Anda di halaman 1dari 70

Sistem Kekuasaan Kehakiman

Di Indonesia
(Sub-sub Sistem Peradilan)

Disampaikan dalam rangka PKPA Peradi Selong


Angkatan III Tanggal 30 Des 2021

Oleh : Dr. Fathur Rauzi, SH.MH.


• Judul yang diberikan oleh Panitia adalah SISTEM PERADILAN DI
INDONESIA saya ganti dengan judul SISTEM KEKUASAAN
KEHAKIMAN DI INDONESIA dengan pertimbangan :
• Peradilan di Indonesia merupakan sub-sub sistem dari Sistem
Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia.
• Sistem Kekuasaan Kehakiman merupakan konsep Konstiusional
dan konsep tekhnis yuridis.

Catatan :
Konsep dilihat dari perspektif logika adalah suatu pengertian
tentang obyek tertentu.
Konsep dalam perspektif hukum adalah konsep konstruktif dan
sistematis yang digunakan untuk memahami suatu aturan hukum.
BUKTI KEKUASAAN KEHAKIMAN
MERUPAKAN KONSEP KONSTITUSIONAL DAN
KONSEP TEKHNIS YURIDIS

UNDANG-UNDANG DASAR
NEGARA REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 1945
PEMBUKAAN
.........
UNDANG-UNDANG DASAR
BAB IX
KEKUASAAN KEHAKIMAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 48 TAHUN 2009
TENTANG
KEKUASAAN KEHAKIMAN
BAB I
KETENTUAN UMUM
PASAL 1
Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan :
1. Kekuasaan kehakiman adalah ........dstnya.
Apa itu sistem ?
• Dilihat dari asal usul kata (etimologi) berasal dari
bahasa Yunani yaitu “systema” dari akar kata syn
(dengan) dan istanai (menempatkan).
• Menurut N, Jordan tidak kurang dari 15 cara orang
mempergunakan istilah sistem
• Systema adalah keseluruhan yang tersusun dari
bahagian-bahagian, komposisi yang saling
berhubungan secara teratur dan merupakan satu
kesatuan yang mempunyai tujuan dan sasaran.
• Jika secara konstitusional dan yuridis
“Kekuasaan Kehakiman” diposisikan sebagai
suatu sistem, maka sub sistemnya adalah
pada “Mahkamah Agung” dan pada
“Mahkamah Konstitusi” , selanjutnya sub-sub
sistem dari mahkamah agung adalah,
lingkungan peradilan umum, lingkungan
peradilan agama, lingkungan peradilan militer,
dan lingkungan peradilan tata usaha negara.
Kekuasaan Kehakiman
Sebagai Suatu Sistem

Mahkamah Agung Mahkamah Konstitusi


Sebagai Sub Sistem Sebagai sub Sistem
Kekuasaan Kehakiman Kekuasaan Kehakiman

Sub Sub Sistem Kekuasaan Kehakiman

Peradilan Peradilan Peradilam


Agama Peratun
Umum Militer
Landasan berpikir

BAB IX
Kekuasaan Kehakiman
Pasal 24
(1)...dstnya.
(2)Kekuasaan Kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah
Agung dan Badan Peradilan yang berada dibawahnya dalam
lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama,
lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha
negara, dan sebuah Mahkamah Konstitusi.
Tujuan dan sasaran
dari sistem Kekuasaan Kehakiman
• Dari aspek Konstitusi, untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan kedailan.
• Dari Undang-Undanh Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan
hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang dasar Negara RI Tahun 1945, demi
terselenggaranya Negara Hukum Republik
Indonesia
Negara Hukum dan Paham Negara Hukum
Menurut MPR RI dan Mahkamah Konstitusi

• Negara hukum ialah negara yang menegakkan supremasi hukum


untuk menegakkan kebenaran dan keadilan, dan tidak ada
kekuasaan yang tidak dipertanggungjawabkan (akuntabel)
• Paham negara hukum sebagaimana dimaksud di dalam Pasal 1
ayat (3) UUD Negara RI Tahun 1945 adalah paham negara
kesejahteraan (welfare state) atau paham negara hukum materiil
sesuai bunyi alinea keempat Pembukaan dan Pasal 34 UUD Negara
RI tahun 1945.
• Catatan : dikutif dari MPR RI, Hasil Perubahan dan naskah Asli UUD 1945, dalam
Panduan Pemasyarakatan UUD Negara RI Tahun 1945, Sekjen MPR RI, Jakarta,
2005, hal. 46. dan dikutif oleh Mahkamah Konstitusi RI, Naskah Konprehensip
Perubahan UUD Negara RI Tahun 1945 Buku II, Sekjen MPR RI, Jakarta,
2008, hal. 56.
• Meskipun sub-sub sistem Peradilan di Indonesia
masuk dalam keluarga Sistem Kekuasaan Kehakiman
Di Indonesia, dari aspek logika tidaklah salah jika
dalam rangka pendalaman diangkat menjadi Sistem
Peradilan Di Indonesia dengan melihat lembaga
Peradilan sebagai suatu keseluruhan yang tersusun
dari bahagian-bahagian, komposisi yang saling
berhubungan secara teratur dan merupakan satu
kesatuan yang mempunyai tujuan dan sasaran.
Sistem Peradilan Di Indonesia
Sistem Peradilan adalah merupakan suatu
perangkat operasional yang meliputi institusi,
prosedur, aturan hukum yang mempunyai
tujuan dan sasaran.
berbicara masalah sistem Peradilan di
Indonesia, tidak hanya terkait dengan lingkup
peradilan saja (aspek struktur), terkait dengan
sistem, maka banyak hal yang berakaitan satu
dengan yang lain
Aspek-Aspek yang berkaitan
dengan Sistem Peradilan
Antara lain :
1. Sifat kekuasaan lingkungan Peradilan
2. Lingkup lingkungang peradilan
3. Struktur kekuasaan lingkungan Peradilan
4. Struktur organisasi tiap lingkungan peradilan dan Pengadilan
khusus
5. Undang-Undang yang mengatur lingkungan Peradilan
6. Hakim
7. Pengaturan Hukum Acara lingkungan Peradilan
8. Asas-asas penyelenggaraan lingkungan peradilan dll.
Sifat Kekuasaan Lembaga Peradilan Di
Indonesia

Sifat Kekuasaannya.
Sifat Kekuasaan Lembaga Peradilan di
Indonesia adalah kekuasaan yang merdeka,
makna merdeka adalah bebas dari pengaruh
kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan
keadilan.
Substansi dari Kekuasaan Peradilan yang merdeka

1 Merdeka dalam fungsi yustisial dan pengelolaan administrasi (one roof


system) , kecuali Pengadilan Pajak Pembinaan organisasi, administrasi dan
keuangan dilakukan Depkeu.
2. Menjamin kebebasan dari berbagai kekhawatiran atau rasa takut akibat
suatu putusan atau ketetapan hukum yang dibuat.
3. Menjamin hakim bertindak obyektif, jujur, dan tidak berpihak (imparsial).
4. Pengawasan produk putusan melalui upaya hukum dalam lingkungan
kekuasaan kehakiman sendiri.
5. Melarang segala bentuk campur tangan dari kekuasaan diluar kekuasaan
kehakiman.
6. Tindakan terhadap hakim semata-mata dilakukan menurut undang-undang
Lingkungan Peradilan

• Secara konstitusional ada 4 (empat)


lingkungan peradilan di Indonesia yaitu :
1. Lingkungan Peradilan Umum.
2. Lingkungan Peradilan Agama.
3. Lingkungan Peradilan Militer.
5. Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara
• Berdasarkan Undang Nomor 48 tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman dapat dibentuk
Pengadilan Khusus di dalam salah satu
lingkungan Peradilan.
Dasar Hukum 4 (empat) Lingkungan Petradilan

• Pasal 24 ayat (2) UUD Negara RI Tahun


1945
• Pasal 25 ayat (1) s/d ayat (5) Undang-
Undang Nomor 48 tahun 2009 tentang
kekuasaan Kehakiman
• Konsekuensi dianutnya sistem peradilan
rangkap (duality of yurisdiction) melahirkan
kompetensi/kekuasaan/yurisdiksi masing-
masing lingkungan peradilan secara absolut
maupun relatif.
Tolok Ukur Penentuan Kompetensi
Lingkungan Peradilan

• Obyek sengketa/perkara
• Subjek yang bersengketa/berpekara
• Gabungan obyek dan subjek
Kompetensi Lingkungan Peradilan
Menurut UU No. 48 Th. 2009
N0 Lingkungan Tolok ukur Dasar Hukum
Peradilan
1. Peradilan Umum Objek (perkara Pasal 25 ayat (2)
pidana dan
perdata)
2 Peradilan Agama Subjek antara Pasal 25 ayat (3)
orang-orang
beragama Islam
3 Peradilan Militer Objek tindak Pasal 25 ayat (4)
pidana mliter
4 Peradilan Tata Objek (sengketa Pasal 25 ayat (5)
Usaha Negara Tata Usaha Negara
Kompetensi Pengadilan Khusus Pada
Lingkungan Peradilan
Lingkungan Jenis Pengadilan Tolok Ukur Dasar hukum
Peradilan Khusus Kompetensi
Peradilan Umum Pengadilan Anak Istilahnya Anak Pasal 2 s/d Pasal 7
Berhadapan Dengan
Hukum (ABH).
UU No. 11 tahun
Anak Berkonflik dengan 2012 Tentang
hukum, Anak Korban dan Sistem Peradilan
Anak Saksi. Pidana Anak (SPPA)
Objek dan subjek
(perkara anak) (yang
berumur sekurang-
kurangnya 12 tahun
tetapi belum mencapai
umur 18 Tahun.
Jika melakukan
tindak pidana
bersama dengan
orang dewasa atau
dengan anggota
Abri diajukan ke
sidang anak.
Pengadilan Tindak Objek (tindak
Pidana Korupsi Pidana Korupsi)
a.Tindak Pidana
Korupsi.
b.Tindak pidana
pencucian uang
yang tindak pidana
asalnya adalah
tindak pidana
korupsi.
c.Tindak pidana
yang secara tegas
dalam undang-
undang lain
ditentukan sebagai
tindak pidana
korupsi.
Pengadilan HAM Objek dan subjek Pasal 4 s/d 9 UU
(perkara No. 26 Th 2000
pelanggaran hak
asasi manusia yang
berat terdiri dari a.
kejahatan
genosida, b.
kejahatan terhadap
kemanusiaan)
(subjek pelakunya
berumur minimal
18 tahun pada saat
kejahatan
dilakukan
Pengadilan Objek (tiindak Pasal 71 A UU No.
Perikanan pidana di bidang 45 Th. 2009
perikanan
Dll.
Dengan adanya 4 (empat ) lingkungan peradilan
maka negara Indonesia menganut sistem
peradilan rangkap (duality of yurisdiction)
warganegara tunduk pada peradilan yang
berbeda tergantung dari obyek sengketa. lawan
dari sistem peradilan rangkap adalah sistem
peradilan tunggal (unity of yurisdiction)
warganegara tunduk pada satu peradilan saja.
Kelemahan sistem peradilan rangkap
(duality of yurisdiction)

• Melahirkan titik singgung


• Melahirkan sengketa kewenangan mengadili
• Tidak efisien
Materi Muatan yang harus diatur dengan
Undang-Undang (bij wet)

. Pasal 24A ayat (5) UUD Negara RI tahun 1945


menentukan :
“Susunan, kedudukan, keanggotaan, dan
hukum acara Mahkamah Agung serta badan
peradilan di bawahnya diatur dengan
undang-undang”
Eksistensi Peradilan Khusus

• Undang-Undang Dasar Negara RI tidak menyebutkan secara


expressis verbis Eksistensi Peradilan Khusus.
• Peradilan khusus baru disebut secara expressis verbis di
dalam Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
Kekuasaan Kehakiman di dalam BAB I Pasal 1 angka 8
menentukan :
“Pengadilan khusus adalah pengadilan yang mempunyai
kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus
perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu
lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah
Agung yang diatur dalam undang-undang.
• Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang Nomor 48
tahun 2009 menentukan :
“Pengadilan Khusus hanya dapat dibentuk
dalam salah satu laingkungan peradilan yang
berada di bawah Mahkamah Agung
sebagiaman dimaksud dalam Pasal 25
Struktur sistem Peradilan Di Indonesia
(vertikal)
• Struktur Peradilan di Indonesia model piramida
berpuncak pada Peradilan Kasasi pada Mahkamah
Agung sebagai yudec yuris, sedangkan Peradilan tingkat
banding dan tingkat pertama sebagai yudec factie .
• Dalam perkembangannya terhadap sengketa/perkara
tertentu Peradilan tingkat banding berfungsi sebagai
peradilan tingkat pertama
• Dalam perkembangannya terdapat sengketa/perkara
yang tidak melalui peradilan tingkat banding langsung
ke Peradilan Kasasi pada Mahkamah Agung.
• Dalam perkembangannya Peradilan tingkat
pertama diberi wewenang untuk bertindak
sebagai Peradilan Kasasi untuk menyatakan
lewat Penetapan permohonan Kasasi dari
Pemohon Kasasi Tidak dapat diterima terkait
dengan permohonan Kasasi yang tidak
memenuhi syarat formal dan yang terkena
pembatasan Kasasi.
Peradilan Tingkat Pertama
(horisontal)
Peradilan Khusus yang berada pada Peradilan
Umum
Pengadilan Khusus pada Pengadilan Tata
Usaha Negara
Peradilan khusus
pada lingkungan Peradilan Agama
Pengadilan Tingkat banding
(horisontal)
Struktur Pengadilan Negeri
Undang-Undang yang berkaitan dengan
lingkungan Peradilan
A. Peradilan Umum/Pengadilan Negeri
1. Undang-Undang Nomor 2 tahun 1986 tentang peradilan
Umum
2. Undang-Undang Nomor 8 tahun 2004 tentang Perubahan
Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang
Peradilan Umum
3. Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun
1986 tentang Peradilan Umum
B. Peradilan Agama.
1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan agama.
2. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang 7 Tahun 1989.
3. Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 7
tahun 1989 tentang Peradilan Agama
C. Peradilan Militer
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1997
tentang
D. Peradilan Tata Usaha Negara
1. Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang
Peradilan Tata Usaha Negara.
2. Undang-Undang Nomor 9 tahun 2004 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor tahun 1986
3. Undang-Undang 51 tahun 2009 tentang
Perubahan Kedua Aatas Undang-Undang Nomor 5
tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara.
Dasar Hukum Peradilan Khusus Pada Lingkungan
Peradilan Umum
 Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Pasal 2
 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia
Pasal 2
 Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang
Nomor 31 Tahun 2004 Tentang Perikanan Pasal 71 dan 71A
 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak Pasal 2
 Pengadilan Niaga, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1998 tentang Penetapan Perpu
Nomor 1 Tahun 1988 tentang Perubahan Atas UU tentang Kepailitan menjadi
Undang, Pasal 280
 Undang-Undang Nomor 37 tahun 2004 tentang Kepailitan dan Dan PKPU Pasal 300
s/d 303, 304, dan 306.
 UU No. 2 tahun 2004 tentang PPHI, Pasal 55 dan 56.
 Undang-Undang Nomor 49 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum Pasal 8 ayat 1.
• Peradilan Syari’ah Islam Di Provinsi NAD
sepanjang kewenangan menyangkut peradilan
umum Pasal 3A ayat (2) Undang-Undang
Nomor 50 Tahun 2009
Dasar Hukum Pengadilan Khusus Pada Lingkungan
Peradilan Tata Usaha negara

• Pengadilan Pajak
1. Penjelasan Pasal 27 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman
2. Pasal 9A dan Penejalasan Pasal 9A ayat (1)
Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2009.
• Khusus Peradilan Pajak sampai saat ini belum
menjadi bagian dari Peradilan Tata Usaha
Negara masih berada diluar lingkungan
peradilan Tata Usaha Negara
Hakim dalam Sistem Peradilan
Di Indonesia

• Hakim dalam lingkungan peradilan di


Indonesia terdiri dari hakim Karier dan Hakim
ad hoc bersifat khusus yang memiliki keahlian
dan pengalaman di bidang tertentu
• Hakim adalah pejabat negara yang melakukan
kekuasaan kehakiman yang diatur dalam
undang-undang.
• Hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami
nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam
masyarakat
• Hakim harus memiliki integritas dan kepribadian
yang tidak tercela, jujur, adil, profesional, dan
berpengalaman di bidang hukum
• Persidangan dilakukan dengan sistem Majelis hakim,
kecuali ditentukan lain dalam undang-undang
• Dll.
Sistem Pengaturan
Hukum Acara Lingkungan Peradilan
• Hukum acara/formal diatur terpisah dengan
hukum materiil dalam undang-undang yang
berbeda.
• Hukum acara/formal diatur bersama dalam
satu undang-undang
• Di Indonesia menganut pola gabungan ada
yang diatur terpisah dan ada yang diatur
secara bersama.
Model Pemeriksaan
• Full pre-trial disclosure
Pada saat pengajuan gugat, harus dibarengi
dengan lengkap :
 Bukti-bukti dokumen (akta) yang diperlukan
 Keterangan saksi-saksi yang akan diajukan sudah
dituangkan secara rinci dan seksama
 Pada saat pemberitahuan gugat kepada tergugat,
semua dokumen dan statemen para saksi
diberikan kepada tergugat
• Sistem pemeriksaan diprogram dengan “time
table”
 Hakim harus membuat program “time table” yang
rasional dan profesional dengan demikian perkara
dapat didelesaikan dalam jangka waktu yang
singkat
• Sistem “in cour arbitration” atau alternatif
penyelesaian sengketa

 Tidak lansung diperiksa melalui proses litigasi


• Indonesia sudah mengarah kepada prinsip-prinsip tersebut di
atas
• Contoh
Sengketa Informasi publik dokumen yang maju ke Majelis
Hakim sudah lengkap
Sengketa paling lama diputus 6 bulan
Pengaturan penyelesaian sengketa di luar Pengadilan Pasal 58
s/d 60 Undang-Undang Nomor 48 tahun 2009
Konsultasi, konsiliasi, atau penilaian ahli
Masalah Precedent
• Pada dasarnya sistem Peradilan di Indonesia
tidak menganut asas precedent.
• Dalam praktek tidak demikian, Hakim sering
mengikuti precedent yang menjadi
yurisprudensi tetap harus bersifat bebas dan
rasional, artinya keterikatan mengikuti tidak
mutlak.
• Sistem precedent yang didasarkan pada asas
“kasus perkasus” atau “case by case basis”
Asas-asas Dan Kaidah Hukum
Dalam hukum positif sejak diundangkannya
UU No. 10 Th. 2004 kemudian dicabut dengan
di undangkannya UU No. 12 Th. 2011 ttg.
Pembentukan Peraturan Perundang-
Undangan asas-asas memiliki posisi yang
penting sekali, sebab setiap materi muatan
peraturan perundang-undangan harus
mencerminkan asas-asas sebagai berikut :
Pasal 6
(1) Materi muatan Per.UU harus mencerminkan asas :
a. Pengayoman
b. Kemanusiaan
c. Kebangsaan
d. Kekeluargaan
e. Asas kenusantaraan
f. Bhinneka tunggal ika
g. Keadilan
h. Kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
i. Ketertiban dan kepastian hukum dan/atau
j. Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan
(2). Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
Peraturan perundang-undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai
dengan bidang hukum peraturan perundang-undangan yang
bersangkutan.

Catatan : Penjelasan Pasal 6 ayat (2) UU No. 12 tah. 2011


Contoh asas-asas lain :
a. Dalam hukum pidana, misalnya asas legalitas, asas tiada hukum tanpa
kesalahan, asas pembinaan nara pidana, dan asas praduga tak bersalah.
b. Dalam hukum perdata, misalnya dalam hukum perjanjian, antara lain asas
kesepakatan, kebebasan berkontrak, asas iktikad baik.
Pengertian asas-asas
• Pengertian asas sangat banyak diberikan oleh
para sarjana dari berbagai sudut pandang,
untuk pegangan perlu diambil 2 pengertian asas
yang dikemukakan oleh para sarjana.
1.Paul Scholten, memberikan pengertian asas hukum
(rechtsbeginsel), pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam
dan dibelakang sistem hukum masing-masing dirumuskan
dalam aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim
yang berkenaan dengan ketentuan-ketentuan dan keputusan-
keputusan individ dapat dipandang sebagai penjabarannya
2.Sudikno Mertukusumo memberikan pengertian asas
hukum merupakan pikiran dasar yang umum sifatnya
atau merupakan latar belakang dari peraturan
konkrit yang terdapat dalam dan dibelakang setiap
sistem hukum yang terjelma dalam peraturan
perundang-undangan dan putusan hakim yang
merupakan hukum positif dan dapat ditemukan
dalam mencari sifat sifat umum dalam peraturan
konkrit.
Dimana ditemukan Kaidah Hukum

• Kaidah-kaidah hukum tertulis ditemukan


dalam peraturan perundang-undangan.
• Kaidah hukum tertulis ?
Aplikasi asas dalam kaidah hukum
Pasal 55
Gugatan dapat diajukan hanya dalam tenggang waktu
sembilan puluh hari sejak saat diterimanya atau
diumumkannya Keputusan Badan atau Pejabat Tata Usaha
negara
Catatan : dalam rumusan norma tersebut terdapat asas actio
temporalis dan asas kepastian hukum, kedua asas tersebut
dielaborasi sedemikian rupa menjadi suatu norma hukum dan
terdapat 2 (dua) teori di dalamnya yaitu teori penerimaan
dan teori publikasi.
• Asas belum mempunyai isi dan warna “actio
temporalis” (gugatan dibatas tenggang waktu)
• Setelah dielaborasi dengan gugatan dibatasi
tenggang waktu 90 puluh hari sejak diterimanya
atau diumumkannya Keputusan oleh Badan
atau Pejabat TUN sudah nampak isi dan warna.
• Tenggang waktu 90 hari disini asas kepastian hukum, kalau tidak diberi baras
waktu Keputusan dihantui oleh ketidak pastian setiap saat bisa digugat.
Metode Penemuan Hukum

Metode Penemuan Hukum adalah cara atau


jalan untuk menemukan hukum ketika
terdapat permasalah kongkrit atau sengketa
yang diajukan untuk dipecahkan mengenai
apa hukumnya terhadap peristiwa konkrit
tersebut
• Langkah awal adalah melakukan identifikasi dan
mengumpulkan fakta hukum baik yang berkaitan
dengan subyek, obyek, tempat (locus), waktu
(Tempos), dan rangkaian duduk kejadian. (premis
minor). (induksi))
• Langkah berikutnya adalah melakukan subsumsi
memasukkan fakta hukum kedalam elemen atau
unsur-unsur norma hukum dari peraturan hukum
yang dijadikan dasar pengujian. (premis mayor).
(deduksi)
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
mencari menemukan hukum
• Perhatikan hierarkhi peraturan perundang-undangan
• Perhatikan pola perumusan norma peraturan
perundang-undangan
• Kemungkinan terjadinya antinomi peraturan
perundang-undangan diselesaikan melalui asas-asas
hukum yang ada.
• Menghadapi peraturan perundang-undangan yang
tidak jelas pergunakan interpretasi menurut ilmu
hukum.
Hierarkhi Per UU
Pasal 7
(1)Jenis hierarkhi Peraturan Perundang-Undangan :
a. UUD Th. 1945
b. TAP. MPR
c. UU/PERPU
d. PP
e. Perpres.
f. Perda Prov. Dan
g. Perda Kab./Kota.
(2) Kekuatan hukum Per.UU sesuai hierarkhi.
Pasal 8
(1) Jenis Per. UU. Selain sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1) mencakup peraturan
yang ditetapkan MPR, DPR, DPD, MA, MK, BPK,
KY, BI, Menteri, Badan, atau Komisi yang
setingkat yang dibentuk dengan UU atau PP
atau perintah UU, DPRD Prov, Gubernur, DPRD
Kab./Kota, Bupati/Walikota, Kepala Desa atau
yang setingkat
(2) Per.UU sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diakui keberadaannyadan mempunyai
kekuatan hukum mengikat sepanjang
diperintahkan oleh Per. UU. Yang lebih tinggi
atau dibentuk berdasarkan kewenangannya.
• Norma hukum dirumuskan secara kategoris dan
hipotetis
• Perhatikan normadressat (alamat yang dituju
oleh sebuah norma), objek norma, kondisi norma
• Lex specialis, lex superior, lex inferiori, asas
kekhususan yang khusus, dll.
• Interpretasi historis, sistematis, otentik, futuristik
dll.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai