Anda di halaman 1dari 55

ASPEK FARMAKOLOGI

BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA/BPH

dr. Cut Mourisa, M. Biomed

Bagian Farmakologi dan Terapi


FK UMSU
Benign Prostat Hiperplasia (BPH)

 Hiperplasia sel stroma dan sel epitel kelenjar


prostat
 Benign prostatic enlargement (BPE) merupakan
istilah klinis yang menggambarkan
bertambahnya volume prostat akibat adanya
perubahan histopatologis yang jinak pada
prostat

Mourisa C, FK UMSU
proliferasi/pertumbuhan jinak kelenjar
prostat
dipengaruhi oleh:
 testosteron
 estrogen, prolaktin, pola diet,
mikrotrauma, inflamasi, obesitas, dan
aktivitas fisik (tidak langsung)

sintesis growth factormemacu proliferasi sel

Mourisa C, FK UMSU
Terapi medikamentosa diberikan pada
Pasien dengan skor IPSS >7

Mourisa C, FK UMSU
Guideline IAUI 2015

Mourisa C, FK UMSU
Terapi Medikamentosa BPH
 α1-blocker
 5α-reductase inhibitor
 Antagonis Reseptor Muskarinik/ARM
 Phospodiesterase 5 inhibitor
 Terapi Kombinasi α1-blocker + 5α-
reductase inhibitor/ARM
 Fitofarmaka

Mourisa C, FK UMSU
α1-blocker/
α adrenoseptor antagonis

Mourisa C, FK UMSU
α1-blocker

 Terazosin
 Prazosin
 Doksazosin
 Alfuzosin
 Tamsulosin

Mourisa C, FK UMSU
Mekanisme kerja α1-blocker

 Menghambat kontraksi otot polos


prostat sehingga mengurangi resistensi
tonus leher kandung kemih dan uretra
 peningkatan aliran kemih dan perbaikan
gejala obstruksi

Mourisa C, FK UMSU
Farmakokinetik α1-blocker

 Diabsorpsi dengan baik pada pemberian peroral


 Metabolisme di hati
 Berbeda dalam hal waktu paruh: Prazosin 2-3 jam,
Terazosin 12 jam, Doxazosin 20-22 jam
 Konsentrasi plasma meningkat pada pasien gagal
jantung kongestif, karena penurunan metabolisme
lintas pertama.

Mourisa C, FK UMSU
α1-blocker

 dapat mengurangi keluhan storage


symptom dan voiding symptom
 mampu memperbaiki skor gejala berkemih
hingga 30-45% atau penurunan 4-6 skor
IPSS .
 tetapi obat α1-blocker tidak mengurangi
volume prostat maupun risiko retensi urine
dalam jangka panjang
Mourisa C, FK UMSU
Dosis dan klasifikasi α-blocker

 Non selektif  : Fenoksibenzamin, 10 mg 2x/hari


 Alpha-1, short acting: Prazosin, 2mg, 2x/hari
 Alpha-1, long acting:
Terazosin, 5 atau 10 mg/hari; sediaan tab 1mg, 2mg
Doxazosin, 4 atau 8 mg/hari; sediaan tab 1mg, 2mg

Efek klinis akan terlihat setelah 2-4 minggu terapi

Mourisa C, FK UMSU
Dosis dan klasifikasi α-blocker

 Alpha-1a, selective :
Tamsulosin, 0.4-0.8 mg/hari; sediaan tablet 0,2mg,
tablet lepas lambat 0,4mg
alfuzosin 10 mg/hari
 Efek klinis akan terlihat setelah 2-4 minggu terapi

Mourisa C, FK UMSU
Efek Samping α1-blocker

 hipotensi postural, sinkop, asthenia


 ejakulasi retrograd
 depresi, sakit kepala, mulut kering,
 gangguan saluran cerna (termasuk mual,
muntah, diare, konstipasi)
 edema, penglihatan kabur, rinitis

Mourisa C, FK UMSU
Indikasi α1-blocker

 dapat diberikan pada kasus BPH dengan


gejala sedang-berat

Mourisa C, FK UMSU
Kontraindikasi dan Perhatian α1-
blocker

 KI: riwayat hipertensi postural, sinkop


mikturisi, hipersensitivitas

 Hati-hati pada: pasien yang menerima pengobatan


antihipertensi memerlukan pengurangan dosis,
lansia dan pasien dengan kegagalan hati dan
kegagalan ginjal berat, Lansia dengan Intraoperative
Floppy Iris Syndrome (IFIS) selama operasi katarak

Mourisa C, FK UMSU
Interaksi obat α1-blocker

 Bila diberikan dengan antihipertensi


lainme↑ resiko hipotensi

Mourisa C, FK UMSU
5α-reductase inhibitor

Mourisa C, FK UMSU
5α-reductase inhibitor

 finasteride
 dutasteride

Mourisa C, FK UMSU
Mekanisme kerja 5α-reductase
inhibitor

 Menghambat pembentukan
dihidrotestosteron (DHT) dari
testosteron yang dikatalisis oleh enzim
5 α-reductase di dalam sel prostat.
 Penurunan kadar DHT me↓sintesis
protein dan replikasi sel-sel prostat
mengurangi ukuran kelenjar
Mourisa C, FK UMSU
Farmakokinetik 5α-reductase inhibitor

 Obat ini bekerja dalam waktu 2-6 jam


sejak dikonsumsi.
 Di dalam tubuh obat dimetabolisme oleh
hati.

Mourisa C, FK UMSU
Indikasi pemberian 5α-
reductase inhibitor

 BPH gejala sedang-berat dan prostat yang


membesar.
 Finasteride digunakan bila volume prostat >40
ml
 Dutasteride digunakan bila volume prostat >30
ml.

Mourisa C, FK UMSU
Dosis

 Finasteride: 5mg/hari selama 12mgg-6 bulan


Sediaan tab 5mg
 Dutasteride: 0,5mg, sediaan caps 0,5mg
 Efek klinis akan terlihat setelah 2-6 bulan terapi

Mourisa C, FK UMSU
Efek Samping 5α-reductase inhibitor

Efek samping minimal, seperti:


 disfungsi ereksi
 penurunan libido
 ginekomastia
 bercak-bercak kemerahan di kulit

Mourisa C, FK UMSU
Kontraindikasi 5α-reductase inhibitor

 KI: sensitif atau alergi terhadap kandungan


finasteride, dutasteride

Mourisa C, FK UMSU
Antagonis Reseptor
Muskarinik/ARM

Mourisa C, FK UMSU
Antagonis Reseptor Muskarinik

 Termasuk dalam kelompok ini:


 Darifenacine
 Solifenacin
 Fesoterodine
 Tolterodine
 Propiverine HCL

Mourisa C, FK UMSU
Mekanisme kerja Antagonis
Reseptor Muskarinik

 menghambat atau mengurangi stimulasi


reseptor muskarinik sehingga akan
mengurangi kontraksi sel otot polos
kandung kemih

Mourisa C, FK UMSU
Indikasi Antagonis Reseptor
Muskarinik

 BPH dengan keluhan storage yang


menonjol

Mourisa C, FK UMSU
Dosis Antagonis Reseptor Muskarinik

 Efek adekuat timbul setelah 12 minggu terapi

Mourisa C, FK UMSU
Efek Samping Antagonis Reseptor
Muskarinik

 mulut kering
 konstipasi
 kesulitan berkemih
 nasopharyngitis
 pusing

Mourisa C, FK UMSU
Kontraindikasi Antagonis Reseptor
Muskarinik

 sensitif atau alergi terhadap kandungan obat


tersebut
 retensi urin, retensi gastrik
 glaukoma sudut sempit tidak terkontrol
 miastenia gravis
 gangguan fungsi hati berat,
 ulcerative colitis berat
 toksik megacolon
Mourisa C, FK UMSU
Interaksi obat Darifenacin

 Itraconazole
 Ketoconazole
 Claritromycin
 Nefazodone
 Nelfinavir
 Ritonavir

Mourisa C, FK UMSU
Dosis Darifenacin

 Dewasa: dosis awal 7,5 mg 1 kali per hari ,


dapat dinaikkan menjadi 15 mg per hari setelah
pemberian selama 2 minggu bila diperlukan
 Dapat diminum sebelum atau sesudah makan,
dan harus ditelan, jangan dikunyah, dibelah
atau dihancurkan.
 Lansia: dosis awal 7,5 mg per hari.

Mourisa C, FK UMSU
Phospodiesterase 5
inhibitor (PDE 5
Inhibitor)

Mourisa C, FK UMSU
PDE 5 Inhibitor

Sildenafil
 Vardenafil
 Tadalafil

Mourisa C, FK UMSU
Mekanisme kerja PDE 5 Inhibitor

meningkatkan konsentrasi dan


memperpanjang aktivitas dari cyclic
guanosine monophosphate (cGMP)
intraseluler

mengurangi tonus otot polos detrusor,


prostat, dan uretra
Mourisa C, FK UMSU
Farmakokinetik PDE 5 Inhibitor
(Tadalafil)

 Absorpsi cepat (oral), Konsentrasi plasma


maksimal stlh 30 menit-6 jam (rata-rata 2 jam).
Absorpsinya tidak dipengaruhi oleh makanan
 Pada konsentrasi terapeutik, berikatan kuat
dengan protein plasma sebesar 94%.
 Metabolisme di hepar, metabolit utama yang
terdapat di sirkulasi adalah methylcatechol
glucoronic.
 Ekskresi paling banyak di feses

Mourisa C, FK UMSU
Indikasi PDE 5 Inhibitor

Gejala LUTS sedang sampai berat pada


pria dengan atau tanpa disfungsi ereksi

Mourisa C, FK UMSU
Dosis PDE 5 Inhibitor

 Tadalafil 5 mg per hari


 Efek klinis setelah 1 minggu terapi

Mourisa C, FK UMSU
Efek Samping PDE 5 Inhibitor
(Tadalafil)

 asthenia, face edema, fatigue, pain


 chest pain, hipertensi, hipotensi
 diare, insomnia
 pruritus, dispneu
 vertigo, migrain

Mourisa C, FK UMSU
Kontraindikasi PDE 5 Inhibitor

 sensitif atau alergi terhadap kandungan obat


tersebut
 Hearth attack, hearth failure atau stroke kurang
dari 6 bulan terakhir.
 Hipertensi yang tidak terkontrol (>170/100
mmHg)
 Hipotensi yang signifikan (<90/50 mmHg)
 Unstabel angina
Mourisa C, FK UMSU
Interaksi obat PDE 5 Inhibitor
(Tadalafil)

 Cytochrome P3A4 Inhibitors.


dapat me↓metabolisme tadalafil  me↑ kadarnya
di plasma darah.
Contoh: ketoconazole, HIV protease inhibitor
(ritonavir), erythromycin, itraconazole, grape juice.
 Cytochrome P3A4 Inducers.
Dapat me↑ metabolisme tadalafil  efeknya ber(-)
Contoh: ripampicin, carbamazepine, phenytoin,
phenobarbital.

Mourisa C, FK UMSU
TERAPI KOMBINASI

Mourisa C, FK UMSU
α1-blocker + 5α-reductase inhibitor

 bertujuan untuk mendapatkan efek sinergis


dengan menggabungkan manfaat yang
berbeda dari kedua golongan obat tersebut,

 meningkatkan efektivitas dalam


memperbaiki gejala dan mencegah
perkembangan penyakit.

Mourisa C, FK UMSU
α1-blocker + 5α-reductase inhibitor

 Waktu yang diperlukan oleh α1-­blocker


‐ untuk
memberikan efek klinis adalah beberapa hari,
sedangkan 5α-­reductase
‐ inhibitor
membutuhkan beberapa bulan untuk
menunjukkan perubahan klinis yang signifikan.

Mourisa C, FK UMSU
α1-blocker + 5α-reductase inhibitor

 Data saat ini menunjukkan terapi kombinasi


memberikan hasil yang lebih baik
dibandingkan monoterapi dalam risiko
terjadinya retensi urine akut dan
kemungkinan diperlukan terapi bedah
 Akan tetapi, terapi kombinasi juga dapat
meningkatkan risiko terjadinya efek samping

Mourisa C, FK UMSU
α1-blocker + 5α-reductase inhibitor

Terapi kombinasi ini diberikan kepada:


 BPH dengan keluhan LUTS sedang-berat
 mempunyai risiko progresi (volume prostat
besar
 PSA yang tinggi (>1,3 ng/dL)
 usia lanjut).
Kombinasi ini hanya direkomendasikan apabila
direncanakan pengobatan jangka panjang (>1
tahun).

Mourisa C, FK UMSU
α1-­blocker
‐ + antagonis reseptor
muskarinik
 bertujuan untuk memblok α1-adrenoceptor
dan cholinoreceptors muskarinik (M2
dan M3) pada saluran kemih bawah.
 Terapi kombinasi ini dapat mengurangi
frekuensi berkemih, nokturia, urgensi,
episode inkontinensia, skor IPSS dan
memperbaiki kualitas hidup dibandingkan
dengan α1-­‐ blocker atau plasebo saja.

Mourisa C, FK UMSU
α1-­blocker
‐ + antagonis reseptor
muskarinik

 Pada pasien yang tetap mengalami LUTS


setelah pemberian monoterapi α1-­blocker

akan mengalami penurunan keluhan LUTS
secara bermakna dengan pemberian anti
muskarinik, terutama bila ditemui
overaktivitas detrusor (detrusor overactivity).

Mourisa C, FK UMSU
α1-­blocker
‐ + antagonis reseptor
muskarinik

 Efek samping dari kedua golongan obat


kombinasi, yaitu α1-­blocker
‐ dan antagonis
reseptor muskarinik telah dilaporkan lebih
tinggi dibandingkan monoterapi.
 Pemeriksaan residu urine harus dilakukan
selama pemberian terapi ini.

Mourisa C, FK UMSU
Mourisa C, FK UMSU
Mourisa C, FK UMSU
REFERENSI
 Katzung, B.G. 2017. Farmakologi dasar dan klinik,
Salemba Medika, Jakarta
 Kapoor A, Benign prostatic hiperplasia, management in primary
care setting, Canadian J Urol, 2012
 Neal, M.J. At a Glance Farmakologi Medis , Edisi Kelima,
Erlangga, Jakarta.
 Panduan penatalaksanaan klinis pembesaran prostat jinak
(BPH), Ikatan Ahli Urologi Indonesia, 2015
 Purnomo BB. Dasar-Dasar Urologi: Hiperplasia Prostat. 2nd ed.
Jakarta: Sagung Seto.
 Sarma AV, Wei JT, Benign prostatic hiperplasia and lower urinary
tract symptom, NEJM, 2015

Mourisa C, FK UMSU
TERIMA KASIH

Mourisa C, FK UMSU

Anda mungkin juga menyukai