagai bunga berjalan. Bunga
berjalan atas obligasi dibebankan kepada pembeli.
Namun pada saat tanggal bunga pembeli
menerima bunga penuh.
Sebagai contoh :
Perusahaan X menjual obligasi pada tanggal 1
Maret, dengan nilai nominal 100.000.000,00.
Bunga obligasi adalah 9%, dengan tanggal bunga 1
Januari dan 1 Juli. Buatlah jurnal untuk mencatat
transaksi tersebut.
Tanggal Keterangan Debit Kredit
Maret 1 Kas 101.5000.000
Utang Bunga 1.500.000
Utang Obligasi 100.000.000
(Mencatat penjualan Obligasi,
100.000.000, 9 %, bunga berjalan 2
bulan)