Anda di halaman 1dari 20

Heribertus Sumarjo,FIC

ETOS GLOBAL
PAAD-22
Aloysius Prasetya
Kompetensi
Pada Topik ini mahasiswa diharapkan dapat:
1. Memahami keseriusan dampak dari
kejahatan/dosa terhadap manusia dan alam
semesta
2. Memahami peran dan tanggungjawab
agama terhadap eksistensi dan kontinuitas
alam semesta dan manusia yang
mendiaminya
3. Menegaskan pilihan-pilihan bahkan
konsensus bersama berdasakan golden rule
yang membangun keadaban, keadilan dan
kesejahteraan
AGAMA DAN ETIKA
Apakag Etos Global? Etos Global adalah sebuah istilah baru yang
muncul dalam beberapa dasawarsa terakhir. Ini
adalah suatu pendekatan khas akan berbagai
dilemma etis. Mereka yang berkecimpung di
dalamnya berkomitmen untuk menelaah dan, yang
lebih penting, mencari solusi atas perkara-perkara
etis yang paling mendesak dewasa ini.
Hal-hal yang digeluti dalam etos global adalah
misalnya “melawan terror”, negara pembuat onar,
TKA, penyiksaan, kelangkaan sumber daya,
trafficking, migrasi, perubahan iklim, perdagang-an
global, turisme medis, pandemi global, dst.

Etos Global tidak hanya bersifat topikal – yakni perkara-perkara yang menjadi
kekhawatiran kita – tetapi juga penting.
Cara kita memecahkan (atau gagal melaku-
kannya) sangat menentukan kerangka penge-
lolaan dunia di masa depan. Ini akan mem-
bentuk dan membatasi peluang hubungan dan
kesempata untuk para pelaku dunia; apa-lagi,
keputusan yang diambil sekarang akan
mempengaruhi generasi mendatang. Ini tidak
hanya menyangkut perubahan cuaca, di mana
Tindakan kita akan menentukan ling-kungan
hidup anak-anak dan cucu kita, tetapi
Juga perihal apa yang dapat diterima dan diperbolehkan. Misalnya, jika kita
menetapkan bahwa dbolehkan menyiksa atau berdagang organ tubuh, maka
kita membuat penilaian tentang apakah manusia itu, dan ini akan membatasi
apa yang bisa dan boleh untuk masa depan manusia.
PENGANTAR
• Kemajemukan yang sering kali bermuara pada konflik bahkan perang
(kejahatan) yang merugikan manusia dan alam semestanya sendiri.
• Maka manusia memerlukan sebuah orientasi mendasar (basic human
moral), yang bercorak universal, dan dapat menegaskan harkat dan
martabat bersama. Untuk ini, seorang teolog Katolik Jerman, Hans Küng
memakai istilah Welthethos.
• Etos global itu perlu dijabarkan lebih lanjut ke dalam sebuah aturan main
bersama (global) atas dasar “the golden rule”.
Argumen Hans Küng
• Hans Küng mendasarkan argumennya pada premis bahwa tidak ada
perdamaian dunia tanpa perdamaian antar agama. •
Kemajemukan global dan local sering sekali berujung pada hal-hal
yang negatif seperti konflik dan kekerasan antar manusia, antar
golongan, antar agama, antar bangsa dst. •
Harapannya terletak pada agama, namun bukan merujuk pada ajaran
salah satu agama atau membentuk agama baru.
• Yang diharapkan sebagai dasar dari etos global
ini adalah agama sebagai sistem nilai, yang akan dijadikan acuan
bersama.
PARLEMEN AGAMA-AGAMA DUNIA

Atas keprihatinan terhadap pelbagai


ancaman yang membahayakan
peradaban manusia dan kelestarian
Da pada 4 September
alam dan sebagai sumbangan untuk
1993, untuk pertama kali
mengatasi krisis orientasi, yang telah
dalam sejarag agama-
menjadi masalah global dewasa ini:
agama, para delegasi
Parlemen Agama-Agama
Parlemen Agama-Agama Dunia Dunia di Chicago
bersidang di Chicago dari 28 Agustus mensahkan "Declaration
sampai 5 September. Toward a Global Ethic".
ARGUMEN HANS KüNG
1
• Tidak ada masa depan bagi dunia tanpa
suatu etos global:

• Tidak ada perdamaian antar agama tanpa


2 dialog dan kerjasama antar agama dan
peradaban.

3
• Tidak ada perdamaian antar bangsa tanpa
perdamaian antar agama.
Argumen Hans Küng, No. 1
• Tidak ada masa depan bagi dunia tanpa suatu
etos global:

• Setiap menit bangsa-bangsa di dunia mengeluarkan uang sebanyak $ 1.8


juta untuk persenjataan.
• Setiap jam, 1500 anak mati karena kasus-kasus yang kelaparan.
• Setiap hari satu jenis mahluk hidup musnah.
• Setiap minggu, sejak tahun 80-an, lebih banyak orang ditahan, disiksa,
dibunuh, ditindas atau jadi imigran, dari pada yang pernah terjadi.
Argumen Hans Küng, No. 1
• Tidak ada masa depan bagi dunia tanpa suatu
etos global:

• Setiap bulan, sistem ekonomi dunia menambahkan lebih dari $ 7.5 miliar
hutang yang tak terbayarkan kepada bangsa-bangsa dunia ketiga.
• Setiap tahun, suatu daerah seluas tiga perempat semenanjung Korea
dirusak atau hilang.
• Setiap dekade, suhu bumi meningkat secara drastis (1,5 – 4,5 derajat
Celcius) dengan akibat kenaikan permukaan laut
Argumen Hans Küng, No. 2

• Tidak ada perdamaian antar bangsa tanpa


perdamaian antar agama.
• Dalam bukunya, A Global Ethic for Global Politics and
Economics, Küng menyatakan bahwa kita kurang serius
memperhatikan kehancuran peradaban kita. Kita tidak
mempunyai visi—tidak ada nubuat.
• Bahkan pada abad-abad ini kita disuguhi tontonan
ideologi-ideologi yang menakutkan, yang berasal dari
pseudo-agama yang penuh daya tarik.
Argumen Hans Küng, No. 2

• Tidak ada perdamaian antar bangsa tanpa


perdamaian antar agama.
• Eksklusivisme → Strategi benteng : Karena hanya ada
satu agama yang benar, maka perdamaian hanya dapat
dicapai lewat jaminan satu agama itu.
• Inklusivisme → Strategi merangkul : Karena semua
agama telah berkembang dalam sejarah dan memiliki
sebagian kebenaran dari keseluruhan kebenaran agama,
maka perdamaian akan dicapai bila kebenaran dari semua
agama diintegrasikan.
Argumen Hans Küng, No. 2

• Tidak ada perdamaian antar bangsa tanpa


perdamaian antar agama.
• Pluralisme → Strategi mengabaikan perbedaan yang
Strategi ekumenis : Mengajukan perspektif kemanusiaan di
ada : Karena semua agama
hadapan benar,
Yang Absolut. dengan
Pemuka agamacaranya
perlu berdialog untuk
sendiri-sendiri, maka perdamaian
merumuskan dapat diwujudkan
kriteria kemanusiaan itu, demi perdamaian.
dengan mengabaikan perbedaan dan kontradiksi.
• Transformasionalisme → Strategi ekumenis :
Menempatkan perspektif manusia di hadapan Yang
Absolut. Pemuka agama perlu berdialog untuk
merumuskan kriteria kemanusiaan itu, demi perdamaian.
Argumen Hans Küng, No. 2

• Tidak ada perdamaian antar bangsa tanpa


perdamaian antar agama.

• Sebagai langkah Keterlibatan Kreatif, gagasan etik global perlu diadopsi


oleh institusi-institusi agama, pemerintah, pertanian, buruh, industri,
perdagangan, pendidikan, seni, media, serta LSM.
• Dewasa ini, hampir semua kota metropolitan di dunia menjadi “home”
penduduk dari latar belakang yang berbeda-beda, sehingga rentan
kesalhpahaman dan ketakutan akibat perbedaan tersebut. Karena itu,
diperlukan etos global untuk membangun suasana kesetaraan dan respek
antara satu dengan yang lain.
Argumen Hans Küng, No. 2

• Tidak ada perdamaian antar bangsa tanpa


perdamaian antar agama.

• Etos global selanjutnya direalisasikan oleh Hans Küng dan Karl Konrad
Von der Groeben, dengan mendirikan Hans Küng’s Institute for
Ecumenical Research di Universitas Tübingen pada tahun 1995.
• Ironisnya, gagasan Etik global justru disambut baik dlm bidang-bidang
politik – ekonomi, daripada agama-agama.
• Etik Global pada akar rumput dirumuskan dengan, “think globally, act
locally”, bahkan menujunpada “neighbour ethic”. • Tahun 2000, dalam
WCRP di New York gagasan ini kembali menjadi concern bersama.
Argumen Hans Küng, No. 3

• Tidak ada perdamaian antar agama tanpa


dialog dan kerjasama antar agama dan
peradaban.
• Dialog akan menghasilkan apa yang disebut “Konsensus Minimal” yaitu
sikap untuk mencegah dunia dari kehancuran.
• Dialog akan memaksimalkan fungsi integratif agama dan meminim-alkan
potensi konfliknya.
• Dialog sedunia pertama kali dilakukan pada tahun 1893 melalui
penyelenggaraan Parlemen Agama-Agama se-dunia; Kongres kedua pada
peringatan 100 tahunnya, yaitu tahun 1993 di Chicago.
Argumen Hans Küng, No. 3

• Tidak ada perdamaian antar agama tanpa


dialog dan kerjasama antar agama dan
peradaban.
• “Golden Rule” dirumuskan sebagai berikut: Jangan melakukan apa yang
engkau tidak ingin orang lain melakukannya padamu, dan lakukanlah
apa yang engkau ingin orang lain lakukan kepadamu.
• Kedua sidang parlemen agama-agama di atas di follow-up lagi di Cape
Town, 1999. Kongres ini bertujuan membuat proyek etik sebagai langkah
konkret implementasi deklarasi etik global, 1993.
Empat 1. Komitmen kepada budaya tanpa
komitmen etos kekerasan dan menghargai hidup.
2. Komitmen kepada budaya solidaritas
global
dan tata ekonomi yang adil.
3. Komitmen kepada budaya toleransi
dan hidup yang benar.
4. Komitmen kepada budaya kesamaan
hak dan kemitraan laki-perempuan.

Anda mungkin juga menyukai