JikaTuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia
umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat. Kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. Dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: sesungguhnya Aku akan memenuhi Neraka Jahanam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya. (Hud: 119) Defenisi Ikhtilaf (Perbedaan) Ikhtilaf secara bahasa: setiap orang memilih jalan berbeda dengan jalan yang diambil oleh orang lain. Berdasarkan makna bahasa tidak terkandung makna saling tarik menarik, sikut-sikutan dan berbantahan dalam kosa kata ikhtilaf. Cuma kejiwaan sebagian orang yang tidak siap melihat orang berbeda dengan dirinya. Ikhtilaf Secara Istilah Ikhtilaf menurut defenisi yang biasa dipakai oleh ulama adalah: “Berbeda-bedanya ijtihad, pandangan, pendapat dan perkataan ulama dalam satu masalah. Seperti dalam satu masalah mereka mengatakan hukumnya wajib, sebagian ulama berpendapat sunah, sebagian lagi berpendapat hukumnya mubah saja. Contoh ini berlaku untuk niqab. Posisi Ikhtiaf Ikhtilafhanya terjadi pada persoalan “furu’iyah” (cabang-cabang agama), bukan pada permasalahan “ushul” (dasar atau pokok agama). Ulama tidak akan mungkin berbeda pendapat pada masalah rukun iman, rukun Islam dan perkara- perkara qath’i seperti shalat lima waktu sehari semalam, jumlah raka’at shalat fardhu, kewajiban membayar zakat, puasa di bulan Ramadhan dan hajisekali seumur hidup. Ikhtilaf Resmi Adanya Allah dan Rasul-Nya yang mengizinkan untuk berbeda pendapat. Seperti ambigunya makna kalimat (روءjj)ق, ()عسعس. Rasulullah tidak mengomentari sahabat yang shalat di perjalanan sebelum sampai di Bani Quraizhah. 1. Tidak sampainya dalil kepada seorang ulama Kisah Ibnu Abbas mengingkari tindakan Ali bin Abi Thalib yang membakar orang murtad. Abu Musa Al Asy’ari minta izin masuk rumah Umar. Hadits tentang tha’un (wabah) yang hanya diketahui oleh Abdurrahman bin ‘Auf. 2. Boleh jadi sebuah dalil sampai kepada seorang alim, tapi ia lupa.
Rasulullah diingatkan tentang ayat-ayat al Qur’an
ketika mendengar seseorang membacanya di tengah malam. Kisah Abu Mas’ud yang menarik tangan Hudzaifah ketika menjadi imam shalat di tempat yang lebih tinggi dari pada makmum. 3. Tidak pastinya maksud sebuah dalil Seperti perbedaan ulama tentang kebolehan menyentuh mushhaf al Qur’an bagi orang yang tidak dalam keadaan berwudhu’ berdasarkan hadits
(نإالطاهرjرآjلقjjمساjj يj)ال
Al Qur’an tidak boleh disentuh kecuali oleh orang
yang dalam keadaan suci. 4. Hadits atau nash tidak menunjukkan terhadap hal yang dimaksudkan
Seperti kalimat (روءjj)ق
Boleh jadi dalil sampai kepada seorang alim,
riwayatnya pun bisa diterima, dia pun tidak lupa, namun ia yakin bahwa yang ditunjukkan oleh nash itu bukan perkara yang dimaksudkan. 5. Adanya dalil lain yang selevel yang menentang dalil ini
Dari Busrah binti Shafwan, Rasulullah
bersabda:“Siapa yang telah menyentuh kemaluannya hendaklah ia berwudhu’. Dari Thalq bin Ali, Rasulullah bersabda: Dia hanyalah bagian dari dirimu. 7. Berbeda kekuatan atau kemampuan Kekuatan akal dan pemahaman, seperti perempuan yang bertanya tentang hukum memandikan jenazah bagi perempuan haidh. Kekuatan kepribadian, seperti Umar bin Khattab yang mampu menyatakan pendapatnya dan siap menghadapi resiko dari orang-orang yang tidak menyetujuinya. 7. Perbedaan dalam kadar keilmuan.
Karena manusia berkembang. Ilmu, pengalaman
dan pemahaman terus meningkat dan berubah. Seperti Imam Syafi’i yang memiliki istilah qaul qadim (pendapat lama) dan qaul jadid (pendapat baru). 8. Perbedaan kondisi, situasi, keadaan, lingkungan dan suasana.
Perbedaan fatwa Rasulullah tentang mencium istri di
siang bulan Ramadhan. Perbedaan fatwa Ibnu Abbas tentang taubat bagi pembunuh. Tentang orang Arab Badui yang kencing di dalam masjid. Nabi menyampaikan berbagaimacam amalan yang paling utama sesuai dengan keadaan si penanya. 9. Tabi’at, bawaan diri dan sifat masing- masing orang alim.
Imam Malik memilih untuk hidup berkecukupan,
menerima hadiah, tapi tetap istiqamah di atas kebenaran dan teguh dalam memegang prinsip. Imam Ahmad memilih hidup dalam kezuhudan, tidak mau menerima hadiah dan tegar dalam penderitaan. 10. Bervariasi dalam Ibadah Nabimengajarkan do’a yang banyak ketika memulai shalat (do’a iftitah), tasbih ketika ruku’ dan sujud. 11. Hawa dan fanatik buta
Penyebab terakhir ini tidak boleh dimiliki oleh
seorang muslim. Ini adalah salah satu sifat jahiliyah yang harus dihindari oleh siapapun.