Anda di halaman 1dari 93

KEBIJAKAN SURVEILANS AFP & PD3I

DAN
RENCANA STRATEGIS MR

Subdit Surveilans
Direktorat SKK, Ditjen P2P, Kemenkes RI

Disampaikan pada:
Pertemuan Review Surveilans AFP &PD3I
Provinsi Lampung, 28 Juli 2016

Eradikasi Eliminasi Pengendalian Pengendalian


Polio Campak Rubela/CRS Difteri
Pengendalian Penyakit PD3I
(Penyakit Dapat Dicegah dg Imunisasi)

Burden Disease
Pre Imunisasi

Pencegahan Surveilans
dg Imunisasi

• Manajemen vaksin dan • Sensitifitas penemuan yg


pelayanan imunisasi tinggi
• Segera Stop penularan
Evaluasi Program
Imunisasi
ERADIKASI POLIO
TH 2020
Not detected Not detected since
Since 1999 Nov 2012
Progress Eradikasi Polio
Global
• VPL tipe 2 terakhir dilaporkan India pada
tahun 1999 dan dinyatakan musnah pada
bulan September 2015 di Bali

• VPL tipe 3 terakhir ditemukan di Nigeria pada


Nov 2012, tapi belum dinyatakan musnah.

• Penarikan vaksin tipe 2 serentak dilakukan di seluruh dunia pada


bulan April 2016 digantikan dengan bOPV (Switching tOPV to
bOPV)

• Sampai dengan saat ini (2016), negara yang masih melaporkan


kasus polio karena virus polio liar: Pakistan dan Afganistan
Progress Eradikasi Polio
di Indonesia
• VPL indigenous di Indonesia terakhir ditemukan pada tahun 1995 di
Jawa Timur

• Tahun 2005 KLB polio :


• importasi dari Afrika Barat dengan jumlah kasus 305
• cVDPV di Jawa Timur (Madura), jml kasus 46
• 6 kali PIN telah dapat menghentikan transmisi, VPL terakhir ditemukan pada
kontak kasus AFP bulan April 2006 di Aceh.

• Tahun 2006 – sampai saat ini tidak ditemukan adanya sirkulasi virus
polio liar.

• Pada bulan Maret 2014, regional SEARO sertifikasi Bebas Polio.

• Switching tOPV to bOPV pada tgl 4 April 2016


Masih ada POTENSI RISIKO Setelah
Sertifikasi Bebas Polio

Bebas dari VPL


1 4 Indigenous
t 20
e
ar
M
27

Importasi masih mungkin


VDPV dan VAPP masih mungkin
• Secara Global, dimulai penarikan OPV tipe 2

• Penarikan OPV tipe 2 artinya tOPV (P1+P2+P3)


diganti dengan bOPV (P1+P3)

• Penarikan OPV tipe 2 akan menurunkan risiko


terjadinya cVDPV tipe 2 & VAPP dari OPV tipe 2
• Penarikan OPV tipe 2 akan menyebabkan populasi tidak
mempunyai kekebalan dalam melawan virus polio tipe 2
• Meningkatkan risiko KLB yang disebabkan oleh virus polio
tipe 2 yang muncul kembali
• Virus polio tipe 2 muncul kembali bila:
– cVDPV tipe 2 terjadi selama atau segera setelah penarikan OPV
tipe 2
– Terjadi cVDPV import
– Pemutusan proses “bio-containment” di laboratorium yang
menyimpan virus
PIN 8 – 15 Maret 2016 dengan t-OPV: untuk meningkatkan
kekebalan populasi terhadap virus polio tipe 2

Penguatan Imunisasi rutin

”Menaikan cakupan untuk mencapai “the endgame

Pemberian IPV melalui program rutin

Penarikan tOPV diganti dengan bOPV (Switching tOPV to


bOPV)
Switching tOPV – bOPV:
Setelah 4 April, tOPV harus dikeluarkan
dari cold chain

Dikemas, dilabel dan dimusnahkan

Tidak ada penggunaan tOPV


setelah “national switch date”
Peran IPV
• Memperkecil risiko “paralytic poliomyelitis” jika
terinfeksi virus polio tipe 2 yang terjadi setelah penarikan
OPV tipe 2

• Memperkecil terjadinya transmisi virus polio tipe 2 yang


timbul kembali

• Mempercepat respon terhadap pemberian mOPV pada


saat terjadi KLB dikemudian hari.

• Sebagai “Booster immunity” tipe 1 and 3


GOAL ERADIKASI POLIO

Tidak ada lagi kasus polio

Tidak ada transmisi virus polio liar

Tidak ada transmisi virus polio vaksin (VDPV/VAPP)

Dibuktikan dengan Surveilans AFP yang


adekuat selama 3 th berturut-turut
Ditetapkan secara bertahap per regional
Definisi AFP
• Semua anak usia < 15 tahun
• Kelumpuhan yang sifatnya lemas (flaccid),
kekuatan otot ant 4 - 0
• Terjadi mendadak dalam 1 – 14 hari
(Bukan lama lumpuh)
• Bukan disebabkan ruda paksa / trauma

Bila ada keraguan laporkan


sebagai kasus AFP
KONSEP SURVEILANS AFP

Jika semua penyakit dengan gejala


lumpuh layuh akut (AFP) ditemukan
(Min 2/100.000 anak usia <15 th)

Kecil kemungkinan kasus


polio lolos
Surveilans
AFP, VPL/VDPV, & VAPP

 Menemukan semua kasus AFP

 Membuktikan kasus AFP tersebut


polio/bukan polio dg pengujian virus
polio pada tinja
Indikator Utama Surveilans AFP

• Non-polio AFP rate


Minimum Target: ≥2/100,000 populasi <15 thn
Indonesia: min. 1415 kasus thn 2015
(2015: 1418 kasus  non polio AFP rate: 1,96)

• 2 spesimen adekuat (diambil dg interval ≥24


jam dalam waktu ≤14 hari sejak onset
kelumpuhan)
Minimum Target: ≥80%
Indonesia: 2015: 87,6%
Definisi Kasus Polio Pasti
Kasus AFP yang pada hasil
pemeriksaan tinja di lab
ditemukan VPL (Virus Polio Liar)
atau cVDVP (Circ. Vaccine Derived
Polio Virus)
Definisi Kasus Polio Kompatibel
Kasus AFP yg tak cukup bukti secara
lab/virologis untuk diklasifikasikan sbg
kasus non Polio; karena:
Spec tak adekuat &
Kunj. Ulang : Sebelum Kunj. Ulang:
Kelumpuhan (+) Kasus meninggal/hilang

Dan hasil review kasus oleh KOMITE AHLI SURVEILANS AFP Nasional:
penyebab Polio tidak dapat disingkirkan.
KONFIRM
VPL (+) POLIO (3)

RESIDUAL RESUME POLIO


PARALISIS (+) MEDIS KOMPATIBEL (2)

KASUS
AFP KU – 60 hr RESIDUAL KOMISI
PARALISIS (-) AHLI

SPESIMEN
TIDAK ADEKUAT
dan atau SABIN (+)

AFP
VPL (-) SPESIMEN (1)
NON POLIO
ADEKUAT
Penanganan Surveilans
Terhadap Kasus AFP
Kelumpuhan Isi FP-1
≤ 14 hari Ambil Spesimen

Isi FP-1
Kelumpuhan Ambil Spesimen
> 14 hari – 2 bulan Ku 60 hr & Resume
medis
Kelumpuhan Isi FP-1
> 2 bulan KU 60 hr
Resume medis
Hospital Based Surveillance (HBS) Community Based Surveillance (CBS)

Penemuan
Keterangan Kasus Harus
Di laporkan Sedini
Di kunjungi Mungkin
Diagnosis Penyakit yang
SELALU ditandai AFP

• Poliomyelitis
• Guillain-Barre Syndrome
• Transverse myelitis
• Traumatic neuritis
Seharusnya kasus ini lebih dari 60 %
1. Sindrom Guillain Barre DIAGNOSIS PENYAKIT
(SGB) DENGAN GEJALA AFP
2. Myelitis transversa (Komite Ahli S-AFP Nas)
3. Poliomyelitis
4. Polyneuropathy 13.Periodic Paralysis hipokalemi
5. Myelopathy 14.Spinal Muscular Atrophy
6. Dermatomyositis 15.Efek samping sitostatika (mis:
7. Hipokalemi vincristin)
8. Erb’s paralysis 16.Ensepalitis atau Ensefalopati
9. Foot drop paralysis 17.Meningitis
10.Stroke pada anak 18.Miastenia gravis umum
11.Todd’s paralysis 19.Metabolic myopathies
12.Duchene Muscular 20.Herediter Motor and Sensory
Dystrophy Neoropathy (HMSN)
INGAT:
Gejala AFP dapat ditemukan juga pada penyakit selain tersebut di atas.
Bila diagnosis pasti belum dapat ditegakkan dapat dituliskan suspek dan DD-
nya
Non-AFP Rate and Adequate
Specimen, 2011-2015
8,0 100

7,0
94 93,6
89,8
6,0
86,1 87,4
5,0
Non Polio AFP Cases/100.00 Children <15

4,0 80

%Adequate Specimens
yrsof age

3,0 2,58 2,67 2,74


2,07 1,96
2,0

1,0

0,0 60
2013

2014
2011

2012

2015
NPAFP Adeq.Spec

Data as of 22 July 2016


Papua Barat
34

Sulawesi Barat
Maluku Utara
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33
Non POLIO AFP RATE 2015 – (by Province)

Kalimantan Utara
Maluku
Papua
Kalimantan Timur
Bangka Belitung
Sumatera Barat
Aceh
Sulawesi Tenggara
Riau
Sulawesi Selatan
Kalimantan Selatan
Jakarta

Published 22 July 2016


Kalimantan Tengah
Jawa Tengah
INDONESIA
Jawa Timur
2,00

Lampung
Jambi
Sumatera Selatan
Banten
Kalimantan Barat
Kepulauan Riau
Sumatera Utara
Sulawesi Tengah
Jawa Barat
Nusa Tenggara Barat
Bengkulu
Nusa Tenggara Timur
DI Yogyakarta
Sulawesi Utara
Bali
Gorontalo

6,00

5,00

4,00

3,00

2,00

1,00

0,00
AFP Surveillance Performance in Indonesia
(Data comparison Last Week of 2014 and 2015)
Non Polio AFP Rate % Adequate Specimen

1,96 87,4 %

2015

2,40 86,4 %

2014

No case/report No case/report
NP AFP rate < 1 Adeq. Spec <60%
NP AFP rate 1-1,99 Published 22 July 2016 Adeq . Spec 60-79%
NP AFP rate >=2 Adeq. Spec >=80%
Pemetaan Daerah Risiko Polio
2012 2013

2014

Indikator:
1. Cakupan Imunisasi
2. Non Polio AFP Rate
3. Spesimen Adekuat
PENCARIAN KASUS AFP DI RUMAH SAKIT

 Harus melibatkan dokter, perawat, bidan


 Perhatikan kasus anak dengan muntah-muntah,
diare, gizi buruk, efek samping obat
 Tanyakan setiap pasien di rawat apa ada
kelemahan Peran NaKes sangat
pada ekstremitas
 Kasus dicurigaidiharapkan !! ke neurologi
AFP dapat dikonsulkan
anak
 Perlu penyegaran ilmu kembali untuk dokter, bidan
dan perawat di bangsal tentang kasus AFP
Jawaban
3 x Yes

Ke
ELIMINASI
CAMPAK &
PENGENDALIAN
RUBELA/CRS
Goal Regional
Eliminasi Campak dan Pengendalian
Rubela/CRS
Disease burden targets
2015
• Penurunan kematian campak 95%, dibanding th 2000 estimasi
•Penurunan insiden campak menjadi <5 kasus/ 1 juta populasi
• Penurunan insiden rubela/CRS 50% dibanding th 2008 (estimasi)

2020
•Eliminasi : Tidak adanya wilayah endemis campak selama >12 bulan dan “zero”
transmisi virus campak “indigenous” , melalui pelaksanaan surveilans campak yang
adekuat.
•Penurunan kasus rubela/CRS >95% dibanding kasus th 2008 (estimasi)
Target Nasional
Eliminasi Campak

Target Campak:
Eliminasi campak nasional pada tahun 2020

Tujuan khusus:
1. Cakupan campak dosis pertama minimal 95% secara
nasional dan kab/kota
2. Cakupan campak dosis kedua minimal 95%
3. Fully investigated semua kasus KLB campak
4. Surveilans Campak Berbasis Kasus Individu (CBMS)
diterapkan dengan 100% pemeriksaan spesimen
secara bertahap mulai tahun 2014
Progress Indonesia Eliminasi Campak
Immunization Surveillance
Fully investigated and management all
measles outbreak

Implement CBMS with min 50% and


100% in eligible provinces specimen
tested

Individual report at all level (Since


2014)
Perjalanan Klinis Campak

Masa Inkubasi prodromal rash


( 7–18 hr sebelum rash) ( ± 4 hr) (± 4–8 hr)

- - - - - - - - -
-9 -8 -7 -6 -5 -4 -3 -2 -1 0 +1 +2 +3 +4 +5 +6 +7 +8
18 17 16 15 14 13 12 11 10

Periode sangat menular

- 18 -4 0 +4
18 hr sebelum rash 4 hr sebelum rash Tgl mulai timbul 4 hr setelah rash
adalah kemungkinan adalah rash adalah kemungkinan
tgl paling awal kemungkinan akhir menularkan
tertular menularkan
Komplikasi Penyakit Campak
Sering Jarang

• Diare • Encephalitis
• Bronkhopneumonia • Myocarditis
• Pneumonia • Pneumothorax
• Malnutrisi • Pneumomediastinum
• • Appendicitis
Radang telinga tengah
• Subacute sclerosing
• Ulkus mucosa mulut panencephalitis (SSPE)
• Komplikasi mata
DEFINISI OPERASIONAL CAMPAK

Kasus klinis:
• Demam,
•Bercak merah (rash)
berbentuk mokulopapular,
•Batuk/pilek atau mata merah
(conjunctivitis)
KEMATIAN CAMPAK
Penyebab kematian campak: Komplikasi
 Kematian dari seorang penderita campak pasti,
pasti
yang terjadi dalam 30 hari setelah timbul rash,
bukan disebabkan oleh hal-hal lain (seperti:
trauma atau penyakit kronik yang tidak
berhubungan dengan komplikasi campak)
“Suspek Campak”
Test Serologi IgM :
Campak dan Rubela
Batuk/Pilek/Conjuntivitis
+ Bila KLB:
Test Serologi & Virologi

measles
rubella mononucleosis

dengue other viral


exanthems
Demam + Ruam
scarlet fever Kawasaki

roseola meningococcemia
infantum
toxoplasmosis
Penanganan Kasus Campak

• Manajemen kasus: Antibiotik,


su s vit A
K a
ika
• DilakukanJpenyelidikana k lapangan
a m p
untuk mencariC adanyaka kasus
n lain
m u
dite g ha
• Dilakukan pengambilan r us
spesimen
y a n ?
• Dicatat dan a
Apdilaporkan a n
a ku k
dil
• Dilakukan kajian data untuk
intervensi
Algoritma Pemeriksaan Serologi
Campak & Rubela

• Surveilans Campak dan Rubela  dilakukan secara


terintegrasi
IgM Campak
(+)
Suspek Sampel
Campak (serum) IgM Campak
(-)

IgM IgM
Rubela (-)
Rubela
(+)
Discarded
Pemeriksaan Laboratorium
• Pemeriksaan Serologi
– Bahan : Serum 1cc (4 – 28 hari setelah rash)
– Untuk mendeteksi adanya antibodi spesifik (IgM)
dari virus campak.

• Pemeriksaan Isolasi
– Bahan : Urine 1 – 4 hari setelah rash/swab
nasopharing
– Untuk mengetahui tipe virus campak, (genotipe
atau molekular)
Indikator Surveilans Campak
Rutin
No Indikator Target
≥2/100.000
1 Discarded Campak population
2 Kasus Suspect Campak dengan test IgM (CBMS) 100%

3 Kelengkapan Laporan Bulanan Puskesmas (C1) 90%


4 Ketepatan Laporan Bulanan Puskesmas (C1) 80%
5 Kelengkapan Laporan RS 80%

Outbreak
No Indikator Target

1 Kelengkapan Laporan Outbreak 90%

2 Fully Investigated Outbreak 100%

3 Outbreak campak dengan test virologi 80%


Capaian Indikator Surveilans Campak:
Discarded Rate, 2011 - 2015
Lampung:
1,5 25000
2015: 2,09
23282 2014: 1,87
20000

18798 1,03
1
0,88
15000

Measles Cases
Discarded Rate

0,72
0,64 12943

0,55 10000

0,5 11521 13890

5000

0 0

Measles Cases Discarded Rate


Data as of 20 June 2016
*Source:
Routine Data: SST (before 2004); Measles Validation & Integrated VPD
Surveillance data (2004-2009)
Outbreak Data: Monthly Outbreak report (before 2005); Integrated VPD
Surveillance report (2005-2009)
Case Base Measles Surveillance
2010 - 2015
% Lampung:
44.8 2015: 1014%
50
2014: 100%
45 43 45 43.6
40 38 39
35
30
24 25 %Measles
25 2324 24 24
21 24 %Rubella
20 20.2 %spec tested
16
15 16.2 12
10
5
0
Data as of 15 Jun 2016
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Kasus Campak Rutin dan Cakupan Imunisasi Campak
Indonesia, 2011-2015

Lampung:
2015: 37 cases, 1 OB
2014: 236 cases, 6 OB
25000 100
90
20000 80
70
15000 60
50
10000 40
30
5000 20
10
0 0
2011 2012 2013 2014 2015
Kasus Campak Rutin 23282 18798 11521 12943 13890
Jumlah OB Campak 4993 2328 1677 1981 928
Cakupan Imunisasi 93,6 99,3 97,8 94,7 92,3
Data sd 20 June 2016
Distribution of Measles Outbreak Reported & Lab Confirmed
Indonesia, 2014-2015
2015 : Total= 75 OB

Lampung: 1 OB

2014 :Total= 185 OB

Lampung: 6 OB

: 1 Measles OB
: 1 Rubella OB
: 1 Mix OB (Measles & Rubella)
: 1 Negative OB (Measles & Rubella)
: 1 OB without sample Data as received on 20 June 2016
*Dots are randomly placed within provinces
Pemetaan Daerah Risiko Campak

Indikator:
1. Cakupan Imunisasi
2. Insidence Rate
3. KLB
4. Reporting Rate
5. Discarded Rate
6. Kelengkapan laporan bulanan
Cara Melaporkan Kasus Campak
dari Pelayanan Swasta
• Pelaporan kasus campak dapat dilakukan melalui :
– Semua kasus dicatat dalam form C1/ form khusus, laporkan
ke puskesmas/Dinkes kab/kota melalui :
• SMS , BB, Line , Whats App, email atau telephon (dapat dipilih)
• Form yang sudah diisi difoto dan kirimkan ke kontak person
puskesmas/kab/kota atau bb/WA grup
• Informasi yang perlu dicatat adalah : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Nama org
tua, No telp, Almt, Tgl demam, Tgl ruam, Tgl Imunisasi terakhir, St. Im
(jumlah imunisasi campak)
• Bila tidak ada kasus dalam satu bulan, maka ketik
“NIHIL CAMPAK” kirim melalu sms, email, WA ,
BB dll. setiap tgl 1 bulan berikutnya.
Dinkes
Rumah Sakit
Kab/Kota

Klinik Swasta

Puskesmas
Praktek Pribadi
Format Khusus
(Untuk WA/SMS/Line)
• Nama:
• Umur :
• Tgl demam:
• Tgl ruam :
• St. Im campak (jumlah imunisasi):
• Nama org tua:
• No telp:
• Alamat tempat tinggal:
Masalah Pelaporan Kasus Campak
– Belum semua puskesmas melaporkan kasus
campak ke Dinas Kesehatan.
– Pelayanan swasta belum terlibatkan dalam
pelaporan kasus
– Kasus yang tidak datang ke pelayanan kesehatan
cukup tinggi, tetapi belum ada sistem
pelaporannya
– Surveilans Aktif Rumah Sakit belum
dilaksanakan secara optimal
– Belum semua kasus diperiksa spesimennya
SURVEILANS
CRS
Rencana Kegiatan
Kontrol Rubela / CRS di Indonesia
• Tujuan dari program kontrol rubela adalah untuk
mencegah Congenital Rubella Syndrome (CRS)

• Kampanye Imunisasi Campak-Rubela (MR) pada anak


usia 9 bl – 15 th pada tahun 2017 di 6 provinsi di Pulau
Jawa

• Dilanjutkan dengan imunisasi rutin bersamaan dengan


jadwal imunisasi campak dengan penggabungan vaksin
campak- rubela (MR vaksin)

• Mengembangkan dan memantau surveilans CRS di RS


sentinel untuk mengukur dampak imunisasi rubela tsb.
Pengembangan Surveilans CRS
• Tujuan :
– Mendapatkan besar masalah disease burden CRS
 bahan advokasi
– Menilai dampak pelaksanaan imunisasi rubela
• Subdit Surveilans sebagai national focal unit
• Pengembangan Pedoman Surveilans CRS dan
SOP
• Menentukan RS sentinel CRS 20 1 5
Pemilihan RS sentinel CRS

RS sentinel CRS:


• RS pemerintah dan atau RS pendidikan
• Memiliki spesialis Anak, Mata, dan THT
• Memiliki fasilitas pendukung diagnostik

Lokasi di 10 provinsi pada beberapa pulau besar

Total populasi cukup besar dengan estimasi populasi untuk


surveilans CRS (<1 tahun) sekitar ±45%
13 RS di 10 Provinsi yang Melaksanakan
Surveilans CRS
Pengembangan Surveilans CRS (2)
• Pelatihan bagi Spesialis Anak, THT dan Mata (sebagai
koordinator dan kontak person) dari RS sentinel
• Surveilans CRS dimulai pada November 2014
(prospective surveillance)
• Retrospective review dilakukan pada November
2014 – Desember 2015: untuk data anak kelahiran
tahun 2011-2014
• Pelatihan koordinator data dari RS sentinel
• Pelaporan bulanan menggunakan web PD3I
Pengembangan Surveilans CRS (3)

•Membentuk tim ahli CRS nasional, yang merupakan


bagian dari Komite Ahli Verifikasi Eliminasi Campak dan
Pengendalian Rubela/CRS
•Pertemuan rutin koordinasi internal RS sentinel
•Pernas RS sentinel
•Pengiriman spesimen serum ke Lab Campak-Rubela
Nasional untuk pemeriksaan serologi
Satu entry point: Bayi (usia <12 bulan) dengan
cacat bawaan lahir

Semua suspek CRS harus dilakukan


investigasi dan klasifikasi
berdasarkan SOP
sesuai pedoman surveilans CRS
Definisi Kasus CRS
1. Suspek CRS : Bayi usia <1 tahun
dengan:
•Terdapat minimal satu gejala klinis pada
kelompok A Kumpulan gejala CRS
2. CRS klinis: Bayi usia < 1 tahun dengan:
•Dua gejala klinis dari kelompok A; atau
•Satu gejala dari kelompok A dan satu gejala
dari kelompok B
Penyakit Jantung Kongenital
HARUS disertai minimal 1 gejala
3. CRS Pasti : klinis Kelompok A atau B
Kasus suspek CRS dengan hasil pemeriksaan
laboratorium salah satu diantara berikut:
•jika usia bayi <6 bulan: IgM rubela (+)
•jika usia bayi 6 bulan - <1 tahun:
IgM dan IgG rubela (+); atau
IgG dua kali pemeriksaan dengan selang
waktu 1 bulan (+)
4. Bukan CRS (Discarded CRS) :
Suspek CRS yang tidak memenuhi kriteria CRS
klinis dan tidak memenuhi kriteria CRS pasti
Manajemen Surveilans Suspek CRS

Setiap suspek CRS dilakukan INVESTIGASI meliputi:


Mengisi formulir investigasi CRS (Form CRS1)
Merujuk ke lab RS untuk pengambilan spesimen, sebagian
spesimen diperiksa untuk kepentingan klinis
Meminta lab RS untuk menyimpan sisa spesimen
Mengirim sisa spesimen (serum) ke Lab Nasional Campak-
Rubela untuk kepentingan surveilans CRS
Usia <6 bulan : Hanya Periksa IgM
Usia 6 – 12 bulan : Periksa IgM dan IgG
Merujuk ke bagian Anak (jantung), THT dan Mata
Memasukkan data ke dalam Web PD3I
Flow Surveilans CRS di RS
Suspek CRS

Dokter yg pertama menemukan kasus

Bagian Anak
1. Isi Form CRS1 Lengkapi
Konsulkan Bagian THT
2. Ambil darah 1-3 cc form CRS1
untuk dapat serum 1 cc Bagian Mata

Koordinator CRS
Koordinator Data

Input Data ke Web PD3I


Koordinator
Koordinasi
Provinsi
Kirim Spesimen ke Lab Nas Campak-Rubela
Classification of CRS Cases (Percentage)
(Data comparison 2016 and 2015)

Data as 19 Juli 2016


Classification of CRS Cases by Hospital
2015

Data as 19 Juli 2016


Classification of CRS Cases by Hospital
2016

Data as 19 Juli 2016


Laboratorium Nasional Polio & MR

Additional Lab M-R : BBLK Palembang, BBLK Jakarta dan BBLK Makasar

Existing Lab M-R

LITBANG BioFarma BLK YOGYA BBLK SBY


ELIMINASI
TETANUS
NEONATAL
Kebijakan dalam Eliminasi TN

• Status ETN ditetapkan di Kab/Kota


• Satu kasus/kematian TN = KLB 
penyelidikan epidemiologi ke lapangan
dalam 24 jam pertama
• Surveilans ZERO report
Definisi Operasional TN
• Neo Natus = bayi umur 0 – 28 hari
• Kasus/Kematian TN
 Konfirmasi Klinis/Pasti
• lahir normal, dapat menangis & menetek selama 2
hr, kemudian timbul gejala sulit menetek disertai
kejang rangsang dalam usia 3- 28 hr
Tersangka
• Kematian bayi umur 3 – 28 hr tak diketahui penyebab
• TN yang dilaporkan bukan oleh dokter / petugas
terlatih.
KEGIATAN SURVEILANS TN

1. Penemuan Kasus
2. Menetapkan diagnosis
Konfirmasi klinis TN
Tersangka TN
3. Mencari kasus tambahan
Penolong persalinan sebagai “center point”
Budaya perawatan tali pusat
4. Mengetahui faktor resiko
5. Mengetahui gambaran epid
Kasus Tetanus Neonatorum dan Cakupan Imunisasi TT2+
Indonesia, 2011-2015

140 Lampung: 110


2015: 1 case, 0 death 100
120 2014: 3 cases, 3 death 90
100 80
70
80 60
60 50
40
40 30
20
20
10
0 0
2011 2012 2013 2014 2015
Kasus TN 114 119 78 84 71
Meninggal 69 59 42 54 40
Cakupan Imunisasi 63,6 71,2 66,3 47,3 65,2

Data sd 20 June 2016


Distribution of Neonatal Cases by Province
Indonesia, 2014-2015

2015: 71 cases

Lampung:
1 case

2014: 84 cases

Lampung:
3 cases

Source: Integrated VPD Surveillance data


Data as received 20 May 2016
: 1 NT case
*Dots are randomly placed within provinces
PENGENDALIAN
DIFTERI
Definisi Kasus
Kasus klinis = Probable
 Faringitis, Laringitis atau tonsilitis dan ditemukannya membran yang
melekat pada faring/laring atau mucosa hidung

Kasus konfirm
 Kasus klinis yang ditemukan kuman difteri pada pemeriksaan
spesimen
 Kasus klinis & ada hub epidemiologi dg kasus konfirm lab.

• Kontak
– Serumah atau sepermainan atau kontak dengan sekret penderita

• Karier
– Hasil lab positif tetapi tidak ada manifestasi klinis
KLB Difteri
1 kasus difteri  KLB
Penyelidikan KLB:
Memastikan KLB
Mencegah/memutus rantai penularan
 Mencari kasus tambahan
 Menentukan karier dan kontak
 Memberikan pengobatan yang tepat
Menentukan faktor resiko
Mengetahui gambaran Epidemiologi
Memberikan rekomendasi pengendalian kejadian difteri
Penanganan Kasus Difteri

• Manajemen kasus: Antibiotik, ADS


a
• Dilakukan penyelidikan s u s
ika K lapangan
k a n untuk
J
mencari adanya t e
kasus m u
lain, kontak dan
r i d i us
Dif
karier t e h a r
y a n g
Apa
• Dilakukan pengambilan a n ?
spesimen
a k u k
di l
• Dicatat dan dilaporkan
• Dilakukan kajian data untuk intervensi
Kasus Difteri dan Cakupan Imunisasi DPT3
Indonesia, 2011-2015
1400 110
Lampung:
1200 2015: 1 case, 0 death
2014: 2 cases, 0 death
1000
100
800

600
90
400

200

0 80
2011 2012 2013 2014 2015
Kasus Difteri 816 1192 778 430 529
Meninggal 39 76 39 21 20
Cakupan Imunisasi 94,9 100,9 99,3 96,6 93,1
Data sd 20 June 2016
Number of Diphtheria Cases and
Percentage of Death, 2011-2015
1200 10%
9%
1000
8%
7%
800
6%
600 5%
4%
400
3%
2%
200
1%
0 0%
2011 2012 2013 2014 2015
Ca se s 816 1192 775 430 529
%De a th 5% 6% 5% 5% 4%

Data sd 20 June 2016


Diphtheria Cases by Province
Indonesia, 2014-2015
Lampung: NO Provinces Total
2015: 529 cases
1 kasus 1 Sumatera Barat 110
2 Jambi 3
Sumatera
3 5
Selatan
4 Jakarta 8
5 Banten 16
6 Lampung 1
7 Jawa Barat 21
2014: 430 cases Lampung: 8 Jawa Timur 317
2 kasus 9
Kalimantan
13
Barat
10 Bali 2
11 Sulawesi Barat 2
12 NTB 2
13 Sulut 2
14 Sulsel 2
Data sd 20 June 2016
Source: Integrated VPD Surveillance data 15 Papua 2
: 1 Diphtheria case Total 2015 527
*Dots are randomly placed within provinces
RENCANA STRATEGI
ELIMINASI CAMPAK &
PENGENDALIAN RUBELA/CRS
Latar Belakang
• The World Health Assembly (WHA) menetapkan
Global Vaccine Action Plan (GVAP) of the decade of
vaccines pada bulan Mei 2012
• Salah satu dari empat tujuan utama GVAP adalah
pencapaian target eliminasi global dan regional
untuk mencapai eliminasi pada minimal 5 regional
termasuk negara-negara SEAR pada tahun 2020.
• Indonesia telah berkomitmen untuk mencapai
eliminasi campak dan pengendalian Rubela/CRS pada
tahun 2020
Countries with Rubella Vaccine in the National Immunization
Programme; and Planned Introductions in 2015-2016

2,2001,100 0 2,200 Kil

Introduced to date (141 countries or 72.7%)


Planned introductions in 2015-2016 (18 countries or 9.3%)
Not Available, Not Introduced/No Plans
(35 countries or 18%)
Not applicable

The boundaries and names shown and the designations used on this map do not imply the
expression of any opinion whatsoever on the part of the World Health Organization
Data source: WHO/IVB Database, as of 29 September 2015 concerning the legal status of any country, territory, city or area or of its authorities, or
Map production Immunization Vaccines and Biologicals (IVB), concerning the delimitation of its frontiers or boundaries. Dotted lines on maps represent
approximate border lines for which there may not yet be full agreement. ©WHO 2015. All
World Health Organization rights reserved.
Rubella-containing Vaccine Introduction
in SEAR, 2015
  RCV-2 intro date Remarks
Bangladesh 2012  
Bhutan 2006  
DPRK N
India N
Indonesia N
Maldives 2006  
Myanmar 2015  
Nepal 2013  Sept-15
Sri Lanka 1996  
Thailand 1993  
Timor Leste 2015 Nov-15

RCV already in EPI schedule


Introduced 2011-2014
Introduced in 2015
Introduction planned after 2015
STRATEGIC OBJECTIVES GUIDELINE
1. Mencapai dan menjaga kekebalan populasi minimal
95% dengan pemberian dua dosis imunisasi campak di
seluruh wilayah melalui imunisasi rutin dan/atau
imunisasi tambahan
2. Penguatan Case Based Measles Surveillance (CBMS)
yang sensitif dan tepat waktu serta
mengimplementasikan / memperluas surveilans CRS
sentinel yang memenuhi kriteria indikator surveilans
yang direkomendasikan
3. Penguatan dan pengembangan jejaring laboratorium
nasional campak dan rubela yang terakreditasi
STRATEGIC OBJECTIVES GUIDELINE(2)
4. Kesiapsiagaan, respon dan manajemen kasus
KLB
5. Membangun dan mengimplementasikan
advokasi dan komunikasi yang efektif serta
kegiatan sosial mobilisasi untuk imunisasi
6. Membangun dan melaksanakan kegiatan
inovatif dan cost-effective, penelitian
operasional untuk menunjang imunisasi,
surveilans dan diagnosis
Rencana Strategis MR Indonesia
2015-2020

• Penguatan imunisasi rutin campak dengan minimal


cakupan 95% di semua level
• Imunisasi campak lanjutan usia 18 bulan
• Crash program campak di 183 kab/kota terpilih bulan
Agustus 2016
• MR catch up campaign di 2017-2018 untuk anak 9
bulan – 15 tahun
• Introduksi vaksin MR ke dalam program imunisasi rutin
tahun 2017-2018
Rencana Strategis MR Indonesia
2015-2020 (2)
• Penguatan Case Based Measles Surveillance: 100%
spesimen diperiksa 2020
• Fully investigated semua KLB campak
• Penguatan surveilans CRS di 13 RS di 10 provinsi
• Penguatan jejaring laboratorium nasional campak dan
rubela
• Pengembangan pelaporan campak individual melalui web
• Penguatan kesiapsiagaan, respon dan manajemen kasus
KLB
Peran NaKes yang Diharapkan
• Memastikan semua BALITA mendapatkan imunisasi
lengkap
– Mengajak masyarakat agar imunisasi menjadi sebuah kebutuhan
• Manajemen rantai dingin vaksin sesuai dengan SOP
• Turut serta dalam pelaksanaan program Eradikasi
Polio, Eliminasi Campak dan Pengendalian penyakit
PD3I lainnya.
– Semua kasus AFP & PD3I dicatat dan dilaporkan , agar data
lengkap & program dapat membuat kebijakan yang tepat dalam
penanggulangannya
Peran NaKes yang Diharapkan(2)
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
“BERSAMA KITA WUJUDKAN
INDONESIA & DUNIA BEBAS POLIO”

Anda mungkin juga menyukai