Anda di halaman 1dari 161

MANAJEMEN PEMBIBITAN

TERNAK

Prof. Dr. Ir. La Ode Nafiu, M.Si., IPU.


Dr. Ir. Syam Rahadi, S.Pt., M.P., MM., IPM.
Rusli Badaruddin, S.Pt., M.Sc.
KONTRAK BELAJAR
 Mahasiswa harus menghadiri kuliah ≥80%
 Hadir di kelas (ruang zoom meeting) < 10
menit sebelum kuliah dimulai
 Berpakaian rapih (pakai sepatu dan baju
berkera)
 Mengerjakan tugas-tugas yang diberikan
 Ikut terlibat dalam mengerjakan tugas
kelompok
 Melaksanakan praktikum dan terlibat dalam
pembuatan laporan
 Mempelajari materi kuliah yang diberikan
 Mengikuti kuis, UTS dan UAS. 3
MATERI PEMBELAJARAN
1. PERMASALAHAN PEMBIBITAN TERNAK DI INDONESIA (1 X)
2. SISTEM REKORDING (1 X)
3. MANAJEMEN SELEKSI TERNAK (2 X)
4. MANAJEMEN PERSILANGAN TERNAK (1 X)
5. SKEMA PEMBIBITAN TERNAK (INTI TERBUKA DAN
TERTUTUP) (1 X)
6. VILLAGE BREEDING CENTER (VBC)
7. MANAJEMEN PEMBIBITAN TERNAK DISKUSI KELOMPOK (7-
8 X)
TUJUAN PEMBELAJARAN
• TUJUAN UMUM
TUJUAN UMUM MK. MANAJEMEN
PEMBIBITAN TERNAK MEMBERIKAN
PEMAHAMAN DAN KETERAMPILAN
TENTANG CARA/METODE
MEMPRODUKSI TERNAK BIBIT
UNGGUL
TUJUAN PEMBELAJARAN
TUJUAN KHUSUS:
MEMBERIKAN PEMAHAMAN DAN KETERAMPILAN BAGI
MAHASISWA MENGENAI:
1.PERMASALAHAN PEMBIBITAN TERNAK LOKAL DI INDONESIA
2.PENERAPAN SISTEM REKORDING
3.MANAJEMEN SELEKSI TERNAK
4.MANAJEMEN PERSILANGAN TERNAK
5.SKEMA PEMBIBITAN TERNAK (INTI TERBUKAN DAN TERTUTUP)
6.VILLAGE BREEDING CENTER (VBC)
7.MANAJEMEN PEMBIBITAN SAPI PEDAGING (TUGAS DAN DISKUSI)
8.MANAJEMEN PEMBIBITAN SAPI PERAH (TUGAS DAN DISKUSI)
9.MANAJEMEN PEMBIBITAN KERBAU (TUGAS DAN DISKUSI)
10.MANAJEMEN PEMBIBITAN KAMBING PEDAGING (TUGAS DAN DISKUSI)
11.MANAJEMEN KAMBING PERAH (TUGAS DAN DISKUSI)
12.MANAJEN PEMBIBITAN AYAM LOKAL (TUGAS DAN DISKUSI)
13.MANAJAMEN PEMBIBITAN ITIK (TUGAS DAN DISKUSI)
14.MANAJAMEN PEMBIBITAN PUYUH (TUGAS DAN DISKUSI)
PENDAHULUAN
• SAPI PEDAGING MERUPAKAN
KOMODITAS UNGGULAN PETERNAKAN
BAGI SULTRA
• SULTRA ADALAH DAERAH SUMBER
BIBIT SAPI BALI DAN SUMBER SAPI
POTONG
• POPULASI SAPI PEDAGING ± 95% SAPI
BALI, SISANYA PO, BRAHMAN CROSS,
SIMENTAL CROSS, LIMOUSIN CROSS,
DLL
• SAPI MENAMBAH DEVISA BAGI SULTRA
• SANGAT PROSPEKTIF DIKEMBANGKAN
DI SULTRA KARENA LAHAN CUKUP
LUAS DAN SESUAI SOSBUD
MASYARAKAT, MENDUKUNG SEKTOR
PERTANIAN DAN PERKEBUNAN
PERMASALAHAN
• PERKEMBANGAN POPULASI SAPI PEDAGING RELATIF
LAMBAT
• PRODUKSI DAN LAJU REPRODUKSI RENDAH
• MUTU GENETIK RENDAH DAN CENDERUNG MENURUN
• PENURUNAN MUTU GENETIK DISEBABKAN:
- SELEKSI NEGATIF
- SILANG DALAM
PRODUKSI DAN REPRODUKSI
RENDAH KARENA
• SISTEM PEMELIHARAAN
UMUMNYA MASIH
EKSTENSIF
• STRUKTUR POPULASI
TIDAK SEIMBANG
• SISTEM PENGGEMUKAN
KURANG BERKEMBANG
• KUALITAS PAKAN RENDAH
DAN BERFLUKTUASI
• KETERAMPILAN PETERNAK
KURANG
SELEKSI NEGATIF TERJADI
KARENA:
• BIBIT YANG BAIK
CEPAT DIJUAL
• TINGGINYA ANTAR
PULAU BIBIT
• PROGRAM
PEMBIBITAN BELUM
BERJALAN
• SISTEM PERKAWINAN
TIDAK TERATUR
• DATA BASE TIDAK
TERSEDIA
SISTEM REKORDING
REKORDING
• Recording adalah segala hal yang
berkaitan dengan pencatatan terhadap
ternak secara individu yang
menunjukkan pertumbuhan dan
perkembangannya, khususnya ternak bibit
• Recording yang baik adalah recording
yang data-datanya dapat dipertanggung
jawabkan dan aktual
• Recording membantu membuat keputusan
PERLUNYA REKORDING
• Program perbaikan mutu genetik ternak,
rekording harus dilakukan secara tertib,
benar, akurat, dan berkesinambungan
• Untuk memudahkan rekapitulasi dan
analisis data, diperlukan software
rekording yang sederhana dan mudah
diterapkan di lapang.
• Program Rusnas Sapi, telah merancang
software rekording sapi potong (SRS
Versi.1.1.) yang dapat digunakan untuk
rekapitulasi dan pengolahan data
performans produksi dan reproduksinya
KONDISI PELAKSANAAN
REKORDING DI INDONESIA
Belum banyak di lakukan karena:
• Pendidikan peternak masih rendahnya
• Kurang perhatian peternak terhadap
sistem recording
• Jumlah ternak yang dimiliki masih
rendah
• Belum menjalankan program pemuliaan
ternak
PERANAN REKORDING
• Rekording menentukan keberhasilan program
perbaikan mutu genetik ternak
• Bermanfaat dalam program seleksi
berdasarkan performans produksi individu
• Menghindari inbreeding
• Membantu manajemen beternak lebih baik
• Dapat diketahui silsilah ternak, yang sangat
bermanfaat untuk melakukan analisis
komponen ragam dan menduga nilai
pemuliaan (breeding value) seekor ternak
REKORDING PERFORMAN
INDIVIDU
Bermanfaat dalam hal:
(1) Pengaturan sistem manajemen yang
efisien, pengontrolan penyakit, manajemen
breeding dan manajemen pemberian pakan;
(2) Seleksi terhadap calon pejantan yang akan
digunakan sebagai pengganti pejantan;
(3) Seleksi dalam rangka replacement sapi
dara;
(4) Penyingkiran ternak yang kurang bagus;
(5) Evaluasi ternak dalam kelompok; dan
(6) Pengembangan sistem produksi ternak.
MANFAAT REKORDING
Fioretti, Rosati dan Aleandri (2000):
1) Memfasilitasi manajemen breeding suatu usaha
peternakan, dengan menyediakan informasi
kepada para pemulia tentang performans produksi
dan reproduksi ternak;
(2) Mengorganisir pengambilan keputusan breeding
di tingkat pusat melalui informasi total untuk
perfomans produksi dari semua catatan ternak
dan keunggulan genetiknya; dan
(3) Memberikan peluang perbaikan genetik untuk
sifat produksi dan reproduksi yang dihasilkan.
HAMBATAN MELAKSANAKAN
REKORDING
1. Rendahnya dana untuk pelaksanaan program
rekording;
2. Jumlah sapi yang dipelihara setiap peternak sangat
sedikit
3. Infra-struktur yang minim dan tidak standar
4. Tidak ada insentif bagi peternak yang melakukan
rekording
5. Imbalan yang tidak seimbang bagi peternak yang
melakukan rekording dengan baik sehingga memiliki
ternak yang bagus kualitasnya (
6. Fasilitas untuk pengumpulan dan prosesing data
yang sangat minim dan bahkan tidak tersedia; serta
7. Sedikitnya tenaga penyuluh dan pencatat di lapang
REKORDING DI NEGARA
MAJU
• Merupakan kegiatan yang terintegrasi mulai
dan peternak, asosiasi peternakan atau
breeder dan para pengusaha produksi
peternakan.
• Di Inggris misalnya, the Pedigree Beef
Recording yang diselenggarakan oleh
Departemen Pertanian selalu bekerjasama
dengan Meat and Livestock Commision
• Kegiatan rekording: (1) pencatatan
performans individu (kartu ternak), (2)
mengirim rekord ke pusat data
TIPE RECORS (CATATAN)
Inventarisasi
Silsilah
Performa
Kesehatan
finansial
IDENTIFIKASI
• Harus unik untuk setiap ternak hewan
• Harus memiliki ID yg sama: ear tag (paling
banyak digunakan, tato atau sertifikat
• Tato bersifat permanen, tetapi sulit dibaca
tanpa menangkap sapi
• Cap bakar (dapat menyebabkan
kerusakan)
• Cap dingin
• Teknologi microchip
CATATAN PERFORMAN SAPI
POTONG
SAAT LAHIR:
• Birth Weight
• Birth Date
• Sex
• Parentage
• Calving Ease
• Color Markings
• Horned/Polled
CATATAN PERFORMAN SAPI
POTONG
SAAT SAPIH:
• Weaning Weight
• Weaning Date
• Hip Height or Frame
• Environmental Management Code
– Contemporary Group
– Creep Feeding
– Embryo Transfer
CATATAN PERFORMAN SAPI
POTONG
UMUR 1 TAHUN:
• Yearling Weight
• Yearling Date
• Hip Height or Frame
• Pelvic Area
• Scrotal Circumference
• Tract Score or Age at Puberty
• Ultrasound for Body Composition
CATATAN PERFORMAN SAPI
POTONG
SIFAT REPRODUKSI:
• Breeding Dates
• Breeding Soundness Exams
• Calving Interval
• Services/Conception
• Pregnancy Check
CATATAN PERFORMAN SAPI
POTONG
PENYAKIT:
• Vaccination Dates
• Vaccine Codes
• Health Examination
• Treatments
• Preconditioning Procedures
– Early Weaning Castration
– Bunk Trained Dehorned
BEEF PERFORMANCE
RECORDS
• BSPA - Analisis performa Standar
• IRM - Manajemen Sumber Daya Terpadu
• Kedua program ini menggunakan
"pembandingan" untuk memungkinkan
produsen untuk membandingkan ternak
masing-masing ke database regional.
MACAM REKORDING
IDENTITAS:
• Identitas Fisik: warna bulu, konformasi
tubuh, bulu sekitar mata, tanduk, kaki,
bentuk telinga, punuk, dll
• Penandaan fisik: semi permanen dan
permanen
• Penandaan tambahan: nama sapi, jenis
sapi, kode sapi, tanggal lahir, dan asal sapi
MACAM REKORDING
DOKUMENDASI:
• Sketsa atau gambar individu, profil, foto
atau rekaman video.
• Pallawarukka (2009) penggambaran atau
sketsa dapat digunakan untuk identifikasi
ternak dengan penandaan warna yang
unik atau spesifik
MACAM REKORDING
REKORDING KHUSUS:
• Nama sapi, tanggal lahir, nomor kode ternak,
asalnya, berat badannya, berat lahir, berat
sapih, bangsa, juga kesehatannya.
• Catatan perkawinan atau inseminasi buatan.
• Catatan khusus harus lengkap agar
memudahkan bagi tenaga medis atau
perawat melakukan penangan dan
mengurangi terjadinya kesalahan
penanganan
MACAM REKORDING
SERTIFIKAT:
• Penting keberadaannya jika
terkait dengan pembibitan
terutama di
UPT/perusahaan pembibitan
• Memudahkan pelacakan
terhadap tetua
• Memudahkan seleksi
• Menjaga penyebaran bibit
semen agar tidak terjadi
inbreeding.
• Sertifikat harus memuat
breeding, asal-usul tetua
pejantan dan betinanya, tanggal
lahir.
• Sertifikat menambah
kepercayaan dan kepuasan
pengguna bibit sapi
MANFAAT REKORDING
1. Memudahkan pengenalan, mis: ear
tag, pengkodean ternak, penamaan,
papan nama, foto, pemberian ciri-ciri
pada ternak.
2. Memudahkan seleksi sehingga
didapatkan ternak yang unggul,
melalui sertifikat ternak, catatan
kesehatan, berat lahir, dll.
3. Menghindari terjadinya inbreeding.
4. Memudahkan penanganan kesehatan
5. Memudahkan manajemen pemeli-
haraan Adan perlakuan khusus.
6. Menjadikan pekejaan lebih efektif dan
efisien terutama dalam sebuah usaha
peternakan yang besar
KEGUNAAN REKORDING
1. Mengetahui jumlah populasi akhir, mati, hilang dsb
2.  Sebagai bahan pertimbangan dalam penilaian tata
laksana yang sedang dilaksanakan. Seperti tingkat
PBB, FCR, jumlah produksi, dan kesehatan ternak.
3. Sebagai langkah awal dalam menyusun rencana
jangka panjang.
4. Bagi pemerintah berguna untuk penyusunan kebijakan
dalam bidang peternakan; mis import bibit, daging dsb
5.  Mempermudah peternak melakukan evaluasi,
mengontrol dan memprediksi tingkat keberhasilan
usaha.
6. Bagi perguruan tinggi, data recording bisa sebagai
bahan penelitian
MELALUI REKORDING
DIKETAHUI
• Silsilah (pedigree)
• Daya produksi
• Daya reproduksi
• Dapat dipelihara secara
ekonomis
• Potensi dijadikan bibit
• Kebutuhan pakan
• Biaya produksi
• Riwayak kesehatan
• dll
JENIS REKORDING
1. A record of birth
(kelahiran)
2. A record of breeding
(pembibitan)
3. A record of health
(kesehatan)
4. Production records
(produksi susu)
5. Feed records (pakan)
6. A record of deaths and
sales of animal (kematian
dan penjualan)
REKORDING SAPI POTONG
OLEH PETERNAK
a. Nama/nomor telinga ternak;
b. Tetua (induk dan bapak);
c. Kelahiran (tanggal, berat
lahir dan jenis kelamin);
d. Penyapihan (tanggal, berat
sapih);
e. Perkawinan (tanggal kawin
dan pejantan/kode straw);
f. Produktivitas : berat lahir,
berat sapih (205 hari), berat
365 hari dst;
g. Status kesehatan (penyakit,
vaksinasi, pengobatan);
h. Mutasi;
KARTU REKORDING
• Nama Pemilik :
• Alamat :
• No. Telinga Sapi :
• Jenis Kelamin :
• No. Registrasi :
• Tanggal Lahir :
• Nama Induk :
• Nama bapak :
REKORD PRODUKTIVITAS
REKORD PERKEMBANGAN SAPI
HASIL IB
REKORDING SAPI POTONG
KARTU CATATAN PRODUKSI INDUK
• Nama Peternak : —————————————-
• Bangsa : ——-  Tanggal : ———  Induk : ———- Bapak : ———–
• Bobot              Bobot              Bobot 1           Bobot 2           Bobot
• Lahir : ——– Sapih : ——-   Tahun : ——-  Tahun  : ——- Dewasa :
——–
• Data Perkawinan

Tahun Tanggal Penjantan Keterangan


       
       
       
       
       
       
       
       
       
RECORDING SAPI POTONG
IDENTITAS SAPI POTONG
• Jenis Kelamin          : ——————————————
• Bangsa                      : ——————————————
• Kemurnian                : ——————————————
• Turunan Ke               : ——————————————
• No. Register             : ——————————————
• No. Telinga                : ——————————————
• Nama Ternak            : ——————————————
• Warna                        : ——————————————
• Tanggal Lahir            : ——————————————
• Lokasi                         : ——————————————
• Daerah                       : ——————————————
• No.Pemilik                 : ——————————————
• Nama Pemilik            : ——————————————
• Alamat Pemilik          : ——————————————

Asosiasi

(——————-)
RECORDING SAPI POTONG
PEMILIK DAN LOKASI
• Nama                           : —————————————————————–
• Alamat pemilik            : —————————————————————–
• Kode Lokasi               : ——————————————————————
• Kode Kader                : ——————————————————————
• Alamat Kader             : ——————————————————————

Dinas Peternakan                                                                                Asosiasi


( …………………….. )                                                                  ( …………………………. )
• Nama Sapi       : ………………………………………………………………………………
• Reg                  :
• Tattoo              : ……………………………………………………………………………….

Gambar Sapi Individu


RECORDING SAPI POTONG
DATA KELAHIRAN ANAK SAPI
DATA INDIVIDUAL TERNAK
• Data kelahiran tahun : ………………………………………….
• Jenis ternak                 : ………………………………………….
• Alamat                          : ………………………………………….
• Nama ternak                : ………….. No.Reg : …………
• Tanggal.kelahiran        : …………………………………..
No ternak Tahun Data ternak
kela- Hari Bobot PBB per Bobot Rasio Nilai
hiran umur badan hari sapi berat tampak
sapih setelah sapih luar
250 hari
               
               
               
               
Faktor Koreksi
• Jika penimbangan dilakukan bersamaan pada
hari yang sama, sementara umur ternak
berbeda, maka
BB  BL
BS 205 [ x 205  BL]
Umur
• Faktor koreksi induk untuk Sapi Bali, Pane
(1989):
• - Umur induk 2,5 tahun : 1,07
• - Umur induk 3-4 tahun : 1,03
• - Umur induk 5-9 tahun : 1,00
• - Umur induk 10 tahun keatas : 1,03
• Umur Sapih = Umur saat ternak
dipisahkan dari induknya
Faktor Koreksi
• Faktor koreksi Berat Sapih berdasarkan rataan
umur pedet saat disapih:
BB  BL
BS Terkoreksi [ xRataan  umur ]  BL
Umur
• Contoh 1: Diketahui Berat Lahir Pedet = 30 kg, disapih dan
ditimbang pada umur 227 hari dengan berat 108 kg. Berapa berat
pedet tersebut jika disesuai umur 205 hari, jika umur induknya 3
tahun.
• Penyelesaian:
• Karena umur induk 3 tahun, maka menurut FKUI = 1,10, sehingga
BS205 adalah:
108  30
BS 205 [ x 205  30](1,10)  110,5
227
BB  BL
BS Terkoreksi [ xRataan  umur ]  BL
Umur
BS 205 = ((108-30)/227) *205) + 30 = 100,44

SAPI A SAPI B
UMUR 232 Hari UMUR 191 Hari
BB 101 kg BB 95 kg
BL 17,9 kg BL 18,2 kg
BS205 = (101-17,9)/232)*205) + 17,9
= 91,32 kg BS205 = (95-18,2)/191)*205) + 18,2
= 100,62 kg
KRITERIA SELEKSI (sifat2 ekonomi penting):
Fertilitas
BB (BL, BS & Bobot 12 bln, & bobot
dewasa)
Laju pertambahan (PBB)
Efisiensi penggunaan Pakan
Umur dewasa kelamin
Servis/Conseption
Calving interval
Sifat2 karkas (% karkas, ketebalan
lemak & keempukan)
WAKTU PELAKSANAAN SELEKSI :
 Umur 7 bulan (pasca sapih)
 Umur 1 tahun (muda)
 Umur 2 tahun (dewasa)
METODE SELEKSI :
 Recording
 Uji performa
 Uji progeny

PERBANYAKAN BIBIT UNGGUL


 Kawin alam
 Inseminasi buatan
 Transfer embrio
PRODUKSI EMBRIO:
 In vivo
 In vitro
TAHAP-TAHAP SELEKSI
1. Pembentukan Kelompok Dasar (Foundation
Stock) atau Komersial
 FS adalah kumpulan sapi jantan & betina terpilih
hasil seleksi yg terbaik dari suatu kelompok
pembibitan
 Menghasilkan keturunan sapi2 bibit & dikembang-
kan sbg bibit sumber
 Sapi bibit yang diperoleh dlm klpk dasar melalui
screening & Seleksi keturunan
 Screening: Seleksi di peternakan rakyat/pasar
hewan
 Seleksi keturunan : Dilakukan selama beberapa
generasi (F1, F2, F3) sampai mendapatkan sapi
dgn kriteria performans yang dikehendaki
Populasi sapi A Populasi sapi B Populasi sapi C

Screning

Sapi terpilih Sapi terpilih Sapi terpilih

Calon bibit sumber


di populasi dasar

Gbr 1. Alur pembentukan kelompok dasar melalui screning


TETUA (P) ♂1 x ♀1 ♂2 x ♀2 ♂3 x ♀3 …. ♂n x ♀n

F1 ♂1.1 x ♀1.1 ♂2.2 x ♀2.2 ♂3.3 x ♀3.3 ♂n.n x ♀n.n

F1 seleksi, misal yang terpilih : ♂1.1 ; ♂2.2 ; ♂N.n ; ♀1.1 ; ♀2.2 ; ♀3.3

Maka diatur perkawinan misal :

♂1.1 x ♀2.2 ♂2.2 x ♀1.1 ♂n.n x ♀3.3…

F2 ♂1.1 - 2.2 ♀1.1 - 2.2 ♂2.2 - 1.1 ♀2.2 - 1.1 ♂n.n - 3.3 ♀n.n - 3.3

Pengaturan Perkawinan : - Back-cross secara terbatas


- Hindari inbreeding

Gbr 2. Alur seleksi dan pengaturan perkawinan sapi di klpk


dasar sampai mendapatkan sapi bibit sumber
2. Pembentukan Kelompok Inti (Elite)
 Populasi di klpk inti adalah sapi-sapi bibit sumber
 Produktivitas tinggi & keragaman genetik kecil
 Perbanyakan bibit & menghasilkan sapi2 unggul ut
klpk dasar & pengembang
 Mekanisme seleksi & pengaturan perkawinan
hampir sama dgn klpk dasar
 Dibutuhkan recording yg lengkap

3. Pembtkan Klpk Pengembang (breeding stock):


 Menghslkan sapi2 bakalan ut penggemukan sbg
sumber penghasil daging
 Menggunakan betina milik peternak rakyat/swasta
& sapi2 pejantan dari klpk elit
 Replacement, fattening, cull out
TETUA ♂1 x ♀1 ♂2 x ♀2 ♂3 x ♀3 …. ♂n x ♀n

Anakan : Sangat bagus sampai bagus


sbg sapi bibit ut
perbanyakan/pengganti tetua
Cukup bagus sbg bibit sapi ut
digemukan

Kurang bagus sampai jelek


dikeluarkan dari populasi

Gbr 3. Alur pengaturan perkawinan &


model seleksi sapi di klpk pengembang
PELAKU
PELAKU KELOMPOK

PEMDA
PEMDA ELIT (5%)

SWASTA/KEMITRAAN
SWASTA/KEMITRAAN PENGEMBANG
PENGEMBANG
(10
(10 –– 20%)
20%)

PETERNAK
PETERNAK KECIL
KECIL KOMERSIAL
KOMERSIAL
(65
(65 –– 75%)
75%)

Gbr 4. Segitiga Piramida Kelompok Populasi Sapi


SISTEM PERBIBITAN
1. Open Nucleous Breeding Sceme (ONBS)
 Kondisi keterbatasan sapi pejantan
 Perbibitan skala kecil & menengah
 Kualitas genetik sapinya belum mantap
 Penghasil sapi bakalan untuk dipotong
 Sapi2 indukan dikawinkan dgn pejtn scr bergantian
 Peningkatan mutu genetik tdk terlalu besar

2. Clouse Nucleous Breeding Sceme (CNBS)


 Perbibitan skala menengah sampai besar
 Ketersediaan pejantan unggul terjamin
 Kualitas genetik telah mantap
 Pembtkan pemurnian bangsa/ras/rumpun
 Tidak terjadi inbreeding
 Penerapan CNBS melibatkan kerjasama beberapa
pihak luar peternak (SUP & BBIB/BIBD)
PENGELOLAAN SAPI BIBIT

 Perawatan kesehatan
 Pemberian pakan yang berkualitas
 Perkawinan yang tepat
 Evalusi semen reguler

 Umur sapi induk: 18 – 24 bulan (kisaran


waktu bunting I) di-cull out pada 6 – 7 thn
atau beranak 4 - 5 kali.

 Umur pejantan bibit: 24 – 28 bln (intensif


kawin) di-cull out setelah umur 5 – 6 thn
PENGELOLAAN SAPI BIBIT
Umur Kelas Kelas Kelas
No. Parameter
(bulan) I II III
Sapi Bali
Lingkar dada minimum 138 130 125
1 18 - <24 Tinggi pundak minimum 105 99 93
Panjang badan minimum 107 101 95
Lingkar dada minimum 147 135 130
2 ≥24 Tinggi pundak minimum 109 103 97
Panjang badan minimum
113 107 101
PENGATURAN PERKAWINAN
UNTUK KAWIN ALAM SAPI BALI MURNI
• PERBANDINGAN 1 ♂ : 10 -20♀
• HINDARI PERKAWINAN KERABAT DEKAT
(INBREEDING), MISALNYA GUNAKAN PEJANTAN
DARI DAERAH LAIN.
• PERLU PENCATATAN SECARA PERIODIK
(RECORDING) PERFORMANS SAPI (CATATAN
PERKAWINAN, KELAHIRAN, BOBOT BADAN,
PENYAPIHAN, DLL)
• PEJANTAN YANG KURANG BAIK DIJUAL/DIKEBIRI
• INDUK TIDAK MELAHIRKAN 2 TAHUN DI AFKIR
• PEMISAHAN ANAK JANTAN SETELAH DISAPIH
• PENGGANTIAN PEJANTAN TUA (> 8 TAHUN)
• PENGGANTIAN INDUK TUA (> 8 TAHUN)
UKURAN SAPI BALI MINIMAL
YANG DIJADIKAN BIBIT
Ukuran Sapi Jantan Sapi Betina
Muda Dewasa Muda Dewasa
Tinggi Badan 112 126 105 115
Panjang Badan 127 134 116 120
Lingkar Dada 162 176 135 143
Umur (Tahun) 2 – 2,5 3,5 - 4 2 – 2,5 3,5 - 4

Catatan: Sapi yang tidak memenuhi standar bibit


dijadikan bakalan untuk penggemukan.
KAWIN SUNTIK (IB)
• LAKUKAN PENGAMATAN
BIRAHI DENGAN BAIK DAN
LAPORKAN PADA PETUGAS
IB
• GUNAKAN SEMEN BALI
UNTUK PETERNAKAN MURNI
• DAPAT PULA GUNAKAN
SEMEN BUKAN SAPI BALI
(PERSILANGAN), MISALNYA
PO CROSS, BRAHMAN
CROSS, SIMENTAL CROSS,
LIMOUSIN CROSS, DLL)
• PEMBERIAN PAKAN YANG
CUKUP JUMLAH DAN
KUALITASNYA
Sapi Brahman Cross Sapi Brahman Cross

Sapi PO Sapi PO
Sapi Limousin Sapi Simmental

Sapi SimPO Sapi SimPO


MANAJEMEN SELEKSI

SELEKSI INDIVIDU ATAU


SELEKSI MASSA
Hasil seleksi yang diharapkan dapat
dikelompokkan menjadi dua.
• Hasil seleksi yang terjadi dalam populasi
(individu terpilih) yang harus berproduksi
• Hasil seleksi yang akan terlihat dalam
generasi yang akan datang.
Faktor yang Mempengaruhi
Hasil Seleksi
1. Kecermatan Seleksi, ialah derajat yang menyatakan
hubungan antara kriteria seleksi dengan nilai pemuliaan
individu untuk sifat yang diseleksi.
2. Intensitas Seleksi, ialah keunggulan rata-rata ternak
terpilih terhadap rata-rata populasi asal ternak itu dipilih
dalam satuan standart deviasi.
3. Keragaman Genetik, ialah jumlah keragaman genetik
aditif dalam populasi. Untuk respon seleksi per tahun,
masih ditambah satu faktor lagi yaitu :
4. Generasi Interval, ialah umur rata-rata tetua pada
waktu beranak
Tahapan dalam seleksi
1. Menaksir nilai pemuliaan ternak yang
dilibatkan dalam seleksi
2. Menjenjangkan (mengurutkan) ternak
berdasarkan nilai pemuliaannya
3. Memilih kelompok ternak berdasarkan
nilai pemuliaan
4. Menaksir hasil seleksi
Efektifitas Seleksi
1) heritabilitas,
2) seleksi deferensial, dan
3) generasi interval

2 2
G per generasi interval (GI)  h S  i  p h
2
h S i p h
2
G per tahun  
GI GI
Faktor yang menyebabkan
seleksi deferensial kecil
• Fertilisasi yang rendah;
• Angka kematian yang tiiggi sebelum seleksi
dilakukan, sehingga menyebabkan turunnya
jumlah individu dalam populasi;
• Mortalitas yang tiiggi terjasi setelah seleksi
sehingga menyebabkan jumlah yang dibutuhan
untuk pengganti akan naik;
• Makin besarnya populasi yang diinginkan; dan
• Kurang efisien dalam menggunakan informasi
yang ada.
Perhitungan IG
Tahun 1991 1992 1993 1994 Jumlah
Umur pejantan 2 3 4 5
Jumlah progeni 50 50 50 50 200
U.p x J.p 100 (umur150
Jumlah 200 progeni
pejantan x jumlah 250 700 700
Generasi Interval    3,5 tahun
jumlah progeni 200

Tahun 1991 1992 1993 1994 Jumlah


Umur 2 3 4 5

pejantan
Jumlah Belum dikawikan 50 50 50 150
Jumlah (umur pejantan x jumlah progeni 600
Generasi Interval 
progeni   4,00 tahun
jumlah progeni 150
U.p x J.p - 150 200 250 600
Keberhasilan dari pelaksanan
seleksi tergantung pada:
• Menentukan karakteristik yang memepengaruhi
produksi dan keuntungan yang akan diperoleh
serta menentukan urutan Relative Economic
Value (REV) karakteristik tersebut
• Cara mengukur dan mencatat karakterisitk di
atas
• Cara menggunakan data catatan produksi untuk
menghitung atau menaksir nilai pemuliaan
Tujuan Seleksi Sapi Potong
• Memilih pejantan untuk menghasilkan
progeni yang langsung dijual atau
dipotong.
• Memilih pejantan dan induk untuk
menghasilkan progeni yang akan dipakai
sebagai bibit (tetua untuk generasi yang
akan datang).
Tahap Seleksi untuk Sifat
kuantitatif
• Tahap pertama adalah pendugaan nilai
pemuliaan individu.
• Tahap kedua adalah mengambil
keputusan berdasar nilai pemuliaan
tersebut, untuk menentukan individu yang
dipilih dan yang disisihkan.
SELEKSI INDIVIDU
• Seleksi individu hanya didasarkan pada fenotipe (sifat
tunggal atau beberapa sifat) dari individu bersangkutan.
• Seleksi individu paling berguna untuk sifat yang dapat diukur
pada kedua jenis kelamin dan sudah tampak pada umur
sebelum dewasa, misalnya laju pertumbuhan, berat woll,
tebal lemak punggung dan lain-lain
• Seleksi individu tidak dapat diterapkan untuk:
a.Sifat yang hanya tampak pada betina
b.Sifat produksi susu, karena tampak setelah dewasa
c.Sifat yang heritabilitasnya rendah
d.Penilaian penampilan individu atau bentuk tubuh sering lebih
diutamakan, sehingga mengabaikan cara lain seperti uji
silsilah dan uji keturunan
SELEKSI INDIVIDU
Menduga Perubahan Genetik
• Diferensial seleksi sulit diukur, maka
nilainya dapat digunakan nilai intensitas
seleksi (i) (lihat tabel), yaitu difensial
seleksi dalam simpangan baku.
• Dengan demikian besarnya perubahan
genetik akibta seleksi menjadi
ΔG/generasi = h2 * (i) * σP.
ΔG/tahun = (h2 * (i) * σP.)/I
• Laju perbaikan genetik akibat seleksi per
generasi tergantung pada 1) kecermatan
seleksi, 2) intensitas seleksi dan 3) keragaman
genetik sifat yang diamati. Perbaikan genetik per
tahun dipengaruhi oleh tiga faktor di atas dibagi
dengan interval generasi.
• Taksiran rata-rata nilai pemuliaan untuk
generasi berikutnya adalah :
• h2 dapat dianggap sebagai koefisien regresi nilai
pemuliaan terhadap nilai fenotipe (bGP),
sehingga taksiran nilai pemuliaan menjadi:
, karena
=>
Contoh 1
• Suatu seleksi untuk meningkatkan bobot badan sapi potong
didasarkan penampilan individu.
• Misalkan rataan bobot sapi umur 20 bulan sebelum dilakukan
seleksi: 200  20 kg. Jumlah jantan 100 dan betina 2500 ekor
h2 = 0,40.
Laju reproduksi 100%, tiap betina melahirkan setiap tahun (tidak
ada kematian, dan perkawinan secara alami).
Perbandingan ­ ♂ : ♀ = 1 : 25.
Sapi ♂ menghasilkan anak pertama umur 3 tahun dan digunakan
2 tahun (interval generasi 3,5 tahun), sementara betina
melahirkan pertama umur 3 tahun dan digunakan hingga
menghasilkan 4 anak (interval generasi ♀ 4,5 tahun).
4% anak jantan dipertahankan sebagai pengganti (i = 2,15) dan
50% anak betina dijadikan pengganti induk (i = 0,80).
Tentukan kemajuan genetik yang dicapai per tahun.
Jawab
• Kemajuan Genetik:
2 2
G [( h (i ) )  ( h (iB ) P )] / 2
 J P
Thn ( I J 1  I B1 ) / 2
[0,40(2,15 x 20)  0,40(0,80 x 20)] / 2
  2.95kg
(3,5  4,5) / 2

• Karena rataan interval generasi 4 tahun,


maka kemajuan genetik per generasi
adalah 4 x 2.95 kg = 11.79 kg, atau rataan
bobot keturunannya adalah 211.79 kg.
• Predicted Breeding Value = PBV
PBV  P  h 2 ( P  P)  P  h 2 (i ) P
Respon Seleksi/Tanggapan
Seleksi (R)
• Istilah kemajuan genetik (G) tidak lain adalah
merupakan respon seleksi R = ih2P:
• Dalam prakteknya respon seleksi mendapatkan hasil
yang berbeda antara nilai dugaan dengan kenyataan
• Biasanya setiap generasi atau setiap tahun dilakukan
upaya perbaikan mutu genetik dengan cara mengganti
sebagian tetuanya dengan anak yang dihasilkan.
• Jika suatu peternakan mengharapkan jumlah bibit yang
dipelihara tetap konstan (jumlah yang diafkir = jumlah
yang diseleksi), maka tanggapan seleksi akan
tergantung pada jumlah pedet (calf crop) yang dihasilkan
Pola Pengembangbiakan Ternak
• Pola breeding adalah pola pemeliharaan ternak jantan dan
betina dalam rangka melaksanakan program seleksi melalui
pengaturan lama pemeliharaan jantan/betina, sehingga
diperoleh respon seleksi maksimal setiap generasi/tahun.
• Ada dua cara yang ditempuh untuk mencapai tujuan tersebut,
yaitu 1) menaikan intensitas seleksi (i) atau 2) memperpendek
interval generasi.
• Masalah adalah ketika (i) ditingkatkan berarti hanya sejumlah
kecil stock bibit yang diganti, sehingga memperbesar (I).
Sebaliknya mempendek (I) akan menurunkan (i). OKI harus
dapat mencari imbangan yang tepat antara (I) dengan (i),
tergantung pada bagaimana kondisi pada saat dilakukan
seleksi.
• Salah satu teknik menentukan imbangan yang tepat antara (I)
dan (i) perhatikan kasus berikut:
Contoh Kasus
• Suatu ranch sapi Hereford terdiri atas 100 ♂ dan 2000 ♀ (induk).
Rataan bobot sapih populasi 180  15 kg dan h2 = 0,48. dan
diasumsikan laju reproduksi 80% dan tidak ada kematian anak.
Induk digunakan 5 kali melahirkan dan umur bertama beranak 3 thn.
Jika lama penggunakan pejantan bervariasi 1; 2; 3; 4 dan 5 tahun,
tentukan respon seleksi yang tertinggi.

Jawab:
• Jumlah pejantan tersingkir = 0,2 x 100 = 20 ekor/thn
• Jumlah induk tersingkir = 0,2 x 2000 = 400 ekor/thn
• Panen Pedet:
Untuk 80% adalah: 0,8 x 2000 = 1600 ekor, terdiri atas 800 ♂ dan 800 ♀.
Untuk 50% adalah 0,5 x 2000 = 1000 ekor, terdiri atas 500 ♂ dan 500 ♀.
• Persentase pedet terpilih:
Untuk 80% adalah: Jantan = 20/800 x 100 % = 2,5%, maka i = 2,338
Betina = 400/800 x 100% = 50,00%, maka i = 0,798,
i rataan ♀ dan ♂ = 1,568
Simulasi Pola Pengembangbiakan Ternak dengan
Model Lama Penggunaan Pejantan yang Berbeda

Umur
Inten Inter
sitas val
Model R/y
(3) (4) (5) (6) (7) Selek Gere-
si rasi
100 - - - -
1 1,223 4,00 2,201
400 400 400 400 400
50 50 - - -
2 1,383 4,25 2,343
400 400 400 400 400
33 33 33 - -
3 1,469 4,50 2,350
400 400 400 400 400
25 25 25 25 -
4 1,524 4,75 2,310
400 400 400 400 400
20 20 20 20 20
5 1,563 5,00 2,251
400 400 400 400 400
Tabel Jumlah Ternak Terseleksi dan Intensitas Seleksi (i)

% Ter- (i) % Ter- (i) % Ter- (i) % Ter- (i) % Ter- (i)
seleksi seleksi seleksi seleksi seleksi
0.0 0.000 8.0 1.858 31.0 1.138 56.0 0.704 81.0 0.335
0.2 3.170 8.5 1.831 32.0 1.118 57.0 0.698 82.0 0.320
0.4 2.962 9.0 1.804 33.0 1.097 58.0 0.674 83.0 0.305
0.6 2.834 9.5 1.799 34.0 1.078 59.0 0.659 84.0 0.290
0.8 2.740 10.0 1.755 35.0 1.058 60.0 0.644 85.0 0.274
1.0 2.665 11.0 1.709 36.0 1.039 61.0 0.629 86.0 0.259
1.2 2.603 12.0 1.667 37.0 1.020 62.0 0.614 87.0 0.243
1.4 2.549 13.0 1.627 38.0 1.002 63.0 0.599 88.0 0.227
1.6 2.502 14.0 1.590 39.0 0.984 64.0 0.585 89.0 0.211
1.8 2.459 15.0 1.554 40.0 0.996 65.0 0.570 90.0 0.180
2.0 2.421 16.0 1.521 41.0 0.948 66.0 0.555 91.0 0.178
2.2 2.386 17.0 1.489 42.0 0.931 67.0 0.541 92.0 0.162
2.4 2.353 18.0 1.458 43.0 0.913 68.0 0.526 93.0 0.114
2.6 2.323 19.0 1.428 44.0 0.896 69.0 0.511 94.0 0.127
2.8 2.295 20.0 1.400 45.0 0.880 70.0 0.497 94.5 0.118
3.0 2.268 21.0 1.372 46.0 0.863 71.0 0.482 95.0 0.109
3.5 2.208 22.0 1.346 47.0 0.846 72.0 0.468 95.5 0.099
4.0 2.154 23.0 1.320 48.0 0.830 73.0 0.453 96.0 0.099
4.5 2.106 24.0 1.295 49.0 0.814 74.0 0.438 96.5 0.080
5.0 2.063 25.0 1.271 50.0 0.798 75.0 0.424 97.0 0.070
5.5 2.023 26.0 1.248 51.0 0.782 76.0 0.409 97.5 0.060
6.0 1.985 27.0 1.225 52.0 0.766 77.0 0.394 98.0 0.049
6.5 1.951 28.0 1.202 53.0 0.751 78.0 0.380 98.5 0.038
7.0 1.918 29.0 1.180 54.0 0.735 79.0 0.365 99.0 0.027
7.5 1.887 30.0 1.159 55.0 0.730 80.0 0.350 99.5 0.015
Kasus I (Kelompok I)
• Suatu ranch sapi Bali terdiri atas 100 ♂ dan 1500 ♀ (induk). Rataan
bobot sapih populasi 70  8 kg dan h2 = 0,48. dan diasumsikan laju
reproduksi 70% dan tidak ada kematian anak.
• Induk digunakan 5 kali melahirkan dan umur pertama beranak 3 thn.
• Jika lama penggunakan pejantan bervariasi 1; 2; 3; 4 dan 5 tahun,
tentukan respon seleksi yang tertinggi.

Kasus II (Kelompok II)


• Suatu ranch sapi Bali terdiri atas 70 ♂ dan 1400 ♀ (induk).
Rataan bobot sapih populasi 70  8 kg dan h2 = 0,48. dan
diasumsikan laju reproduksi 60% dab tidak ada kematian anak.
• Induk digunakan 5 kali melahirkan dan umur pertama beranak 3
thn.
• Jika lama penggunakan pejantan bervariasi 1; 2; 3; 4 dan 5
tahun, tentukan respon seleksi yang tertinggi.
Kasus III (Kelompok III)
• Suatu ranch sapi Bali terdiri atas 80 ♂ dan 1600 ♀ (induk). Rataan
bobot 1 tahun populasi 95  10 kg dan h2 = 0,46. dan diasumsikan
laju reproduksi 65% dab tidak ada kematian anak.
• Induk digunakan 5 kali melahirkan dan umur pertama beranak 3 thn.
• Jika lama penggunakan pejantan bervariasi 1; 2; 3; 4 dan 5 tahun,
tentukan respon seleksi yang tertinggi.

Kasus IV (Kelompok IV)


• Suatu ranch sapi Bali terdiri atas 75 ♂ dan 1500 ♀ (induk).
Rataan bobot 1 tahun populasi 95  8 kg dan h2 = 0,46. dan
diasumsikan laju reproduksi 65% dab tidak ada kematian anak.
• Induk digunakan 5 kali melahirkan dan umur pertama beranak 3
thn.
• Jika lama penggunakan pejantan bervariasi 1; 2; 3; 4 dan 5
tahun, tentukan respon seleksi yang tertinggi.
Tugas Kelompok V
• Suatu ranch sapi PO terdiri atas 100 ♂ dan 1800 ♀ (induk).
Rataan bobot sapih populasi 102  12 kg dan h2 = 0,45. dan
diasumsikan laju reproduksi 65% dab tidak ada kematian anak.
• Induk digunakan 5 kali melahirkan dan umur pertama beranak 3
thn.
• Jika lama penggunakan pejantan bervariasi 1; 2; 3; 4 dan 5
tahun, tentukan respon seleksi yang tertinggi.

Tugas Kelompok VI
• Suatu ranch sapi PO terdiri atas 60 ♂ dan 1800 ♀ (induk).
Rataan bobot sapih populasi 102  12 kg dan h2 = 0,45. dan
diasumsikan laju reproduksi 60% dab tidak ada kematian anak.
• Induk digunakan 5 kali melahirkan dan umur pertama beranak 3
tahun.
• Jika lama penggunakan pejantan bervariasi 1; 2; 3; 4 dan 5
tahun, tentukan respon seleksi yang tertinggi.
ANALISIS KEBUTUHAN DAN SUPLAY BIBIT
• Daerah Sulawesi Tenggara saat ini merupakan salah
satu daerah sumber sapi bibit dan sapi potong bagi
daerah lain.
• Pengiriman (suplai) ternak dari Sultra ke daerah lain
perlu dikendalikan agar terjadi keseimbangan antara
produksi dengan yang akan dikirim (diantarpulaukan).
• Untuk keperluan ini maka harus mengetahui informasi
mengenai 1) populasi ternak, 2) lama penggunaan
ternak, 3) pertumbuhan populasi alami, 4) struktur umur
ternak, 5) target peningkatan populasi per tahun, 6)
perbandingan sex, dan 7) tingkat kematian.
Contoh Kasus I
Misalkan keadaan sapi potong di Sulawesi Tenggara untuk
tahun 1997 adalah sbb:
•Populasi 289.143 ekor
•Target peningkatan populasi 5% per tahun
•Persentase induk 39,80%
•Perbandingan ♂ & ♀ 35.81 : 64.19
•% Kematian 5%
•Pertumbuhan alami 27%
•Penggunaan induk 6 tahun (umur 2-8) tahun

Berapa kebutuhan bibit dan berapa yang bisa dipanen


(dipotong/diantarpulaukan) untuk tahun depan, jika
target peningkatan populasi 5%/tahun?
Analisis Kasus I
Kelompok Proporsi Berdasarkan tabel sebaran umur dapat diperkirakan sbb:
Umur (%) Kebutuhan bibit umur 2 tahun = 7,4%
2-3 7,40 Pertumbuhan alami = 27%
3-4 7,00
Jantan 1 tahun = 13,5%
4-5 6,70
5-6 6,50 Betina 1 tahun = 13,5% (setelah dua tahun
6-7 6,25 tinggal 13%)
7-8 5,95
Sisa bibit betina = 13 – 7,4 = 5,6%
Total 39,80
Sapi potong yang bisa dipanen :
Pedet jantan = 13,50% atau 0,135 x 289.143 = 39.034 ekor.
Betina tua = 5,95% atau 0,0595 x 289.143 = 17.204 ekor.
Kebutuhan bibit sapi betina untuk tahun berikut = 7,4% x 289.143 = 21.396 ekor.
Sisa sapi betina = 5,6% x 289.143 = 16.192 ekor.
Karena target peningkatan populasi sapi potong di Sultra 5%, maka sisa bibit betina
yang bisa dikeluarkan adalah 5,6 % - 5% = 0,6% atau sebesar (0,6% x 289.143) =
1.135 ekor.
Dengan demikian jumlah sapi potong yang bisa dipanen adalah 56.238 ekor, terdiri
atas panen pedet jantan 39.034 ekor dan betina tua (umur 8 tahun keatas) 17.204
ekor. Sementara itu bisa menjual kelebihan bibit sapi betina sebanyak 1.135 ekor.
Contoh Kasus II
Proporsi Berdasarkan tabel sebaran umur, Kasus II diperkirakan sbb:
Kelom-
Kasus Kasus Kebutuhan bibit umur 2 tahun = 13,60%
pok
I II
Umur Pertumbuhan alami = 27%
2-3 7,40 13,60 Jantan 1 tahun = 13,5%
3-4 7,00 13,25 Betina 1 tahun = 13,5% (setelah dua
4-5 6,70 12,95 tahun tinggal 13%)
5-6 6,50 Kekurangan bibit betina = 13,6 – 13,0 = 0,6%
6-7 6,25
7-8 5,95
Total 39,80 39,80
Sapi potong yang bisa dipanen :
Pedet jantan = 13,50% atau 0,135 x 289.143 = 39.034 ekor.
Betina tua = 12,95% atau 0,1295 x 289.143 = 37.444 ekor.
Kebutuhan bibit sapi betina untuk tahun depan = 13,6% x 289.143 = 39.323 ekor.
Produksi bibit betina 13% x 289.143 = 37.589 ekor, maka kekurangan bibit betina = 39.323 –
37.589 =1.734 ekor.
Jumlah sapi potong yang bisa dipanen adalah:
Kasus I = 56.238 ekor, dan Kasus II = 76.478 ekor.
Sisa bibit sapi potong betina adalah
Kasus I = 1.135 ekor, Kasus II = - 1.734 ekor.
Kesimpulan
• Kasus I menyuplai (menjual) sapi potong lebih
rendah dari kasus II, tetapi mampu mencapai
target peningkatan populasi 5% per tahun,
bahkan masih dapat menjual bibit betina
sebanyak 1.135 ekor per tahun.
• kasus II meskipun dapat mensuplai (menjual)
sapi potong lebih banyak, tetapi sangat beresiko
karena akan terjadi penurunan populasi sebesar
0,6% per tahun.
SELEKSI PENGGUNAAN
INFORMASI SILSILAH
Seleksi atas dasar silsilah dilakukan bila:

1) Ternak yang dicalonkan (♂ & ♀) masih


terlalu mudah, atau hanya menggunakan
semennya,
2) Seleksi untuk sifat yang terbatas seks, dan
3) Sifat yang baru diketahui jika ternaknya
dipotong.
 Kelemahan cara ini jika seleksi hanya
dititikberatkan pada individu dalam silsilah
yang memiliki catatan menonjol.
 Catatan silsilah yang berguna paling banyak
dua generasi sebelumnya.
Ketepatan seleksi atas dasar
silsilah ditentukan oleh:
(1) Derajat kekerabatan antara silsilah
dengan individu yang diseleksi,
(2) Nilai heritabilitas,
(3) Korelasi lingkungan pada generasi
silsilah dengan generasi anak, dan
(4) Ketepatan catatan silsilahnya.
Di Indonesia cara ini jarang dilaksanakan
karena terbatas informasi silsilanya
Keunggulan seleksi atas
dasar silsilah:
• cara seleksi yang relatif murah dan
sederhana
• dapat digunakan sebagai dasar seleksi untuk
sifat yang tdk tampak pada umur muda
• dapat digunakan sebagai dasar seleksi untuk
sifat yang terbatas sex
• Cara seleksi ini efektif ut menghasilkan
domba/kambing prolifik
Kelemahan cara ini jika seleksi hanya
dititikberatkan pada individu dalam silsilah
yang memiliki catatan menonjol.
Ketepatan Seleksi untuk berbagai
kombinasi catatan pada berbagai nilai h2
Heritabilitas
Catatan yang Dipergunakan
0.10 0.30 0.50 0.70
Catatan Sendiri 0.32 0.55 0.71 0.84
Catatan Sendiri + satu tetua 0.35 0.58 0.73 0.85
Catatan Sendiri+1 tetua+1
0.38 0.61 0.76 0.86
nenek/kakek+1 buyut
Catatan pejantan + cat. induk +
semua nenek & kakek 0.27 0.43 0.53 0.61

1. Ketepatan seleksi atas dasar individu jauh lebih tinggi


dibandingkan dengan catatan silsilah,
2. ketepatan seleksi meningkat dengan naik h2
3. untuk h2 tinggi, catatan silsilah tidak banyak menolong sebagai
dasar seleksi, dan
4. silsilah tdk dapat digunakan untuk seleksi calon yang
bersaudara
PELAKSAKANAN SELEKSI SILSILAH
• Karena setiap tetua hanya mewariskan setengah dari potensi genetik yang
dimiliki, maka nilai ramalan dari catatan tunggal tetua hanya setengah dari
dari h2, yaitu rgS atau rgD = 0,5 h, atau bgS atau bgD = 0,5 h2.
• Sebelum melakukan seleksi atas dasar silsilah,maka harus dihitung dulu
Nilai Pemuliaan (NP), dan atas dasar NP individu diseleksi.
• Pendugaan NP berdasarkan informasi performan tetuanya adalah:

PS = Performans bapak
PD = Performans induk
= Rataan profornan populasi.

NP( S )  1 h 2 ( PD  P )  1 h 2 ( PS  P )
2 2

Jika NP dari induk dan neneknya, maka:


NP( S )  1 h 2 ( PD  P )  1 h 2 ( PN  P)
2 4
P
PERLU DIPERHATIKAN DALAM
SELEKSI SILSILAH
• Ramalan Beda Produksi (Predicted difference), yaitu
jumlah produksi yang merupakan simpangan dari
rataan populasi yang diharapkan dihasilkan oleh anak
betina dari seekor pejantan, yaitu setengah dari NP
pejantan.
• Dalam menentukan nilai Ramalan Beda Produksi,
makin banyak jumlah anak betina dalam banyak
kelompok semakin tinggi keterandalannya.
• Simpangan dari kawan sekelompok (herdmate
deviation), yaitu rataan perbedaan produksi ternak
betina dari rataan seluruh betina seumur yang bukan
saudaranya
4 macam sumber informasi untuk
menghitung NP seekor ternak
• Fenotipe individu sendiri
• Fenotipe anak keturunannya
• Fenotipe tetuanya
• Fenotipe saudara kolateral.
Prinsip-prinsip umum evaluasi silsilah
• Yang paling diperhatikan adalah catatan moyang yang
paling dekat dengan individu yang diseleksi.
(Tetua, R = 0,5; kakek/nenek, R = 0,25)
• Jika h2 rendah nilai relatif catatan kakek/nenek dan buyut
naik
• Jika NP individu diketahui hampir sempurna,
pengunaaan catatan silsilah tdk menguntungkan lagi
• Seleksi dengan silsilah makin teliti dengan makin
tingginya nilai h2.
Jika nilai h2 = 1,0, tingkat ketelitian maksimum = 0,71.
• Seleksi atas dasar silsilah tidak berharga jika catatan
moyang tidak lengkap.
Korelasi dan regresi genotipe individu
dengan fenotipe nenek moyangnya dapat
dihitung dengan asumsi:
•Tidak ada rangkai kelamin
•Hanya ragam genetik aditif yang
diperhitungkan
•Tidak ada silang dalam
•Tidak ada pengaruh lingkungan yang sama
pada ternak yang bekerabat.
• Kecermatan seleksi atas dasar silsilah
hanya setengah dari kecermatan seleksi
individu, karena:
Pejantan dan induk hanya mewariskan
setengah dari set gennya, mis: rgS atau
rgD = 0,5 h, atau bgS atau bgD = 0,5 h2,
• Namun demikian jika catatan individu
ditambah dengan beberapa catatan
silsilah dari salah satu tetuanya dapat
meningkatkan kecermatan pendugaan NP.
• Kombinasi catatan dua moyang atau lebih
akan lebih berguna untuk meramalkan NP
suatu individu, dibandingkan dengan hanya
satu moyang.
• Hasil pengujian teoritis menunjukkan
bahwa penggunaan catatan tunggal dari
pejantan dan induk hanya memberikan
ketelitian 0,71 dari ketelitian atas dasar
individu itu sendiri.
• Selain kontribusinya yg relatif rendah, informasi
tentang nenek moyang yang jauh mungkin
kurang dikenal oleh orang yang melakukan
seleksi, dan mungkin lebih dipengaruhi oleh
faktor lingkungan yang tidak diketahui, sehingga
kurang teliti dibandingkan dengan informasi
individu atau tetuanya.
• Orang yang melakukan seleksi biasanya jika
tidak mengetahui informasi yang ada, maka
tidak dapat melakukan penyesuaian yang
realistis dari catatan moyang yang jauh terutama
pada ternak dgn interval generasi yg panjang.
SELEKSI KOLATERAL
Seleksi kolateral digunakan
untuk seleksi:
• Sifat yang terbatas seks
• Sifat yang hanya dapat diketahui jika
ternak dipotong
• Sifat yang muncul setelah ternak dewasa
kelamin.
Yang paling banyak digunakan sebagai kolateral
adalah saudara tiri dan kandung, meskipun
informasi bibi, paman, saudara sepupun dan
keponakan juga dapat digunakan
Seleksi Famili
• Makin dekat hubungan kekerabatannya dengan individu
yang diseleksi semakin makin berguna catatan kerabat
tersebut
• Makin banyak jumlah kerabat seleksi famili makin baik
• Informasi famili pada pada ternak dengan jumlah
keturunan sedikit (misalnya sapi, kambing dan domba)
berasal dari 1 pejantan dengan beberapa induk
(halfsibs=saudara tiri), memiliki koefisien kekerabatan
(R) = 0,25, sementara ternak unggas dan babi dengan
jumlah saudara kandung banyak (fullsibs=saudara
kandung), memiliki hubungan kekerabatan R = 0,5.
Ketepatan seleksi kolateral tergantung pada:
1. Nilai h2
2. Keeratan hubungan kolateral dgn
individu
Ketepatan  Rh {( n (1  (n  1)t
3. Jumlah kolateral yang digunakan
4. Derajat korelasi fenotipik antar kerabat

Ketepatan pada berbagai nilai h2


Jumlah Saudara
0.1 0.3 0.5 0.7
A. Kandung
2 0.22 0.36 0.45 0.51
5 0.32 0.48 0.56 0.60
7 0.37 0.53 0.59 0.63
10 0.42 0.57 0.62 0.65
B. Tiri
2 0.11 0.19 0.24 0.27
5 0.17 0.27 0.32 0.36
10 0.23 0.33 0.38 0.41
15 0.26 0.37 0.41 0.44
20 0.31 0.41 0.43 0.45
25 0.36 044 0.46 0.47
40 0.38 0.45 0.47 0.48
Metode Seleksi Famili
 Seleksi antar keluarga (between-family-
selection), yaitu didasarkan atas rataan
performan dari setiap keluarga.
Dalam hal ini seluruh atau sebagian keluarga
yang terbaik yang dipilih.
 Seleksi di dalam keluarga (Within-family-
selection), didasarkan atas performans
masing-masing individu disetiap kelompok
keluarga.
Data produksi susu individu dari beberapa
anggota keluarga
Anggota Keluarga
A B C D E
1 4807 4406 4644 4600 4625
2 4112 3120 4470 3725 4050
3 3708 2769 3325 3711 3612
4 3050 2700 3050 3942 2801
5 2695 2575 2670 2590 2582
Rataan 3674 3114 3632 3514 3534

10 terbaik dari 25 individu yang ada, dapat dipilih dengan beberapa cara:
1.Berdasarkan seleksi individu, maka 10 terbaik akan terdiri atas A1 (4807), C1
(4644), E1 (4625), D1 (4600), C2 (4470), B1 (4406), A2 (4112), E2 (4050), D2
(3725) dan D3 (3711). Rataan adalah 4315
2.Berdasarkan seleksi antar keluarga, maka 10 terbaik akan dipilih keluarga A
dengan rataan 3674 (A1-A5) dan keluarga C dengan rataan 3632 (C1-C5).
Rataan adalah 3652
3.Berdasarkan seleksi didalam keluarga, maka 10 terbaik akan dipilih dua
terbaik setiap keluarga, yaitu A1 (4807), A2 (4112), B1 (4406), B2 (3120), C1
(4644), C2 (4470), D1 (4600), D2 (3725), E1 (4625) dan E2 (4050). Rataan
adalah 4256.
Seleksi Kolateral, Data Individu ikut
Dianalisis
h[1  ( n  1) R ] .
rG P  1  (n  1) R
[ n{1  ( n  1)t}] koefisien rgresi h(2F )  bG P  h 2 [
(heritabilitas): 1  (n  1)t

NPGo  hF2 x( P  P)  P
Contoh: Data produksi susu pada lima keluarga A, B, C, D, dan E terlihat tabel
di atas. Dengan heritabilitas produksi susu h2=0,25, tentukan Nilai
Pemuliaan kelurga di atas.
Jawab:
2 1  (4)(0,25)
P =3494 ; R = ¼ (saudara tiri) dan n = 5; maka h  (0,25)[1  (4)(0,25)(0,25) ]  0,4

NPA = (0,4)(3674-3494)+3494=3566;
NPB = (0,4)(3114-3494)+3494=3341;
NPC = 3549;
NPD = 3502;
NPE = 3510.
Seleksi Kolateral, Data Individu tidak
Dianalisis
Koefisien korelasi (kekerabatannya) adalah :
.

rG P  R' h [ n
1 ( n 1) t ], dengan t = Rh2.

2 nh 2 R '
h (F )  bG P [ 2
] , sehinga
1  ( n  1) Rh

nh 2 ' R '
NPGo  [ 1 ( n 1) Rh 2
]x( P  P)  P
Jika saudara hubungan kolatera adalah kandung (fullsibs), maka R = ½, sehingga :

2 nh 2
h (F ) 
2  (n  1)h 2

Jika hubungan kolateral adalah saudara tiri (halfsibs), maka R = ¼, sehingga

2 nh 2
h (F ) 
4  ( n  1) h 2
SELEKSI PROGENI
(UJI KETURUNAN)
Efisiensi Uji Keturunan
• Interval generasi panjang
• Efektivitas tergantung pada:
1. Jumlah pejantan yang diuji
2. Jumlah progeni tiap pejantan yang
digunakan dan
3. Nilai h2.
Perlu diperhatikan dalam
melakukan uji keturunan
1. Sapi betina harus diacak terhadap pejantan yang dipakai
2. Ransum dan pemberiannya harus menurut patokan yang telah
ditentukan
3. Efek kandang atau tempat pemerliharaan pedet harus
dihilangkan, dengan cara acak misalnya
4. Semua kelompok pejantan dan progeninya diusahakan di
bawah kondisi faktor lingkungan, termasuk tempat, sesama
mungkin
5. Sapi betina diusahakan beranak dalam tahun dan musim yang
sama.
6. Sedapat mungkin mengikutsertakan seluruh keturunan yang
sehat
7. Sampai batas tertentu, makin banyak progeni yang
diikutsertakan, uji keturunan memberi penaksiran NP yang
makin cermat
Keuntungan dan Kerugian
Keuntungan menggunakan Uji Keturunan diperoleh
kalau
1.Heritabilitas (h2) karakteristik rendah
2.Karakteristik Sex limited
 
Kerugian
1.Intensitas seleksi lebih rendah
2.Membutuhkan seleksi pendahuluan untuk memilih calon
pejantan yang akan diuji (biasanya menggunakan uji
performans atau direct pedigree selection)
3.Menaikkan jumlah calon yang akan diuji akan menurunkan
jumlah progeni per jantan ( fasilitas terbatas) —> berakibat
menaikkan intensitas seleksi tetapi menurunkan kecermatan
( rGP)
KEBIJAKAN PEMULIAAN TERNAK
DI INDONESIA
Tahapan penyusunan rancangan pemuliaan ternak
dapat dilakukan dalam beberapan, yaitu:
1.Tahap penentuan tujuan produksi, disesuaikan
dengan bentuk usaha (pembibitan atau komersial)
2.Inventarisasi dana, daya dan sarana
3.Perhitungan parameter-parameter genetik (h2,
ripitabilitas, korelasi genetik)
4.Penentuan cara-cara pemuliaan
5.Perhitungan kelayakan rancangan, yang dikaitkan
dengan aspek sosial, ekonomi dan iklim (SOSEKLIM)
6.Pelaksanaan, oleh pemerintah atau swasta.
Masalah dalam Penyusunan kebijakan
pengembangan pemuliaan ternak di Indonesia
1. Penentuan tujuan produksi dan bangsa ternak yang akan
dipergunakan
2. Cara peningkatan mutu genetik ternak lokal dan impor yang
digunakan
3. Cara pengembangan jumlah ternak bibit dan ternak produksi.
4. Penggolongan ternak berdasarkan produksinya, misalnya
untuk produksi daging/tenaga kerja, produksi susu dan
produksi telur yang mencakup berbagai jenis ternak yang
akan dikembangkan.
Faktor penting yang besar peranannya dalam menentukan
keberhasilan suatu program pemuliaan ternak adalah faktor
tipe/bentuk usaha, yang meliputi: (1) usaha komersial,
peternakan maju dan peternakan rakyat (small holder).
Perbedaan bentuk/tipe usaha tersebut menyebabkan
perbedaan pola pendekatan pemuliaan yang akan dilakukan.
Pemuliaan Sapi Potong
Tujuan pemuliaan sapi potong menghasilkan sapi bibit
untuk meningkatkan mutu genetik populasi sapi potong.
Bibit sapi potong (bakalan) adalah sapi muda jantan dan
betina yang dipelihara untuk menghasilkan sapi potong.
Sapi bibit adalah sapi yang memenuhi persyaratan
tertentu dan dibudiayakan dengan tujuan utama produksi
daging dan atau tenaga kerja.
Sapi (potong) bibit harus:
– Dihasilkan melalui seleksi dan atau persilangan
– Memenuhi standar ideal bibit sapi potong.
Program Pemuliaan Sapi Potong
Pada umumnya peternakan sapi potong di
Indonesia dibagi dalam bentuk:
•Tradisional intensif (seperti Jawa, Madura,
Bali, Mataran, dan beberaka kabupaten di
Sulsel)
•Tradisional ekstensif dan semi intensif
(sebagian besar Sulawesi, NTT, NTB dll).
Program Pemuliaan untuk Daerah
Tradisional Intensif

• Biasanya berkaitan erat dengan sistem


pertanian intensif.
• Untuk daerah ini program pemuliaan
sebaiknya dibedakan menjadi: (1) daerah
peternakan sapi potong murni, dan (2)
daerah produksi.
1. Daerah Peternakan Murni
• Misalnya sapi Bali di Pulau Bali, Kab. Barru dan Bone (Sulsel), sapi Madura di
Pulau Madura, sapi Sumba Ongole di Pulau Sumba
• Cara seleksi sebaiknya seleksi dalam bangsa, dengan 3 alternatif:
– Alternatif 1:
– tentukan wilayah pembibitan dengan 500-1000 ♀ per wilayah dengan mutu fenotipe
rata-rata baik dan Soseklim mendukung
– lakukan pencatatan lapangan berulang untuk data bobot anak, khususnya induk
muda (1-2 kali beranak), cari yang terbaik 300-500 ekor per wilayah.
– Betina terbaik tsb diberi identitas dan dikelompokkan ♀ Kelas A.
– Untuk jantan terbaik (bobot badan dan reproduksi tinggi) umur 3-4 tahun dipilih 50-
100 ekor (♂ Kelas A) dan diberi identitas. Pejantan ini dititip pada beberapa
peternak pilihan untuk melayani betina Kelas A. di wilayah tersebut.
– Pejantan tidak terpilih masuk Kelas B dan dapat dipeliharan untuk tujuan produksi.
Untuk ♂ Kelas C harus dikebiri.
– Hasil perkawinan ♂ Kelas A dan ♀ Kelas A diikuti pencatatan bobot lahir dan sapih
anaknya (Uji Keturunan).
– Kelebihan ♂ dan ♀ Kelas A dapat dikeluarkan untuk daerah pembibitan murni lain
– ♂ dan ♀ Kelas A selanjutnya dipiliha dari hasil keturunan ♂ dan ♀ Kelas A terpilih
dan dipertahankan 6-7 tahun.
1. Daerah Peternakan Murni ….
• Alternatif 2:
– Memanfaatkan teknik IB, dengan mendidikan sentra IB
yang memanfaatkan pejantan terbaik dari Kelas A.
Tahapannya sama dengan alternatif 1, tetapi betina yang
dikawini selain ♀ Kelas A juga bisa untuk ♀ Kelas B.
Semen pejantan untuk ♀ Kelas A dapat juga mengawini
betina dari daerah lain.
• Alternatif 3:
– Alternatif ini memerlukan beberapa Pusat Uji Performans
di wilayah pembibitan terbaik (produktivitas rata-rata)
– Pelaksanaannya adalah sebagai berikut: (a) semua calon
pejantan keturunan Kelas A alternatif 1 & 2 dipelihara
pada lingkungan yang sama selama 150 hari (b) PBB
dihitung dan diranking 10-20% terbaik
1. Daerah Peternakan Murni ….
• Catatan: Walaupun seleksi lebih ditekankan pada
pejantan, tetapi sifat reproduksi dari betina penting
dipertimbangkan karena:
1. jantan yang baik harus dilahirkan oleh betina yang baik
2. Betina calon Kelas A juga dipilih dari betina yang baik
3. Untuk mencegah naiknya inbreeding sebaiknya (a) ♂
Kelas A terpilih dikembalikan di wilayah lain, (b) ♂
lulusan Pusat Uji Performans juga di tempatkan di
wilayah lain, (c) demikian juga semen pejantan untuk IB.
2. Daerah Produksi:
• Misalnya terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jatim,
Sulsel, Sultra.
• Program pemuliaan tidak perlu dipusatkan pada pembibitan
murni, melainkan beberapa wilayah atau peternakan (ranch)
dapat dijadikan penghasil bibit murni, misalnya 10 wilayah per
propinsi.
• Populasi tertinggi menjadi wilayah monitoring produksi
• Progran seleksi ditujukan menghaslkan bibit murni dengan cara
yang sama dengan daerah tradasional intensif.
• Persilangan dapat dilakukan antar bangsa asli atau bangsa asli
dengan impor (cross breeding)
• Program persilangan dapat dilakukan melalui IB baik criss-
cross rotasi 2 bangsa (2 bangsa impor dengan 1 bangsa lokal)
atau criss-cross 1 bangsa, 1 bangsa impor (Taurus) dengan 1
bangsa lokal (SO/Bali/Madura).
Program Pemuliaan untuk Daerah
Tradisional Ekstensif/Semi Intensif
1. Daerah Peternakan Murni:
• Hanya terdapat di Pulau Sumba.
• Perbaikan genentik dilakukan dengan seleksi dalam daerah
peternakan murni di wilayah tradisional intensif. Selain itu dilakukan
silang runtun dengan Brahman.
• Sapi Barahman yang diimpor harus murni dengan mutu genetik
baik.
2. Daerah Produksi:
• yang termasuk daerah produksi daerah tradisonal ekstensif adalah
pulau lain di wilayah Timur Indonesia (Sulawesi, Kalimantan dan
Sumatera).
• Dapat dilakukan persilangan seperti daerah intensif tradisional,
tetapi IB kurang layak di wilayah ini
Program Pemuliaan untuk Daerah
Tradisional Ekstensif/Semi Intensif
3. Peternakan Komersial Maju:
• Dapat dimasukkan usaha-usaha komersial dan
peternakan maju pada semua wilayah di Indonesia
• Dapat memanfaatkan teknologi modern (fasilitas
bangunan dan peralatan modern, bangsa sapi impor dan
program IB).
• yang termasuk daerah produksi daerah tradisional
ekstensif adalah pulau lain di wilayah Timur Indonesia
(Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera).
Pelaksanaan Perbaikan Mutu Genetik
• Seleksi secara tradisional (seleksi bersifat pasif), dengan cara
mencari ternak jantan yang memiliki cacat luar untuk dikastrasi
• Seleksi secara tradisonal yang disempurnakan, sdh
memperhatikan pemikiran ilmiah, dan pemilihan ternak
menggunakan metode scoring
• Seleksi secara kuantitatif, yaitu seleksi dimana nilai genetik
ternak dinilai berdasarkan ukuran kuantitatif berat badan, PBB
dan ukuran tubuh, lingkar skrotum, kualitas sperma, suhu
rektal, daya tahan caplak, dll)
• Uji Performans (Performance Test), untuk memilih calon
pejantan atau induk dari berbagai daerah asal yang
sebelumnya ditempatkan pada satu stasiun penelitian agar
mendapat perlakuan yang sama, selama sekitar 12 bulan
ditambah masa adaptasi 2 bulan
• Persilangan pada Sapi Potong, untuk membentuk bangsa baru
melalui program grading up, atau untuk memanfaatkan efek
heterosis
Perbaikan Genetik Sapi Lokal Melalui
Persilangan
1. Sapi Jawa dengan sapi zebu berpunuk dari Bos Indicus
membentuk Peranakan Ongole (PO), dianggap asli
Sumba Ongole
2. Persilangan Sapi Brahman Cross dgn PO
• Hasil persilangan memiliki kerangka tubuh yang lebih
kompak dan besar dan PPB lebih tinggi dari sapi lokal
PO.
• Laju reproduksi lebih rendah dari sapi lokal PO
• Kebutuhan pakan lebih tinggi, sehingga kurang diterima
peternak.
• Pada perusahaan komersial dgn pakan yang cukup,
persilangan Brahman X PO lebih disukai karena PBB
tinggi.
• Persilangan Brahman dengan sapi Madura menghasilkan
bobot badan lebih tinggi, tetapi tidak bisa digunakan
untuk karapan, akhirnya ditolak peternak di Madura.
Perbaikan Genetik Sapi Lokal Melalui Persilangan…….

3. Persilangan dengan Droughtmaster, persilangan


sapi ini dengan sapi lokal tidak berkembang di
Indonesia.
4. Sahiwal Cross (Sahiwal X Brahman)
Sapi ini pernah diimpor dan dikembangkan di Jawa
Barat dan Sumatera Selatan. Baik murni maupun
persilangannya dengan sapi lokal tidak
berkembang.
5. Sapi Braford, Brangus, Belmont Red, kesemuanya
pernah diimpor dan disebarkan di tanah air tetapi
tdk dapat berkembang dengan baik.
Sapi Potong Asli dan Sapi Lokal
Indonesia
• Sapi Asli:
Sapi potong asli Indonesia
adalah sapi Bali yang
merupakan turunan
Banteng.
• Sapi lokal
Sapi lokal adalah sapi luar
negeri yang sudah
berkembang baik di
Indonesia, seperti sapi
Madura dan Sumba Ongole.
Performans Sapi Bali
Keterangan Sifat Sulsel NTT Irja NTB Bali P3Bali
Berat Lahir (kg) 12 12 12.8 13 16 18
Berat Sapih (kg) 70 75 73.5 72 86 94
Berat 1 tahun: ♂ (kg) 115 120 118 117.8 135 145
♀ (kg) 110 110 111 113 125 135
Berat 2 tahun: ♂ (kg) 210 220 218 2252 235 260
♀ (kg) 170 180 179 182 200 225
Berat Dewasa: ♂ (kg) 350 335 352 360 395 494
♀ (kg) 225 235 235 238.5 264 300
Ukuran Tubuh: ♂ (kg):
Lingkar dada (cm) 181.4 180.4 180.6 182 185.8 198.8
Tinggi gumba (cm) 122.3 126 125 125.2 125.4 130.1
Pjg Badan (cm) 125.6 134.8 132.1 133.6 142.3 146.2
Ukuran Tubuh ♀ (kg):
Lingkar dada (cm) 160 158.6 159.2 160 160.8 174.2
Tinggi gumba (cm) 105.4 114 112.8 112.5 113.6 114.4
Pjg Badan (cm) 117.2 118.4 118 118 118.5 120
Laju reproduksi per tahun (%) 76 70 66 72 69 86
Sapi Madura
• Merupakan sapi lokal Indonesia yang diduga
hasil persilangan Banteng dengan sapi Zebu
(kemungkinan besar sapi Sinhala), tesebar di
Jawa Timur dan Sumatera Selatan.
• Persilangan sapi Madura dengan sapi Impor
antara lain dengan:
 Red Danish mungkin untuk tujuan
pembentukan bangsa sapi perah baru,
dilakukan pada sekitar tahun 1956. Saat itu
pernah populer, tapi sekarang tidak ada lagi
bekasnya.
 Santa Gertrudis (pasca Exponak II 1974) di
Socah (Madura Barat), menghasilkan Madrali.

Madrali bertumbuh cepat dan cepat dapat


dipekerjakan, tetapi akhirnya habis karena
tdk dapat dijadikan sapi karapan.
 Beberapa daerah di Madura ditetapkan
sebagai daerah pemurnian sapi Madura
untuk menyelamatkan plasmah nutfah sapi
tersebut.
Sapi Ongole dan Peranakan Ongole
• Sapi Ongole dari Madras India mulai
diimpor tahun 1906 dan dikarantina di
Sumba, tetapi akhirnya
dikembangbiakan di pulau tersebut.
Setelah berkembang kemudian
disebarkan ke daerah lain dengan
nama Sumba Ongole (SO).
• Peranakan Ongole (PO) merupakan
hasil grading up sapi Jawa dengan
SO tersebut disekitar tahun 1930.
Pembentukan PO ditempuh dengan
mengharuskan masyarakat
mengawinkan sapi Jawa miliknya
dengan sapi SO, disertai penyebaran
sapi SO dgn cara gaduhan (dikenal
dgn Kontrak Sumba).
Sapi Ongole dan Peranakan Ongole
• Persialngan Sapi PO dengan
Sapi Brahman

• Persialngan Sapi PO dengan


Sapi Simental

• Persialngan Sapi PO dengan


Sapi Limousin
MANAJEMEN PERSILANGAN
Bagan alur Kebijakan Persilangan
Dimurnikan Mendatangkan Populasi
Bangsa Ternak Impor
Baru, kemudian lakukan
seleksi
Silangkan

100%
Berapa besar komposisi Grading Up
gen bangsa ternak impor
dapat diterima?

100%

Ya
Apakan Heterosis Pemanfaatan
Penting? Heterosis

Ciptakan Bangsa Tidak


Tidak
Baru
Seleksi Kelompok
Tetua
Kebijakan Persilangan dan Evaluasinya
1. Perkawinannya antara dua individu yang masih mampunyai
hubungan keluarga perkawinan silang dalam-inbreeding),
2. Perkawinan antara dua individu yang tidak mempunyai
hubungan keluarga disebut dengan Perkawinan Luar (out
breeding).
Perkawinan antara dua individu yang tidak mempunyai kaitan
keluarga dapat berupa:
a. perkawinan ternak dalam satu bangsa atau satu strain. Kejadian
ini disebut silang luar (out breeding atau out crossing).
b. perkawinan antara dua galur yang berbeda dalam satu bangsa
(linecrossing).
c. perkawinan ternak dari bangsa yang berbeda, disebut
perkawinan antar bangsa, atau lebih dikenal dengan istilah
persilangan atau crossbreeding yang sering pula disebut dengan
crossing.
Kebijakan Persilangan dan Evaluasinya
3. Perkawinan ternak dengan spesies berbeda yang
secara populer disebut sebagai persilangan hibridisasi
spesies.
• Perkawinan terpilih (assortative mating) misalnya
perkawinan antara ternak yang bertubuh besar x besar,
kecil x kecil, atau besar x kecil.
Dari kemungkinan-kemungkinan di atas hanya akan
dibicarakan tentang persilangan antar bangsa ternak,
yang mempunyai arti sangat penting dalam peternakan.
Tujuan Persilangan
• Secara genetik persilangan menaikkan persentase
heterosigositas,sehingga menaikkan variansi genetik.
• Tujuan utama persilangan adalah menggabungkan dua
sifat atau lebih yang berbeda yang semula terdapat
dalam dua bangsa ternak ke dalam satu bangsa
silangan.
• Secara teknis persilangan dikerjakan dengan maksud
a. penggabungan beberapa sifat yang semula terdapat
pada dua bangsa yang berbeda, ke dalam satu bangsa
silangan,
b. pembentukan bangsa baru,
c. grading up,
d. pemanfaatan heterosis. 
KEBIJAKAN PERSILANGAN

Pertimbangan :
1.Tentukan titik temu produksi dan adaptasi
2.Ukuran tubuh dengan kebutuhan pakan
3.Manfaatkan hetertosis atau genetik aditif
(pembetukan bangsa baru)
4.Tujuang jangka panjang atau jangka
pendek
Pertanyaan Sebelum Melakukan Persilangan
• Kebutuhan ternak impor, Ya/tidak?
• Jika Tidak, lakukan seleksi ternak lokal
• Jika Ya, bagsa ternak apa dan komposisi
gen yang dibutuhkan?
• Jika komposisi impor 100%, maka
kembangkan ternak impor murni pd
daerah tertentu dan seleksi (misalnya
ayam ras): final stock -- great grand
parent stok pure line
Atau grading up.
Pertanyaan Sebelum Melakukan Persilangan …
• Bila faktor heterosis penting bentuk silangan F1 atau
silang balik (BI), yg diikuti seleksi.
• Jika yang dituju F1, kedua bangsa murninya harus
dipertahankan. Misalnya adalah misahiya persilangan
sapi Brahman dengan sapi Hereford dan Angus, yang
menghasilkan sapi Braford dan Brangus di Amerika
• Bila heterosis kurang penting begitu pula silangan F1
maupun BI, bentuk bangsa baru, dengan komposisi
gen bangsa lokal 25%, 50%, 62,5% atau 75% dst,
tergantung kondisi setempat. Pembentukan bangsa
baru tidak akan berhasil bila tidak diikuti dengan
perbaikan pakan dan pengelolaannya.
• Lihat Bagan alur jalannya pemikiran
VILLAGE BREEDING
CENTER
LATAR BELAKANG
 Pengembangan perbibitan merupakan langkah
strategis untuk pemenuhan kebutuhan bibit ternak
di dalam negeri, sekaligus mengurangi bibit impor.
 Dalam rangka pengembangan pembibitan ternak,
diperlukan dukungan sumberdaya
 Salah satu program pembibitan adalah membentuk
kelompok peternak pembibit yang dilakukan oleh
para peternak serta memberikan apresiasi harga
bibit ternak yang lebih baik.
• Salah satu langkah strategis untuk adalah dengan
membentuk, membina dan mengembangkan
pembibitan ternak rakyat (Village Breeding Centre
atau VBC)
TUJUAN VBC
a. Terbentuk dan berkembangnya kelembagaan
perbibitan ternak di VBC;
b. Tercapainya perbaikan mutu bibit ternak yang
memenuhi persyaratan teknis minimal (PTM)
yang telah ditetapkan;
c. Tersedianya bibit ternak yang berkelanjutan;
d. Terapresiasinya harga bibit ternak yang lebih
baik;
e. Berkembangnya kelompok peternak pembibit;
f. Pelestarian sumberdaya genetik ternak dan
pengembangan ternak potensial unggulan
daerah.
PEMILIHAN LOKASI VBC
a. tidak bertentangan dengan rencana umum tata
ruang (RUTR) dan rencana detail tata ruang
daerah (RDTRD) setempat;
b. merupakan daerah padat ternak dan atau daerah
pengembangan ternak disuatu wilayah yang
memiliki potensi sumber daya alam, sumber
daya manusia dan sosial budaya untuk
mendukung penyediaan bibit bermutu;
c. lokasi mudah dijangkau, terkonsentrasi dalam
satu kawasan sehingga mutasi ternak dapat
dikendalikan;
d. tersedia sarana dan prasarana perbibitan dan
petugas teknis peternakan
PEMILIHAN PETERNAK DAN
KELOMPOK PETERNAK VBC
a. Memiliki ternak yang akan
diikutkan dalam program VBC;
b. Bersedia mengikuti petunjuk
teknis VBC;
c. Bersedia membentuk kelompok
peternak pembibit
PEMILIHAN TERNAK
a. Mengkaji data primer dan sekunder populasi ternak
dari sensus pertanian dan atau survey lainnya guna
memperoleh gambaran tentang potensi ternak di
calon lokasi VBC;
b. Pengisian kuesioner bibit ternak guna memperoleh
informasi data individu ternak dari masing-masing
peternak dengan mengunakan formulir seperti
tercantum pada lampiran-2, petunjuk teknis ini.
c. Pendaftaran bibit ternak yang akan diikutsertakan
dalam rangka pembentukan populasi dasar dan atau
populasi inti;
d. Rekording ternak meliputi : nomor identitas,
rumpun, umur, jenis kelamin, silsilah/asal usul
ternak dan performansnya.
PROGRAM PEMBIBITAN
TERNAK
• Program pemuliaan di VBC
dilaksanakan dengan pendekatan
”program pemuliaan inti terbuka”
(Open Nucleus Breeding Scheme)
dan ”program pemuliaan Inti
tertutup” (Close Nucleus
Breeding Scheme).
MEKANISME PEMBIBITAN
1.
TERNAK
Populasi dasar dibentuk dengan cara melakukan seleksi
bibit ternak yang dimiliki oleh rakyat yang paling rendah
memenuhi PTM oleh peternak/ kelompok peternak bersama
petugas.
2. Didalam populasi dasar diatur perkawinannya untuk
mendapatkan keturunan yang berkualitas. Selanjutnya
dilakukan seleksi berkelanjutan oleh peternak/kelompok
peternak bersama petugas untuk membentuk populasi inti.
3. Populasi inti dibentuk dengan cara melakukan seleksi bibit
ternak yang berasal dari populasi dasar dan atau populasi
inti.
4. Didalam populasi inti diatur perkawinannya oleh UPT/UPTD/
kelompok mandiri/ swasta untuk menghasilkan pejantan
unggul yang akan digunakan untuk memproduksi semen
beku di BBIB/BIB/BIB-D dan kawin alam
ASPEK PEMULIAAN
1. Ternak yang dipilih adalah calon induk / induk
yang diketahui asal usulnya dan diberi nomor /
tanda pada kuping (ear tag).
2. Jumlah ternak induk yang terpilih minimal 100
ekor.
3. Pencatatan
a. nama dan alamat peternak
b. induk meliputi :
1) identitas : rumpun, nomor eartag, tanggal
lahir (umur), silsilah, BB, TG, PB dan LD
2) perkawinan (tanggal, pejantan, I B/Alam/ET,
tgl melahirkan, UPB).
3) kesehatan ternak.
ASPEK PEMULIAAN
3. Pencatatan..
c. anak meliputi :
1)tgl lahir, BL, sex, nomor ear tag, silsilah.
2)berat sapih (umur 6-8 bulan) di
standarisasi pada umur 205 hari).
3)performans umur 1 tahun: BB (umur 11-13
bulan di standarisasi pada umur 365 hari),
TG, PB, LD, Lingkar scrotum.
4)kesehatan ternak.
ASPEK PEMULIAAN
4. Seleksi
 Seleksi dilaksanakan berdasar
analisa hasil catatan/rekording.
 Ternak yang dipilih adalah ternak
yang memiliki data prestasi diatas rata-
rata kelompoknya.
 Penilaian BB dapat dilakukan dengan
penimbangan secara langsung atau
dengan taksiran menggunakan rumus :
ASPEK PEMULIAAN
4. Seleksi....
Rumus Takriran Bobot Badan
ASPEK PEMULIAAN
4. Seleksi....
• Hasil penimbangan ternak, setelah dilakukan
analisa maka dapat dijaring dan dikelompokkan.
• Untuk ♂ berdasarkan ranking performans dibagi
menjadi :
kelas A = 10% terbaik utuk replacment bagi
BIB/BIBD
kelas B = 10%-30% dan kelas C = 30%-50% untuk
bibit dasar untuk kawin alam yang dijangkau IB
• anak ♂ tidak terpilih diafkir
• anak ♀ hasil seleksi dimanfaatkan untuk
pengembangan di lokasi tersebut.
MEKANISME PEMBIBITAN TERNAK
RAKYAT

Anda mungkin juga menyukai