Anda di halaman 1dari 43

SKRINING PENDENGARAN

disusun oleh :
Mega Ayu Lestari

pembimbing :
dr. Ismi Cahyadi, Sp.THT-KL

Kepaniteraan Klinik Departemen Ilmu Penyakit THT-KL


RSUD Waled Cirebon
Program Studi Pendidikan Dokter
Universitas Swadaya Gunung Jati
Cirebon
2018
LATAR BELAKANG

Pada tahun 2012, bahwa 260


juta / sekitar 5,3 %
penduduk dunia mengalami
tuli.
Telinga

Indonesia peringkat ke-4


di Asia yang memiliki
angka ketulian tertinggi

Pemeriksaan Telinga
TUJUAN

Tujuan penulisan referat ini adalah untuk memahami mengenai anatomi


telinga, fisiologi pendengaran, berbagai gangguan pendengaran dan
pemeriksaan yang harus dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan
pemahaman dan pengetahuan tentang pemeriksaan pendengaran
ANATOMI TELINGA
FISIOLOGI PENDENGARAN
Program skrining pendengaran.

Pada tahun 1993 National Institute of Health Consensus


Conference pertama kali menganjurkan program Universal Newborn
Hearing Screening. Setahun kemudian The Joint Committee on Infant
Hearing merekomendasikan deteksi gangguan pendengaran harus
dilakukan sebelum usia 3 bulan dan dilakukan intervensi sebelum usia
6 bulan. Pada tahun 1999 American Academy of Pediatrics (AAP)
mendukung pernyataan tersebut.
Neonatus Risiko Tinggi

Penggunaan daftar indikator risiko tinggi direkomen-dasikan untuk mengidentifikasi


kemungkinan adanya gangguan pendengaran kongenital maupun didapat pada neonatus:

a) Riwayat keluarga gangguan pendengaran sen-sorineural permanen.


b) Anomali telinga dan kraniofasial.
c) Infeksi TORCH.
d) Gambaran fisik atau stigmata lain yang berhubungan dengan sindrom. Seperti
sindrom Down, sindrom Wardenburg.
e) Berat lahir kurang dari 1500 gram.
f) Nilai Apgar yang rendah (0-3 pada menit kelima, 0-6 pada menit kesepuluh).
g) Kondisi penyakit yang membutuhkan perawatan di NICU³ 48 jam.
h) Distres pernafasan (misalnya aspirasi mekoneum).
i) Ventilasi mekanik selama 5 hari atau lebih.
j) Hiperbilirubinemia pada kadar yang memerlukan transfusi tukar.
k) Meningitis bakterial.
l) Obat-obatan ototoksik (misalnya gentamisin)
Identifikasi Awal Gangguan Pendengaran pada Anak

a) Riwayat/anamnesa Respon Anak terhadap Rangsang Suara.


b) Usia 0-4 bulan. Apakah bayi kaget kalau mendengar suara yang
sangat keras ? Apakah bayi yang sedang tidur terbangun kalau
mendengar suara keras? Usia 4-7 bulan. usia 4 bulan apakah anak
mulai mampu menoleh kearah datangnya suara diluar lapangan
pandang mata? Apakah anak mulai mengoceh di usia 5-7 bulan,
sebelum usia 7 bulan apakah anak mampu menoleh langsung ke arah
sumber suara diluar lapangan pandang mata?
c) Usia 7-9 bulan. Apakah anak mampu mengeluarkan suara dengan
nada yang naik –turun atau monoton saja?
Identifikasi Awal Gangguan Pendengaran pada Anak

a) Usia 9-13 bulan. Apakah anak menoleh bila ada suara


dibelakangnya? Apakah anak mampu menirukan beberapa jenis
suara? Apakah anak sudah mampu mengucapkan suara konsonan
seperti ‘beh’, ‘geh’ , ‘deh’, ‘ma’.
b) Usia 13-24 bulan. Apakah dia mendengar bila namanya dipanggil dari
ruangan lain? Apakah anak memberikan respons dengan
bervokalisasi atau bahkan datang kepada anda? Kata-kata apa saja
yang mampu diucapkan? Apakah kwalitas suara dan cara
pengucapannya normal?
Beberapa gejala pada anak dengan kemungkinan mengalami gangguan
pendengaran yang bisa diamati sehari-hari oleh orang tua :

a) Kurang responsif terhadap suara-suara yang ada disekitarnya : vacuum


cleaner, klakson mobil, petir.
b) Anak kelihatannya kurang perhatian terhadap apa yang terjadi
disekitarnya, kecuali yang bisa dinikmati dengan melihat.
c) Cenderung berusaha melihat muka lawan bicara dengan tujuan mencari
petunjuk dari gerak bibir dan ekspresi muka guna mendapat informasi
tambahan apa yang diucapkan.
d) Sering minta kata-kata diulang lagi.
e) Jawaban yang salah dengan pertanyaan atau perintah sederhana.
a) Kesulitan menangkap huruf mati/ konsonan.
b) Anak hanya memberikan respons terhadap suara tertentu atau dengan
kekerasan tertentu.
c) Kesulitan menangkap pembicaraan didalam ruangan yang ramai.
d) Ucapan anak yang sulit dimengerti merupakan salah satu
kemungkinan anak mengalami gangguan pendengaran.
e) Bicara anak lemah atau bahkan terlalu keras.
PEMERIKSAAN PENDENGARAN

Pemeriksaan Uji
Anamnesis Fisik Pendengaran

 Riwayat  Inspeksi  Test berbisik


gangguan menyeluruh daun  Pemeriksaan garpu penala :
pendengaran telinga dan 1. Rinne test
herediter sekitarnya 2. Weber test
 Vertigo  Pemeriksaan 3. Schwabach test
 Tinitus otoskopi untuk  Audiometri
 Riwayat penyakit memeriksa liang 1. Audiometri nada murni
telinga telinga dan ( Pure Tone Audiometri )
sebelumnya membran 2. Audiometri Khusus .
 Paparan bising timpani. 3. Pemeriksaan pendengaran
 Obat ototosik. pada bayi & anak.
TES KLINIS SEDERHANA
Tes Berbisik Cara Pemeriksaan:
 Berada di ruangan sunyi.
•Penilaian semi-kuantitaif.  Mata pasien ditutup, tutup telinga
•Menentukan derajat ketulian yang tidak diperiksa dengan
secara kasar menggunakan tragus.
 Berbisik pada akhir ekspirasi
dengan jarak 6 meter.
 Dimulai dari jarak 6 meter dan
makin lama makin mendekat,
maju tiap satu meter sampai
dapat mengulangi tiap kata
dengan benar.
 Interpretasi hasil :
a) Normal : 5/6 sampai 6/6
b) Tuli ringan : 4/6
c) Tuli sedang : 2/6 sampai 3/6
d) Tuli berat : 0 sampai 1/6

TES PENALA
Rinne Test

Interpretasi hasil :
 Normal : AC ; BC
= 2; 1
 Rinne (+) =
AC>BC 
Normal - Tuli
Sensorineural
 Rinne (-) = AC<
BC  Tuli
• Penala digetarkan
Konduktif
• Dasar penala diletakkan pada proc. Mastoideus
• Jika OP tidak mendengar bunyi lagi, penala di
pindahkan ke depan telinga +- 2,5cm dari liang
telinga
Weber Test

Interpretasi hasil :

 Penala digetarkan
 Dasar penala diletakkan  Tak ada lateralisasi  Normal
pada garis tengah kepala :  Lateralisasi ke telinga yang
glabella, dagu, pertengahan sakit  Tuli Konduktif
gigi seri  Lateralisasi ke telinga sehat 
Tuli Sensorineural
Schwabach Test

Kesan :
 Bila masih terdengar :

pendengaran ps
memendek
 Bila tidak terdengar :

ulangi tes kembali (ditukar)

Cara Pemeriksaan : Interpretasi hasil :


 Penala digetarkan  Bila BC ps < pemeriksa 
 Dasarnya diletakkan pada schwabach memendek  tuli
proc. Mastoideus ps sensorineural
 Bila sudah tidak didengar lagi,  Bila BC ps > pemeriksa 
penala dipindah ke proc. schwabach memanjang  tuli
Mastoideus pemeriksa konduktif
TES BING (TES OKLUSI)

Cara pemeriksaan:
Tragus telinga yang diperiksa
ditekan sampai menutup liang
telinga, sehingga terdapat tuli
konduktif kira-kira 30 dB. Penala
digetarkan dan diletakkan pada
pertengahan kepala (seperti pada
tes Weber).

Penilaian:
Bila terdapat lateralisasi ke telinga
yang ditutup, berarti telinga
tersebut normal. Bila bunyi pada
telinga yang ditutup tidak
bertambah keras berarti telinga
tersebut menderita tuli konduktif.
TES STENGER
Tes ini digunakan pada pemeriksaan tuli anorganik (simulasi atau pura-pura
tuli).

Cara pemeriksaan:
•menggunakan prinsip masking. Misalnya pada seseorang yang berpura-
pura tuli pada telinga kiri.
•Dua buah penala yang identik digetarkan dan masing-masing diletakkan di
depan telinga kiri dan kanan, dengan cara tidak kelihatan oleh yang
diperiksa.
•Penala pertama digetarkan dan diletakkan di depan telinga kanan (yang
normal) sehinga jelas terdengar.
• Kemudian penala yang kedua digetarkan lebih keras dan diletakkan di
depan telinga kiri (yang pura-pura tuli).
•Apabila kedua telinga normal karena efek masking, hanya telinga kiri yang
mendengar bunyi; jadi telinga kanan tidak akan mendengar bunyi. Tetapi bila
telinga kiri tuli, telinga kanan tetap mendengar bunyi.
PEMERIKSAAN AUDIOMETRI
Audiometri Nada Murni

 Audiometri nada
murni merupakan
pengukuran fungsi
pendengaran pada
berbagai frekuensi.
 Hasil audiometri
berupa audiogram
dalam bentuk grafik
yang
menggambarkan
ambang
pendengaran dalam
berbagai frekuensi.
Prosedur Pemeriksaan
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan liang telinga
3. Pemberian instruksi
4. Pemasangan earphone atau
bone conductor
5. Seleksi telinga
6. Urutan frekuensi
7. Dokumentasi
Derajat ketulian dihitung dengan menggunakan indeks Fletcher, yaitu:
Ambang dengar (AD) = AD 500Hz+ AD 1000Hz+AD 2000 Hz+ AD 4000Hz
4

Derajat Ketulian Interpretasi

0-25 dB Normal

26-40 dB Tuli ringan

41-55 dB Tuli sedang

56-70 dB Tuli sedang - berat

71-90 dB Tuli berat

> 90 dB Tuli sangat berat


Audiogram Normal
Pada pendengaran telinga normal, AC dan BC
sama atau kurang dari 25 dB, AC dan BC
berhimpit tidak ada gap
Tuli Konduktif
Pada keadaan tuli konduktif, BC
normal atau kurang dari 25 dB, AC
turun lebih dari 25 dB, antara AC dan
BC terdapat gap.
Tuli Sensorineural
Tuli sensorineural terjadi bila
didapatkan ambang pendengaran
hantaran tulang (BC) dan udara
(AC) lebih dari 25 dB.AC dan BC
berhimpit tidak ada gap.

Berdasarkan hasil audiometri


nada murni saja tidak dapat
membedakan jenis tuli koklea
atau retrokoklea. Maka perlu
dilakukan pemeriksaan khusus.
Tuli Campur
Pada tuli campur, BC turun lebih dari 25 dB, AC
turun lebih besar dari BC, terdapat gap
Tes SISI Short Increment Sensitivity Index

khas untuk mengetahui adanya Cara Pemeriksan


kelainan koklea  Tentukan ambang dengar pasien,
misalnya 30 dB.
 Kemudian diberikan rangsangan 20
dB di atas ambang rangsang
menjadi 50 dB.
 Setelah itu diberikan tambahan
rangsang 5 dB, lalu diturunkan 4
dB, 3 dB, 2 dB, terakhir 1 dB
 Bila pasien dapat membedakannya,
berarti tes SISI positif
SPEECH AUDIOMETRY
Audiometri Tutur

untuk menilai kemampuan pasien


dalam pembicaraan sehari-hari, dan
untuk menilai pemberian alat bantu
dengar
• Pasien diminta untuk
mengulangi kata-kata yang
didengar melalui kaset tape
recorder.
• Pada tuli perseptif koklea, pasien
sulit untuk membedakan bunyi
S, R, N, C, H, CH, sedangkan
pada tuli retrokoklea lebih sulit
lagi.
SPEECH AUDIOMETRY
Audiometri Tutur

Interpretasi kata
menggunakan speech discrimination score

90 – 100 % : pendengaran normal


75 – 90% : tuli ringan
60 – 75% : tuli sedang
50 – 60% : kesukaran mengikuti pembicaraan sehari-hari
<50% : tuli berat
BERA
Brainstem Evoked Response
Audiometry
• Pemeriksaan BERA dpt • Suatu pemeriksaan untuk
dilakukan pada : orang dewasa, menilai fungsi pendengaran
bayi, anak dengan gangguan sifat dan N.VII
dan tingkah laku, retardasi • Bersifat objektif dan non-
mental, cacat ganda, dan invasif
kesadaran menurun • Prinsip pemeriksaan BERA
adalah menilai potensial
listrik di otak setelah
pemberian rangsang
sensoris berupa bunyi
Prinsip : menilai perubahan potensial
listrik di otak setelah pemberian rangsang
sensoris berupa bunyi

Rangsang bunyi yang diberikan melalui


head phone akan menempuh perjalanan
melalui:
• saraf ke VIII di koklea (gelombang I)
• nucleus koklearis (gelombang II)
• nucleus olivarus superior (gelombang
III)
• lemnikus lateralis (gelombang IV)
• kolikulus inferior (gelombang V)
• kemudian menuju ke korteks auditorius
di lobus temporal otak.
BERA
Brainstem Evoked Response
Audiometry
BERA
Brainstem Evoked Response
Audiometry

Cara Kerja : dengan


merekam potensial listrik
yang dikeluarkan sel koklea
selama menempuh
perjalanan mulai telinga
dalam hingga inti-inti tertentu
di batang otak. Pemeriksaan
dilakukan dengan
menggunakan elektroda
permukaan yang diletakkan
pada kulit kepala atau dahi
dan prosesus mastoid atau
lobus telinga.
BERA
Brainstem Evoked Response
Audiometry
OAE
Otoacoustic
Emission

Dasar biologik OAE yaitu gerakan sel rambut luar


koklea yang sangat kecil, memproduksi energi mekanik
yang diubah menjadi energi akustik sebagai respons
terhadap getaran dari organ di telinga tengah. Sel
rambut luar koklea ini sangat rentan terhadap faktor
eksternal (suara berlebihan), internal (bakteri, virus)
Pada telinga sehat, OAE yang timbul
dapat dicatat secara sederhana dengan OAE
memasang probe berisi mikrofon mini Otoacoustic
Emission
ke dalam liang telinga untuk memberi
stimulus akustik dan untuk menerima
emisi yang dihasilkan koklea tersebut.
Bila terdapat gangguan
pada saat suara
dihantarkan dari
telinga luar seperti
gangguan pada telinga
tengah seperti otitis
media maupun
kekakuan membran
timpani, maka stimulus
akustik yang sampai ke
koklea akan terganggu
dan akibatnya emisi
yang dibangkitkan dari
koklea juga akan
berkurang.
Pemeriksaan Pendengaran Pada Bayi Dan Anak
 

Behavioral Observation Audiometry (BOA)

Tes ini berdasarkan respons aktif pasien


terhadap stimulus bunyi dan merupakan respons
yang disadari (voluntary response).

Pemeriksaan dilakukan pada runangan yang


cukup tenang (bising lingkungan tidak lebih
dari 60dB), idelaknya pada ruang kedap suara
(sound proof room). Sebagai sumber bunyi
Pemeriksaan Behavioral sederhana dapat digunakan tepukan tangan,
Observation Audiometry tambur, bola plastik berisi pasir, remasa kertas
dibedakan menjadi (1) minyak, bel, terompat karet, mainan yang
Behavioral Reflex mempunyai bunyi frekuensi tinggi (squaker
Audiometry dan (2) toy) dll.
Behavioral Response
Audiometry.
Behavioral Reflex Audiometry

Dilakukan pengamatan respons behavioral yang bersifat refleks


sebagai reaksi terhadap stimulus bunyi. Respons behavioral yang
dapat diamati antara lain: mengejapkan mata (auropalpebral reflex),
melebarkan mata (eye widening), mengerutkan wajah (grimacing),
berhenti menyusu (cessation reflex), denyut jantung meningkat refleks
Moro (paling konsisten).
Behavioral Response Audiometry

Pada bayi normal sekitar usia 5-6 bulan, stimulus akustik akan
menghasilkan pola respons khas berupa menoleh atau menggerakkan
kepala ke arah sumber bunyi di luar lapangan pandang. Awalnya
gerakan kepala hanya pada bidang horisontal, dan dengan
bertambahnya usia bayi dapat melokalisir sumber bunyi dari arah
bawah. Selanjutnya bayi mampu mencari sumber bunyi dari bagian
atas. Pada bayi normal kemampuan melokalisir sumber bunyi dari
segala arah akan tercapai pada usia 13-16 bulan.Teknik Behavioral
Response Audiometry yang seringkali digunakan adalah Tes Distraksi
dan Visual Reinforcement Audiometry(VRA).
Tes Distraksi

Tes ini dilakukan pada ruang


kedap suara, menggunakan
stimulus nada murni.
•Bayi dipangku oleh ibu atau
pengasuh.
•Diperlukan 2 orang pemeriksa,
•pemeriksa pertama bertugas
untuk menjaga konsentrasi bayi
•Pemeriksa kedua berperan
memberikan stimulus bunyi,
Visual Reinforcement Audiometry (VRA)

Stimulus bunyi diberikan


bersamaan dengan stimulus
visual, bayi akan member respons
orientasi atau melokalisir bunyi
dengan cara menoleh ke arah
sumber bunyi. Dengan intensitas
yang sama diberikan stimulus
bunyi saja (tanpa stimulus visual),
bila bayi member respons diberi
hadiah berupa stimulus visual.
Play audiometry (usia 2-5 tahun)

Pemeriksaan Play Audiometry (Conditioned play audiometry) meliputi teknik


melatih anak untuk mendengar stimulus bunyi disertai pengamatan respons
motorik spesifik dalam suatu aktivitas permainan.

Diperlukan 2 orang pemeriksa, yang pertama bertugas memberikan stimulus


melalui audiometer sedangkan pemeriksa kedua melatih anak dan mengamati
respons. Stimulus biasanya diberikan melalui headphone. Dengan mengatur
frekuensi dan menentukan intensitas stimulus bunyi terkecil yang dapat
menimbulan respons dapat ditentukan ambang pendengaran pada frekuensi
tertentu (spesifik).
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai