Anda di halaman 1dari 54

PENGELOLAAN TERINTEGRASI

UPAYA PENANGGULANGAN GIZI BURUK


PADA BALITA

Direktorat Gizi Masyarakat


Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat
Kementerian Kesehatan RI
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 1
Tujuan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran Umum:

Peserta mampu melakukan pengelolaan terintegrasi upaya penanggulangan


gizi buruk pada balita sesuai kewenangan.

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 2


Tujuan Pembelajaran
Tujuan Pembelajaran Khusus:

1. Menjelaskan perencanaan terintegrasi upaya penanggulangan


gizi buruk pada balita
2. Menjelaskan pengorganisasian terintegrasi upaya
penanggulangan gizi buruk pada balita
3. Melakukan pengelolaan terintegrasi upaya penanggulangan gizi
buruk pada balita sesuai kewenangan

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 3


Pokok Bahasan dan Sub Pokok Bahasan
1. Perencanaan terintegrasi upaya penanggulangan gizi buruk pada balita
a. Pengelolaan gizi buruk terintegrasi
b. Prinsip perencanaan upaya penanggulangan gizi buruk pada balita
2. Pengorganisasian terintegrasi upaya penanggulangan gizi buruk pada balita
a. Pengorganisasian gizi buruk pada balita
b. Koordinasi peran dan fungsi pihak terkait dalam penanggulangan
gizi buruk pada balita
c. Mobilisasi masyarakat
d. Pemantauan dan evaluasi
3. Pengelolaan terintegrasi upaya penanggulangan gizi buruk pada balita
sesuai kewenangan

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 4


Pokok Bahasan 1.
Perencanaan Terintegrasi
Upaya Penanggulangan Gizi Buruk pada Balita

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 5


Pengelolaan Gizi Buruk Terintegrasi
Prinsip- prinsip pengelolaan gizi buruk terintegrasi
1) Upaya pencegahan
Semua pihak termasuk keluarga dan masyarakat harus memahami faktor
penyebab gizi buruk dan mencegah terjadinya gizi kurang.
Penting mempelajari:
 Kebutuhan zat gizi balita, ibu hamil, ibu menyusui, remaja putri
 Pengetahuan ibu/ pengasuh tentang makanan bergizi
 Pola pemberian makan bayi dan anak Balita
 Ketersediaan, akses dan daya beli
 Perilaku mendapatkan pelayanan kesehatan seperti imunisasi
 Ketersediaan/ pemanfaatan air bersih, jamban keluarga dan
kebersihan lingkungan

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 6


2) Tatalaksana gizi buruk dengan pemberian terapi gizi
Makanan padat gizi berupa pangan untuk keperluan medis khusus (F75,
F100, ready to use therapeutic food (RUTF), konseling PMBA,
pencegahan penyakit)
3) Advokasi dan peningkatan kolaborasi dengan program dan sektor, mitra,
pihak swasta dan masyarakat
4) Ketersediaan pedoman/ protokol penanggulangan gizi buruk
5) Penanggulangan gizi buruk sebagai prioritas wilayah yang harus segera
diatasi
6) Pemantapan fungsi Posyandu dan penggerakan masyarakat secara intensif
7) Pemantapan sistem informasi gizi dalam upaya menangani masalah gizi

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 7


Empat komponen
pengelolaan gizi
buruk terintegrasi

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 8


Empat komponen pengelolaan gizi buruk terintegrasi

1) Penggerakan peran serta aktif masyarakat


Masyarakat didukung agar berperan aktif dalam
upaya pencegahan, penanganan, pemantauan
dan rehabilitasi
2) Layanan rawat jalan balita (6 – 59 bulan)
dengan gizi buruk tanpa komplikasi
3) Layanan rawat inap untuk semua bayi berusia
kurang dari 6 bulan dengan gizi buruk
(dengan/tanpa komplikasi) dan balita 6-59 bulan
dengan komplikasi serta balita diatas 6 bulan
dengan berat badan < 4 kg
4) Tatalaksana kasus gizi kurang: makanan
tambahan (PMT)

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 9


Empat Landasan Pengelolaan Gizi Buruk Terintegrasi
1. Akses dan cakupan maksimum untuk layanan balita gizi buruk.
Mendekatkan layanan balita gizi buruk ke masyarakat dan mengurangi
biaya atau waktu.
2. Ketepatan waktu menemukan kasus secara dini melalui:
 Ada pelibatan aktif masyarakat untuk penemuan dini dan rujukan
kasus, serta tatalaksana
 Mendekatkan layanan gizi buruk ke masyarakat
3. Tatalaksana yang tepat pada balita gizi buruk
4. Perawatan sampai balita sembuh

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 10


Landasan 1: Akses dan Cakupan Maksimum
untuk layanan balita gizi buruk

Membawa layanan balita gizi buruk dekat dengan


tempat keluarga tinggal: menggunakan fasilitas
kesehatan setempat (Puskesmas dan Pustu/ Polindes)
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 11
Landasan 2: Ketepatan waktu
• Mobilisasi dan pelibatan masyarakat yang baik merupakan hal
yang sangat penting – layanan balita gizi buruk tidak akan berjalan
tanpa ini
• Temukan anak sangat kurus, sebelum kondisi mereka memburuk dan
mereka mengalami komplikasi medis

Gizi Gizi Buruk Gizi Buruk


Normal Tanpa Dengan
Kurang komplikasi komplikasi

• Ajak masyarakat termasuk kader untuk melacak balita gizi buruk dan
merujuk ke pusat kesehatan sebelum mereka mengalami komplikasi
medis
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 12
Landasan 3: Tatalaksana yang tepat
pada balita gizi buruk
Pedoman Pencegahan dan Tatalaksana
Gizi Buruk pada Balita (2019) merujuk
protokol WHO yang direkomendasikan
secara internasional.
• Pendekatan terintegrasi dapat
memberikan cakupan hasil dan tingkat
kesembuhan yang tinggi.
• Rekomendasi pemberian standar
Pangan untuk Keperluan Medis
Khusus (PKMK).
• Rekomendasi pemberian obat-obat
rutin, termasuk antimikrobial.

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 13


Landasan 4: Perawatan sampai balita sembuh
Balita gizi buruk dirawat selama diperlukan (tanpa batasan waktu)
untuk mencegah kekambuhan.

Dengan meningkatkan akses layanan gizi buruk ke masyarakat, maka


balita dapat dirawat selama diperlukan (sampai sembuh).

Selain itu, memperkuat fasilitas layanan rawat jalan balita gizi buruk
sehingga dapat memberikan pelayanan yang berkelanjutan, termasuk:
• Memperkuat mobilisasi masyarakat
• Memastikan ketersediaan terapi diet dan obat rutin

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 14


Prinsip Perencanaan upaya penanggulangan gizi buruk pada balita
Manajerial

Koordinasi sektor terkait, Mitra Pembangunan,


akademisi, OP, LSM, dll
Pusat
• Kajian
• Kajian: besaran masalah, target cakupan,
• Pihak lokus
terlibat Provinsi • Peningkatan kualitas layanan
• Sumber • Pemantauan dan evaluasi program
daya • Dukungan untuk kecamatan
• Sosialisasi informasi strategis dan advokasi
• Peran serta Kabupaten/Kota
aktif Pelayanan
masyarakat
• Kajian: kasus, logistik, tenaga
Puskesmas • Layanan faskes dan kunjungan rumah
• Peningkatan kualitas layanan
• Pemantauan
• Advokasi pemantapan kerjasama
• Peran serta masyarakat
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 15
Pokok Bahasan 2.
Pengorganisasian Terintegrasi
Upaya Penanggulangan Gizi Buruk
pada Balita

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 16


Pengorganisasian Gizi Buruk pada Balita
Upaya Strategis

• Advokasi pemerintah daerah “masalah gizi adalah masalah”


• Kerjasama dengan mitra pembangunan untuk pengembangan model
penanggulangan gizi buruk
• Kerjasama dengan media untuk menyebarkan informasi
• Kerjasama dengan institusi pendidikan dan organisasi profesi untuk memasukkan
masalah gizi dan tatalaksananya dalam kurikulum pendidikan tenaga kesehatan

Tim Koordinasi Penanggulangan Kekurangan Gizi Tingkat Provinsi dan Kab/Kota


(kesehatan, sosial, pemberdayaan masyarakat desa, pertanian, PKK & pihak terkait lain)
Tugas dan Fungsi:
perencanaan, penggerakan pelaksanaan dan monitoring/evaluasi lintas sektor
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 17
Koordinasi Peran dan Fungsi Pihak Terkait dalam
Penanggulangan Gizi Buruk pada Balita

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 18


Mobilisasi Masyarakat
kegiatan yang membantu penanggungjawab program gizi untuk membangun hubungan dengan
masyarakat dan membangun rasa kepemilikan dan pemanfaatan program gizi oleh masyarakat

KEGIATAN TUJUAN LANGKAH-LANGKAH


• Kajian masyarakat Tahap perencanaan
• Konsultasi dengan masyarakat • Melibatkan dan • Kajian masyarakat
dan penyusunan strategi memberdayakan masyarakat • Konsultasi dengan masyarakat dan
• Pengembangan dan dengan meningkatkan penyusunan strategi
diseminasi pesan dan media pengetahuan dan • Pengembangan dan diseminasi
• Pelatihan mobilisasi pemahaman tentang pesan dan media
masyarakat kekurangan gizi akut dan • Pelatihan mobilisasi masyarakat
• Penemuan dini kasus, rujukan, pelayanan yang ada
kunjungan rumah dan tindak • Melakukan tindaklanjut untuk Tahap pelaksanaan
lanjut kasus berisiko • Kegiatan peningkatan
• Mengaitkan kegiatan • Melibatkan masyarakat pengetahuan dan kesadaran
mobilisasi masyarakat dengan dalam mencari solusi terkait masyarakat.
pelayanan, program dan hambatan akses pelayanan • Penemuan dini kasus secara aktif
inisiatif berbasis masyarakat kesehatan • Tindak lanjut dan kunjungan rumah
lainnya. Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita • Pemantauan dan evaluasi 19
Langkah Mobilisasi Masyarakat
Konsultasi
masyarakat Pengembangan Pelatihan
Kajian dan pesan dan mobilisasi
Masyarakat penyusunan media KIE masyarakat
strategi

Tindak Penemuan Kegiatan


Pemantauan
lanjut dan dini kasus dan peningkatan
dan
kunjungan rujukan pengetahuan
Evaluasi
rumah masyarakat masyarakat

Integrasi dengan layanan, program dan inisiatif berbasis masyarakat lainnya

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 20


Langkah Mobilisasi Masyarakat

Tahap Perencanaan:
• Kajian masyarakat
• Konsultasi dengan masyarakat dan penyusunan
strategi
• Pengembangan dan diseminasi pesan dan media
• Pelatihan mobilisasi masyarakat

Tahap Pelaksanaan:
• Kegiatan peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat
(diseminasi informasi dan media KIE)
• Penemuan dini kasus secara aktif
• Tindak lanjut dan kunjungan rumah
• Pemantauan dan evaluasi

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 21


Langkah Mobilisasi Masyarakat
1. Kajian Masyarakat
Tujuan:
Mengidentifikasi potensi hambatan dan dukungan terhadap akses dan pemanfaatan
layanan kesehatan.

Dua pertanyaan utama dalam kajian masyarakat


• Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kebutuhan akan layanan Pengelolaan Gizi Buruk
Terintegrasi (PGBT) di masyarakat (demand)
• Bagaimana cara pengorganisasian mobilisasi masyarakat sehingga dapat menimbulkan
atau meningkatkan kebutuhan akan layanan PGBT secara efektif (supply)

Kajian masyarakat ini dapat dilakukan dengan:


• Konsultasi bersama pemuka masyarakat (tingkat kabupaten, kecamatan, dan desa)
• Tinjauan data sekunder
• Pengambilan data primer, seperti wawancara mendalam, FGD, dan observasi

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 22


Langkah-langkah mobilisasi masyarakat
Kajian Masyarakat Menggali informasi penyedia
Menggali informasi kebutuhan: layanan:

Pengetahuan, persepsi, dan Program berbasis masyarakat yang ada


pemahaman tentang masalah gizi dan
Orang-orang yang perlu dilibatkan dalam
penyebabnya
mobilisasi masyarakat, termasuk tokoh
Sikap berpengaruh
Perilaku pencarian kesehatan
Saluran komunikasi yang dipakai dan cara
Karakter etnis, sosial, budaya, agama diseminasi pesan-pesan

Hambatan Dorongan Layanan kesehatan yang tersedia

Kajian masyarakat dapat melibatkan tokoh masyarakat, tetua, ibu, ayah, pengasuh,
tenaga kesehatan dan pemangku kepentingan lain yang berpengaruh.
23
Langkah Mobilisasi Masyarakat

2. Konsultasi dengan masyarakat dan penyusunan strategi

• Disusun bersama dengan pemangku kepentingan di masyarakat,


termasuk kelompok ibu.
• Disusun berdasarkan hasil kajian masyarakat.
• Strategi yang disusun termasuk:
 Strategi peningkatan pengetahuan
 Strategi penemuan dini dan rujukan oleh masyarakat.
 Strategi tindak lanjut dan kunjungan rumah oleh masyarakat.

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 24


Langkah Mobilisasi Masyarakat
3. Pengembangan pesan dan media
• Penyusunan rencana rinci tentang siapa dan bagaimana cara melakukan
sensitisasi dan desiminasi pesan-pesan berdasarkan informasi yang didapat
saat kajian masyarakat.
• Konsultasikan rencana tersebut dengan pemangku kepentingan kunci untuk
menilai apakah strategi tersebut sesuai dengan konteks masyarakat.

Pesan-pesan kunci meliputi:


 Pemahaman tentang gizi buruk dan dampak terhadap balita, keluarga dan
masyarakat.
Informasi tentang ketersediaan layanan balita gizi buruk.
Perilaku pencarian pelayanan kesehatan yang tepat.
Kepatuhan terapi hingga balita sembuh.

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 25


Langkah Mobilisasi Masyarakat

4. Pelatihan mobilisasi masyarakat

Target: semua anggota masyarakat yang akan terlibat aktif dalam kegiatan
tersebut, seperti kader, ibu dasawisma, atau guru PAUD.

Materi pelatihan mobilisasi masyarakat, meliputi:


• Tujuan Pengelolaan Gizi Buruk Terintegrasi (PGBT)
• Jenis-jenis masalah gizi dan penyebabnya
• Identifikasi, klasifikasi dan tatalaksana balita gizi buruk
• Cara deteksi dini dengan identifikasi hambatan pertumbuhan, pengukuran
LiLA dan penilaian edema bilateral
• Cara melakukan rujukan, tindak lanjut dan kunjungan rumah

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 26


Langkah Mobilisasi Masyarakat

5. Kegiatan peningkatan pengetahuan dan kesadaran masyarakat


• Suatu proses yang berkelanjutan
• Meningkatkan pengetahuan tentang tanda/gejala, pengobatan dan
pencegahan kurang gizi pada balita
• Meningkatkan pemahaman tentang layanan balita gizi buruk yang
ada, serta bagaimana cara mengakses layanan tersebut
• Meningkatkan rasa kepemilikan atas layanan balita gizi buruk

6. Penemuan dini kasus dan rujukan


Bayi dan balita gizi buruk atau berisiko gizi buruk dapat
diidentifikasi, dirujuk dan mendapatkan perawatan secara
dini dan tepat

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 27


Langkah Mobilisasi Masyarakat

7. Tindak lanjut dan kunjungan rumah


Tindak lanjut dan kunjungan rumah dilakukan untuk
kasus-kasus berisiko, seperti respon lambat dan
absen.

8. Keterkaitan dengan program, layanan dan kegiatan berbasis


masyarakat lainnya
Mobilisasi masyarakat juga mempertimbangkan keterkaitan dengan
pelayanan, program-program dan kegiatan untuk mencegah
kekurangan gizi serta mencegah dan mengobati penyakit infeksi
secara dini.

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 28


Implementasi Surveilans Gizi di Puskesmas
Input Antropometri Analysis nutritional status by
1 Data from
POSYANDU:
the system
U
• Umur 2 p validation and
• BB
• TB/PB
d confirmation 3
Kader/TPG
a
t 4
e

D
a INFORMED POLICY
t FOR NUTRITION
INTERVENTION
a

Spesific Sensitive
Intervention Intervention

5
29
Pemantauan dan Evaluasi

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 30


FORMULIR PELAPORAN KASUS BALITA
GIZI BURUK DI PUSKESMAS (PELITA KESMAS)
Pelaporan Kasus Balita Gizi Buruk di Layanan
Rawat Jalan dan Rawat Inap
I. Identitas Balita
II. Penapisan Gizi
III. Riwayat Gizi
IV. Penyakit Penyerta/Penyulit
V. Penanganan yang Diberikan
(0 – < 6 bulan dan 6 – 59 bulan)
VI. Hasil Pengobatan dan Rujukan Kasus
Modul hal 110 dan 116: (0 – < 6 bulan dan 6 – 59 bulan)
lampiran 1.2 dan 1.3
 sembuh, meninggal, drop-out, dirujuk ke RS,
rawat inap pindah ke rawat jalan
VII. Pembiayaan (JKN, pembiayaan khusus untuk
gizi buruk, mandiri)

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 31


Implementasi PELITA KESMAS melalui e-PPGBM

2 Analysis nutritional status by


the system

Balita BB/PB atau BB/TB < -3 SD

1 PELITA KESMAS 3

Alert System
PELITA KESMAS
Untuk membuka aplikasi PPGBM
dapat dilakukan dengan mengakses alamat
http: //sigiziterpadu.gizi.kemkes.go.id
PELITA KESMAS melalui e-PPGBM

EDIT

RAWAT
INAP

TAMBAH
PENGUKURAN

RAWAT
JALAN

Rekap Layanan
Rawat Jalan/ Rawat Inap
Alert System
PELITA KESMAS

Laporan Kasus Balita Laporan Kasus Balita Rekap Kasus Balita Rekap Kasus Balita
Gizi Buruk Rawat Jalan Gizi Buruk Rawat Inap Gizi Buruk usia 0-6 bulan Gizi Buruk usia 6-59 bulan
• 0-6 bulan • 0-6 bulan • Sembuh • Sembuh
• 6-59 bulan • 6-59 bulan • Drop Out • Drop Out
• Meninggal • Meninggal
• Dirujuk ke RS • Dirujuk ke RS
Indikator Keberhasilan
Layanan rawat jalan untuk balita gizi buruk
Indikator Definisi Operasional Perhitungan
Persentase puskesmas yang Puskesmas yang memberikan layanan Jumlah puskesmas yang memberikan
memberikan layanan rawat jalan rawat jalan balita gizi buruk dengan layanan rawat jalan untuk balita gizi
untuk balita gizi buruk tenaga kesehatan (tim asuhan gizi buruk dengan tenaga kesehatan
terdiri dari dokter, bidan/perawat dan yang kompeten dalam tatalaksana
ahli gizi) yang kompeten dalam tata gizi buruk dibagi jumlah seluruh
laksana gizi buruk puskesmas yang ada dikali 100%

Layanan rawat inap untuk balita gizi buruk


Indikator Definisi Operasional Perhitungan
Persentase puskesmas memberikan Puskesmas yang memberikan Jumlah puskesmas yang
layanan rawat inap untuk balita gizi layanan rawat inap balita gizi buruk memberikan layanan rawat inap
buruk dengan tenaga kesehatan (tim dengan tenaga kesehatan yang
asuhan gizi terdiri dari dokter, kompeten dalam tatalaksana gizi
bidan/perawat dan ahli gizi) yang buruk dibagi jumlah seluruh
kompeten dalam tata laksana gizi puskesmas yang ada dikali 100%
buruk

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 35


CATATAN

Kasus balita gizi buruk yang dihitung atau dilaporkan adalah:

1. Kasus Baru, yaitu kasus gizi buruk yang pertama kali ditemukan
dan belum pernah tercatat di pelayanan kesehatan

2. Kasus Relaps, yaitu kasus gizi buruk yang terjadi kembali setelah
sembuh dalam periode waktu 3 bulan sejak selesai tata laksana
gizi buruk

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 36


Indikator Keberhasilan
Cakupan layanan rawat jalan untuk balita gizi buruk

Variabel Definisi Operasional


Jumlah kasus balita gizi buruk Seluruh balita usia 6-59 bulan dengan tanda klinis gizi buruk (pitting edema
yang ada bilateral) dan atau indeks BB/PB-TB dengan z-score < -3 SD dan atau LiLA < 11,5 cm

Jumlah kasus balita gizi buruk Balita usia 6-59 bulan dengan tanda klinis gizi buruk (pitting edema bilateral) dan
mendapat layanan rawat jalan atau indeks BB/PB-TB dengan z-score < -3 SD dan atau LiLA < 11,5 cm mendapat
layanan rawat jalan

Jumlah kasus balita gizi buruk Balita usia 6-59 bulan dengan tanda klinis gizi buruk (pitting edema bilateral) dan
mendapat layanan rawat jalan atau indeks BB/PB-TB dengan z-score < -3 SD dan atau LiLA < 11,5 cm mendapat
yang sembuh layanan rawat jalan menunjukkan perbaikan kearah peningkatan status gizi
berdasarkan indeks BB/PB-TB dan z-score < - 3 SD menjadi > - 2 SD dan tidak ada
tanda klinis gizi buruk dan atau LiLA > 11,5 cm

Jumlah kasus balita gizi buruk Balita usia 6-59 bulan dengan tanda klinis gizi buruk (pitting edema bilateral) dan
mendapat layanan rawat jalan atau indeks BB/PB-TB dengan z-score < -3 SD dan atau LiLA < 11,5 cm mendapat
yang meninggal layanan rawat jalan dan meninggal

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 37


Indikator Keberhasilan
Cakupan layanan rawat inap untuk balita gizi buruk
Variabel Definisi Operasional
Jumlah bayi (0-6 bulan) dengan kasus Seluruh bayi usia 0-6 bulan dengan tanda klinis gizi buruk (pitting edema
gizi buruk yang ada bilateral) dan atau indeks BB/PB dengan z-score < -3 SD
Jumlah balita (6-59 bulan) dengan Seluruh balita usia 6 – 59 bulan dengan tanda klinis gizi buruk (pitting edema
kasus gizi buruk yang ada bilateral) dan atau indeks BB/PB-TB dengan zscore <-3SD atau LiLA <11,5cm
atau BB < 4 kg

Jumlah bayi (0-6 bulan) dengan Bayi usia 0-6 bulan dengan tanda klinis gizi buruk (pitting edema bilateral) dan
kasus gizi buruk yang mendapat atau indeks BB/PB dengan z-score < - 3 SD mendapat layanan rawat inap
layanan rawat inap

Jumlah balita (6-59 bulan) dengan Balita usia 6 – 59 bulan dengan tanda klinis gizi buruk (pitting edema bilateral)
kasus gizi buruk yang mendapat dan atau indeks BB/PB-TB dengan zscore <-3SD atau LiLA <11,5cm atau BB < 4
layanan rawat inap kg mendapat layanan rawat inap

Jumlah bayi dengan kasus gizi buruk Bayi usia 0-6 bulan dengan tanda klinis gizi buruk (pitting edema bilateral) dan
mendapat layanan rawat inap yang atau indeks BB/PB dengan z-score < - 3 SD mendapat layanan rawat inap
sembuh menunjukkan perbaikan kearah peningkatan status gizi berdasarkan indeks
BB/PB dari z-score < - 3 SD menjadi > - 2 SD dan tidak ada tanda klinis gizi buruk

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 38


Indikator Keberhasilan
Cakupan layanan rawat inap untuk balita gizi buruk

Variabel Definisi Operasional


Jumlah kasus balita gizi buruk Balita usia 6 – 59 bulan dengan tanda klinis gizi buruk (pitting
yang mendapat layanan rawat inap edema bilateral) dan atau indeks BB/PB-TB dengan zscore <-3SD
yang sembuh atau LiLA <11,5cm atau BB < 4 kg mendapat layanan rawat inap
menunjukkan perbaikan kearah peningkatan status gizi
berdasarkan indeks BB/TB dari zscore <-3SD menjadi ≥-2 SD dan
tidak ada tanda klinis gizi buruk atau LiLA ≥11,5cm

Jumlah kasus bayi gizi buruk yang Bayi usia 0-6 bulan dengan tanda klinis gizi buruk (pitting edema
mendapat layanan rawat inap bilateral) dan atau indeks BB/PB dengan z-score < - 3 SD mendapat
yang meninggal layanan rawat inap dan meninggal

Jumlah kasus balita gizi buruk Balita usia 6 – 59 bulan dengan tanda klinis gizi buruk (pitting
yang mendapat layanan rawat edema bilateral) dan atau indeks BB/TB dengan zscore <-3SD atau
inap yang meninggal LiLA <11,5cm atau BB < 4 kg mendapat layanan rawat inap dan
meninggal

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 39


Indikator keberhasilan
Kualitas layanan rawat inap untuk balita gizi buruk

Indikator Definisi Operasional Perhitungan


Persentase kasus balita gizi buruk Balita gizi buruk yang mendapat Jumlah kasus balita gizi buruk yang
yang sembuh layanan rawat jalan maupun rawat mendapat perawatan dan
inap dengan standar tata laksana dinyatakan sembuh dibagi jumlah
gizi buruk di puskesmas dan seluruh kasus balita gizi buruk
dinyatakan sembuh dikali 100%

Persentase kasus balita gizi buruk Balita gizi buruk yang mendapat Jumlah kasus balita gizi buruk yang
yang meninggal layanan rawat jalan maupun rawat mendapat perawatan dan
inap dengan standar tata laksana meninggal dibagi jumlah seluruh
gizi buruk di puskesmas dan kasus balita gizi buruk dikali 100%
meninggal

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 40


Supervisi Fasilitatif
• Manajemen mutu dengan pendekatan proses
• Supervisi fasilitatif dilakukan dengan pendekatan yang bersahabat, tidak menyalahkan
dan tidak menggurui.
• Aspek yang diamati mencakup aspek manajerial dan aspek teknis
• Dilakukan oleh penyelia dari tingkat yang lebih atas
• Dilakukan secara teratur memantau kemajuan dan mengidentfikasi kemungkinan
adanya kendala
• Penyelia bertanggungjawab untuk memastikan layanan penanganan gizi buruk
berjalan lancar dan diberikan dengan kualitas yang baik dan juga merupakan mentor
yang mendukung tenaga kesehatan serta kader dengan menyediakan dukungan teknis
berdasarkan kebutuhan

Penyelia bertanggungjawab untuk memastikan layanan penanganan gizi buruk


berjalan lancar dan diberikan dengan kualitas yang baik dan juga merupakan mentor
yang mendukung tenaga kesehatan serta kader dengan menyediakan dukungan teknis
berdasarkan kebutuhan

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 41


Pokok Bahasan 3.
Pengelolaan Terintegrasi Upaya Penanggulangan

Gizi Buruk pada Balita Sesuai Kewenangan

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 42


Setiap perencanaan suatu upaya dimulai dengan melakukan
pengkajian:
• Kajian besaran masalah, karakteristik sasaran, potensi sumber
daya dan pihak-pihak yang terkait
• Perhitungan beban kasus dalam setahun
• Perencanaan kebutuhan logistik dan sumber daya lainnya

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 43


Kajian Besaran Masalah

• Tinjauan Data Sekunder


- RISKESDAS
- Riset/Survei Lainnya
• Surveilans
- ePPGBM
- Laporan Rutin
• Laporan Kasus

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 44


Perhitungan Beban Kasus Setahun
 Jumlah balita gizi buruk di suatu wilayah dapat dihitung dengan formula:

Jumlah balita gizi buruk = Jumlah balita x Prevalensi balita gizi buruk
Contoh:
• Jumlah balita Kabupaten Aceh Tengah = 23.305 (berdasarkan data sasaran proyeksi 2018)
• Prevalensi gizi buruk Provinsi Aceh = 5% (berdasarkan RISKESDAS 2018)
• Prevalensi gizi buruk di Kabupaten Aceh Tengah 4,8%
• Maka jumlah balita gizi buruk di Kabupaten Aceh Tengah = 23.305 x 4,8% = 1.119 balita

 Beban kasus setahun

Jumlah beban kasus setahun = jumlah balita gizi buruk x 2,6


atau
Jumlah beban kasus setahun = jumlah balita x prevalensi balita gizi buruk x 2,6

• Angka 2,6 adalah faktor koreksi untuk kasus baru (insiden) dalam satu periode waktu
• Contoh: Jumlah beban kasus balita gizi buruk setahun di Kabupaten Aceh Tengah,
adalah 1.119 x 2,6 = 3.109 kasus
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 45
Perencanaan Kebutuhan Logistik
dan Sumber Daya Lain (1)
• Alat
– Alat antropometri (alat timbang berat badan, alat ukur panjang badan atau tinggi badan,
pita LiLA) sesuai dengan standar
– Home economic set untuk pembuatan formula untuk balita gizi buruk
(timbangan makanan, gelas ukur, sendok, piring, dll)
– Alat medis (termometer, stetoskop, otoskop, dll)
• Bahan
– Bahan untuk membuat formula terapi gizi F 75 dan F 100 (susu, gula, minyak sayur)
– Mineral mix
• Ready to Use Therapeutic Food (RUTF)
• Obat-obatan, oralit dan vaksin dasar
• Grafik Pertumbuhan Anak
• Materi dan alat bantu untuk kegiatan edukasi dan promosi
• Formulir pencatatan dan pelaporan

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 46


Perencanaan Kebutuhan Logistik
dan Sumber Daya Lain (2)
• Sumber daya sesuai dengan hasil kajian
- Sumber daya manusia, seperti dokter, ahli gizi, perawat, tenaga kesehatan lain,
dan juru masak.
- Sumber daya finansial untuk kegiatan-kegiatan: pengadaan alat, bahan dan obat-
obatan, pelatihan-pelatihan, kunjungan rumah, kegiatan mobilisasi masyarakat,
pembuatan materi edukasi dan promosi dll.

Perencanaan logistik dan sumber daya lain dihitung berdasarkan


jumlah balita gizi buruk yang ada di suatu wilayah dalam setahun
yang membutuhkan layanan rawat inap dan layanan rawat jalan

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 47


Tugas yang harus dikerjakan kelompok
• Bagaimana peserta mengidentifikasi jumlah atau persentase kasus wasting
menggunakan data melalui data rutin, aplikasi e-ppgbm berdasarkan wilayah dan
data survei sebagai pembanding.
• Bagaimana peserta membuat rencana (logistik, tenaga, dan fasilitas yang dibutuhkan
dan sumber pembiayaan) dalam upaya penanggulangan gizi buruk pada balita
• Bagaimana peserta mengidentifikasi penyebab gizi buruk dan merencanakan
koordinasi peran dan fungsi lintas program, sektor dan anggota masyarakat dalam
upaya penanggulangan gizi buruk
• Bagaimana peserta mengidentifikasi dan merencanakan kegiatan di masyarakat
dalam rangka mobilisasi masyarakat
• Bagaimana peserta mengidentifikasi jenis-jenis media informasi untuk promosi yang
sesuai dengan konteks wilayah masing-masing

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 48


Terimakasih

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 49


Materi Inti 1:
Pengelolaan Terintegrasi Upaya Penanggulangan Gizi Buruk pada Balita
 
1. Sumber Data diperoleh dari E-PPGBM tahun sebelumnya atau data survey. Data dalam
3 tahun sebelumnya lebih baik, kemudian dirata-ratakan untuk perencanaan data tahun
berikutnya. Kemudian buat matrix sebagai berikut:

No Nama Desa Gizi Kurang (BB/TB) Gizi Buruk (BB/TB)

Puskesmas A
Sumber: eppgbm

Berdasarkan data survey, prevalensi balita gizi buruk hanya sampai tingkat kabupaten, sehingga
jumlah gizi buruk di puskesmas menggunakan data kabupaten. Contohnya di Kabupaten X prevalensi
balita gizi buruk sebesar 2%, sehingga data prevalensi gizi buruk di puskesmas A juga 2%. Jumlah
sasaran balita di puskesmas A sebanyak 1000 balita maka jumlah balita gizi buruk di puskesmas A
adalah: 2% x 1000 = 20 balita.
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 50
2. Setelah diketahui jumlah balita gizi buruk maka dibuat perencanaan sesuai kebutuhan.
Lakukan identifikasi kebutuhan terlebih dahulu.
No Uraian ADA Tidak Jumlah/sumber/terlatih atau tidak
terlatih

1 Logistik dan Bahan      


 - Alat antropometri      
 - Home economic      
  Bahan-bahan formula      
  RUTF      
  Mineral mix      
2 Fasilitas      
 - Rawat inap      
 - Rawat jalan      
 - dapur      
3 Sumber pembiayaan     APBD/sumber dana lainnya
4 Tim Tatalaksana Gizi buruk      

  Dokter      
  Tenaga gizi      
  Perawat/bidan      

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 51


Menghitung Kebutuhan Formula (1)

• F75 digunakan pada fase stabilisasi selama kurang lebih 3 hari dan diberikan 1 kali/hari.
Dalam satu siklus pengobatan dikalikan 2 menjadi 6 hari.
• F100 digunakan pada fase transisi dan rehabilitasi kurang lebih 11 hari dan diberikan 1 kali/hari.
Dalam satu siklus pengobatan dikalikan 2 menjadi 22 hari.
Contoh rata-rata jumlah balita gizi buruk di puskesmas A sebanyak 20 balita, maka kebutuhan formula sbb:

Formula 75 Formula 100


Kebutuhan 1 hari 1000 ml untuk 1 balita Kebutuhan 1 hari 1000 ml untuk 1 balita
Kebutuhan utk 6 hari = 1000 ml x 6 = 6000 ml Kebutuhan utk 22 hari = 1000 ml x 22 = 22000 ml
Susu skim (6000/1000) x 25 g = 150 g Susu skim (22000/1000) x 85 g = 1870 g
Gula pasir (6000/1000) x 100 g = 600 g Gula pasir (22000/1000) x 50 g = 1100 g
Minyak sayur (6000/1000) x 30 g = 180 g Minyak sayur (22000/1000) x 60 g = 1200 g
Mineral Mix (1 sachet untuk 1000 ml)  untuk Mineral Mix (1 sachet untuk 1000 ml)  untuk 22000 ml
6000 ml dibutuhkan 6 sachet mineral mix dibutuhkan 22 sachet mineral mix
- Formula 100
o Kebutuhan 1 hari 1000 ml
o Kebutuhan untuk 22 hari = 1000 ml x 22 hari = 22000 ml
o Susu skim (22000/1000) x 25 g = 550 g
o Gula pasir (22000/1000) x 100 g = 2200 g
o Minyak sayur (22000/1000) x 30 g = 660 g
o  Mineral Mix : 5 sachet + 22 sachet = 28 sachet
- Total kebutuhan untuk 20 balita
o Susu skim = 150 g + 550 g= 700 g x 20 orang = 14.000 g = 14 kg
o Gula pasir = 600 g + 2200 g = 2800 g x 20 orang = 56.000 g = 56 kg
o Minyak sayur = 180 g + 660 g = 840 g x 20 orang = 16.800 g = 16,8 kg
Harga bahan formula
o Susu skim = 14 kg x 80000 = 1.120.000
o Gula pasir = 56 kg x 13000 = 728.000
o Minyak sayur = 16,8 kg x 12000 = 201.600
Maka untuk 20 kasus balita gizi buruk diperlukan biaya sebesar Rp. 2.049.600 atau Rp. 102.480/balita
Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 53
3. Identifikasi penyebab gizi buruk pada balita, contohnya: ditemukan kasus gizi buruk akibat penyakit infeksi
(misalnya ……………) dan …………………………………………………………………………………………..
Maka intervensi yang diberikan ………………………………………………………………………………………

4. Mengidentifikasi apa saja kegiatan yang ada pada lingkungan desa/kelurahan tersebut. misalnya:
kegiatan ……………………………………………………………………………………………………………..
Kemudian menyusun rencana kegiatan di dalam lingkungan tersebut seperti …….. ………………….

…………………………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………
5. Jenis media informasi disesuaikan dengan kondisi wilayah dan kondisi masyarakat setempat,
contohnya di jakarta media informasi bisa menggunakan media sosial

Pencegahan dan Tata Laksana Gizi Buruk pada Balita 54

Anda mungkin juga menyukai