Anda di halaman 1dari 29

RUMAH SAKIT BHARATAYUDA

PLASMODIUM
FALCIPARUM
Anggota
Kelompok
Kelompok 3
Naela Hana Umaira (22/494298/FA/13430)
Laksmi Emerald A (22/494997/FA/13448)
Marta Salsabila (22/496942/FA/13479)
Pedrik Marliando (22/497405/FA/13488)
Abelina Pinem (22/497820/FA/13499)
Nabila Fahrida Rahma (22/497989/FA/13507)
Faqihah Faiq (22/502565/FA/13557)
Milla Alya Mumtaza (22/503839/FA/13590)
Kayla Alifa Zahra (22/504035/FA/13594)

PLASMODIUM
FALCIPARUM
Plasmodium falciparum

dikutip dari American Society of Hematology


Bagian 1
KLASIFIKASI PLASMODIUM FALCIPARUM

Filum : Apicomplexa
Kelas : Sporozoa
Sub kelas : Cocidiidae
Ordo : Eucoccidiidae
Sub ordo : Haemosporidiidae
Famili : Plasmodiidae
Genus : Plasmodium
Spesies : Plasmodium falciparum
(Ardilla A, 2017)

PANDUAN
PERTOLONGAN
PERTAMA | 2020
Bagian 2
MORFOLOGI PLASMODIUM FALCIPARUM

Tropozoit Skizon Gametosit


PANDUAN

(Mikro dan Makro)


PERTOLONGAN
PERTAMA | 2020

dikutip dari repository.unimus.ac.id & repository.poltekkes-smg.ac.id


Bagian 2
MORFOLOGI PLASMODIUM FALCIPARUM

Tropozoit muda : Berbentuk cincin, terdapat dua buah kromatin,


bentuk marginal, sel darah merah tidak membesar, tampak
sebagian sitoplasma parasit berada di bagian tepi dari eritrosit (
bentuk accole atau form appliqué). Pada bentuk tropozoit lanjut
mengandung bintik-bintik Maurer (Maurer dots).
Skizon : Bentuknya kecil sitoplasma pucat, pigmen berwarna
gelap. Pigmen menggumpal di tengah, skizon muda berinti < 8
dan skizon tua berinti 8-24.
Makrogametosit : Berbentuk pisang langsing, inti padat di
tengah, pigmen mengelilingi inti, sitoplasma biru kelabu.
Mikrogametosit : Berbentuk pisang gemuk, inti tidak padat,
pigmen mengelilingi inti, sitoplasma biru pucat kemerahan.
(Setiani NRW, 2014)
PANDUAN
PERTOLONGAN
PERTAMA | 2020
Siklus Hidup Plasmodium Falciparum

dikutip dari cdc.gov


Siklus Hidup Plasmodium falciparum
Siklus hidup Plasmodium terdiri dari 2, yaitu siklus sporogoni (siklus seksual) yang terjadi pada
nyamuk dan siklus skizogoni (siklus aseksual) yang terdapat pada manusia. Siklus ini dimulai dari
siklus sporogoni yaitu ketika nyamuk mengisap darah manusia yang terinfeksi malaria yang
mengandung plasmodium pada stadium gametosit (8). Setelah itu gametosit akan membelah menjadi
mikrogametosit (jantan) dan makrogametosit (betina) (9). Keduanya mengadakan fertilisasi
t nyamuk membentuk ookista (11). Ookista ini
menghasilkan ookinet (10). Ookinet masuk ke lambung
akan 12 membentuk ribuan sprozoit yang nantinya akan pecah (12) dan sprozoit keluar dari ookista.
Sporozoit ini akan menyebar ke seluruh tubuh nyamuk, salah satunya di kelenjar ludah nyamuk.
Dengan ini siklus sporogoni telah selesai.
Siklus Hidup Plasmodium falciparum
Siklus skizogoni terdiri dari 2 siklus, yaitu siklus eksoeritrositik dan siklus eritrositik. Dimulai ketika
nyamuk menggigit manusia sehat. Sporozoit akan masuk kedalam tubuh manusia melewati luka tusuk
nyamuk (1). Sporozoit akan mengikuti aliran darah menuju ke hati, sehingga menginfeksi sel hati (2)
dan akan matang menjadi skizon (3). Siklus ini disebut siklus eksoeritrositik. Pada Plasmodium
falciparum dan Plasmodium malariae hanya mempunyai satu siklus eksoeritrositik, sedangkan
Plasmodium vivax dan Plasmodium ovale mempunyait bentuk hipnozoit (fase dormant) sehingga siklus
eksoeritrositik dapat berulang. Selanjutnya, skizon akan pecah (4) mengeluarkan merozoit (5) yang akan
masuk ke aliran darah sehingga menginfeksi eritrosit dan di mulailah siklus eritrositik. Merozoit tersebut
akan berubah morfologi menjadi tropozoit belum matang lalu matang dan membentuk skizon lagi
yang pecah dan menjadi merozoit lagi (6). Diantara bentuk tropozoit tersebut ada yang menjadi
gametosit (7) dan gametosit inilah yang nantinya akan dihisap lagi oleh nyamuk. Begitu seterusnya
akan berulang-ulang terus. Gametosit tidak menjadi penyebab terjadinya gangguan klinik pada 13
penderita malaria, sehingga penderita dapat menjadi sumber penularan malaria tanpa diketahui
(karier malaria).
Bagian 3
GEJALA MALARIA
Gejala klinis malaria meliputi :
Prodromal, yang berupa kelesuan, sakit kepala, nyeri
pada tulang (arthralgia) atau otot, anorexia (hilang
nafsu makan), perut tidak enak, diare ringan, dan
kadang-kadang merasa dingin di punggung.
Demam, terdapat 3 stadium yaitu stadium menggigil,
stadium puncak demam, dan stadium berkeringat.
Splenomegali (pembesaran limpa pada malaria
menahun)
Anemia
Bagian 3
GEJALA MALARIA Gejala spesifik pada malaria
falciparum bisa terjadi kelainan
Gejala awal malaria timbul dalam waktu 10-35 hari fungsi otak, yaitu suatu komplikasi
setelah parasit plasmodium falciparum masuk ke yang disebut malaria serebral.
dalam tubuh. Gejalanya seringkali berupa demam Gejalanya adalah demam minimal
ringan yang hilang-timbul, sakit kepala, sakit otot dan dengan suhu 40˚C, sakit kepala
menggigil, bersamaan dengan perasaan tidak enak hebat, mengantuk, delirium
badan (malaise) serta kadang gejalanya diawali (mengigau) dan linglung. Malaria
dengan menggigil yang diikuti oleh demam, yang serebral bisa berakibat fatal, paling
berlangsung selama 2-3 hari dan sering diduga sering terjadi pada bayi, wanita hamil
sebagai gejala flu. dan pelancong yang baru datang
dari daerah endemis malaria.
Bagian 4

Patologi Plasmodium

Patogenesis malaria terjadi akibat interaksi kompleks antara parasit, inang dan lingkungan.
Patogenesis lebih ditekankan pada terjadinya peningkatan permeabilitas pembuluh darah daripada
koagulasi intravaskuler. Skizogoni menyebabkan kerusakan eritrosit sehingga akan terjadi anemia.
Beratnya anemia tidak sebanding dengan parasitemia menunjukkan adanya kelainan eritrosit. Hal ini
diduga akibat adanya toksin malaria yang menyebabkan gangguan fungsi eritrosit dan sebagian
eritrosit pecah melalui limpa sehingga parasit keluar. Limpa mengalami pembesaran dan
pembendungan serta pigmentasi sehingga mudah pecah. Dalam limpa dijumpai banyak parasit dalam
makrofag dan sering terjadi fagositosis dari eritrosit yang terinfeksi maupun yang tidak terinfeksi. Pada
malaria kronis terjadi hyperplasia dari retikulosit diserta peningkatan makrofag (Fitriani dan Sabiq, 2018).

PANDUAN
PERTOLONGAN
PERTAMA | 2020
Bagian 4

Patologi Plasmodium

Eritrosit yang mengandung parasit pecah, diikuti dengan demam yang juga bersamaan dengan
pecahnya skizon darah, skizon akan mengeluarkan berbagai macam sitokin seperti Tumor Necrosis
Factor (TNF). TNF melalui aliran darah dibawa ke hipothalamus. Akibat dari demam juga akan
mengakibatkan terjadinya vasodilatasi perifer yang disebabkan oleh bahan vasoaktif yang diproduksi
parasit. Kemudian akan timbul pembesaran limfa sebagai akibat dari peningkatan jumlah eritrosit yang
terinfeksi dan sisa dari eritrosit yang mengalami hemolisis. Dan penderita akan mengalami anemia yang
disebabkan karena pecahnya eritrosit, fagositosis oleh sistem retikuloendotetial, hemolisis autoimun,
sekuentrasi oleh limpa pada eritrosit terinfeksi dan normal dan gangguan eritropoisis. Kelainan juga
terjadi pada pembuluh darah kapiler untuk kasus malaria tropika akibat dari sel darah menjadi kaku
dan lengket saat terjadi infeksi (Hery, 2018).

PANDUAN
PERTOLONGAN
PERTAMA | 2020
Bagian 5
Epidemiologi Plasmodium falciparum

Secara epidemiologi, malaria adalah penyakit endemi di daerah tropis, sebagian daerah subtropis di Afrika, Asia,
serta Amerika Tengah dan Selatan. Afrika adalah daerah dengan kasus malaria terbanyak di dunia. Di Indonesia,
malaria sering ditemukan di daerah Indonesia timur.
Beberapa kondisi yang rentan terhadap penyakit malaria yaitu:
Anak kecil, sebab imunitas parsial mereka terhadap malaria belum berkembang
Ibu hamil, sebab imunitas mereka berkurang selama kehamilan, terutama pada kehamilan pertama dan kedua
Traveller atau migran dari daerah yang tidak/kurang memiliki kasus penyebaran malaria, sebab mereka
kekurangan imunitas terhadap penyakit malaria.
Orang-orang yang hidup di daerah endemis malaria yang status gizi dan status sosial-ekonominya kurang baik
Orang dengan gaya hidup yang kurang tepat seperti kurang menjaga kebersihan, kurang menjaga kesehatan,
dan lain-lain
Penduduk yang terdapat hemoglobin S (Hb S) lebih tahan terhadap penyakit malaria. Hb S terdapat pada
penderita dengan kelainan darah yang merupakan penyakit turunan/herediter yang disebut sickle cell anemia
PANDUAN
PERTOLONGAN
PERTAMA | 2020
dikutip dari situs World Health Organization
Epidemiologi malaria
Di tahun 2018 diperkirakan terdapat 228 juta kasus malaria secara global dan 94% kasus ditemukan di
daerah Afrika. Plasmodium falciparum dan Plasmodium vivax merupakan spesies parasit yang paling banyak
menimbulkan malaria. Berdasarkan data WHO, pada tahun 2018 50% kasus malaria di Asia Tenggara
disebabkan oleh Plasmodium falciparum dan 53% disebabkan oleh Plasmodium vivax (World Malaria Report,
2019).
Kejadian malaria global menurun dari 75 kasus menjadi 57 kasus per 1.000 orang yang berisiko di tahun
2018 dibandingkan tahun 2010. Sejak tahun 2010 hingga 2018, perkiraan jumlah kematian akibat malaria
menurun dari 585.000 menjadi 405.000 kasus. Sekitar 272.000 (67%) kasus kematian akibat malaria terjadi pada
anak-anak berusia kurang dari 5 tahun yang sebagian besar terdapat di wilayah Afrika dan India. Di Asia
Tenggara, kejadian malaria berkurang hingga 70% dari tahun 2010 ke tahun 2018 (World Malaria Report, 2019)
Pada tahun 2020, malaria menyebabkan sekitar 241 juta episode klinis dan 627.000 kematian. Diperkirakan
95% kematian pada tahun 2020 berada di wilayah Afrika dengan anak-anak di bawah 5 tahun menyumbang
sekitar 80% dari semua kematian akibat malaria di wilayah tersebut (World Malaria Report, 2021).
Bagian 6

Diagnosis
Diagnosis malaria dapat dilakukan dengan tiga cara :

1. Anamnesis
Memiliki keluhan utama berupa demam, menggigil, dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare
dan nyeri otot atau pegal-pegal. Memiliki riwayat tinggal di daerah endemik malaria dan riwayat
transfusi darah. Selain hal-hal tadi, pada pasien penderita malaria berat, dapat ditemukan keadaan
seperti Gangguan kesadaran dalam berbagai derajat, Keadaan umum yang lemah, Kejang-kejang,
Panas sangat tinggi, Mata dan tubuh kuning, Perdarahan hidung, gusi, tau saluran cerna, Nafas cepat
(sesak nafas), Muntah terus menerus dan tidak dapat makan minum, Warna air seni seperti teh pekat
dan dapat sampai kehitaman, Jumlah air seni kurang bahkan sampai tidak ada dan Telapak tangan
sangat pucat.
Bagian 6

Diagnosis

2. Diagnosis klinis
Berdasarkan daerah epidemiologinya :
Di daerah non endemis
Di daerah non-endemis, diagnosis klinis malaria tidak berat harus didasarkan pada kemungkinan
paparan malaria (bepergian ke daerah endemis) dan riwayat demam 3 hari terakhir tanpa gejala
penyakit berat lainnya

Di daerah endemis
Di daerah endemis, diagnosis klinis didasarkan pada riwayat demam dalam 24 jam terakhir dan atau
adanya gejala anemia (pucat pada palmar merupakan tanda paling reliabel pada anak yang lebih
muda).
Bagian 6

Diagnosis

3. Diagnosis laboratorium
Dengan apusan darah tebal dan apusan darah tipis
Apusan darah tebal dibuat dengan pewarnaan Giemsa atau Field Stain. Pemeriksaan apusan darah
tebal bertujuan melihat jumlah eritrosit dalam darah.
Apusan darah tipis dengan pewarnaan Wright atau Giemsa. Pemeriksaan apusan darah tipis
bertujuan melihat perubahan bentuk eritrosit, jenis Plasmodium, dan persentase eritrosit yang
terinfeksi. Pemeriksaan apusan darah tipis tidak mungkin dapat membedakan morfologi spesies P.
malariae dan P. knowlesi, sehingga diperlukan pemeriksaan lebih canggih seperti polymerase chain
reaction (PCR). Pemeriksaan praktis terutama di daerah endemis dapat dilakukan dengan rapid
diagnostic test (RDT) berbentuk dipstick, dianjurkan menggunakan tes diagnostik cepat yang
memiliki kemampuan minimal sensitivitas 95% dan spesifisitas 95%
Bagian 7
Kontrol dan Pencegahan
1. Vaksin antibodi anti-PfRH5 berbasis nanopartikel liposomal
Vaksin PfRH5 tersebut dinilai berdasarkan pentingnya peran antigen dalam menghasilkan respon antibodi untuk mendapatkan
respon imun protektif yang memadai. Antigen dengan profil polimorfisme yang tinggi menyebabkan parasit malaria menghindari
sistem imun host. (Satyarsa, Sanjaya, & Gitari, 2020)

2. Insecticide-treated mosquito nets (ITNs)


Hanya dua kelas insektisida yang telah disetujui untuk digunakan pada ITN yaitu pirol dan piretroid. Insektisida tersebut telah
terbukti bahwa menimbulkan risiko kesehatan yang rendah bagi manusia namun beracun pada serangga. ITNs memiliki durasi
waktu penggunaan 6 sampai 12 bulan (CDC, 2019).

3. Indoor residual spraying (IRS)


Menyemprotkan racun serangga tertentu dengan jumlah tertentu secara merata pada permukaan dinding rumah dengan tujuan
untuk memutus rantai penularan karena umur nyamuk menjadi lebih pendek (Supranelfy & Oktarina, 2021)

4. Long lasting insecticidal nets (LLIN)


LLIN berbentuk penghalang fisik dan chemical terhadap nyamuk. Ketika nyamuk mencoba menggigit seseorang yang tidur di
bawah LLIN, mereka tidak hanya terhalang oleh kelambu, tetapi juga dibunuh oleh lapisan insektisida. LLIN memiliki durasi
penggunaan 2-3 tahun (Sudarnika, et al., 2011).
Bagian 8
Pengobatan Malaria tropika Tanpa Komplikasi

Lini pertama : ACT + Primakuin

WHO membuat suatu regimen kombinasi obat yang disebut dengan Artemisin-
Based Combination Therapies (ACT), kombinasi tersebut diantaranya :
artesunate + amodiakuin
dihydroartemisinin + piperakuin (DHP)

Obat kombinasi diberikan per-oral selama 3 hari dengan dosis tunggal harian.
Obat antimalaria bersifat iritasi lambung sehingga obat ini harus diminum
setelah makan. Amodiakuin (basa) diberikan dengan dosis 10 mg/kgbb dan
Artesunat 4 mg/kgbb. DHP merupakan kombinasi dua zat aktif yaitu
dihidroartemisinin 40 mg dan piperakuin 320 mg, dosis obat diminum 3 kali.
Primakuin (basa) diberikan per oral pada hari pertama dengan dosis tunggal 0,75
mg/kgbb. Primakuin tidak boleh diberikan kepada ibu hamil, bayi <1 tahun, serta
penderita defisiensi G6PD.
PANDUAN
PERTOLONGAN
PERTAMA | 2020
Pengobatan Malaria tropika Tanpa Komplikasi

Pengobatan lini pertama efektif jika sampai hari ke-28 setelah pemberian obat, penderita dalam
keadaan klinis sembuh (sejak hari ke-4) dan tidak ditemukan parasit stadium aseksual (sejak hari ke-
7). Namun, apabila pengobatan lini pertama tidak efektif dimana gejala klinis tidak memburuk tetapi
parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau bahkan timbul kembali (rekrudesensi), maka
diberikan pengobatan lini kedua.

Lini kedua : Kina + Doksisiklin / Tetrasiklin + Primakuin

Kina diberikan per oral selama 7 hari, 3 kali sehari dengan dosis 10 mg/kgbb.
Doksisiklin diberikan 2 kali sehari selama 7 hari, dengan dosis dewasa 4 mg/kg bb/hari dan anak usia
8-14 tahun 2 mg/kgbb/hari.
Jika tidak ada doksisiklin, dapat diganti dengan tetrasiklin yang diberikan 4 kali sehari selama 7 hari,
dengan dosis 4-5 mg/kgbb.
Doksisiklin dan tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak <8 tahun dan ibu hamil.
Primakuin diberikan per oral pada hari pertama dengan dosis tunggal 0,75 mg/kgbb.
Pengobatan Malaria Berat / dengan
Komplikasi

Penderita dengan manifestasi malaria berat harus diberikan pengobatan segera dengan
terapi antimalaria parenteral. Apabila malaria berat sangat dicurigai tetapi diagnosis
laboratorium tidak dapat dibuat pada saat itu, maka darah harus segera dilakukan uji
diagnostik dan pengobatan antimalaria parenteral harus dimulai. Semua penderita malaria
berat harus diberikan pengobatan dengan artesunat
artesunat intravena (IV), terlepas dari spesies yang
intravena (IV)
menginfeksi. Artesunat IV aman diberikan pada bayi, anak-anak, dan ibu hamil.

Mekanisme Obat
Di Indonesia, pengobatan lini pertama malaria falciparum adalah kombinasi artesunat, amodiakuin, dan
primakuin. Pemakaian artesunat bertujuan untuk membunuh parasit stadium aseksual sedangkan primakuin
efektif terhadap gametosid dari semua Plasmodium sehingga dapat mencegah penyebaran dari Plasmodium
falciparum dengan mengeradikasi gametosit yang infektif bagi vektor sehingga dapat berfungsi sebagai agen
profilaksis pada level komunitas dengan memutus rantai transmisi Plasmodium falciparum. Primakuin tidak
mempunyai efek yang nyata terhadap bentuk aseksual parasit di darah sehingga selalu digunakan bersamaan
dengan skizontosida darah dan tidak pernah digunakan sebagai obat tunggal.
Kaboksiprimakuin hasil dari deaminasi oksidatif primakuin yang melibatkan monoamine oksidase A (MAO-A)
dan konsentrasinya dalam plasma digunakan sebagai proksi pemberian primakuin yang tepat. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa MoA primakuin disebabkan oleh pembentukan spesies oksigen reaktif (ROS)
melalui siklus metabolit primakuin terhidroksilasi(Vásquez-Vivar and Augusto., 1992). Primakuin dihidroksilasi
menjadi metabolit hidroksil-primakuin (OH-PQm) oleh kompleks yang terbuat dari sitokrom P450
oksidoreduktase NADPH (CPR) dan sitokrom P450 2D6 (CYP2D6). OH-PQm kemudian secara spontan teroksidasi
dalam quinoneiminies (O=PQm) menghasilkan H2O2 . Pengurangan O=PQm yang bergantung pada NADPH
oleh CPR mendaur ulang metabolit kembali ke bentuk terhidroksilasinya menghasilkan siklus produksi H2O2
yang berurutan dan secara langsung membunuh Plasmodium falciparum.
Mekanisme Obat
Pengobatan lini kedua malaria falciparum menggunakan kombinasi kina, doksisiklin/tetrasiklin dan
primakuin. Doksisiklin berfungsi untuk menghentikan pertumbuhan parasit sedangkan kina membunuh
Plasmodium Falciparum dengan menghambat detoksifikasi hem dalam vakuola pencernaan parasit. Hem
terakumulasi dalam jumlah besar selama perkembangan intra-eritrositik sebagai parasite mendegradasi sel
inangnya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan melawan ketidakseimbangan osmotic yang dihasilkan
dari pertumbuhannya sendiri di dalam sel darah merah (Lew et al., 2003). Hem yang telah dibebaskan
selama degradasi hemoglobin dimineralisasi menjadi hemozoin inert dalam vakuola pencernaan parasit.
Kina menghambat biomineralisasi hem dengan membentuk kompleks dengan hem yang akhirnya
merusak membrane sel parasit (Fitch, 2004)
Reference
Feoh, Stefany F. 2019. Gambaran Klinis Dan Parasitologis Pada Penderita Malaria Falciparum Di Wilayah Kerja
Puskesmas Elopada. Diploma thesis, Poltekkes Kemenkes Kupang.
<http://repository.poltekeskupang.ac.id/1899/1/Stefany%20Feoh_KTI.pdf> diakses pada 18 Oktober 2022

Fitch, C. D. (2004). Ferriprotoporphyrin IX, phospholipids, and the antimalarial actions of quinoline drugs. Life
sciences, 74(16), 1957-1972.

Fitriany, J., & Sabiq, A. (2018). MALARIA. Jurnal Averrous, 4(2), 69–88.

Gultom, F. L., Wiyono, W. I., & Tjitrosantoso, H. M. (2019). STUDI PENGGUNAAN OBAT PADA PASIEN MALARIA DI
INSTALASI RAWAT INAP RSUD KABUPATEN MIMIKA. Pharmacon-Program Studi Farmasi,Fmipa, Universitas Sam
Ratulangi, 8(2), 498–504.

Liwan, Armand S. (2015). Diagnosis dan Penatalaksanaan Malaria Tanpa Komplikasi pada Anak. Jurnal CDK-229,
42, 427-428.

Lew, V. L., Tiffert, T., & Ginsburg, H. (2003). Excess hemoglobin digestion and the osmotic stability of
Plasmodium falciparum–infected red blood cells. Blood, The Journal of the American Society of Hematology,
101(10), 4189-4194.
Reference
Satyarsa, A. B., Sanjaya, F., & Gitari, N. M. (2020). Potensi Vaksin Antibodi Anti-PfRH5 Berbasis Nanopartikel
Liposom sebagai Modalitas Preventif Mutakhir pada Plasmodium falciparum Malaria. Jurnal Farmasi Klinik
Indonesia, 9(2), 164-178.

Savera, N.Y. (2018). STADIUM DAN TINGKAT PARASITEMIA Plasmodium Falciparum PADA SEDIAAN DARAH MALARIA DI
PUSKESMAS BANJARMANGU 1 KABUPATEN BANJARNEGARA PERIODE TAHUN 2017. Prodi DIII Analis Kesehatan
Semarang POLTEKKES KEMENKES SEMARANG.

Sudarnika, E., Sudarwanto, M., Saefuddin, A., Cahyaningsih, U., Hadi, U. K., Kusriastuti, R., . . . Hawley, W. A. (2011).
Tingkat Insidensi Malaria di Wilayah Pemanasan Kelambu Berinsektisida Tahan Lama dan Wilayah Kontrol. Jurnal
Veteriner, 12(1), 40-49.

Supranelfy, Y., & Oktarina, R. (2021). Gambaran Perilaku Pencegahan Penyakit Malaria di Sumatera Selatan
(Analisis Lanjut Riskesdas 2018). BALABA, 17(1), 19-28.

Vasquez-Vivar, J., & Augusto, O. (1992). Hydroxylated metabolites of the antimalarial drug primaquine. Oxidation
and redox cycling. Journal of Biological Chemistry, 267(10), 6848-6854.
Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai