Anda di halaman 1dari 4

PEMERINTAH KOTA MALANG

DINAS KESEHATAN
UPT PUSKESMAS MOJOLANGU
Jln. Sudimoro 17 A Kota Malang

KERANGKA ACUAN KEGIATAN SURVEILANS


ACUTE FLACCID PARALYSIS (AFP)

I. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Polio merupakan salah satu dari beberapa penyakit yang dapat dibasmi.
Strategi untuk membasmi polio didasarkan atas pemikiran bahwa virus polio akan
mati bila disingkirkan dari tubuh manusia dengan cara pemberian imunisasi.
Strategi yang sama telah digunakan untuk membasmi penyakit cacar (smallpox)
pada tahun 1977. Cacar adalah satu-satunya penyakit yang telah berhasil dibasmi.
Berbagai upaya secara global sudah dilakukan sebagai upaya eradikasi polio
ini. Sementara di Indonesia, pemerintah melaksanakan program Eradikasi Polio
(ERAPO) yang terdiri dari pemberian imunisasi polio secara rutin, pemberian
imunisasi tambahan (PIN, Sub PIN, Mopping-up) pada anak balita, surveilans AFP
(Acute Flaccid Paralysis), dan pengamanan virus polio di laboratorium (Laboratory
Containtment).
Di Indonesia sebagian besar kasus poliomielitis bersifat non-paralitik atau tidak
disertai manifestasi klinis yang jelas. Sebagian kecil (1%) saja dari kasus
poliomielitis yang menimbulkan kelumpuhan (Poliomielitis paralitik). Dalam
surveilans AFP, pengamatan difokuskan pada kasus poliomielitis yang mudah
diidentifikasikan, yaitu poliomielitis paralitik. Ditemukannya kasus poliomielitis
paralitik di wilayah kerja Puskesmas Aek Habil menunjukkan adanya penyebaran
virus-polio liar di wilayah tersebut.
Untuk meningkatkan sensitifitas penemuan kasus polio, maka pengamatan
dilakukan pada semua kelumpuhan yang terjadi secara akut dan sifatnya flaccid
(layuh), seperti sifat kelumpuhan pada poliomielitis. Penyakit-penyakit ini, yang
mempunyai sifat kelumpuhan seperti poliomyelitis, disebut kasus Acute Flaccid
Paralysis (AFP) dan pengamatannya disebut sebagai Surveilans AFP (SAFP).

1.2 TUJUAN
1.2.1. Tujuan Umum
Surveilans AFP secara umum bertujuan untuk:

1. Mengidentifikasi daerah risiko tinggi, untuk mendapatkan informasi


tentang adanya transmisi VPL, VDPV, dan daerah dengan kinerja
surveilans AFP yang tidak memenuhi standar/indikator.
2. Memantau kemajuan program eradikasi polio. Surveilans AFP
memberikan informasi dan rekomendasi kepada para pengambil
keputusan dalam rangka keberhasilan program ERAPO.
3. Membuktikan Indonesia bebas polio. Untuk menyatakan bahwa
Indonesia bebas polio, harus dapat dibuktikan bahwa: Tidak ada lagi
penyebaran virus-polio liar maupun Vaccine Derived Polio Virus
(cVDPV) di Indonesia; Sistem surveilans terhadap polio mampu
mendeteksi setiap kasus polio paralitik yang mungkin terjadi.
1.2.2. Tujuan Khusus
1. Menemukan semua kasus AFP yang ada di wilayah kerja
Puskesmas Aek Habil.
2. Melacak semua kasus AFP yang ditemukan di wilayah kerja
Puskesmas Aek Habil.
3. Mengumpulkan dua spesimen semua kasus AFP sesegera mungkin
setelah kelumpuhan.
II. PELAKSANAAN
2.1 KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN
a. Penemuan kasus AFP
Surveilans AFP harus dapat menemukan semua kasus AFP dalam satu
wilayah yang dipeerkirakan minimal 2 kasus AFP diantara 100.000
penduduk usia <15 tahun per tahun (Non Polio AFP rate minimal 2/100.000
per tahun)
b. Pelacakan kasus AFP
Petugas surveilans puskesmas harus memastikan bahwa apakah kasus
yang dilaporkan benar-benar kasus AFP. Tim pelacak AFP terdiri dari
petugas surveilans yang sudah terlatih dari kabupaten/kota, coordinator
surveilans puskesmas, dokter puskesmas atau petugas surveilans provinsi.
c. Pengambilan specimen kasus AFP
Specimen yang diperlukan dari penderita AFP adalah specimen tinja,
namun tidak semua kasus AFP yang dilacak harus dikumpulkan specimen
tinjanya.
d. Kunjungan ulang 60 hari
Pada kasus AFP dengan specimen yang tidak adekuat dan hasil
pemeriksaan laboratorium negative, maka belum bisa dipastikan bahwa
kasus tersebut bukan polio. Untuk itu diperlukan informasi penunjang
secara klinis pada kunjungan ulang 60 hari.
Pada kasus AFP dengan hasil virus polio vaksin positif, diperlukan KU 60
hari sebagai bahan pertimbangan kelompok kerja ahli dalam menentukan
apakah ada hubungan antara kelumpuhan dengan virus polio vaksin yang
ditemukan.
e. Pelaporan
pelaporan dari Puskesmas atas adanya kasus AFP ke Dinas Kesehatan
Kota Sibolga dalam waktu 24 jam setelah kasus tersebut dikonfirmasikan
secara klinis.

2.2 CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN


Kegiatan dilaksanakan disesuaikan dengan panduan dari buku pedoman
Surveilans AFP
2.3 SASARAN
Sasaran kegiatan surveilans AFP ini meliputi semua masyarakat yang ada di
sekitar wilayah kerja Puskesmas Aek Habil.
2.4 JADWAL
Jadwal
No Kegiatan Waktu Tempat
Pelaksana
pelaksanaan pelaksanaan

Petugas
Wilayah Kerja
Penemuan Setiap ada kasus surveilans
1 Puskesmas Aek
Kasus AFP AFP dan Dinas
Habil
Kesehatan

Petugas
Wilayah Kerja
Pelacakan Setiap ada kasus surveilans
2 Puskesmas Aek
Kasus AFP AFP dan Dinas
Habil
Kesehatan

Petugas
Pengambilan surveilans
Setiap ada kasus Rumah
3 Specimen dan petugas
AFP Penderita
Kasus AFP laboratoriu
m

Kunjungan Petugas
Wilayah Kerja
Setiap ada kasus surveilans
4 ulang 60 hari Puskesmas Aek
AFP dan Dinas
Habil
Kesehatan

Petugas Dinas
5 Pelaporan Setiap bulan surveilans Kesehatan

2.5 EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN


Hal-hal yang perlu diperhatikan untuk dievaluasi dari kegiatan surveilans AFP
ini adalah dalam proses pencarian kasus AFP harus selektif dan bukan mencari
kasus polio.

2.7 PENCATATAN, PELAPORAN, DAN EVALUASI KEGIATAN


a. Pencatatan penderita AFP ditulis pada format Surveilans AFP
b. Pelaksana Evaluasi program adalah Koordinator program P2PL.
c. Hal yang perlu dilaporkan meliputi: Jumlah penderita yang terdata, alamat
penderita yang datang ke puseksmas untuk pengambilan specimen.
d. Laporan program ini disampaikan dan dilaporkan kepada Dinas Kesehatan
Kabupaten Kota Sibolga bagian P2PL setiap ada KLB AFP.

Sibolga, 2 Januari 2016

Mengetahui,

Kepala Puskesmas Aek Habil Penyusun,

dr.Ivonna Hasfika Ririn Sartika Dewi, S.Kep, Ns


NIP. 19771001 200701 2 002 NIP. 19900709 201507 2 001

Anda mungkin juga menyukai