KONSTITUSI NEGARA
INDONESIA
Suatu kumpulan kaidah yang
KONSTITUSI memberikan pembatasan-pembatasan
kekuasaan kepada para penguasa
Adanya jaminan
perlindungan terhadap HAM
Sistem
Konstitusional
Adanya peradilan yang bebas
dan mandiri
Adanya pertanggungjawaban
kepada rakyat
Konstitusi dapat dikatakan memuat teori konstitusi secara
lengkap apabila merupakan:
hasil filsafat, artinya pasal-pasal atau batang tubuh dari
konstitusi itu merupakan pengkhususan dari sendi-
sendi, dan dari sendi-sendi itu dirumuskan ke dalam
suatu peraturan yang lengkap;
hasil kesenian, artinya kata-kata yang digunakan di
dalam konstitusi itu sederhana, yang menggambarkan
dengan jelas apa yang dimaksudkan; dan
hasil ilmu pengetahuan, artinya di dalam peraturan itu
tidak terdapat pertentangan antara satu dan lainnya,
melainkan sistematis dan harmonis.
A.H. Struycken berpandangan bahwa undang-undang
dasar (grondwet sebagai konstitusi tertulis merupakan
sebuah dokumen formal yang berisi:
hasil perjuangan politik bangsa di masa yang lampau;
tingkat-tingkat tertinggi dari perkembangan
ketatanegaraan bangsa;
pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak
diwujudkan, baik waktu sekarang maupun untuk
masa yang akan datang;
suatu keinginan hendak dibawa kemana
perkembangan kehidupan ketatanegaraan
Miriam Budiardjo, setiap undang-undang dasar hendaknya
memuat ketentuan-ketentuan mengenai:
organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara
badan legislatif, eksekutif dan yudikatif; pembagian
kekuasaan antara pemerintah negara bagian; prosedur
menyelesaikan masalah pelanggaran yurisdiksi oleh salah
satu badan pemerintah dan sebagainya;
hak-hak asasi manusia;
prosedur mengubah undang-undang dasar;
ada kalanya memuat larangan untuk mengubah sifat
tertentu dari undang-undang dasar; dan
merupakan aturan hukum yang tertinggi yang mengikat
semua warga negara dan lembaga negara tanpa kecuali. 13
Konstitusi Tertulis
Bentuk
Konstitusi Tidak Tertulis
Konstitusi Rijid
Sifat
Konstitusi Fleksibel
Konstitusi Sistem
Pemerintahan Predensial
Sistem
Pemerintahan Konstitusi Sistem
Pemerintahan
Parlementer
Ciri Konstitusi Sistem Pemerintahan Presidensial memuat tentang:
disamping mempunyai kekuasaan “nominal” sebagai kepala
negara, presiden juga berkedudukan sebagai kepala pemerintahan
(yang belakang ini lebih dominan;
presiden tidak dipilih oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan
tetapi dipilih langsung oleh rakyat atau dewan pemilih seperti
Amerika Serikat;
presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif; dan
presiden tidak dapat membubarkan pemegang kekuasaan legislatif
dan tidak dapat memerintahkan diadakan pemilihan.
Ciri Konstitusi Sistem Pemerintahan Parlementer memuat
tentang:
kabinet yang dipilih oleh perdana menteri dibentuk atau
berdasarkan kekuatan-kekuatan yang menguasai parlemen;
para anggota kabinet mungkin seluruhnya, mungkin sebagian
adalah anggota parlemen;
perdana menteri bersama kabinet bertanggung jawab kepada
parlemen; dan
kepala negara dengan saran atau nasihat perdana menteri
dapat membubarkan parlemen dan memerintahkan
diadakannya pemilihan umum.
Jika dipandang dari sejarah berdirinya suatu negara,
maka bentuk konstitusi dapat dibedakan atas:
‘spontan staat’ (negara yang timbul karena suatu
revolusi yang berhasil) maka konstitusinya disebut
‘the revolutioner constitution’, sementara apabila
bentuk negaranya ‘derivative staat’ (negara yang
timbul karena meniru negara yang menjajahnya),
maka sifat konstitusinya adalah ‘neo-national
constitution’ (Hawgood)
Perubahan Konstitusi dari Segi
Bentuk Perubahan:
Renewel Amandemen
Menurut C.F. Strong, prosedur perubahan konstitusi
ada empat macam caranya, yaitu:
perubahan konstitusi yang dilakukan oleh
pemegang kekuasaan legislatif, akan tetapi menurut
pembatasan-pembatasan tertentu;
perubahan konstitusi yang dilakukan oleh rakyat
UUD 1945
TAP MPR
Undang-undang / PERPU
Peraturan Pemerintah
Peraturan Presiden
Peraturan Daerah Provinsi
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
Mahkamah Konstitusi
Perkembangan kewenangan
Pasal 236C UU Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan kedua atas UU
Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah.
Penanganan sengketa hasl perhitungan suara pemilihan kepala daerah dan wakil
kepala daerah oleh Mahkamah Agung dialihkan kepada Mahkamah Konstitusi paling
lama 18 (delapan belas) bulan sejak Undang-Undang ini diundangkan