Anda di halaman 1dari 20

KELOMP

OK 1
1.

2.
Karina Yasmine Sutatmoko
(22/504731/FA/13608)
Afif Fakhrusy Syakirin
(22/505212/FA/13622)
3. I Putu Mas Esa Mahendra
(22/504807/FA/13610)
4. Kadek Novi Sri Wahyuni
(22/504568/FA/13606)
5. Farah Izza Chairunnisa
(22/493107/FA/13408)
6. Afieda Fathia Ni’mah
(22/498686/FA/13533)
7. Ayudetia Cahya Nabila
(22/502613/FA/13559)
8. Salsabila Fitri Alya
(22/494347/FA/13432)
9. Yafiq Asma’ A (22/505203/FA/13621)
KLASIFIKASI
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Sub class : Acari (Acarina)
Ordo : Astigmata
Sub ordo : Sarcoptiformes
Famili : Sarcoptidae
Genus : Sarcoptes
Spesies : Sarcoptes scabei (Ahadian, 2012)
MORFOLOGI
Bentuk
betina dewasa panjang sekitar 0.3 – Ukuran tubuh
simetris bilateral berbentuk
oval yang cembung pada
0.5mm dan lebar sekitar 0,3mm,
sedangkan jantan berukuran panjang bagian dorsal dan pipih
sekitar 0.25mm dan lebar 0,2mm. pada bagian ventral.

Permukaan tubuhnya
bersisik dan dilengkapi Badan Jumlah kaki larva :6
dengan kutikula serta nimfa atau dewasa : 8
banyak dijumpai garis garis
paralel yang berjalan
transversal

Ujung sepasang kaki pertama dan


Bentuk kedua pada jantan dewasa didapatkan
berwarna putih krem Warna
kaki alat penghisap (pulvilli) sedangkan
pada betina didapatkan setae yang
panjang
SIKLUS HIDUP
PATOLOGI

Penyakit dan
Tipe Proses
Penularan
1. Klasik → hanya terdapat sekitar 11
Skabies = Kudis = Gudik = Buduk tungau; rasa gatal hebat pada malam hari
→ penyakit kulit yang disebabkan oleh 2. Nodular → lesi berupa nodus coklat Infeksi S. scabiei → penggalian
infeksi kutu Sarcoptes scabiei varietas kemerahan (5–20mm) yang disebabkan terowongan → merangsang sel
hominis oleh hipersensitivitas kulit terhadap S. keratinosit dan langerhans → respons
scabiei dan produknya inflamasi → respons imun →
Penularan: 3. Krusta (Norwegian scabies) → lesi membawa antigen ke jaringan limfe
1. Langsung: jangka lama dan berupa krusta; terdapat ribuan hingga regional
pendek jutaan tungau; rasa gatal ringan/tidak ada
2. Tidak langsung sama sekali

(Sungkar, 2016)
TANDA / GEJALA
(Sudirman, 2016)

Gejala 1
Gejala 3
Pruritus nokturnal yaitu gatal -
gatal pada malam hari karena Gejala 2 Terdapat kunikulus (terowongan) pada tempat-
Gejala 4
aktivitas tungau yang lebih tempat yang dicurigai
Hiposensitasi yaitu ketika berwarna putih atau keabu-abuan, berbentuk
tinggi pada suhu lembab dan tungau menyerang suatu Terdapat tanda - tanda lain, seperti
panas. garis lurus atau berkelok yang papula (bintil), pustula (bintil
kelompok dan panjangnya rata-rata 1 cm. Bagian ujung
menyebabkan banyak dari bernanah), ekskoriasi (bekas
terowongan terdapat papula (tonjolan garukan), bekas-bekas
anggotanya terkena skabies. padat) atau vesikel (kantung cairan). Apabila lesi yang berwarna hitam.
terdapat infeksi sekunder akan
timbul polimorf (gelembung leokosit).
EPIDEMIO
LOGI
SCABIES
Scabies lebih banyak terjadi di negara berkembang dengan iklim tropis dan subtropis seperti Indonesia.
Prevalensi scabies cenderung tinggi di negara-negara Afrika, Amerika Selatan, Australia, dan Asia Tenggara
termasuk Indonesia. Angka prevalensi scabies di negara berkembang lebih tinggi dari negara industri. Romani
melakukan systematic review terhadap 48 penelitian skabies di berbagai negara dengan studi utama di negara
berkembang yang memiliki status ekonomi menengah kebawah. Secara global, diperkirakan mempengaruhi
lebih dari 200 juta orang setiap saat skabies merupakan penyakit kulit yang biasa ditemukan di negara
berkembang terutama pada anak-anak, masyarakat kurang mampu, pendidikan rendah serta kepadatan
penduduk yang tinggi.

Epidemi scabies terjadi secara primer pada institusi seperti penjara, dan pada fasilitas perawatan
jangka panjang termasuk rumah sakit, panti jompo, atau rumah singgah, tempat penitipan anak, panti
asuhan, tempat perawatan orang usia lanjut, penjara, pengungsian, dan pesantren bahkan di rumah
sakit. Scabies sering terjadi pada orang yang tinggal bersama di pemukiman padat penghuni misalnya
di perkampungan padat penduduk atau di pondok pesantren dengan kepadatan penghuni yang tinggi.
Skabies merupakan penyakit kulit yang biasa ditemukan di negara berkembang terutama pada anak-
anak, masyarakat kurang mampu, pendidikan rendah serta kepadatan penduduk yang tinggi. Proses
penularan penyakit scabes ini bisa menyebar dengan sangat cepat pada komunitas yang menghuni
suatu tempat tinggal bersama (Mika et al, 2012). Di Pulau Jawa skabies di temukan pada daerah
kumuh dan pondok pesantren sedangkan di Nusa Tenggara di temukan di keluarga miskin dan
lembaga permasyarakatan.
Prevalensi scabies di seluruh dunia berkisar antara 0,2% hingga 71%. Di masyarakat yang memiliki risiko
tinggi skabies prevalensi dapat mencapai 80%. Jumlah penderita skabies di dunia diperkirakan lebih dari 300
juta setiap tahunnya. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menunjukkan prevalensi scabies
sekitar 8,5-9%. Scabies menempati urutan ke-3 dari 12 penyakit kulit yang sering terjadi di Indonesia. Menurut
Departemen Kesehatan RI prevalensi penyakit scabies di Indonesia mengalami penurunan dari tahun ke tahun
yaitu sebesar 5.60% - 12.96% pada tahun 2008, 4.9% - 12.95% pada tahun 2009, dan 3.9% - 6% pada tahun
2013. Skabies endemik di banyak rangkaian tropis yang miskin sumber daya, dengan perkiraan prevalensi
rata-rata 5-10% pada anak-anak. Menurut Handoko (2009) menjelaskan bahwa prevalensi skabies cenderung
lebih tinggi pada anak-anak serta remaja.

Scabies tidak secara langsung menyebabkan mortalitas namun dapat menyebabkan garukan terus-menerus
yang akan meningkatkan risiko infeksi sekunder. Skabies memiliki masa inkubasi yang lama sehingga orang
yang terpajan skabies tidak menyadarinya sebelum timbul gejala klinis yang jelas dan dapat didiagnosis
sebagai skabies. Melihat kondisi tersebut scabies menimbulkan wabah yang bersifat terus menerus endemis
di daerah yang memiliki faktor risiko tinggi untuk terinfestasi skabies. Tingkat infestasi tertinggi terjadi di
negara-negara dengan iklim tropis yang panas, terutama di masyarakat di mana kepadatan penduduk dan
kemiskinan hidup berdampingan, dan di mana ada akses terbatas ke pengobatan.
DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN
PEMERIKSAAN FISIK
Terdapat 4 tanda kardinal skabies,yaitu : 1.
LABORATORIUM
Kerokan Kulit : Papul atau terowongan
ditetesi minyak mineral lalu dikerok
1. Gejala gatal pada malam hari dengan skalpel steril yang tajam untuk
(pruritus nokturna) mengangkat bagian atas papul atau
2. Terdapat sekelompok orang yang terowongan. Hasil kerokan diletakkan di
menderita penyakit yang sama, kaca objek, ditetesi KOH, ditutup dengan
misalnya dalam satu keluarga atau di kaca penutup kemudian diperiksa dengan
pemukiman mikroskop.
3. Terbentuknya terowongan atau 2. Burrow ink test (BIT) : Papula yang
kunikulus di tempat-tempat mencurigakan ditandai dengan tinta dan
predileksi Daerah Predileksi Skabies (Wolff et al, 2009) kemudian permukaan dari lesi di cuci
4. Ditemukan tungau Sarcoptes scabiei dengan alkohol. Hasil BIT positif terjadi
pada pemeriksaan laboratorium saat tinta menandai terowongan,
membentuk garis gelap yang mudah
Diagnosis dapat dibuat dengan menemukan terlihat dengan mata telanjang.
2 dari 4 tanda kardinal tersebut
(Handoko,2007)
DIAGNOSIS BANDING
Beberapa pendapat mengatakan penyakit skabies merupakan the great imitator karena dapat
menyerupai banyak penyakit kulit dengan keluhan gatal (Handoko,2007).
Diagnosis banding : prurigo, pedikulosis korporis, dermatitis, dsb.

Pediculosis corporis (Wolff et al, 2009) Prurigo nodularis (Wolff et al, 2009)

Untuk menegakkan diagnosis skabies dan membedakan dari diagnosis banding dapat dengan
mencari terowongan pada tempat predileksi, ujung yang terlihat papul dicongkel dengan jarum dan
diamati dibawah mikroskop
Pencegahan dan Kontrol
Menjaga kebersihan tubuh dan Masyarakat yang terinfeksi
pakaian skabies perlu diobati secara
bersamaan

Menghindari kontak secara Barang-barang yang digunakan


langsung dengan penderita selama lima hari terakhir oleh
skabies penderita harus dibersihkan

Tidak menggunakan alat pribadi Melakukan penyuluhan


bersama-sama dengan orang lain pencegahan skabies untuk
masyarakat
Oral
Ivermektin

TATA LAKSANA
Topikal
SKABIES
Permetrin
Krotamiton
Sulfur Presipipatum
Benzil Benzoat
Gamma benzen
Permetrin

● Tatalaksana lini pertama adalah agen topikal krim permetrin


kadar 5%
● Bekerja dengan cara mengganggu kanal natrium,
menyebabkan perlambatan repolarisasi dinding sel parasit
yang pada akhirnya membunuh parasit.
● Permetrin dalam bentuk krim 5% adalah skabisida pilihan
dalam tatalaksana skabies karena angka kesembuhannya
tinggi dan toksisitasnya rendah.
● Krim permetrin digunakan dengan mengoleskannya ke
seluruh permukaan kulit dari leher hingga ujung kaki
Krotamiton

● Krotamiton memiliki efek sebagai skabisida (anti skabies)


sekaligus antigatal
● Tersedia dalam bentuk krim atau losio dengan konsentrasi
10%
● pemakaian krotamiton adalah dengan mengoleskannya dari
leher ke bawah, lalu diulang 24 jam kemudian. Krotamiton
harus dijauhkan dari mata, mulut, dan uretra.
● Efek samping berupa iritasi di kulit yang erosif dan
sensitisasi pada pemakaian yang lama
Sulfur Persipatum

● Belerang endap (sulfur presipitatum) dengan kadar 5-10%


dalam bentuk salep atau krim.
● Mampu membunuh larva, nimfa dan tungau skabies namun
tidak dapat membunuh telur S.scabiei
● Kekurangan sulfur adalah berbau tidak enak, lengket,
mengotori pakaian, dan kadang menimbulkan iritasi.
● Sediaan ini murah dan merupakan pilihan paling aman untuk
neonatus dan wanita hamil
Benzil Benzoat

● Obat tersebut cukup efektif terhadap semua stadium karena


bersifat neurotoksik untuk tungau.
● Terdapat dalam bentuk emulsi atau losio dengan konsentrasi
20-25%
● Obat ini sulit diperoleh, sering mengakibatkan iritasi, dan
menambah rasa gatal setelah dipakai.
● Cara penggunaannya adalah dengan dioleskan setiap malam
selama tiga hari berturut-turut
Lindane

● Dapat membunuh telur, larva, nimfa dan tungau dewasa


● Obat ini memiliki sifat neurotoksik.
● US Food and Drug Administration (FDA) telah memasukkan
obat ini dalam kategori “black box warning”
● Obat ini tidak dianjurkan pada bayi, anak-anak, lanjut usia,
individu dengan berat kurang dari 50 kg dan individu yang
memiliki riwayat penyakit kulit lainnya seperti dermatitis dan
psoriasis.
Ivermektin

● Ivermektin merupakan derivat makrolid semisintetik yang


menghambat gamma-aminobutyric-acid pada
neurotransmitter sehingga menyebabkan paralisis parasit.
● Mudah ditoleransi tubuh, tidak menyebabkan iritasi kulit, dan
tidak menunjukkan efek samping sistem saraf pusat karena
molekulnya tidak menembus sawar darah otak.
● Obat ini efektif untuk stadium tungau tetapi tidak efektif
untuk stadium telur
REFERENSI
Ahadian, F. (2012). Efektivitas Skabisida Ekstra Daun Mimba (Azadirachta Indica A.juss)
Terhadap Tungau Sarcoptes scabei Secara In Vitro. Skripsi. Medan: Universitas Sumatera
Utara.
Centers for Disease Control and Prevention. (2018). Scabies Prevention & Control. Diakses 18
Oktober 2022, dari https://www.cdc.gov/parasites/scabies/prevent.html
Handoko R. (2007). Skabies dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI.
Kurniawan, M., & Ling, M. S. S. (2020). Diagnosis dan Terapi Skabies. Cermin Dunia Kedokteran,
47(2), 104-107.
Pramesti, Tias Grania. (2013). Scabies : Penyebab, Penanganan dan Pencegahan. Ei-Hiyah, 4 (1)
Sungkar, S. (2016). Skabies: Etiologi, Patogenesis, Pengobatan, Pemberantasan, dan Pencegahan.
Jakarta: Badan Penerbit FKUI.
Wolff, Klaus dan Johnson, Richard A. 2009. Scabies in Fitzpatrick’s : Color Atlas &Synopsis of
Clinical Dermatology. McGraw-Hill: USA.

Anda mungkin juga menyukai