Konstitusi tidak lagi sekedar istilah untuk menyebut suatu dokumen hukum, tetapi menjadi suatu paham
tentang prinsip-prinsip dasar penyelenggaraan negara (konstitusionalisme) yang dianut hampir di semua
negara, termasuk negara-negara yang tidak memiliki konstitusi sebagai dokumen hukum tertulis serta yang
menempatkan supremasi kekuasaan pada parlemen sebagai wujud kedaulatan rakyat
2
SEBUAH PENGANTAR
Di kalangan para ahli hukum, pada umumnya dipahami bahwa hukum mempunyai tiga tujuan pokok, yaitu (i)
keadilan (justice), (ii) kepastian (certainty), dan (iii) kebergunaan (utility). Keadilan itu sepadan dengan
keseimbangan (balance) dan kepatutan (equity), serta kewajaran (proportionality). Sedangkan, kepastian
hukum terkait dengan ketertiban (order) dan ketenteraman. Sementara, kebergunaan diharapkan dapat
menjamin bahwa semua nilai-nilai tersebut akan mewujudkan kedamaian hidup bersama.
Oleh karena konstitusi itu sendiri adalah hukum yang dianggap paling tinggi tingkatannya, maka tujuan
konstitusi sebagai hukum tertinggi itu juga untuk mencapai dan mewujudkan tujuan yang tertinggi. Tujuan
yang dianggap tertinggi itu adalah: (i) keadilan, (ii) ketertiban, dan (iii) perwujudan nilai-nilai ideal seperti
kemerdekaan atau kebebasan dan kesejahteraan atau kemakmuran bersama, sebagaimana dirumuskan
sebagai tujuan bernegara oleh para pendiri negara (the founding fathers and mothers).
3
LANDASAN BERLAKUNYA
KONSTITUSI
Berlakunya suatu konstitusi sebagai hukum dasar yang mengikat didasarkan atas kekuasaan tertinggi atau prinsip
kedaulatan yang dianut dalam suatu negara. Jika negara itu menganut paham kedaulatan rakyat, maka sumber legitimasi
konstitusi itu adalah rakyat. Jika yang berlaku adalah paham kedaulatan raja, maka raja yang menentukan berlaku
tidaknya suatu konstitusi. Hal inilah yang disebut oleh para ahli sebagai constituent power yang merupakan kewenangan
yang berada di luar dan sekaligus di atas sistem yang diaturnya. Untuk itu, di lingkungan negara-negara demokrasi liberal,
rakyatlah yang menentukan berlakunya suatu konstitusi.
Dalam hubungan dengan pengertian constituent power tersebut di atas, muncul pula pengertian constituent
act atau hukum rakyat. Dalam hubungan ini, konstitusi dianggap sebagai constituent act, bukan produk
peraturan legislatif yang biasa (ordinary legislative act). Constituent power mendahului konstitusi, dan
konstitusi mendahului organ pemerintahan yang diatur dan dibentuk berdasarkan konstitusi itu.
4
LANDASAN BERLAKUNYA
KONSTITUSI
Konstitusi bukanlah undang-undang biasa. Ia tidak ditetapkan oleh lembaga legislatif yang biasa, tetapi oleh
badan yang lebih khusus dan lebih tinggi kedudukannya. Jika norma hukum yang terkandung di dalamnya ber
tentangan dengan norma hukum yang terdapat dalam undang-undang, maka ketentuan undang-undang
dasar itulah yang berlaku, sedangkan undang-undang harus memberikan jalan untuk itu (it prevails and the
ordinary law must give way).
Oleh karena itu, dikembangkannya pengertian constituent power berkaitan dengan pengertian hierarki hukum (hierarchy
of law). Konstitusi merupakan hukum yang paling tinggi serta paling fundamental sifatnya, karena konstitusi merupakan
sumber legitimasi atau landasan otorisasi bentuk-bentuk hukum atau peraturan perundang-undangan lainnya. Sesuai
dengan prinsip hukum yang berlaku universal, maka agar peraturan-peraturan yang tingkatannya berada di bawah
undang-undang dasar dapat berlaku dan diberlakukan, peraturan-peraturan itu tidak boleh bertentangan dengan hukum
yang lebih tinggi.
5
MATERI MUATAN KONSTITUSI
MENURUT AHLI
6
MATERI MUATAN KONSTITUSI
MENURUT AHLI
7
MATERI MUATAN KONSTITUSI
MENURUT AHLI
Karena itu menurut K.C.Wheare bahwa Konstitusi sebagai suatu aturan hukum
mengatur / berisi aturan-aturan negara yang mengatur tentang :
1. Susunan (structure) pemerintahan, yakni legislatif, eksekutif dan yudikatif;
2. Hubungan timbal balik (mutual relation) antara alat-alat perlengkapan
negara;
3. Hubungan antara alat-alat perlengkapan negara dengan masyarakat
(community), agar hak –hak masyarakat dan warga negara tidak dilanggar;
4. Penjaminan seorang Warga Negara (The quarantes of citizen.)
8
MATERI MUATAN UNDANG-
UNDANG DASAR 1945
Terkait materi UUD Tahun 1945 apa yang merupakan materi mutan Undang-Undang Dasar
1945 tidak diatur dalam Undang-Undang No.12 Tahun 2011. Hal ini dapat dipahami karena
kedudukan dari Undang-Undang No.12 Tahun 2011 adalah lebih rendah dibandingkan
dengan Undang-Undang Dasar 1945, sehingga Undang-Undang No.12 tahun 2011 tidak
mengatur materi muatan UUD 1945.
Materi UUD 1945, dapat dilihat dalam Batang Tubuh UUD 1945 yaitu: Pembukaan dan Pasal-Pasal.
Pembukaan terdiri atas 4 Alinea, yang di dalam Alinea keempat terdapat rumusan dari Pancasila, dan Pasal-
Pasal Undang-Undang Dasar 1945 terdiri dari 20 Bab (Bab I sampai dengan Bab XVI) dan 37 Pasa;, ditambah
dengan 3 Pasal Aturan Peralihan dan 2 pasal Aturan Tambahan. Bab IV tentang DPA dihapus, dalam
amandemen keempat penjelasan tidak lagi merupakan kesatuan UUD 1945. Pembukaan dan Pasal-pasal
UUD 1945 merupakan satu kebulatan yang utuh, dengan kata lain merupakan bagianbagian yang satu sama
lainnya tidak dapat dipisahkan. 9
1. Bentuk dan Kedaulatan
2. MPR (Pasal 2-3)
3. Kekuasaan Pemerintahan
MATERI MUATAN UNDANG-
Negara (Pasal 4- Pasal 16)
4. Kementrian Negara (Pasal 17)
UNDANG DASAR 1945
5. Pemerintahan Daerah (Pasal
13. Warga Negara dan Penduduk (Pasal 26 –
18) 28)
6. DPR (Pasal 19 – 22B) 14. HAM (Pasal 28A -28J)
7. DPD (Pasal 22C) 15. Agama (Pasal 29)
16. Pertahanan dan Keamanan Negara (Pasal
8. Pemilihan Umum (Pasal 22 E) 30)
9. Hal Keuangan (Pasal 23 – 23 D) 17. Pendidikan dan Kebudayaan ( Pasal 31-32)
10.BPK (Pasal 23E) 18. Perekonomian dan Kesejahtraan Sosial
(Pasal 33- 34)
11.Kekuasaan Kehakiman (Pasal 19. Bendera, Bahasa dan Lambang Negara
24 – 25) serta Lagu Kebangsaan (Pasal
20. 35 -36);
12.Wilayah Negara (Pasal 25A) 21. Perubahan Konstitusi (Pasal 37)
10
Terima Kasih
Diastama A Ramadhan, S.H., L.LM.