Anda di halaman 1dari 35

Trichinella

spiralis
KELOMPOK 4 KELAS A - 2022

Anggota kelompok :
5. Nabilla Annisa Kusuma Wardani
1. Rafif Ananda Putra
6. Zahra Laila Adha Repiyan
2. Jasmine Emmanuela
7. Salsabila Desti Winarno
3. Daffa Dhaniendra Saksomo
8. Farah Dea Arha Rohmah
4. Raden Ajeng Queen Dahayu
9. Alfiyya Mayla Hanunnisa
Koes Pandhanraras
01 KLASIFIKASI
CLASSIFICATION
Kingdom : Animalia
Filum : Nematoda
Kelas : Adenophorea
Ordo : Trichocephalida
Famili : Trichinellidae
Genus : Trichinella
Spesies : Trichinella spiralis

Trichinella spiralis
02 MORFOLOGI
Bentuk organisme
Morfologi
● Cacing kecil menyerupai Saat menetas Larva
→ 900 - 1300 x 35-40 → 100 mikron
rambut
→ Di dalam otot hospes definitif
Anterior (depan tubuh) mikron
● umumnya larva terdapat dalam
lebih ramping menyerupai → Menyerupai kista bentuk kista
→ Hidup 6 bulan bahkan bisa
alat pengebor lancip
mencapai 30 tahun.
● Posterior (belakang tubuh)
lebih besar
Jantan vs Betina
Jantan Betina

Panjang : 0,04 - 1,50 mm Panjang : 0,06 - 3,50 mm


Diameter : 50 mm

● Ujung posterior tubuh tumpul membelok ke Ujung posterior tumpul dan anus terminal
ventral
● Ujung terminal memiliki 2 tonjolan
menyerupai kerucut yang merupakan papila
kopulasi/ conical papillae yang besar

Sistem reproduksi pria adalah testis tunggal yang ● Vivipar menghasilkan 1350 - 1500 larva
terletak di sepertiga posterior dari tubuh ● Larva masuk ke jaringan mukosa usus halus
(duodenum - caecum)
03
DAUR HIDUP
Trichinella spiralis
● Umumnya hewan yang sering menjadi inang perantara Trichinella spiralis ini
adalah babi dan hewan pengerat antrofopolik, namun tidak menutup
kemungkinan hewan seperti kuda,beruang dan rusa besar menjadi inang
perantara parasit ini.
● Manusia bisa terinfeksi oleh cacing ini ketika mengonsumsi daging hewan
tersebut dalam keadaan tidak dalam keadaan matang atau termasak secara
sempurna.
● Setelah melewati lambung, larva akan dilepaskan dari kista di usus kecil dan
menembus mukosa.
● Larva akan berkembang di dalam usus kecil selama 4 minggu dan ketika
mencapai tahap dewasa akan melepaskan larva setelah 1 minggu oleh induk
Image from the Centers for Disease Control
and Prevention, Global Health, Division of betina.
Parasitic Diseases and Malaria. ● Larva akan bermigrasi ke otot lurik dan akan mengalami encyst
PATHOLOGY & GEJALA 04
Penyakit yang disebabkan oleh Trichinella spiralis dan
gejala yang ditimbulkan.
Pathology
Parasit Trichinella Spiralis dapat menyebabkan penyakit Trichinellosis (disebut juga Trichinosis,
Trichiniasis). Trichinellosis merupakan infeksi saluran pencernaan dan jaringan pada manusia atau pada
mamalia lain. Infeksi pada manusia dapat disebabkan oleh konsumsi daging hewan mamalia, terutama
babi yang telah terinfeksi larva Trichinella spiralis, dalam kondisi mentah atau dimasak kurang matang
(undercooked).

Infestasi Trichinella spp. dapat menyebabkan diare pada 26% pasien yang terjangkit. Selain itu, efek dari
infestasi parasit ini bisa meluas hingga ke bagian persarafan. Efek neurologisnya yaitu timbulnya
encephalopathy, gangguan neuromuscular, dan lesi okuler. Pada encephalopathy, pasien akan mengalami
gangguan kesadaran, gembira berlebihan, sering mengantuk, apatis, dan bisa juga timbul meningitis.
Kerusakan otak dapat diamati beberapa hari setelah onset demam. Pada gangguan neuromuscular, pasien
akan mengalami penurunan kekuatan otot dan refleks tendon, disfagia, dan trismus. Sedangkan lesi mata
dapat terjadi pada fase akut.
Gejala
-Sakit perut -Mual -Muntah -Diare.

Pada penderita mengalami nyeri hebat pada otot-otot gerak, diikuti gangguan
pernapasan, gangguan menelan dan sulit berbicara. Selain itu dapat terjadi
perbesaran kelenjar kelenjar limfe, edema sekitar mata, hidung dan tangan,

Bila terjadi nekrosis otot jantung, akan terjadi miokarditis yang dapat
menimbulkan kematian penderita. Penderita dapat juga mengalami radang
otak (ensefalitis) dan radang selaput otak (meningitis), tuli, gangguan mata,
gejala-gejala neurotoksik misalnya neuritis, halusinasi, delirium, disorientasi
atau mengalami komplikasi berupa pneumonia, peritonitis dan nefritis.
05 EPIDEMIOLOGI
Trichinella spiralis
Cases of trichinellosis in the United States reported to CDC by year, 1947–2015

Trichinellosis terjadi di seluruh


dunia, dan diperkirakan sekitar
10.000 kasus terjadi setiap
tahun dengan tingkat kematian
0,2%.
Spesies yang paling umum
adalah Trichinella spiralis, yang
memiliki distribusi global dan
merupakan spesies yang paling
banyak ditemukan pada babi.
Frekuensi Trichinella spiralis
pada manusia ditentukan oleh
temuan larva dalam kista di
mayat atau melalui tes
intrakutan. Frekuensi ini
banyak ditemukan di negara
yang penduduknya gemar
makan daging babi. Di daerah
tropis dan subtropis frekuensi
Trichinella spiralis ini sedikit.

Frekuensi trikinosis pada manusia tinggi pada daerah yang mengonsumsi babi secara
besar-besaran, dimana babi-babi tersebut diberi makan dari sisa penjagalan, misalnya di
Amerika Serikat daerah timur laut. Frekuensi di daerah selatan dan barat tengah rendah,
karena babi diberi makan gandum. Infeksi Trichinella spiralis pada manusia tergantung
pada lenyapnya penyakit ini terhadap babi.
Prevalensi Trichinella pada Babi di
Indonesia
Bengkulu
Kupang Tangerang
Tengah
Sampel terinfeksi Kabupaten Tanggerang
Seroprevalensi pada
Trichinella spiralis Provinsi Banten
babi hutan dengan
pada daging babi di melaporkan bahwa
seropositif
rumah potong sampel serum darah
trichinellosis yang
hewan babi terinfeksi
ditemukan 66,7% di
menunjukkan Trichinella sp. dengan
Kecamatan Pondok
prevalensi 0,9% prevalensi 1,25%.
Kubang dan 69,2% di
dan sampel darah
Kecamatan Pondok
babi di peternakan
Kelapa.
babi menunjukkan
prevalensi 0,8%.
DIAGNOSIS
Penyakit Trikinosis yang disebabkan oleh
05
Trichinella spiralis
HOW TO DIAGNOSE TRICHINOSIS

01 02
Diskusi Gejala Pemeriksaan Fisik
Memeriksa kondisi tubuh
Dilakukan oleh dokter
sehingga risiko penyakit bisa
untuk identifikasi awal
diketahui lebih awal

03 04
Tes Darah & Feses Tes Coproantigen
Menguji tanda - tanda
yang menunjukkan
Biopsi
Trikinosis Memastikan penyakit dengan
antigen dan tes otot
01 Diskusi Gejala
● Gejala-gejala yang dapat timbul berupa sakit perut, mual, muntah,
diare, dan mengalami nyeri hebat pada otot-otot gerak yang aktif,
termasuk diafragma, otot laring, rahang, leher, tulang rusuk, biceps,
gastrocnemius.

● Pada tahap awal penyakit,ada gejala tidak spesifik, yaitu diare yang
merupakan gejala umum dari penyakit bawaan makanan seperti
salmonellosis dan mialgia, diare dapat terjadi pada minggu pertama
infeksi Trichinella.

● Cacing dewasa atau larva cacing mungkin dijumpai pada tinja


penderita pada waktu mengalami diare.

● Pada fase akut infeksi Trichinella juga menunjukkan infeksi virus


influenza.
02 Pemeriksaan Fisik
● Menanyakan adanya gangguan pencernaan,
pembengkakan di sekitar mata, peradangan otot,
atau demam.

● Menanyakan pasien apakah makan daging babi


mentah atau setengah matang atau daging buruan.
03 Tes Darah dan Feses
Tes Darah
● Mengambil sampel darah dan mengujinya
dengan metode CBC (complete blood count)
untuk mengukur elemen darah.

● Tanda-tanda trikinosis, yaitu peningkatan


jumlah jenis sel darah putih (eosinofil) atau
pembentukan antibodi terhadap parasit
setelah beberapa minggu.

Kebanyakan penyakit gejala cacing dapat didiagnosis dengan tes feses.


Namun, larva cacing pada penyakit trikinosis, yaitu Trichinella spiralis sulit
ditemukan pada feses karena parasit ini cenderung bersembunyi di dalam
jaringan otot setelah berpindah dari usus.
04 Tes Coproantigen dan Biopsi

● Biopsi otot, yaitu prosedur di mana sepotong kecil otot 0,2 hingga
0,5 gram diambil dan diperiksa di bawah mikroskop melalui
pencernaan buatan atau analisis histologis untuk mencari larva
cacing gelang (trichinella).
● Otot jaringan dicerna dengan enzim, residunya dikonsentrasikan.
● Cacing mudah diidentifikasi karena mereka dibebaskan dalam proses
pencernaan buatan maka bisa terlihat bergerak di bawah mikroskop.

Langkah - Langkahnya
Bius lokal → jarum tipis yang melekat pada suntik (biopsi jarum halus) untuk
mengumpulkan jaringan otot yang diperlukan → evaluasi mikroskop → diberi
pewarna untuk mewarnai jaringan otot dan mengidentifikasi larva trichinella.
04 Tes Coproantigen dan Biopsi
Kenapa di otot? Dalam daur hidup larva Trichinella melakukan perjalanan dari usus kecil
melalui aliran darah untuk mengubur diri di dalam jaringan otot.

Otot bagian mana?


Otot-otot yang sangat aktif akan terinvasi, termasuk diafragma, otot laring, rahang, leher dan
tulang rusuk, biceps, gastrocnemius, dan lain-lain.

Biopsi otot jarang dilakukan


Setelah prosedur, pasien mungkin merasakan ketidaknyamanan atau nyeri di daerah di mana
sampel otot diambil, terjadi sedikit pembengkakan, mereda setelah beberapa hari. Risiko
lainnya adalah pendarahan. Dalam kebanyakan kasus, pendarahan hilang dengan sendirinya
atau setelah tekanan yang memadai telah diterapkan di lokasi biopsi.
05 Tes Coproantigen dan Biopsi
Tes Coproantigen didasarkan pada respons imun dengan menemukan antibodi terhadap larva.
● Keuntungan tes coproantigen, yaitu dapat menunjukkan infestasi saat ini dan diagnosis lebih awal
karena antigen tidak tergantung pada kemampuan inang dalam mengembangkan respons antibodi.
● Ekskresi coproantigen berkorelasi erat dengan infestasi parasit di usus, tahap pematangan parasit,
dan jumlah parasit.
Langkah - Langkah
● Persiapan antigen akan bereaksi dengan antibodi dari spesies Trichinella lain tetapi juga dapat bereaksi
silang dengan antibodi non-spesifik.
● Antibodi IgG dapat dideteksi sekitar 12 sampai 60 hari pasca infeksi.
● Perkembangan antibodi tergantung pada jumlah larva Trichinella infektif yang dikonsumsi.
● Kadarnya memuncak pada bulan kedua atau ketiga setelah infeksi dan kemudian menurun, tetapi dapat
dideteksi selama 10 tahun atau lebih setelah infeksi.
● Setidaknya dua spesimen serum harus diambil dan diuji dalam beberapa minggu untuk menunjukkan
serokonversi pada pasien dengan dugaan trichinellosis yang hasil awalnya negatif atau positif lemah.
06 CARA PENCEGAHAN
Trichinella spiralis
Cara Pencegahan
● Pembuatan dan penerapan Standard Operational Procedure (SOP) untuk menunjang
kegiatan petugas di rumah potong hewan melakukan pemeriksaan terhadap
Trichinella dan perlu adanya sarana laboratorium untuk pemeriksaan Trichinella
pada babi yang akan dipotong

● Pengendalian populasi hewan pengerat di peternakan untuk menurunkan


penularan ke hewan rentan dan memutus rantai penularan Trichinella

● Pemberian vaksin hewan untuk mencegah parasit bawaan makanan

● Melakukan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat terkait


metode penanganan dan pengolahan daging yang baik dapat menjamin keamanan
pangan serta dapat mencegah penyebaran trichinellosis ke manusia

● Membekukan daging babi pada suhu 17.8°C untuk mematikan larva dalam waktu
48-72 jam dan pada suhu 35 °C dalam 2 jam
PENGOBATAN 07
Mebendazole dan Albendazole
Mebendazole
Dosis untuk dewasa dan anak usia
lebih dari 2 tahun adalah 2 kali 100
mg/hari, selama 3 hari berturut-turut.
Mebendazole

- Farmakodinamik : Obat ini menyebabkan kerusakan struktur


subseluler dan menghambat asetilkolinesterase cacing sehingga
terjadi paralisis pada cacing.
- Mebendazole memiliki mekanisme kerja seperti saponin,
monoterpene, dan lainnya, yaitu dengan merusak subseluler
cacing dan mengganggu permeabilitas membran sel →
menyebabkan paralisis pada cacing.
- Obat ini menghambat ambilan glukosa secara ireversibel
sehingga terjadi pengosongan (deplesi) glikogen pada cacing.
Mebendazole

- Farmakoterapi : Cacing akan mati perlahan dengan hasil


memuaskan pada 3 hari setelah pengobatan.
- Tidak dianjurkan bagi wanita hamil trimester pertama karena
bersifat toksik dan teratogenik pada embrio tikus.
- Penggunaan pada anak di bawah 2 tahun harus dipertimbangkan
dan harus hati-hati pada penderita hepatitis.
Albendazole
Dosis yang diberikan sebanyak
400 mg/hari, diberikan satu kali
sehari
Kementerian Kesehatan RI
menggunakan Albendazole 400 mg
sebagai obat program kecacingan
karena relatif aman, dosis tunggal,
tidak mahal, dan mudah didapat
Albendazole
- Diberikan secara peroral
- Dosis tunggal efektif untuk infeksi cacing nematoda
- Obat ini mempunyai spektrum yang luas dan
menghambat pembentukan energi pada cacing sehingga
mati.
- Setelah pemberian secara oral, albendazole akan segera
mengalami metabolisme lintas pertama di hati menjadi
zat aktif albendazol-sulfoksida sehingga akan
membunuh cacing dalam usus.
Referensi
Anonim.Trichinellosis.Center for Disease Control and Prevetion.Retrieved October 23, 2022 ,from CDC -
Trichinellosis - Biology

Anonim. Distrubusi Geografis dan Epidemiologi.(n.d.). Universitas Diponegoro. Retrieved October 22, 2022, from
https://www.studocu.com/id/document/universitas-diponegoro/mata-kuliah-dasar-epidemiologi/distribusi-geo
grafis-dan-epidemiologi/3260917

Ashour, D. S., I.A.A. Assad., S.I. El-Kaorany., dan A. E. A. Ghafar. 2018. Copro-Diagnosis of Early Trichinella Spiralis
Infection inE xperimental Animals. Acta Scientific Microbiology. 1(2): 32-38.

Astuti, Novia Tri dan Dyah Widiastuti. 2009. Trichinella spiralis, Cacing yang Menginfeksi Otot. Banjarnegara,
Indonesia : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan

CDC - Trichinellosis - Epidemiology & Risk Factors. (n.d.). Retrieved October 22, 2022, from
https://www.cdc.gov/parasites/trichinellosis/epi.html

Lestari, M., Satrija, F., & Tiuria, R. (2018). Seroprevalensi Trichinellosis pada Babi Hutan di Kabupaten Bengkulu
Tengah, Provinsi Bengkulu. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 23(3), 220-226.

Nadira, W. A., & Nurdian, Y. (2017). Efek Neurologis yang Disebabkan oleh Infestasi Trichinella.

Onggowaluyo, Jangkung samidjo. Parasitologi Medik I. Jakarta : EGC, 2001.


Referensi
Pratama, R. P., Sari, M. P., & Majawati, E. S. (2020). Infeksi Cacing Usus Pada Anak Sekolah Dasar Negeri Cilincing 06
Jakarta Utara Sebelum dan sesudah Pengobatan Albendazol Dosis Tunggal. Jurnal Kedokteran Meditek, 26(3),
132-138.

Setiadi, T. (2010). Perbandingan efektivitas antihelmintik ekstrak temu hitam (Curcuma aeruginosa Roxb) dengan
Mebendazol terhadap Ascaris suum Goeze.

Shepich JR. Muscle biopsy. In: Pfenninger JL, Fowler GC, eds. Pfenninger & Fowler's Procedures for Primary Care. 3rd ed.
Philadelphia, PA: Elsevier Mosby; 2010:chap 228.

Shofi, M., Munawaroh, S., & Malasari, T. N. (2022). Prevalensi Infeksi Soil Transmitted Helminths Pada Feses Siswa SDN
Plosokerep 2 Kota Blitar Setelah Pengobatan Albendazole. Jurnal Sintesis: Penelitian Sains, Terapan dan
Analisisnya, 3(1), 8-15.

Soedarto. Zoonosis Kedokteran, Surabaya : Airlangga University Press, 2003.

Soegijanto, S. (2016). Kumpulan Makalah Penyakit Tropis dan Infeksi di Indonesia Jilid 4. Airlangga University Press.

Syarif A., Elysabeth (Eds). 2007. Farmakologi dan Terapi. Balai Penerbit FKUI, Jakarta. Hal: 541-44

Zelpina, E., Setyani, E., & Wardhana, V. W. (2021). Dampak Trichinella sp. dalam Daging Babi Terhadap Kesehatan
Masyarakat. BALABA: JURNAL LITBANG PENGENDALIAN PENYAKIT BERSUMBER BINATANG BANJARNEGARA, 137–142.
https://doi.org/10.22435/blb.v17i2.4573
Terima
Kasih!

Anda mungkin juga menyukai