Anda di halaman 1dari 16

Kewaspadaan

Dini Polio

Dr Kamal, WHO Indonesia


Pertemuan Review SKDR
10-11 Januari 2024
Virus Polio dapat mengakibatkan terjadinya kelumpuhan permanen,
terutama pada anak-anak yang belum mendapatkan imunisasi.
Cakupan Imunisasi Polio Tinggi dan Merata Sangat Penting

Oral Polio Vaccine (OPV) Inactivated Polio Vaccine (IPV)


Diberikan secara TETES Diberikan melalui SUNTIKAN
Mengandung virus yang dilemahkan Mengandung virus yang dimatikan
Memberikan perlindungan melalui usus dan Memberikan perlindungan melalui darah
memunculkan herd immunity (individual saja), tidak ada intestinal immunity
(humoral dan intestinal immunity)
bOPV memberikan perlindungan pada tipe 1 dan tipe 3 Perlindungan untuk tipe 1, 2 dan 3
tOPV memberikan perlindungan pada tipe 1, 2 dan 3
(switch tahun 2016)
Dapat digunakan untuk penanganan KLB Tidak dapat digunakan untuk penanganan KLB
Beberapa Definisi Kunci Polio

1. Virus Polio Liar (VPL) : Tipe 2 dan 3 telah dieradikasi, VPL 1 masih bersirkulasi di 2 negara endemic (Pakistan
dan Afghanistan)
2. Virus vaksin : Sabin (diperoleh dari OPV); Sabin-like (sabin yang sudah menyimpang dari strain OPV tapi belum
cukup untuk diklasifikasikan sebagai VDPV); nOPV2 (Novel oral polio vaccine tipe 2)
3. Vaccine Derived Poliovirus (VDPV): virus vaksin yang mengalami perubahan nucleotide ≥10x (>1% divergent)
untuk tipe 1 dan 3, atau ≥ 6x (>0.6% divergen) untuk tipe 2.
• Circulating VDPV (cVDPV)→ penularan dari orang ke orang di masyarakat berdasarkan bukti dari
manusia/lingkungan.
• Immune-deficiency VDPV (iVDPV)→ dari individu dengan primary immunodeficiency (PID)
• Ambiguous VDPV → tidak bisa diklasifikasikan sebagai cVDPV atau iVDPV. Diklasifikasikan berdasarkan hasil PE
dan Lab, dengan masukan dari tim lapangan, ahli dan lab.
Bagaimana VPV (Virus Vaksin) berubah menjadi VDPV?
Jika Cakupan Imunisasi Tinggi
Indonesia mendapatkan Sertifikat Bebas Polio tahun 2014

1. Virus polio liar tipe 2 telah dinyatakan eradikasi pada tahun


2015 sedangkan virus tipe 3 telah dinyatakan eradikasi pada
tahun 2019
2. Indonesia mendapatkan sertifikat bebas polio pada tahun 2014
3. Negara endemic virus polio tipe 1 adalah Pakistan dan
Afghanistan.
4. 14 negara masih melaporkan kasus polio virus tipe 2 per 2
Januari 2024 yaitu Tanzania, South Sudan, Mali, Guinea, DRC,
Mauritania, Chad, CAR, Nigeria, Somalia, Pantai Gading, Yemen,
Kenya, Niger
5. Penemuan 1 (satu) kasus polio merupakan suatu Kejadian Luar
Biasa (KLB)
Status Bebas Polio BUKAN Berarti Tidak Berisiko Terdampak Polio

• Regional Asia Tenggara (termasuk Indonesia didalamnya)


→sertifikasi bebas polio tahun 2014
• Target eradikasi tahun 2026
• Terdapat 3 virus polio (tipe 1, tipe 2 dan tipe 3) → tipe 2
(September 2015) dan tipe 3 (Oktober 2019) telah berhasil
dieradikasi.
• Ancaman saat ini,
• WPV1 (Wild Polio Virus type 1)
• cVDPV 1, 2, 3 (Vaccine Derived Polio Virus → mutasi)
• Indonesia → importasi WPV1 2005-2006, cVPDV1 Papua,
cVDPV2 Aceh, cVDPV2 Jawa Barat
Bagaimana Kewaspadaan Dini Terhadap Polio?

• Pencarian kasus Acute Flaccid


Paralysis (AFP) untuk dibuktikan
bahwa ini bukan disebabkan oleh
polio.
• Target : Non-Polio AFP Rate
• Penemuan kasus AFP
• Masyarakat
• Puskesmas
• Rumah Sakit
• Klinik/Balai Pengobatan,
dsb.
PERAN SURVEILANS KEWASPADAAN DINI
Terlambat
dilaporkan atau
tidak dilaporkan

Verifikasi
rumor Deteksi dini dari
surveillans →
penanganan dini

ORI/Imunisasi
massal, pemberian
obat pencegahan
SISTEM KEWASPADAAN DINI :
PENEMUAN KASUS DAN RESPON ALERT
PENEMUAN KASUS POLIO DI LINGKUNGAN

• Surveilans polio lingkungan


• Pengambilan specimen setiap 2
minggu atau 1 bulan, tergantung
prioritas
• Sebagai komplemen surveilans AFP
• Pembuktian adanya sirkulasi di
masyarakat
TANTANGAN DALAM KONTEKS KEWASPADAAN DINI

• Belum adanya persamaan persepsi antara surveilans dan klinisi.


• AFP ≠ Polio
• Paralysis/kelumpuhan → penurunan power/kekuatan otot
• Keterlambatan dalam deteksi kasus → specimen tidak adekuat.
• Manajemen pengiriman sampel belum baik sehingga sampel rusak, kering, bocor, terlalu sedikit → tidak adekuat
• Kesalahpahaman dalam memahami target
• >3 per 100.000 penduduk usia dibawah 15 tahun → bukan berarti kalau sudah tercapai terus berhenti.
• Komitmen dalam mendukung kegiatan surveilans → ketersediaan SDM surveilans yang mumpuni, anggaran untuk PE/pengiriman
specimen/dll.
• Belum semua reporting unit potensial masuk ke dalam jejaring → RS swasta, Klinik-klinik swasta, pengobatan tradisional (tukang
pijat, dll)
HAL-HAL YANG BISA DILAKUKAN

• Mendata Kembali fasyankes baik milik pemerintah dan juga swasta, yang belum masuk ke dalam jejaring surveilans.
• Masuk ke dalam jejaring SKDR
• Memiliki petugas atau penanggungjawab atau focal person untuk surveilans.
• Melibatkan balai pengobatan tradisional dan masyarakat sebagai bagian dari Community Based Surveillance (CBS).
• Melakukan sosialisasi kepada klinisi dengan melibatkan organisasi profesi, untuk dapat menyamakan persepsi terkait definisi
operasional kasus AFP (dan penyakit potensial KLB lain)
• Memastikan alokasi anggaran untuk kegiatan surveilans teranggarkan → advokasi kepada pimpinan maupun bagian
perencanaan, konsultasi dengan pusat
KESIMPULAN

• Meskipun kita sudah mendapatkan status bebas Polio, tetapi ancaman masih ada berupa munculnya mutasi (VDPV) atau
importasi.
• Perkuat surveilans (AFP dan surveilans lingkungan)
• Tingkatkan cakupan Imunisasi
• Perkuat pintu masuk
• Deteksi dini perlu diperkuat di semua lini, baik di fasyankes, pengobatan tradisional, laboratorium lingkungan, masyarakat, dsb →
deteksi awal ,sehingga mencegah adanya sirkulasi lebih lanjut.
• Jika target telah tercapai di pertengahan tahun, apakah surveilans terus berhenti ? Target dalam surveilans AFP adalah target
minimal, akan tetapi surveilans harus berjalan terus.
• Advokasi menjadi salah satu kunci untuk kelancaran dan memastikan dukungan untuk kegiatan surveilans.

Anda mungkin juga menyukai