Anda di halaman 1dari 65

Materi Pelatihan

Surveilans
PD3I
9 - 10 Agustus 2021
TUJUA
N

• Peserta mampu mengenali dan melaporkan


kasus- kasus PD3I
• Mampu melaksanakan pelacakan kasus PD3I terutama
AFP, Campak, Difteri, Tetanus Neonatorum, Pertusis
• Pengambilan specimen dan pengiriman spesimen
Potensi KLB apa yang m ungkin dari kondisi
c

ini?
Surveilans Kesehatan
• Pengumpulan, analisis,
dan interpretasi data Monitoring
Surveilens aktif
RS

kesehatan yang sistematis Upaya perbaikan

dan berkelanjutan yang Kasus TN


dibutuhkan untuk Perencanaan:
perencanaan, Supervisi suportif
Insentif
implementasi dan Evaluasi
Penyelidikan
Epidemiologi
evaluasi program Posyandu tidak
berjalan
kesehatan TT WUS rendah
Mengapa Bisa Muncul KLB dan Kenapa
Harus Imunisasi dengan Cakupan
Tinggi
TIDAK ADA IMUNISASI ADA IMUNISASI

PENULAR PENULAR/SAKIT IMUNISASI


RENTAN PENULAR RENTAN
Bakteri atau virus sangat mudah menular dari PENULAR ke
populasi rentan (tidak ada imunisasi) RENTAN
PERAN SURVEILANS
Terlambat
dilaporkan atau
tidak dilaporkan

Verifikasi rumor
Deteksi dini
dari surveillans

penanganan
dini

ORI/Imunisasi
massal, pemberian
obat pencegahan
SISTEM KEWASPADAAN DINI :
PENEMUAN KASUS DAN RESPON ALERT
Sistem yang ada saatc

ini Dini dan Response (SKDR) melalui SMS


1. Sistem Kewaspadaan
a. PUSKESMAS (bagi yang tidak ada sinyal, akan mengirimkan manual)
b. RUMAH SAKIT (baru diujicobakan sejak minggu pertama Oktober 2019)

2. Penemuan kasus-kasus PD3I prioritas (sumber dari masyarakat,


puskesmas, rumah sakit, klinik-klinik kesehatan)
c. Lumpuh Layuh Akut (AFP)
d. Suspek Campak
e. Suspek Difteri
f. TN
SURVEILANS c

KASUS
BERBASIS
INDIVIDU
POLIO (AFP), CAMPAK, DIFTERI, TETANUS NEONATORUM

PD3I
Poliomyelitis
(POLIO c

) Polio: Tipe 1, Tipe 2 (eradikasi), Tipe 3 (eradikasi)


• Virus
• Gejala awal: seperti flu (demam, lemas), pada 1% kasus dapat
menyebabkan kelumpuhan permanen.
Vaksin Jenis vaksin Perlindungan Jadwal
tOPV (s/d April 2016) Virus dilemahkan 1, 2, 3 -
bOPV Virus dilemahkan 1, 3 1, 2, 3, 4 bulan (interval 4
minggu)

IPV Virus dimatikan 1, 2, 3 4 bulan (1x)

• Surveilans AFP: penemuan kasus lumpuh layuh untuk dibuktikan bahwa


bukan diakibatkan oleh virus Polio  >2/100.000 penduduk <15 tahun
CAPAIAN GPEI: Penurunan Secara Signifikan Jumlah
Kasus Lumpuh akibat Virus Polio Liar, 1988-2018*
1800
1604
1600
400 1953, Salk memberikan vaksin
1400 1352
Polio pertama pada keluarganya (IPV).
1960, OPV 1200

1968, IPV 1000

300
1988, GPEI 800
650
Jumlah kasus (ribuan)

600
369 359
400
230
200 74 37 22 30
200
0
2009 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018

2010
Kasus terakhir
100 Kasus terakhir Virus polio liar 3
Virus polio liar 2
17 Oktober
2019, eradikasi
0 virus polio liar
tipe 3
1988

1989

1990

1991

1992

1993

1994

1995

1996

1997

1998

1999

2000

2001

2002

2003

2004

2005

2006

2007

2008

2009

2010

2012

2013
2011
*as of 7 Aug. 2018; case count will be updated regularly (current numbers:
http://www.polioeradication.org/Dataandmonitoring/Poliothisweek.aspx 2014, Sertifikasi Bebas Polio
2015, Eradikasi Polio Liar 2
Bagaimana VPV (Virus Vaksin) berubah menjadi
VDPV?

Anak
diimunisasi

VPV berkembang
biak dan Pentingnya cakupan
bermutasi imunisasi yang tinggi:
memberikan
perlindungan kepada
anak dan
Kasus di Yahukimo: mutasi >60 kali,
masyarakat/komunita
cakupan imunisasi rendah dalam waktu lama Anak sakit s (herd-immunity)
cVDPV tipe 1

POLI VDPV tipe 1


cVDPV tipe 2

O cVDPV tipe 2

cVDPV tipe 1

cVDPV tipe 1
DEFINISI AFP (LUMPUH LAYUH
AKUT)
• Semua anak berusia <15 tahun
dengan
• Kelumpuhan yang bersifat layuh
(lemas/flaccid)
• Terjadi secara mendadak (1-14
hari)
• Tidak disebabkan oleh trauma/ruda
paksa/kekerasan
(jika ada keraguan, laporkan sebagai
kasus AFP!)
Konsep Surveilans AFP
Sebelum & sesudah Program Imunisasi berhasil

POLIO

Non Non
POLIO POLIO

Kasus AFP (Lumpuh Sebelum Sesudah


Layu Mendadak) Program program
Tebak Berhadiah: Mana dari Kasus dibawah
ini yang harus dilaporkan sebagai AFP?
1. Anak usia 5 tahun, mengeluh jalan pincang dan lemas. Hasil
pemeriksaan dokter tumor di daerah tulang belakang
2. Anak usia 2 tahun, lemas di lengan dan tungkai kanan.
Diagnosis dokter meningitis
3. Anak usia 7 tahun tungkai lemas bila berjalan. Dua hari lalu
jatuh terduduk
4. Anak usia 3 tahun, mengeluh kesulitan berjalan. Pemeriksaan fisik
tungkai spastis (kaku), reflex meningkat.
Mengapa usia
<15 tahun? Prevalensi kasus AFP
• Karena paling banyak kasus 160
pada usia-usia 0-15 tahun. 140
• Dewasa: juga berisiko, 120
laporkan jika dokter 100
mendiagnosis sebagai
80
poliomyelitis
60
40
20
0
<1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Age (years)
Confirmed polio Guillain Barre Other AFP
14 hari diperlukan
untuk bisa
mendapatkan
sampel tinja yang
adekuatpaling
banyak
menangkap virus
*harus disampaikan nomer
PENEMUAN kontak yang bisa
dihubungi (minimal 2
KASUS nomer untuk back-up):
1. Surveilans Kab/kota
AFP* 2. Surveilans Provinsi
3. Surveilans
Puskesmas/RS

MASYARAKAT PUSKESMAS RUMAH SAKIT

• Sosialisasi di masyarakat: • Sosialisasi: dokter, • Sosialisasi: dokter spesialis,


pertemuan-pertemuan perawat, bidan, MTBS, dokter umum, bangsal
masyarakat. poli gizi, UGD. anak, bangsal saraf, poli
• Informer/pelapor-pelapor • Pelaporan rutin melalui anak/dewasa/saraf,
baru: pendeta, tokoh adat, SKDR fisioterapi, UGD.
kader, kepala kampung, • Terintegrasi dengan • Surveilans aktif rumah sakit
dukun bayi, klinik promkes, imunisasi dll. (SARS)dinkes dan RS
dokter/perawat/bidan, • Hospital record review :
klinik tukang pijat dsb. review rekam medis
Surveilans Aktif Rumah Sakit
(SARS)
Langkah-Langkah:
1. Menentukan RS (milik pemerintah, swasta, TNI/Polri), lakukan
pendekatan.
2. Menentukan tempat yang merawat anak usia <15 tahun (bangsal
anak, poli saraf, poli rehab medik/fisioterapi, poli anak dll)
3. Frekuensi: Petugas RS (setiap hari), Dinas Kesehatan (mingguan,
atau tergantung prioritas)
4. Catat nomer-nomer penting, bawa media KIE untuk
edukasi/sensitisasi
5. Mencatat hasil SARS: paraf pada buku rekapan medis, “zero
reporting”
6. Diskusikan dengan dokter jika menemukan kasus
7. Setiap bulan Kompilasi data kasus AFP, Campak dan TN yg
ditemukan di RS dlam format laporan surveilans terintegrasi.
Hospital
Record
Review
• Tujuan: untuk mengevaluasi kegiatan surveilans AFP di
RS
(HRR)
• Cara: review catatan medik/register/SIMRS/Simpus di
seluruh unit RS yg menerima anak <15 th. (a.l bangsal
anak, syaraf, poli anak & syaraf, peny dalam, fisioterapi
& UGD) untuk periode 1 tahun atau jika RS yang selama
waktu yang diharapkan tidak melaporkan kasus.
• Cari kasus dengan diagnosis sbb:
a. Guilain Barre Syndroma
b. Myelitis Transversa
c. Meningitis (lihat diagnosis banding AFP)
1. Sindrom Guillain Barre DIAGNOSIS PENYAKIT
(SGB)
DENGAN GEJALA
2. Myelitis transversa
3. Poliomyelitis AFP
4. Polyneuropathy 13.Periodic(Pokja Ahli
Paralysis Nas)
hipokalemi
5. Myelopathy 14.Spinal Muscular Atrophy
6. Dermatomyositis 15.Efek samping sitostatika (mis:
7. Hipokalemi vincristin)
8. Erb’s paralysis 16.Ensepalitis atau Ensefalopati
9.Food drop paralysis 17.Meningitis
10.Stroke pada anak 18.Miastenia gravis umum
11.Todd’s paralysis 19.Metabolic myopathies
12.Duchene Muscular 20.Herediter Motor and Sensory
Dystrophy Neoropathy (HMSN)

INGAT:
Gejala AFP dapat ditemukan juga pada penyakit selain tersebut di atas.
Bila diagnosis pasti belum dapat ditegakkan dapat dituliskan suspek dan
DD- nya
Peran Puskesmas dan Dinas
Kesehatan
• Koordinasi dg unit yg berpotensi menemukan kasus Dinas Kesehatan:
AFP, Campak & TN: posyandu, kader PKK, klinik • Memberikan
swasta, pesantren, sekolah, pengobatan Pelatihan,
tradisional, gereja, dll • Supervisi
• sebarluaskan informasi ttg: Pengertian AFP, suportif
Surveilans AFP & Peran serta masy dlm AFP menyiapka
• Lacak setiap laporan/kelumpuhan unt n media
KIE
memastikan • Koordinasi
• Laporkan dan setiap kasus AFP, Campak, TN dlm Pelacakan kasus
wkt 24 jam setelah ditemukan ke DinKes Kab/kota dan
• Amankan tinja sebelum dikirim ke Kab/prop pengiriman
sampel
Pelacakan
Kasus
• Setiap kasus AFP yang ditemukan harus segera dilacak dan
dilaporkan ke unit pelaporan yang lebih tinggi selambat-lambatnya
dalam waktu 24 jam setelah laporan diterima.
• Tim : Puskesmas/RS, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
• Langkah-langkah:
1. Menyiapkan formulir FP-1 dan Media Edukasi (KIE)
2. Lengkapi formulir FP-1
3. Mengumpulkan 2 Spesimen Tinja Penderita
4. Memberi edukasi kepada keluarga/orang tua :
a. Pentingnya Imunisasi Polio
b. Perlunya dilakukan fisioterapi
Paman Sami, PKM Pasir Putih
Tidak Boleh
kosong

Tanggal pelacakan
Tidak Boleh tidak boleh
kosong mendahului tanggal
mulai sakit / lumpuh

Tanggal pengambilan
dan pengiriman
spesimen harus diisi
dan sesuai dengan
data pada form
pengiriman
spesimen Tidak
Boleh
kosong

Contoh Laporan
Pengumpulan
Dari kasus
Spesimen
Spesimen adekuat jika:
a. Dua spesimen didapatkan ≤14 hari setelah munculnya
kelumpuhan dengan jeda minimal 24 jam antara sampel 1
dan 2.
b. Volume 8-10 gram (sebesar satu ruas ibu jari orang dewasa
atau satu sendok makan jika feses encer)
c. Spesimen kondisi baik (tidak bocor, suhu dingin 4-8 derajat)
(idealnya diterima oleh lab <72 jam setelah pengumpulan, akan
tetapi jika tidak bisa, dapat disimpan dalam freezer/-20 C, dan
dikirimkan dalam keadaan beku/frozen dengan cold-pack)-
*jangan lupa beri label
Rumah pasien
Penyebab Spesimen Tidak Adekuat

Rumah Sakit Puskesmas Cek!

DinKes DinKes
Cek! Cek!
Propinsi Kabupaten

Terlambat lapor
Kurir
Kurang dingin

Kurang volume

Bocor

Kering/busuk
Lab/BBLK
Kunjungan Ulang 60 Hari
(KU60) dan Resume
Medis
• Perlu dilakukan Kunjungan Ulang 60 hari (KU60) terhitung dari hari
pertama munculnya kelumpuhan, jika:
1. Spesimen tidak adekuat meskipun hasil lab negatif
2. Hasil lab adalah ditemukan virus polio vaksin (Sabin), sebagai bahan
pertimbangan para ahli apakah kelumpuhan terkait virus dari vaksin.
• Tujuan: apakah masih ada kelumpuhan >60 hari, kelumpuhan permanen,
bahan pertimbangan bagi ahli untuk klasifikasi final (Polio, Kompatibel,
Bukan Polio, VAPP)
• Jika sudah menerima hasil laboratorium, segera dikomunikasikan dengan
kabupaten/kota, puskesmas/RS, keluarga pasien

PE kasus AFP harus TUNTAS


Formulir KU60 dan Resume
Medis
Penanganan Surveilans Kasus
AFP
Kelumpuhan ≤ 14 hari Isi FP-1, Ambil 2 Spesimen Tinja

Kelumpuhan >14 hari - 2 Isi FP-1, Ambil 2 Spesimen Tinja,


bulan KU60, Resume Medis

Kelumpuhan >2 bulan Isi FP-1, KU60, Resume Medis


Selalu Ingat Ketika Melakukan
Pelacakan
• Selalu membawa media KIE: Edukasi terkait penyakit, pentingnya
imunisasi.
• Selalu tanyakan status imunisasi, konfirmasi dengan jurim setempat
dan bandingkan dengan cakupan imunisasi wilayah di sekitar kasus
• Selalu tanyakan apakah ada kasus lain di lingkungan tersebut.
CAMP
AK
CAMP
• Virus, sangat menular, dengan masa inkubasi 10-14 hari (rentang
7-23 hari)
Gejala-gejala yang muncul:
AK
a. Gejala awal : demam, lemas, batuk, radang mata
(konjungtivitis), radang akut pada membrane mukosa rongga
hidung.
b. Bintik-bintik (maculopapular) muncul 2-4 hari setelah gejala
awal.
• Sangat menular pada 4 hari sebelum dan 4 hari sesudah
munculnya bintik-bintik. Menular melalui udara (batuk, cairan
hidung, bersin) dan sentuhan langsung.
• Komplikasi : pneumonia, diare dan ensefalitis (radang otak),
berat-ringannya tergantung usia (usia muda), status gizi
(malnutrisi) dan gangguan kekebalan tubuh-Kematian
• Vaksin : virus yang dilemahkan (MR); Target eliminasi: 2023
Rubell
a
• Penyebab: virus, dapat menembus
plasenta dan menginfeksi janin.
• Jika meninfeksi janin: abortus, lahir
mati atau cacat berat bawaan
(Congenital Rubella Syndrome/CRS 
gangguan jantung, kebutaan, gangguan
pendengaran, kelainan saraf)
• Gejala: demam ringan, bercak
merah/ruam, disertai dengan
pembesaran kelenjar getah bening pada
belakang telinga, leher belakang.
• Risiko terjadi CRS jika terdapat infeksi
Ruam
rubella pada janin  usia 1-10 minggu
(trimester 1)
CAMP
AK
Penularan tinggi 4 hari sebelum
dan sesudah muncul
rash/ruam

Virus dikeluarkan Pengambilan serum s.d hari


via urin ke-28

Ruam Hari setelah muncul ruam


Infeksi muncul
IMUNISA
SI
MR1 MR2 MR3
Kekebalan >85% Kekebalan 98% Kekebalan >98%,
9 bulan 18-24 BIAS seumur hidup
bulan

• 6-9 bulan pertama masih mendapatkan perlindungan antibodi ibu


dan semakin menurun - imunisasi campak-rubella pertama
• Jika kekebalan komunitas rendah (virus banyak), anak usia 3-4 bulan
dapat terkena campak
• MR: vaksin hidup, tidak boleh diberikan pada ibu hamil. Vaksin hidup
yang dilemahkan ketika diberikan pada anak akan menyerupai infeksi
alami (tapi lemah)  perlindungan seumur hidup.
Definisi Operasional Suspek
Campak
Laporkan sebagai kasus Suspek Campak
(2019) jika ditemukan:

Demam (panas) dan


Ruam Makulopapular
(bintik-bintik merah)
KILAT-CAMPAK 3. TINDAKAN AWAL
1. KENALI 2. LAPORKAN
1. Konsultasi dengan dokter terkait
SUSPEK CAMPAK SEGERA
JIKA: perawatan medis.
2. Siapkan obat turun panas dan vitamin A (jika
diperlukan), berikan sesuai dosis.
PUSKESMAS
3. masker untuk menghindari
Dipakaika (minimal selama 4 hari
n
munculnya ruam). sejak
4. penularan
Jika muncul komplikasi seperti sesak nafas,
SURVEILENS demam tetap tinggi atau diare rujuk ke Rumah
DINAS
Sakit.
KESEHATAN
DEMAM, BINTIK-BINTIK KABUPATEN Pengambilan Spesimen:
MERAH/RUAM 1. Koordinasi dengan petugas laboratorium
2. Satu specimen serum sebanyak 1 mL (dari 3-
KLB SUSPEK
5cc darah) diambil pada hari ke-4 sampai 28
CAMPAK JIKA: SURVEILENS sejak munculnya ruam.
>5 KASUS SUSPEK CAMPAK DALAM DINAS 3. Satu specimen kencing diambil 60 mL pada hari
WAKTU 4 MINGGU BERTURUT- KESEHATAN ke-0 sampai 4 sejak muncul ruam jika disertai
TURUT, MENGELOMPOK (dalam PROPINSI dengan batuk/pilek/konjungtivitis
satu daerah tertentu) DAN ADA
4. Segera dikirimkan dalam suhu 2-8O C.
BUKTI KONTAK
KLB Suspek Campak : Apabila ditemukan lima (5) atau lebih
suspek campak dalam waktu empat (4) minggu berturut-
turut dan ada hubungan epidemiologi
DEFINISI KLB
CAMPAK-
KLB Campak Pasti : Apabila ditemukan minimum dua (2) RUBELA
spesimen positif IgM campak.

KLB Rubela Pasti : Apabila ditemukan minimum dua (2)


spesimen positif IgM rubela

KLB Mix : Apabila ditemukan minimum dua (2) spesimen


positif IgM campak dan rubela

KLB dinyatakan berhenti apabila tidak ditemukan


kasus baru dalam waktu dua kali masa inkubasi
atau rata-rata satu bulan setelah kasus terakhir.
8/10/2021 dr. Cornelia 56
Hesadarma
Tatalaksana
1. Kasus
Jika kondisi stabil, dianjurkan untuk dirawat/tirah
baring di rumah untuk menghindari penularan
pada anak-anak sakit disekitarnya
2. Berikan penurun panas (Parasetamol atau ibuprofen
sesuai dosis anak)
3. Beri vitamin A sebanyak 2 kali sesuai dosis umur
4. Komplikasi : bila ditemukan penderita dengan
komplikasi seperti bronkopnemoni dan atau diare
harus dirujuk ke puskesmas/RS.
5. Menggunakan masker selama 4 hari sejak mulai
timbul ruam di kulit, untuk menghindari penularan.
6. Diberitahukan kepada orang tua penderita, bila ada
gejala komplikasi atau demam tetap tinggi, sesak
napas, diare segera bawa ke pusk/RS.
Spesimen
Adekuat
• Spesimen serum : diambil 4 - 28 hari sejak muncul ruam
(rash) sebanyak 1 cc serum ( 3 -5 cc darah), dikirim ke
laboratorium menggunakan rantai dingin (suhu 2-8
C)harus tiba di laboratorium maksimal 5 hari dari waktu
pengambilan
(pada kasus tidak punya alat sentrifus, maka dapat
didiamkan pada suhu 2-8 C selama 24 jampisahkan
serumnya)
• Spesimen urin : diambil <5 hari sejak muncul
ruam+pilek/mata merah/batuk sebanyak minimal 60 cc,
dikirim ke laboratorium menggunakan rantai dingin (suhu
2-8 0 c)harus tiba dilab dalam 24 jam (tidak boleh
dibekukan)
beri label minimal: nama pasien, no.epid,
waktu pengambilan)
Jika tidak memiliki alat sentrifus, maka serum dapat diperoleh dengan mendiamkan darah pada posisi tegak
selama 24 jam pada suhu 2-8 derajat celcius

61
Surveilans Campak di Puskesmas

Petugas lab
Kss Campak Klinis Ambil spesimen serum 1cc, kirim ke
kabupaten

Puskesmas
Petugas Surveilans
Dokter poliklinik
Catat di form MR01
Case manajemen & Vit A

Cari kasus tambahan di sekitar kasus, ditemukan 5 kss,


Penyelidikan Epidemiologi KLB.
Pelajari cakupan imunisasi
Penanggulangan
KLB
• Berdasarkan hasil rekomendasi penyelidikan KLB
1. Imunisasi Selektif: jika cakupan imunisasi
campak daerah tersebut >90% atau jumlah
balita rentan <20% cohort bayi 1 tahun.
imunisasi campak anak 6-59 bulan yang belum
diimunisasi campak di daerah tersebut; perkuat
imunisasi rutin.
2. Imunisasi Campak Masal: jika cakupan imunisasi
rendah <90% atau jumlah balita rentan >20%
cohort bayi 1 tahun, banyak gizi buruk, daerah
padat-kumuh, mobilitas penduduk tinggi.
DIFTE
RI
Tonsilitis/amandel
vs difteri
Definisi Penyakit
Difteri
• Suspek Difteri: kasus yang menunjukkan gejala-gejala
demam, sakit menelan, dan pseudomembran putih
keabu-abuan, yang tidak mudah lepas dan mudah
berdarah.
• Kasus Konfirmasi:
a. Kasus suspek dengan hasil laboratorium positif
b. Kasus hubungan epidemiologi: kasus suspek yang ada
hubungannya dengan kasus laboratorium positif.
• KLB Difteri: SATU kasus dengan hasil laboratorium positif ATAU jika
ditemukan suspek difteri yang mempunyai hubungan epidemiologi
dengan kasus kultur positif
• Carrier/pembawa: kontak kasus yang tidak menunjukkan gejala
klinis, tetapi hasil pemeriksaan laboratorium positif.
Langkah-Langkah
Penyelidikan Epidemiologi
Kumpulkan informasi dasar: tempat, orang, waktu kejadian.
1. Konfirmasi KLB awal: apakah sesuai dengan definisi
Difteri klinis/suspek
2. Pelaporan segera berjenjang: Puskesmas-Kab-Prov-
Pusat
3. Persiapan investigasi: tim, data dasar, bahan KIE, form
investigasi, media amis, antibiotic, APD, lapor ke
pemerintah setempat,
4. Investigasi kasus termasuk kontak dengan penderita
difteri, pengambilan specimen, pemberian antibiotic
profilaksis,
5. Telaah/analisis data hasil investigasikebijakan ORI
Pengumpulan
Spesimen
• Dua sampel untuk setiap kasus menggunakan
stik swab (kapas ) di tepi-tepi lapisan putih.
1. Sampel dari nasal/rongga hidung
2. Sampel dari tenggorokan/faring
• Spesimen ideal-nya diambil sebelum
pemberian antibiotik. Jika antibiotik sudah
diberikan tetap ambil spesimennya.
• Ujung kapas harus tertanam dalam agar pada
media amis
• Transport spesimen pada suhu 2-8C, segera
kirimkan dan idealnya sudah sampai di
laboratorium dalam 2 hari setelah
pengumpulan spesimen.
• Untuk kasus difteria non-respiratorik,
perlakuan sampel sama dengan difteria
respiratorik.
Tatalaksana Pasien
1. Difteri
Penderita dirujuk ke RS dan dirawat dalam ruangan terpisah dengan
penderita lain.
2. Penderita diberikan antibiotik (eritromicin) dengan dosis 40 - 50 kg/BB/hari
maksimal 2 gram/hari yang dibagi dalam 4x1 hari diberikan selama 14 hari.
Sedangkan kontak diberikan antibiotik yang sama sebagai profilaksis selama
7-10 hari.
3. Penderita diberikan Anti Difteri Serum (ADS) didahului dengan test
sensitifitas
4. Berikan penjelasan cara minum obat dan efek samping obat, obat diminum
setelah makan untuk menghindari iritasi lambung yang merupakan efek
samping obat.
5. Pada saat PE: langsung berikan imunisasi difteri pada kontak erat
6. Diperlukan 1 orang yang akan memantau dalam minum obat untuk setiap
kelompok kontak erat (PMO).
7. Maksimalkan PMO pada hari 1 dan ke 2 untuk profilaksis menurunkan
penularan kuman (PMO hari ke 1-2 dan hari ke-7  formulir DIF-2)
SUSPEK DIFTERI

TATALAKSAN
A KONTAK
ERAT
KEMOPROFILAKSIS/ Evaluasi status
OBAT imunisasi
PENCEGAHAN
Pengawasan minum obat
pada: ≥3 dosis, atau ≥3 dosis, atau
<3 dosis atau
- Hari ke-1 : awal minum dosis dosis
tidak diketahui
obat terakhir terakhir
- Hari ke-2 : memastikan 2 >5 tahun <5 tahun
hari pertama minum obat <1 tahun: lengkapi Berikan 1 dosis - Anak yang
secara adekuatkuman imunisasi dasar (3) imunisasi belum
mulai mati 1-6 tahun: difteri ulangan dapat dosis
- Hari ke-7: ketaatan minum imunisasi dasar (3) ke-4,
obat sampai selesai dan lanjutan berikan
Pengawasan efek samping ≥7 tahun: 3 dosis - Anak yang
interval 0-1-6 sudah dapat
Jika timbul gejala dosis ke-4:
difteri, rujuk fasyankes *pertimbangan lain (misal tidak ada catatan, KLB: tidak perlu
semua kontak erat diberikan 1 dosis imunisasi difteri
TETANUS
NEONATORUM
Tetanus Neonatorum

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala


o Tetanus pada bayi baru lahir klinis, yaitu pada awalnya bayi dapat
o BBL tanpa kekebalan pasif menetek/mengisap selama 2 hari, pada
o Angka kematian sangat tinggi tanpa hari 3 - 28 muncul gejala antara lain:
pengobatan • Tiba2 tidak bisa menetek/mengisap
• Mulut Mencucu
• Kejang rangsang (bunyi,sinar,sentuh)
• Kejang tonik-klonik umum
Epidemiologi Tetanus Neonatorum
⚫Etiologi : Clostridium Tetani yang mengeluarkan eksotoksin
⚫Sifat Clostr.Tetani : hidup anaerob, berbentuk spora, tersebar di tanah, dalam feses
binatang dan kadang-kadang feses manusia. Spora dapat bertahan hidup bertahun-
tahun di lingkungan.
⚫Port d’ entry : tali pusat bayi
⚫Masa inkubasi : 3 –21 hari (rata-rata 6 hari)
⚫Kematian > 95 % jika tidak diterapi, sedangkan jika diterapi kematian juga masih 25
% - 90 %.
⚫Faktor resiko:
1.Persalinan tidak steril (3 Bersih: alat, tempat, tangan)
2.Perawatan tali pusat tidak bersih
3.Ibu Bayi tidak mempunyai kekebalan yang memadai
(imunisasi)
IMUNISASI DASAR PADA BAYI IMUNISASI LANJUTAN PADA WUS  HARUS MELALUI
SKRINING
& LANJUTAN PADA
BADUTA Status Interval Minimal Masa Perlindungan
Imunisasi Pemberian
UMUR
JENIS IMUNISASI T1 - -
(BULAN
) T2 4 minggu setelah T1 3 tahun
T3 6 bulan setelah T2 5 tahun
0 -24 jam Hepatitis B
T4 1 tahun setelah T3 10 tahun
1 BCG, OPV1
T5 1 tahun setelah T4 Lebih dari 25 tahun
2 DPT/HepB/Hib1, OPV2, PCV1*
3 DPT/HepB/Hib2, OPV3, PCV2* -DT
Td
HPV*
-MR HPV*
4 DPT/HepB/Hib3, OPV4, IPV Td

9 MR, JE*
12 PCV3*
* hanya di Prov/Kab/Kota Terpilih 1 SD 2 SD
18 DPT/HepB/Hib4, MR2 5 SD 6 SD

Permenkes No 12/2017 BULAN IMUNISASI ANAK SEKOLAH


3 dosis awal 1 dosis lanjutan BIAS kelas 1 dan 2 BIAS kelas 5
sebelum 6 bulan

+3 tahun +5 tahun +10 tahun +>30 tahun Status T5


perlindu perlindu perlindungan perlindungan/se
ngan ngan umur hidup (skrining)
Jika anak datang tidak sesuai jadwal, antigen apa sajakah yang
dapat diberikan untuk melengkapi IRL?
Waktu yang Jenis HB- BCG OPV Penta OPV Penta OPV Penta OPV IPV Campak Penta- Campak
direkomen anti 0 1 -1 2 -2 3 -3 4 Rubella 4
dasikan gen 1 Rubella2
Usia < 24 1 bln 1 2 bln 2 3 bln 3 bln 4 bln 4 4 bln 9 bln 18 bln 18 bln
jam bln bln bln

Untuk melengkapi IRL, berikan imunisasi sbb jika anak datang dengan usia :
> 24 jam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
≤ 1 tahun √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
1-2 tahun √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
2-3 thn √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
3 -4 thn √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
4 - 5 thn √ √ √ √ √ √ √ √ √ √

Keterangan : Keterangan :
= Tidak boleh diberikan = boleh diberikan
SEMAKIN LAMA MENUNDA, SEMAKIN BESAR RISIKO ANAK TERKENA PD3I
PERTUSIS
PERTUS
IS
• Pertusis (Batuk rejaning cough/batuk rejan/batuk seratus hari) adalah penyakit
menular pada saluran pernapasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella
pertussis.
• sering menyerang anak-anak (khususnya usia dibawah 5 tahun) dan tersebar
di seluruh dunia, tidak tergantung etnis, cuaca ataupun lokasi geografis.
• Penularan: manusia ke manusia
• Pertusis memiliki tingkat penularan yang tinggi dan menular melalui droplet
kecil (aerosolized droplet) terutama yang keluar pada saat batuk atau bersin.
Definisi
Kasus:
• Suspek: Orang dengan batuk yang berlangsung minimal 2 minggu dengan minimal 1
tanda berikut,
a. Batuk paroksismus (batuk terus menerus)
b. Inspiratory Batuk rejaning
c. Muntah setelah batuk (post-tussive vomiting)
d. Muntah tanpa ada penyebab yang jelas
ATAU
• Kasus apnea (berhenti nafas) dengan atau tanpa sianosis pada anak usia <1 tahun dengan batuk
tanpa ada batasan durasi
ATAU
• Jika dokter menduga pertusis pada pasien dengan batuk tanpa ada batasan durasi

“Pengambilan Spesimen: Kasus pertusis dapat juga didiagnosa secara laboratoris


dengan mengambil sampel berupa apus nasofaring”
Jika seseorang sudah pernah mendapat imunisasi pertusis atau sudah pernah terinfeksi pertusis sebelumnya,
maka gejala klasik pertusis mungkin tidak akan muncul sehingga tidak memenuhi kriteria suspek di atas.
KLB
PERTUSIS
Suatu wilayah kab/kota dinyatakan KLB Pertussis jika ditemukan satu
suspek pertusis dengan konfirmasi laboratorium PCR/kultur positif
ATAU
Jika ditemukan Suspek Pertusis yang mempunyai hubungan
epidemiologi dengan kasus PCR/kultur positif
TERIMA
KASIH

Anda mungkin juga menyukai