I. Pendahuluan
Acute Flaccid Paralysis (AFP) adalah kelumpuhan yang bersifat layuh
terjadi dalam waktu kurang dari 14 hari yang bukan disebabkan olehtrauma-
trauma akan tetapi karena gangguan lower motor neuron. Dalam rangka
mendapatkan sertifikasi Indonesia bebas polio, diperlukan surveilans kasus
AFP/ lumpuh layuh akut yang maksimal. Diharapkan tidak ada seseorang
anakpun mengalami lumpuh layuh akut yang tidak dilaporkan oleh tenaga
kesehatan, masyarakat ke kesehatan setempat. Angka cakupan AFP
2
pengamanan VPL di
laboratorium. Dengan
XII. intensifnya program
imunisasi polio, maka
kasus polio makin jarang
ditemukan.
XIII. Berdasarkan rekomendasi
WHO tahun 1995 dilakukan
kegiatan surveilans AFP
yaitu
XIV. menjaring semua kasus
dengan gejala mirip polio
yaitu lumpuh layuh
mendadak
XV. (Accute Flaccid Paralysis/
AFP), untuk membuktikan
masih terdapat kasus polio
atau
XVI. tidak di populasi
3
XVII. Upaya pemberantasan polio
dilakukan melalui 4 strategi
yaitu : imunisasi rutin,
XVIII. imunisasi tambahan,
surveilans AFP, dan
pengamanan VPL di
laboratorium. Dengan
XIX. intensifnya program
imunisasi polio, maka
kasus polio makin jarang
ditemukan.
XX. Berdasarkan rekomendasi
WHO tahun 1995 dilakukan
kegiatan surveilans AFP
yaitu
XXI. menjaring semua kasus
dengan gejala mirip polio
yaitu lumpuh layuh
mendadak
4
XXII. (Accute Flaccid Paralysis/
AFP), untuk membuktikan
masih terdapat kasus polio
atau
XXIII. tidak di populasi
XXIV. Upaya pemberantasan polio
dilakukan melalui 4 strategi
yaitu : imunisasi rutin,
XXV. imunisasi tambahan,
surveilans AFP, dan
pengamanan VPL di
laboratorium. Dengan
XXVI. intensifnya program
imunisasi polio, maka
kasus polio makin jarang
ditemukan.
XXVII. Berdasarkan rekomendasi
WHO tahun 1995 dilakukan
5
kegiatan surveilans AFP
yaitu
XVIII. menjaring semua kasus
dengan gejala mirip polio
yaitu lumpuh layuh
mendadak
XXIX. (Accute Flaccid Paralysis/
AFP), untuk membuktikan
masih terdapat kasus polio
atau
XXX. tidak di populasi
XXXI. Upaya pemberantasan polio
dilakukan melalui 4 strategi
yaitu : imunisasi rutin,
XXXII. imunisasi tambahan,
surveilans AFP, dan
pengamanan VPL di
laboratorium. Dengan
6
XXIII. intensifnya program
imunisasi polio, maka
kasus polio makin jarang
ditemukan.
XXIV. Berdasarkan rekomendasi
WHO tahun 1995 dilakukan
kegiatan surveilans AFP
yaitu
XXXV. menjaring semua kasus
dengan gejala mirip polio
yaitu lumpuh layuh
mendadak
XXVI. (Accute Flaccid Paralysis/
AFP), untuk membuktikan
masih terdapat kasus polio
atau
XXVII. tidak di populasi
7
XVIII. Upaya pemberantasan polio
dilakukan melalui 4 strategi
yaitu : imunisasi rutin,
XXIX. imunisasi tambahan,
surveilans AFP, dan
pengamanan VPL di
laboratorium. Dengan
XL. intensifnya program
imunisasi polio, maka
kasus polio makin jarang
ditemukan.
XLI. Berdasarkan rekomendasi
WHO tahun 1995 dilakukan
kegiatan surveilans AFP
yaitu
XLII. menjaring semua kasus
dengan gejala mirip polio
yaitu lumpuh layuh
mendadak
8
XLIII. (Accute Flaccid Paralysis/
AFP), untuk membuktikan
masih terdapat kasus polio
atau
XLIV. tidak di populasi
XLV. Upaya pemberantasan polio
dilakukan melalui 4 strategi
yaitu : imunisasi rutin,
XLVI. imunisasi tambahan,
surveilans AFP, dan
pengamanan VPL di
laboratorium.
Upaya pemberantasan polio dilakukan melalui 4 strategi yaitu :
imunisasi rutin, imunisasi tambahan, surveilans AFP, dan pengamanan VPL di
laboratorium. Dengan intensifnya program imunisasi polio, maka kasus polio
makin jarang ditemukan. Berdasarkan rekomendasi WHO tahun 1995 dilakukan
kegiatan surveilans AFP yaitu menjaring semua kasus dengan gejala mirip polio
yaitu lumpuh layuh mendadak (Accute Flaccid Paralysis / AFP), untuk
membuktikan masih terdapat kasus polio atau tidak di populasi.
Surveilans AFP adalah pengamatan yang dilakukan terhadap semua
kasus. Kelumpuhan yang sifatnya layuh (flaccid) seperti kelumpuhan pada
poliomyelitis dan terjadi pada anak berusia < 15 tahun, dalam upaya untuk
menemukan adanya transmisi virus polio liar. WHO memperkirakan terdapat
lebih 200 diagnosa yang dapat digolongkan kepada kasus AFP, sebagian besar
(30 – 60%) kasus AFP yang dilaporkan adalah GBS. Di Indonesia sampai saat
ini dilaporkan sekitar 32 diagnosa yang termasuk sebagai kasus AFP.
9
Strategi penemuan kasus AFP dilaksanakan melalui surveilans
berbasis Puskesmas dan berbasis masyarrakat. Oleh sebab itu tenaga
kesehatan di puskesmas maupun masyarakat mempunyai peran yang sangat
penting dalam surveilans AFP.
III. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mengidentifikasi daerah resiko tinggi AFP di wilayah kerja Puskesmas.
2. Tujuan Khusus
a. Menemukan semua kasus AFP di wilayah kerja Puskesmas
b. Melacakan semua kasus AFP di wilayah kerja Puskesmas
c. Mengambil 2 specimen semua kasus AFP sesegera mungkin bila
kelumpuhan terjadi < 2 bulan
10
pengambilan
Tinja
C Penyuluhan Berkoordinasi Promkes Kader, RT dan Sumber
dengan lintas melakukan RW setempat Biaya
program dan penyuluhan BOK
lintas sektor tentang Surveilans
untuk penyakit AFP
penjadwalan
VI. Sasaran
Anak berusia kurang dari 15 tahun yang mengalami lumpuh layuh
3 Penyuluhan
X X X
11