Anda di halaman 1dari 82

Pengelolaan Banjir

1. Pendahuluan
2. Pengertian – pengertian
3. Banjir di Indonesia
4. Pengelolaan Banjir
4.1 Pengurangan Resiko Besaran Banjir
4.1.1 Pembangunan Pengendali Banjir
4.1.2 Pembangunan Pengendali Aliran Permukaan
4.2 Pengurangan Resiko Kerentaran Banjir Pengelolaan
Dataran Banjir
4.2.1 Penentuan Batas Daerah Banjir
4.2.2 Penentuan Zona Peruntukan Lahan
4.2.3 Pengawasan dan Pengendali Peruntukan
Lahan
4.2.4 Persiapan Menghadapi Banjir
4.2.5 Penanggulangan pada saat Banjir (Flood
Fithing)
4.2.6 Prakiraan dan Prediksi Banjir
4.2.7 Penulisan setelah Banjir
5. Penutup
5.1 Simpulan
5.2 Tindak Lanjut
1. Pendahuluan
• Bencana Banjir : Fenomena alam tidak
dapat dicegah, tapi dapat dikendalikan
dampaknya.
• Sifat : Relatif cepat  Penanganan yang harus
cepat pula, tepat dan terpadu.
• Peraturan Perundang-undangan yang terkait
- UU No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
- UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana
- PP No. 21 Tahun 2008, Pergub. DKI No. 143 / 2015
- dan lain – lain .
• Akhir – akhir ini banjir terjadi dimana – mana, frekuensi
dan intensitasnya bertambah tinggi, sekarang
menimbulkan kerugian yang cukup besar.
• Perlu upaya – upaya untuk mengurangi dampak negatif
yang ditimbulkan
2. Pengertian – pengertian
• Banjir : Keadaan T.M.A > Nasional.
• Pengendalian Banjir : Rangkaian kegiatan operasi
bangunan pengendali
banjir.
• Penanggulangan Banjir : Rangkaian kegiatan untuk
pencegahan terjadinya bencana
banjir.
• Bangunan Pengendali Banjir : Bangunan yang
direncanakan untuk
Pengendalian Banjir.
• Pengelolaan Banjir : Bagian dan pengelolaan SDA yang
bertujuan untuk memitigasi dampak
dari Banjir.
PENGERTIAN : GAMBAR
3. Banjir di Indonesia
• Jumlah sungai di Indonesia tidak kurang dari 5.590 sungai besar,
dimana sampai dengan sekarang kira – kira baru 10% yang ditangani
secara baik.
• Banjir tahun 1987 / 1988  Kerusakan tanaman dan lahan
permukiman milik 320.238 orang, tahun 1988 / 1989 meningkat
luasnya pada daerah banjir yang dimiliki 1.827.683 orang.
• Data 1987 s/d 1989 tercatat 300 kejadian banjir setiap tahunnya,
menggenangi rata – rata 150.000ha genangan banjir yang menimpa
1 juta orang.
• Dengan bertambahnya penduduk yang cepat  perlu lahan untuk
permukiman dan mata pencaharian  perubahan / alih fungsi
penggunaan lahan dan penebangan hutan  frekuensi dan intensitas
banjir semakin sering dan bertambah luas.
Banjir di Daerah – daerah
Antara 1970 – 1992 untuk Sungai – sungai
Terpilih di Jawa dan Sumatera
Propinsi Sungai Tipe Daerah Lama Waktu
Daerah Tergenang Pembanjiran
Banjir (ha) (ha)
Jawa Barat - Ciliman R 2.000 2–5
- Citarum + anak-anak
sungai R 2.750 0,1 – (-4)
- Ciasea dan Cipinagar R 4.840 1–5
- Cimanuk dan sungai-sungai
kecil R 9.540 1 – 10
- Kedung Pane U 450 0,1 – 2
- Citanduy dan anak-anak
Sungai R 16.464 0,1 – 10
- LANJUTAN
Propinsi Sungai Tipe Daerang Lama Waktu
Daerah Tergenang Pembanjiran
Banjir (ha) (ha)
Jawa Tengah - Kali Tuatang dan Sungai –
sungai kecil R 13.500 0,1 – 5
- Juwano R 15.500 1–7
- Kabuyutan, Pemali dan sungai –
sungai kecil R 2.425 0,1 – 5
- Serayu, Luk Ulo, Telomoyo R 4.500 1 – 15
- Bengawan Solo (hulu) R 25.000 0,1 – 5

Jawa Timur - Berantas R 28.075 0,1 – 5


- Bengawan Solo (hilir) R 43.343 0,1 – 5
- Pekalen, Sampeyan R 8.870 0,1 – 5
- Madiun R 2.800 0,1 – 5

Aceh - Krung Aceh R 10.400 0,1 – 3


- LANJUTAN
Propinsi Sungai Tipe Daerah Lama Waktu
Daerah Tergenang Pembanjiran
Banjir (ha) (ha)
Sumatera Utara - Batu Balon R 2.800 0,1 - 1
Sumatera Barat - Batang Tapan R 5.000 1 – 15
- Batang Lunang R 4.800 1 – 15
- Batang Kuantan (hulu) R 2.500 1 – 10
- Batang Kuranji, Sungai –
sungai kecil R 4.000 0,1 – 2
Riau - Batang Kampar R 31.600 1 – 14
- Masjid R 5.000 1–7
- Indragiri R 40.200 1 – 14
Jambi - Batanghari R 16.820 0,1 – 5
Lampung - Way Ngarip, Sungai – sungai R 8.200 0,1 – 2
kecil
- Way Kedongdong R 11.200 0,1 – 3
PERMASALAHAN BANJIR DI DAERAH PERKOTAAN
Kota Sebab – sebab penting Daerah Lamanya Frekuensi
(drainase / sungai) Genangan Waktu Banjir
Potensial (ha) (hari)
Jakarta - Drainasi Kota tidak 480 0,1 – 2 1:1
mencukupi
Bandung - Banjir dari Sungai 2.750 0,1 – 4 1:1
Surabaya - Drainasi Kota tidak 450 0,1 – 3 1:1
mencukupi
Semarang - Drainasi Kota tidak 300 0,1 – 2 1:1
mencukupi
Cirebon - Drainasi Kota tidak 450 0,1 – 2 1:1
mencukupi
Medan - Drainasi Kota tidak 600 0,1 – 2 1:1
mencukupi
- Banjir dari Sungai
Padang - Drainasi Kota tidak 500 0,1 – 2 1:1
mencukupi
- Banjir dari Sungai
SEBARAN KEJADIAN BENCANA BANJIR
PERIODE 01 NOVEMBER 2006 – 31 MARET 2007

L a u t C i n a S e l a t a n
U

KAB. BENER MERIAH

KAB. SAMBAS

BANDA ACEH
KAB. ROKAN HULU G. KARANGETANG
KAB. ROKAN HILIR KAB. SANGIHE Samudera PasIfIk
KAB. HULU SUNGAI UTARA
KAB. PEKANBARU KAB. HULU SUNGAI SELATAN
KAB. GAYO LUES
MEDA KAB. KAMPAR
KAB. PIDHIE N
KAB. INDRAGIRI HULU
KAB. BIRUEN KAB.MANADO
P.SEMEU
KAB. PALAWAN KAB.GORONTALO
LHOKSEUMAWE LUE
KAB. KUANSING
KAB. ACEH UTARA KAB. PERIGI
MANAD
KAB. INDRAGIRI HILIR
KAB.ACEH TAMIANG GUNUNG SAMARIND O KAB. MINAHASA
SITOLI KAB. PONTIANAK A
KAB. ACEH TIMUR DUM KAB. AMBON KAB. JAYAPURA
AI
PEKAN BATAM
GORONTALO TERN
KAB. LANGKAT KAB. KEROOM
BARU ATE
PONTIANAK
KAB. POSO
PADA
KAB. MEDAN NG PALU
PALANGKA
KAB. PANGKALPINANG RAYA
JAMBI
KAB. PADANG PARIAMAN KOTA. PALEMBANG
JAYAPURA
KAB. PESISIR PALEMBA
PALANGKA MAMUJU SORONG
SELATAN NG
BANGKA KAB. SURABAYA RAYA
KAB. PADANG BANJARM KAB. BANJAR
KAB. LAMONGAN ASIN
BENGKULU KEND
KAB. TUBAN AMB
KAB. PESISIR KAB. POLEWALI c ARI
KAB. PONOROGO KAB. ENGREKAN ON
SELATAN KAB. PINRANG
KAB. NGAWI MAKAS
KAB. KENDARI
KAB. BENGKULU KAB. TANAH LAUT AR
SELATAN
BANDARLAM KAB. PATI KAB. BANJARMASIN
PUNG JAKART
KAB. SRAGEN
KAB. PALANGKARAYA KAB. KOALA
SERANG A Laut Banda
KAB. JAMBI BANDUNG SEMARANG KAB. GOWA KAB. FLORES
KAB. LAHAT KAB. PASURUAN
KAB. LEBAK SURABAYA KAB.TTS
KAB. PAMEKASAN
KAB. PANDEGLANG MATARAM
YOGYAKART Laut Arafuru
KAB. TANGGERANG A
KAB. BEKASI DENPASAR
KAB. JEMBER
KAB. JAKARTA KAB. BELU
KAB. SAMPANG
KAB. KUPANG
KAB. LUMAJANG
KAB. SUKABUMI
KAB. GRESIK
Laut Timor KUPANG
KAB. ENDEH KETERANGAN
KAB. BANDUNG

Samudera Indonesia KAB. KARAWANG


KAB. JOMBANG
KAB. MALANG
KAB. MANGGARAI
: Banjir
KAB. SUBANG
KAB. MOJOKERTO KAB. DEMPASAR
KAB. BOJONEGORO
KAB. KEDIRI
KAB. NGANJUK
KAB. INDRAMAYU
KAB.MADIUN
KAB. MAGETAN

KAB. BREBES
KAB. KUDUS
KAB. TEGAL KAB. SOLO

KAB. CILACAP KAB. SEMARANG

KAB. PURBABINGGA
KAB. SLEMAN PETA INDONESIA
KAB. MAGELANG DAERAH SEBARAN BENCANA
Status : s/d 31 Maret 2007
KAB.WONOSOBO
SEBARAN KEJADIAN BENCANA BANJIR
PERIODE 01 NOVEMBER 2007 – 31 MARET 2008
L a u t C i n a S e l a t a n KAB. TERNATE
KAB. MAMUJU UTARA U

KAB. MAMUJU 2X
KAB. SAMARINDA KAB. BUOL
KAB. BALIKPAPAN KAB. BARRU
KAB. BANDA ACEH

KAB. ACEH BESAR KAB. TOJO UNA-UNA


KAB. ACEH BARAT KAB. MEDAN KAB. PALU

BANDA ACEH KAB. ACEH SINGKIL KAB. PADANG LAWAS KAB. TOJO UNA-UNA
KOTA PEKANBARU 3X G. KARANGETANG
KAB. GORONTALO
KAB. SANGIHE Samudera PasIfIk
ROKAN HULU/HILIR
KAW.KAMPAR
KAB. ACEH UTARA MEDA KAB. PALANGKARAYA 2X
KUANTAN SINGINGI
KAB. ACEH TENGGARA N
KAB. PONTIANAK 2X
MANDAILING NATALP.SEMEUL
UE KOTA BATAM
KAB. LABUHAN BATU
KAB. TAPANULI MANADO
GUNUNG KOTA KAMPAR SAMARINDA
KAB. TEBING TINGGI SITOLI
DUMAI KOTA SOROLANGUN 2X
KAB. DELI SERDANG PEKAN BATAM KOTA JAMBI GORONTALO TERNA
KAB. TEBING TINGGI 2X BARU TE
KAB. OKU PONTIANAK
KAB. LANGKAT 2X PADA KAW. KERINCI
NG PALU
KAB.DELI SERDANG PALANGKAR
AYA
KAB.SIMALUNGUN
JAMBI

KAB. PADANG 2x JAYAPURA


PALEMBAN
MAMUJU SORONG
KAB. RIAU G PALANGKA RAYA
BANGKA
KAB. OKU BANJARM
ASIN
KAB. INDRAGIRI HULU BENGKULU KAW. HULU SUNGAI SEL KEND
AMB
KAW. TAPIN ARI
KAB. BENGKULU 2X ON
KAW. BANJAR BARU
KAB. MUARA ENIM
KAB. BANJAR 5X MAKASA
R
BANDARLAMP KAB. BALANGAN
KAB. GRESIK
UNG JAKART
KAB. UJUNG KULON SERANG A KAB. SAMPANG Laut Banda
KOTA JENEPONTO
BANDUNG SEMARANG KAB. MOJOKERTO
KAB. PANDEGLANG KOTA MAKASAR 2X
KAB. POLEWALI-MANDAR
KAB. BANTEN 2x SURABAYA KAB. MAROS

KOTA TANGGERANG 2x KAB. DOMPU


KAB. PANDEGLANG 2X MATARAM
YOGYAKART Laut Arafuru
A
KAB. SUKABUMI 2X
DENPASAR
KOTA JAKARTA BARAT KAW. JAWA TIMUR

KOTA JAKARTA UTARA 3X KAW. NGANJUK 3X

KOTA JAKARTA PUSAT KAW. KEDIRI 2X


Laut Timor KUPANG
KOTA JAKARTA SLTN 4X KOTA. SURABAYA 2X
Samudera Indonesia
KAW. TUBAN KAW. BELU
: KETERANGAN
KOTA JAKARTA TIMUR 2X 2X
KAW. JEMBER 5X KAB. TTU
KOTA BOGOR
KAB. SIDOARJO KAB. TTS
KOTA DEPOK KAB. PATI
KAB BEKASI
KAB CIANJUR 2X
KAB. PASURUAN 3X
Banjir
KAB. LAMONGAN 5X
KAB. BANDUNG 4X KAB. MALANG 2X

KAB. TUBAN
KAB INDRAMAYU 2x
KAB TASIKMALAYA KAB. PONOROGO 5x
KAB. MADIUN 5X
KAB CIAMIS
KAW.BOGOR KAB. PACITAN

KAW SUKMAJAYA DEPOK


KAB. BOJONEGORO
KAB. JOMBANG
PETA INDONESIA
KAW . DEPOK

KAB CILACAP
DAERAH SEBARAN BENCANA BANJIR
KAB CEPU
PULAU BAWEAN
Status : 01 NOVEMBER 2007 - 31 MARET 2008
KAW SRAGEN

KOTA. BOYOLALI
KAW DEMAK 2X
KARAKTERISTIK BANJIR SUNGAI – SUNGAI DI INDONESIA
Karakteristik Tipe Sungai
Banjir Permanen “Ephemeral”

Frekuensi Terjadi setiap tahun Ditentukan oleh Intensitas


hujan (diperlukan hujan 2
tahunan untuk terjadi banjir)

Intensitas Besar dengan durasi Banjir badang (Flash flood)


lama dengan durasi pendek

Waktu Peringatan Pendek


Panjang
Luas genangan Daerah genangan kecil
Daerah genangan luas
Lokasi Nusa Tenggara
Sumatera -Lombok
Jawa - Sumbawa
Bali - Sumba
Kalimantan - Flores
Sulawesi - Timor
Maluku
2. PENYEBAB TERJADINYA BANJIR
2.1. Proses Terjadinya Masalah Banjir

KEGIATAN MANUSIA (DINAMIS)


KONDISI ALAM (STATIS)
•Pembudidayaan dataran banjir
•Geografi •Tata ruang/peruntukan dataran
•Topografi banjir yang tidak sesuai
•Geometri sungai : •Tata ruang/peruntukan di DAS
Kemiringan dasar mendering •Permukiman di bantaran sungai
“bottle-neck” sedimentasi •Pembangunan drainase
M
ambal alam A •Bangunan sungai/silang
BA SAL •Sampah padat
NJ AH
IR •Prasarana Pengendali banjir yang
terbatas
•Amblesan permukaan tanah
PERISTIWA ALAM (DINAMIS) •Persepsi masyarakat yang keliru
terhadap banjir
•Curah hujan tinggi •Kenaikan muka air laut akibat
•Pembendungan : dari “global warming”
laut/pasang dari sungai
Induk
•Amblesan tanah
•Pendangkalan
MODUL PENGELOLAAN BANJIR
4.1 Pengurangan Resiko Besaran Banjir

a. Tingkat Resiko
Tingkat Resiko tergantung :
• Pada besaran debit banjir, rencana ada 2 methode dalam
menentukan Q banjir. Rencana :
a)Standar yang sama untuk semua pemakaian berdasarkan atas “analisis
ekonomi “ dari masing – masing sungai
•Pengurangan Resiko besaran banjir dapat dilakukan :
a) Pembangunan Pengendali Banjir
b) Pembangunan Pengendali aliran permukaan
4.1.1 Pembangunan Pengendali Banjir
1) Peningkatan kapasitas sungai (GAMBAR)
Rumus Chezy : Q = V A atau
2)Memperbesar Q dengan memperbesar nilai R dengan jalan :
- Memperlebar alur (GAMBAR)
- Memperdalam alur
Q = C, B, H 3/2 . I 1/2
Theory Rezuni

(GAMBAR)
2) Tanggul
Fungsi bangunan Tanggul
• Tanggul adalah bangunan persungaian utama yang berfungsi
untuk melindungi kehidupan dan harta benda terhadap genangan –
genangan yang disebabkan oleh banjir
• Tanggul umumnya dibuat dari konstruksi tanah karena :
a) Dibuat sepanjang jalan sungai sehingga diperlukan volume
yang banyak
b) Dalam perencanaan diusahakan agar hasil normalisasi sungai
dapat dimanfaatkan sebagai bahan tanggul
c) Pemeliharaannya mudah dilaksanakan
• Tanggul juga dapat dibuat dari
a) Bahan pasangan batu
b) Bahan beton
(GAMBAR)

Penentuan jarak antara tepi sungai dan tanggul serta elevasi tanggul
didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut

1) Ekonomi
Tanggul yang rendah biayanya lebih rendah, akan tetapi Q banjir
bisa di tampung juga kecil, perlu analisis ekonomi yang tepat.
Tanggul
2) Keamanan :
Kemungkinan terjadinya kegagalan tanggul tanah sudah
seharusnya selalu menjadi perhatian.
Kegagalan tanggul :
a)Terjadi limpasan jika banjir terjadi
> dari Q banjir rencana
b) Kesalahan teknis yang tidak dapat Gambar Tanggul
diramalkan (misalnya piping, longsor yang dipertinggi
dengan timbunan
dan lain-lain)
karang plastik
c) Terjadinya lubang – lubang yang
dibuat oleh tikus, dan lain-lain.
Tanggul
Pertimbangan ekonomi dan keamanan tidak selalu sejalan, untuk itu
diperlukan keseimbangan diantara keduanya sebelum menentukan
keputusan akhir.
3) Tinggi Jagaan
Tujuan freeboard adalah untuk tambahan keamanan
dalam menghadapi banjir, selain itu juga untuk mengatisipasi terjadinya
faktor – faktor : angin, gelombang, penurunan setelah dibangunnya tanggul,
superelevasi sepanjang lengkungan tanggul, kemungkinan penurunan
puncak tanggul.
LETAK / POSISI TANGGUL
Letak / posisi tanggul yang paling ideal adalah berada diluar garis dinamika
perubahan pola meander. Hal ini dimaksudkan agar stabilitas tanggul tidak
terpengaruh oleh adanya perubahan morfologi sungai.
Selain itu juga bantaran dapat berfungsi sebagai sarana kehidupan biota air,
terutama biota air yang memanfaatkan rongga – rongga dibawah tanah.
Dengan adanya bantaran, sarana bioata air tersebut tidak mengganggu
stabilitas bangunan tanggul.
Tanggul berjarak dengan alur sungai, terjadi pemusatan aliran banjir, muka
air banjir naik memerlukan tanggul lebih tinggi, kecepatan tinggi terjadi
gerusan dan diendapkan dibagian hilir.
Sejauh ruang memungkinkan hendaknya dipilih tanggul yang berjarak
jauh dari alur sungai. Biasanya diletakka diluar sabuk meander.
Lebar sabuk meander berkisar antara (10 – 30) P,
P = keliling basah tampang melintang sungai
Untuk menghindari kegagalan konstruksi yang dibangun disekitar sungai,
perlu diperhatikan agar konstruksi yang dibangun terletak di lokasi yang
tidak terpengaruh oleh perubahan morfologi sungai.
PERENCANAAN TANGGUL
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan tanggul banjir :
 Alinemen / jalur tanggul tidak banyak menimbulkan masalah sosial
Jika elevasi muka air banjir disungai lebih tinggi, pembangunan drainase
lokal harus diperhatikan sistemnya

Dimensi tanggul hendaknya dapat dimanfaatkan sebagai jalan inspeksi


Jenis konstruksi tanggul terhadap material / bahan yang tersedia
dilapangan
Kondisi tanah dasar / pondasi rencana tanggul tidak terletak pada tanah
lunak
Elevasi mercu tanggul / puncak tanggul dihitung berdasar elevasi muka
air banjir rencana ditambahkan angka keamanan (tinggi jagaan)
Bangunan Pelimpah / Saluran Banjir
Umum :
• Sungai : Sistim pengaliran air mulai dari mata air sampai
muara dengan dibatasi kanan kirinya serta sepanjang
pengalirannya oleh garis sepadan
•Fungsi : Mengalirkan debit air yang kondisinya selalu
berubah sesuai dengan fluktuasi curah hujan,
kondisi daerah tangkapan hujan, geologi dan
topografi daerah aliran sungainya
•Pada musim hujan  debit bertambah besar  banjir, maka
dibutuhkan rekayasa agar sungai bisa menampung debit sesuai
kemampuannya.
Dengan membuat Waduk di bagian Hulunya

Fungsi waduk sebagai pengatur


volume air, sehingga air yang
dilepas dari waduk disesuaikan
dengan kapasitas sungai
Dengan membuat daerah Retensi banjir

Fungsi :
Sebagai daerah tampungan
Sementara terhadap kelebihan
Debit setelah T.M.A sungai
Dihilirnya menurut air di Retensi
Dialirkan kembali ke sungai
Dengan mengalirkan sebagian debit langsung ke laut

Sebagian debit dialirkan langsung ke laut melalui Hoodway


Dengan mengalirkan sebagai Q ke sungai lainnya
Mengatur Q Banjir ke anak Sungainya

Sebagian Q puncak sungai induk dialirkan ke anak sungainya.


Bendungan
1. Fungsi Bendungan
Earthfill Dam

E Kuiper

Homogeneous embankment with drainage

Clay Cut-off and Blanket


Rockfill Dam
BENDUNGAN SAGULING

PJT II
Concrete Buttress Dam

Engineering of Large Dams

Lednock Dam, Scotlandia


Concrete Arch Dam
Engineering of Large Dams

Gordon Dam, Australia T 137 m, L 190 m, Lb atas 2,7 m, Lb bawah 17,7 m


Manfaat Bendungan
Single Purpose
Multi Purpose
- Pengendalian banjir
(wonogiri)
- Irigasi (malahayu)
- Pembangkit listrik
Tenaga Air (cirata, Saguling)
- Cidanau, Estuary
Reservoir di Batam (air
baku untuk industri)
- Talling Dam
(Pembuangan limbah di
bogor)
Bend. Juanda dengan Morning glory spillway

Perum Jasa Tirta II


Pemeliharaan fungsi resapan air dan
tangkapan air
Prinsip Kerja ( Penampung air hujan )

Ir. Kusnaedi
Ir. Kusnaedi
Pusbangranmas

Memanfaatkan atap untuk tangkapan air hujan, selanjutnya


dialirkan ke bak penampung air hujan (PAH)
Standar Sumur Resapan
Sumur Resapan
Standar Sumur Resapan
Sumur Resapan : Cipta Karya
Standar Sumur Resapan
Indreswari Guritno

Alt tata letak di perkotaan


4.2 Pengurangan Resiko Kerentaan Banjir
melalui : “ Pengelolaan dataran Banjir”

4.2.1 Penentuan batas daerah banjir, dapat dilakukan


dengan :
• Menginventarisir dan mengeplotkan daerah banjir
maksimum yang pernah terjadi
• Menggunakan pemodelan genangan dengan debit
rencana 50 (lima puluh) tahunan

Penetapan batas daerah banjir ini dilakukan oleh Menteri,


Gubernur atau bupati / walikota sesuai kewenangan
Contoh batas daerah banjir : Sungai Citarum Hulu
4.2.2 Penetapan zona perentukan lahan sesuai resiko banjir
• Penetapan zona perentukan lahan sesuai resiko banjir
dituangkan dalam peta zonasi perentukan lahan
dataran banjir
• Penetapan zona perentukan lahan sesuai resiko banjir
dilakukan oleh Bupati / walikota setempat (mungkin
dalam bentuk Perda)
Contoh : Pengaturan Penggunaan Lahan di Dataran Banjir
Bandung Selatan

GAMBAR

Keterangan :
4.2.3 Pengawasan Perentukan Lahan di dataran banjir

• Pengawasan Perentukan lahan di daratan banjir atas


zona perentukan Lahan sesuai resiko banjir yang
telah dilakukan oleh Pemerintah daerah Kabupaten atau
Walikota setempat
• Alat yang dapat digunakan oleh Bupati / Walikota
dalam melakukan pengawasan diatas adalah ketentuan Tata
Ruang daerah dataran banjir yang biasanya harus diproses
melalui Perda setempat
4.2.4 Persiapan Menghadapi Banjir
A. Inventarisasi bangunan pengendali banjir
Dari pengamatan secara periodik dalam rangka O &
P dapat diketahui bagian – bagian bangunan
pengendali banjir yang lemah / kritis, sebagai berikut :
1. Tanggul
• Penurunan mercu tanggul
• Penyusutan tubuh tanggul
• Retak-retak dan/atau penggembungan pada tubuh
tanggul (merupakan proses awal dari gejala longsor)
• Lubang-lubang pada tubuh tanggul (oleh binatang -
binatang yang bersarang di dalamnya)
• Genangan pada kaki tanggul (drainase tanggul yang
kurang berfungsi)
• Tanaman dan Bangunan pada tanggul (dapat
memperlemah kondisi tanggul)
2. Palung Sungai
Adanya tanaman keras dan bangunan pada palung sungai dapat
mengganggu kelancaran aliran air Sungai
3. Bangunan – bangunan pengendali banjir lainnya
Adanya kerusakan pada pintu – pintu, klep –klep, pompa – pompa
bangunan pelimpah dan bangunan – bangunan pengendali banjir lainnya
B. Upaya Perkuatan / Perbaikan
1. Tanggul
• Pemulihan tinggi mercu tanggul yang mengalami penurunan
(settlement)
• Pemulihan dimensi tubuh tanggul yang mengalami penyusutan
• Perbaikan tanggul yang mengalami retak-retak / penggembungan :
- Penyempurnaan drainase guna mengatur air rembesan yang
mengalir keluar dari tubuh tanggul
- Pemasangan beban imbangan (counterweight) pada tumit tanggul
• Pemberantasan binatang yang bersarang di tubuh tanggul (dengan
racun)
• Perbaikan dan pembersihan sistem drainase tanggul yang kurang
dapat memenuhi fungsinya
• Pembersihan tanggul dari tanaman dan bangunan yang terdapat
pada tubuh tanggul, yang dapat menurunkan kondisi tanggul tersebut
2. Palung Sungai
Pembersihan palung sungai (berikut bantarannya) dari
tanaman- tanaman keras, bangunan-bangunan dan sampah-sampah yang
dapat mengganggu kelancaran aliran sungai
3. Bangunan – bangunan pengendali banjir lainnya
• Perbaikan pintu-pintu, klep-klep agar dapat berfungsi
• Perbaikan pompa-pompa agar dapat berfungsi apabila sewaktu-
waktu diperlukan
• Perbaikan bangunan pelimpahan agar kembali pada kondisi
semula
• Perbaikan saluran banjir agar kembali dapat mengalirkan debir
banjir rencana
C. Penyediaan bahan-bahan, peralatan dan perlengkapan
1. Bahan (karung, bronjong kawat, ijuk, batang bambu, bambu
anyaman (gedeg), batang kayu (dolken), pasir urug, batu, tali, dan lain-
lain)
2. Peralatan dan perlengkapan
a. Peralatan kerja : sekop, pacul, gergaji, linggis, pengki,
keranjang dan lain-lain)
b. Peralatan transport : sepeda, sepeda motor, jeep, truk,
c. Peralatan pemberitaan : walky-talky, station radio,
telepon, radio, telepon, kentongan, sirine, megaphone, dan lain-lain
d. Perlengkapan penerangan : generating set, petromak, senter,
obor, dan lain-lain
e. Perlengkapan personil : jas hujan, sepatu lumpur, payung,
topi, pelampung penyelamat dan lain-lain
f. Sarana lainnya : gudang bahan dan peralatan, pos-pos jaga,
tenda dan lain-lain
D. Penyiapan Tenaga
Agar masyarakat dapat berpatisipasi secara efektif dan
terkoordinir, maka dibentuk regu-regu kerja dan diberi latihan-latihan
sehingga pada saat diperlukan telah ‘siap tugas’ untuk menghindari
kepanikan-kepanikan pada saat terjadinya banjir
Dikoordinir oleh petugas BBWS / BWS, regu-regu
dibentuk dalam 3 kelompok :
1. Regu-regu peronda dan pengamat
2. Regu-regu kerja untuk melakukan perbaikan-
perbaikan yang kritis/rusak
3. Regu-regu cadangan
4.2.5 Kegiatan penanggulangan pada saat banjir
A. Pada saat banjir terjadi
Diperlukan kerjasama yang baik diantara petugas
BBWS/BWS dengan petugas pemerintah setempat
guna mengkoordinir tenaga bantuan masyarakat
yang telah terhimpun dalam regu-regu kerja, yaitu :
1. Pengerahan tenaga yang diperbantukan pada
BBWS / BWS guna melakukan tugas-tugas perondaan
dan pengamatan bangunan pengendali banjir
2. Pengerahan tenaga yang diperbantukan pada BBWS /
BWS guna melakukan tugas-tugas
penanggulangan banjir yang diatur pemerintah
3. Tinggi rendahnya tingkat bahaya banjir akan diikuti
dengan tingkat siaganya, yaitu dengan menambah atau
mengurangi regu-regu kerja yang diperbantukan yang
penetapannya dilakukan oleh pemda setempat
Biasanya regu-regu kerja ini berasal dari penduduk yang bertempat tinggal di
dekat bangunan pengendali banjir
B. Perondaan Tanggul
Segera setelah diterima pemberitaan banjir untuk masing-masing
tingkat keadaan bahaya, tenaga bantuan masyarakat yang terhimpun
dalam regu-regu peronda dan pengamat segera ditugaskan untuk
melakukan perondaan di masing-masing lokasi

Regu peronda yang bertugas mengamati tanggul disesuaikan dengan


tingkat keadaan bahaya, sebagai berikut :
Tingkat Bahaya 1:
 Satu regu peronda bertanggung jawab terhadap 4km panjang tanggul
Tingkat Bahaya 2:
 Satu regu peronda bertanggung jawab terhadap 2km panjang
tanggul, setiap saat harus ada seorang dari regu yang melakukan
perondaan
Tingkat Bahaya 3 :
 Satu regu peronda bertanggung jawab terhadap 1km panjang
tanggul, setiap saat harus ada seorang dari regu yang melakukan
perondaan
C. Kegiatan Penanggulangan Banjir
Pada tingkat bahaya I, II, atau III, sewaktu-waktu dapat terjadi suatu
keadaan yang sangat gawat pada bagian-bagian bangunan pengendali
banjir (terutama bangunan tanggul) yang dapat mengarah pada
bobolnya tanggul

Bobolnya tanggul merupakan keadaan yang paling fatal yang


ditimbulkan oleh banjir dan dalam keadaan demikian, tiada tindakan
yang dapat dilakukan kecuali mengarah kepada usaha-usaha
pengungsian dan penyelamatan

Oleh karena itu tujuan yang paling utama dalam kegiatan


penanggulangan banjir adalah usaha-usaha guna mencegah terjadinya
bobolan tanggul agar tidak terjadi luapan-luapan yang dapat
menggenangi areal-areal yang seharusnya diamankan.

1. Sebelum terjadi bobolan tanggul


Apabila keadaan banjir telah berada pada tingkat bahaya I, II atau
III sedang bobolan-bobolan belum terjadi, maka kegiatan yang
harus dilakukan adalah berupa pengamatan-pengamatan terhadap
kemungkinan terjadinya bobolan tanggul
Hal-hal yang mungkin dapat menyebabkan terjadinya bobolan tanggul :
a.Limpasan
Apabila debit banjir telah melampaui kapasitas maksimum sungai, maka akan
terjadi limpasan-limpasan dan merupakan keadaan yang paling sulit
penanggulangannya. Namun sampai batas kemampuan yang ada, upaya
pencegahan bobolan akibat limpasan ini harus tetap dilakukan.

b.Rembesan dan Bocoran


Dengan terjadinya kenaikan muka air di dalam sungai yang melampaui muka
air tanah dibelakang tanggul, maka terjadilah aliran air filtrasi ke arah belakang,
baik di dalam tubuh tanggul maupun di dalam lapisan tanah pendukung tanggul
tersebut.

Semakin besar perbedaan muka air di kedua tempat tersebut, maka kec. Aliran
air filtrasi akan semakin meningkat dan jika aliran ini mencapai kec. tertentu
dapat menimbulkan gejala piping (sufosi) dan boiling (sembulan) yang
berangsur-angsur dapat membahayakan kestabilan tanggul
Terjadinya gejala piping dan boiling ditandai dengan terbawanya butiran-
butiran halus dalam tanggul atau lapisan tanah alas tanggul oleh air filtrasi
yang muncul di sekitar tumit tanggul dan airnya tampak keruh

Ini berarti di dalam tubuh tanggul atau lapisan tanah alas tanggul terjadi
rongga-rongga yang semakin lama semakin bertambah besar yang akhirnya
mengakibatkan keruntuhan pada tanggul diikuti dengan luapan air melalui
tanggul yang runtuh tersebut.

Rembesan dan bocoran ini merupakan salah satu penyebab utama terjadinya
bobolan tanggul dan berlangsung dengan sangat cepat yang kadang-kadang
sukar diketahui sebelumnya

c. Penggerusan lereng depan tanggul


 Penggerusan oleh gelombang
Hempasan gelombang dapat menggerus lereng depan tanggul dan
gelombang ini dapat terjadi akibat tiupan angin diatas permukaan air
sungai dan atau akibat pengaruh gerakan perahu motor yang lewat
 Penggerusan oleh arus air sungai
Butir-butir tanah yang menutupi lereng depan tanggul dapat terangkut
oleh arus air sungai yang deras, sehingga tubuh tanggul bagian ini
tergerus dan biasanya diikuti dengan gejala longsor.

Gejala longsor pada lereng tanggul dapat pula terjadi akibat


tergerusnya tebing sungai, terutama pada bagian tanggul yang sangat
dekat dengan tebing yang tergerus tersebut (biasanya pada tebing
lingkaran luar sungai)
d.Longsoran
pada tubuh tanggul dapat terjadi longsor baik pada lereng depan
maupun lereng belakang. Gejala longsor ini umumnya terjadi pada saat
tanggul dalam kondisi jenuh air, karena pada keadaan tersebut stabilitas
lereng tanggul menurun

2. Setelah terjadi bobolan tanggul


a. Apabila segala upaya telah dilakukan untuk mempertahankan
tanggul, tetapi akhirnya terjadi juga bobolan dan air meluap
menggenangi area yang seharusnya diamankan, maka tidak ada
cara lain yang dapat dilakukan untuk menutup bobolan yang sedang
dialirin air deras
b. Usaha penanggulangan banjir diarahkan pada pengungsian dan
penyelamatan penduduk ke daerah yang lebih aman (lebih tinggi). Selain
itu pada saat keadaan banjir telah mencapai keadaan bahaya I, penduduk
dilokasi diperkirakan akan dilanda banjir telah dapat mengetahui dari
isyarat-isyarat kentongan yang dibunyikan telah bersiap-siap untuk
mengungsi, apabila keadaan menjadi gawat dan bobolan benar-benar
terjadi.

c. Selanjutnya apabila aliran air melalui bobolan telah mengecil/berhenti,


maka dengan segera harus ditutup kembali, dengan cara :
 Jika bobolan tidak besar dan penggeseran tanah dasar tanggul tidak
terlalu dalam, maka tanggul dapat ditutup secara langsung
 Terjadi jika bobolan tanggul cukup besar
dan terjadi penggerusan yang dalam pada
tanah dasar tanggul, maka penutupan
bobolan dilakukan dengan pembuatan
semacam tanggul penutup darurat (kistdam)
di depan atau dibelakang bobolan tersebut
D. Teknik Penanggulangan Banjir
1. Penanggulangan Limpasan
Dengan upaya mempertinggi mercu tanggul secara darurat, dapat
dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Pohon-pohon pisang ditempatkan memanjang diatas mercu
tanggul yang mulai limpas dan kemudian dipaku dengan bambu,
dibelakangnya diberi timbunan dari tanah liat
b. Karung-karung plastik diisi dengan pasri/tanah secukupnya (60%
dari isi penuh), kemudian ditumpuk beberapa lapis memanjang diatas
mercu tanggul. Untuk meningkatkan stabilitas dan mengurangi
rembesan/bocoran, dibelakang tumpukan karung-karung ditimbun
tanah liat

c. Memasang gedeg (bambu anyaman) sebagai dinding penahan yang


diperkuat dengan patok-patok bambu, yang kemudian diisi tanah
timbunan
 cara ini jarang digunakan karena biasanya memerlukan
persiapan yang agak lama
2. Penanggulangan rembesan / bocoran
a. Cara langsung yaitu dengan menutup lubang-lubang peresapan
(bocoran) yang terdapat didepan tanggul, baik pada permukaan
bantaran maupun lereng dapan tanggul dengan sumbat-sumbat
yang dibuat dari karung goni atau kain-kain bekas. Biasanya
lokasi peresapannya terlihat dengan jelas karena membentuk
pusaran- pusaran
b. Cara tidak langsung, apabila cara langsung sudah tidak mungkin
dilakukan penanggulangan rembesan/bocoran secara tidak langsung
dibelakang tanggul, yang terdiri dari 5 (lima) cara yaitu :
(i) Apabila munculnya mata air kecil-kecil dibelakang tanggul baik dilereng
belakang maupun pada permukaan tanah dibelakang tanggul terkumpul pada
satu tempat (tidak menyebar), maka bocoran semacam ini dapat ditangani
dengan mengurung mata air tersebut dengan drum bekas aspal yang
ditanamkan pada tanah dengan kedalaman tertentu. Kemudian di sekeliling
drum tersebut ditempatkan tanah liat yang dipadatkan.

Dengan naiknya permukaan air didalam drum tersebut, maka perbedaan


muka air didalam sungai dan di dalam drum menjadi berkurang, sehinggal
kec. aliran filtrasi berkurang dna kekuatan aliran tidak lagi dapat
menghayutkan butiran-butiran halus pada lapisan tanah yang dilalui aliran
filtrasi tersebut. Dengan demikian gejala piping dapat dicegah
(ii) Apabila cara diatas belum dapat menghentkan terjadinya gejala piping serta
boiling, maka penanganan selanjutnya dapat ditingkatkan dengan memasang
pipa kecil vertikal di dalam drum, drum diisi dengan pemberat berupa
pecahan batu dan tanah liat, kemudian dibebani karung-karung berisi pasir.

Dengan cara ini, air yang mengalir keluar pipa kecil biasanya menjadi jernih
yang menandakan bahwa gejala piping dan boiling telah dapat diatasi

(iii) Apabila munculnya mata air keruh yang berasal dari rembesan/bocoran pada
tanggul tersebar memanjang tumit tanggul, maka pencegahan gejala piping
dan boiling dapat dilakukan dengan memasang tumpukan beberapa lapis
karung berisi pasir mengelilingi mata air tersebut, membentuk busur-busur
yang kedua ujungnya ditempelkan pada lereng tanggul
Air mengalir melalui pipa-pipa yang dipasang diatas tumpukan karung
tersebut

Akan tetapi jika munculnya mata air keruh yang berasal dari
rembesan/bocoran muncul pada permukaan tanah yang tergenang air, maka
penutup rembesan/bocoran tersebut dapat dilakukan dengan jerami, ijuk
yang dianyam dan diberi pemberat dengan karung berisi pasir atau pemberat
lainnya. Diharapkan air rembesan/bocoran tersebut tidak lagi membawa
butiran-butiran tanah halus
(iv) Apabila rembesan/bocoran menaglir keluar melalui lereng belakang tanggul
yang curam (1 : 1.5 s/d 1 : 2.5), kemungkinan besar akan segera disusul
dengan terjadinya longsor pada lereng belakang tersebut. Dalam keadaan
demikian, disarankan agar rembesan/bocorantersebut dapat segera ditutup
dengan timbunan tanah yang sebelumnya dipagari dengan gedeg yang
diperkuat dengan dolken atau bambu
Sebagai pagar tersbut diatas dapat pula dipergunakan tumpukan karung
berisi pasir
(v) Apabila tersedia batu pecah dan ijuk, maka untuk mencegah gejala piping
dna boiling serta longsor, dapat ditangani dengan pemasangan konstruksi
drainage tumit (toe drain), yaitu dengan menggunakan hamparan ijuk
sebagai filter yang diberi pemberat diatasnya dengan timbunan batu pecah.
Umumnya gejala longsor pada lereng belakang tanggul dapat terjadi akibat
kenaikan kadar air dalam tubuh tanggul yang kadang-kadang dapat mencapai
keadaan jenuh, terutama pada saat terjadi kenaikan air, sehingga air filtrasi
mengalir melalui tubuh tanggul.

Dengan terjadinya peningkatan garis depresi (seepage) di dalam tanggul, maka


terjadilah kenaikan tenakan air pori merupakan salah satu penyebab turunnya
kestabilan lereng tanggul

Cara mengatasinya adalah dengan meningkatkan kembali kestabilan lereng


tersebut, yaitu dengan memasang counterweight. Selanjutnya dengan adanya
kenaikan kec. aliran filtrasi, yang mengakibatkan naiknya kemampuan aliran ini
untuk menghayurkan keluar butiran-butiran halus dari dalam tubuh tanggul atau
lapisan tanah dasar tanggul, dan terjadinya gejala piping dan boiling

Gejala ini dapat diatasi dengan pemasangan hamparan filter tepat di tempat
munculnya mata air mata air dengan air yang keruh menggunakan hamparan
ijuk, jerami, alang-alang yang kemudian diberi pemberat dengan karung pasir,
kerikil atau batu belah
3. Penanggulangan gerusan akibat arus air dan gelombang
a. Memasang batang bambu yang masih berdaun yang pada bagian
ujungnya diberi batu sebagai pemberat, bagian pangkalnya diikat dengan
patok bambu yang dipancangkan pada tubuh tanggul. Dapat juga
digunakan pohon-pohonan lainnya tanpa membuang dahan, rating dan
daunnya.

b. Menggunakan gedeg (anyaman bambu) yang bagian ujungnya diberi


batu pemberat dan bagian pangkal (atas) dipasak pada tubuh tanggul.
c. Dapat juga mempergunakan reno-matra meskipun cara ini memerlukan
persiapan yang lama dan persediaan bahan dan peralatan yang baik selain
memerlukan jalan kerja alat-alat berat

4. Cara penanggulangan akibat longsor


a. Longsor bagian belakang
Untuk mencegah gejala longsor yang lebih parah, biasanya diatasi
dengan memasang ‘counterweight’ dengan cara memancang beberapa baris
patok bambu diatas permukaan tanah dibelakang tumit tanggul yang
kemudian diisi dengan karung-karung plastik yang sudah terisi
tanah/pasir
b. Longsor pada lereng depan tanggul, diatasi dengan mempertebal bagian
belakang tangkis, sedang untuk menghindari gerusan-gerusan dan
gelombang dari aliran air, maka pada dinding tangkis sebelah depan
dipasang batang/pohon termasuk dahan, rating dan daunnya yang diikat
pada bongkotan bambu yang dipancang. Atau pada dinding depan tersebut
dipasang sesek yang dipasak pada badan tangkis.
c. Cara lain untuk menanggulangi longsor bagian depan ialah dengan
membuat tangkis darurat dari karung berisi pasir/tanah setinggi tanggul
sendiri

5. Cara Penanggulangan akibat penurunan tanggul


Gejala penurunan tanggul dapat terjadi dalam 3 (tiga) keadaan yaitu :
a. Penurunan tanggul pada seluruh tubuh
b. Penurunan pada lereng depan tanggul dan pada saat banjir sukar
diketahui karena terendam air
c. Penurunan pada lereng belakang tanggul mudah terlihat

6. Cara menutup tanggul yang bobol


4.2.6 Prakiraan dan Pemberitaan Banjir
A. Prakiraan dan Prediksi Banjir (Flood forecasting)
Untuk setiap sungai khususnya sungai yang telah dikelola dengan baik
dan sungai-sungai yang dianggap penting (potensial), perlu fasilitas
prakiraan banjir.
Prakiraan banjir (flood forecasting) adalah kegiatan untuk mengetahui
besaran banjir (how much) dan waktu terjadinya (when). Ini diperlukan
dalam tahap operasi dan untuk peringatan dini. Misalnya akan terjadi debit
300m3/det besok pagi jam 10.00 di pintu air Manggarai.
Sedangkan, prediksi banjir (flood prediction) bertujuan untuk mengetahui
besaran (how much) dan frekuensi (how often) kejadian banjir. Prediksi
banjir diperlukan dalam tahap perencanaan. Misalnya Q100 (rata-rata
terjadi sekali dalam 100 tahun atau probabilitas 1%) di pintu air
Manggarai adalah 370m3/det
Komponen utama pendukung kegiatan forecasting :
1. Pengumpul data
2. Pembuat/ pengo[erasi model
3. Pengambil keputusan
Prakiraan Banjir dapat dilakukan dengan cara :
1. Memperhatikan gejala-gejala alam
 banyak semut atau jenis serangga yang takut air keluar dari dalam
tanah untuk mencari tempat yang lebih tinggi
 banyak burung sejenis lawet berterbangan terutama di waktu sore
2. Cara teknik
 berdasarkan keadaan cuaca
 metode hubungan antara curah hujan dan tinggi muka air
 metode hubungan tinggi muka air antara pos-pos pengamat tinggi
muka air
B. Pemberitaan Banjir (Flood warning)
Karena kegiatan penanggulangan banjir merupakan masalah serius yang
harus dihadapi secara cepat dan tepat, maka adanya pemberitaan banjir yang
terjamin kebenaraannya sangat diperlukan agar petugas dapat melakukan
persiapan-persiapan sesuai dengan tingkat bahaya banjir tepat pada
waktunya. Dalam hal ini komandan pelaksana dapat segera mengkoordinir
para pembantunya dan memberikan perinyah/petunjuk langkah-langkah
yang harus segera dilaksanakan
1. Tingkat Bahaya dan Tingkat Siaga
Berdasarkan besarnya tinggi bebas antara permukaan air banjir didalam
sungai dan mercu tanggul/tebing sungai, dapat ditentukan tingkat bahaya
pada suatu sungai yang sedang bannir. Berdasarkan tingkat bahaya ini
kemudian ditentukan tingkat kesiagaan :
Tingkat bahaya Tingkat Siaga Tinggi Bebas Keterangan
Bahaya I Siaga I 1.50 m disesuaikan
Bahaya II Siaga II 1.20 m dengan peraturan
Bahaya III Siaga III 0.75 m setempat

2. Pos Pengamatan dan Perondaan


 Untuk keperluaan pemberitaan banjir, di tempat-tempat tertentu
didirikan pos pengamatan banjir yang dilengkapi dengan alat pengukur
tinggi muka air dan alat-alat pemberitaan seperti : radio, telp, walky
talky, kentongan, dan lain-lain
 Untuk keperluan perondaan dan pemberitaan banjir, disepanjang
tanggul didirikan pos-pos perondaan dengan jarak antara 2 km
dilengkapi dengan alat-alat pemberitaan (biasanya berupa kentongan)
4.2.7 Pemulihan setelah Banjir
Seluruh upaya perbaikan yang dilaksanakan selama banjir sifatnya sangat
darurat yang hanya ditujukan untuk mengatasi keadaan selama waktu
banjir

Oleh karena itu, seluruh perbaikan yang telah dilaksanakan harus segera
diperkuat atau diganti dengan perbaikan yang sifatnya permanen guna
menghadapi musim banjir berikutnya.

Perbaikan bangunan yang rusak akibat banjir tersebut merupakan upaya


rehabilitasi dengan perencanaan yang baik dan teliti serta memenuhi
persyaratan teknik tertentu.
5. Penutup
5.1 Kesimpulan
 Banjir adalah fenomena alam yang kejadiannya tidak bisa dicegah, tapi
manusia dapat mengupayakan agar dampak kerugiaan yang diakibatkan
banjir dapat dikurangi seminimal mungkin
 Banjir dapat disebabkan oleh kondisi alam, tapi tidak jarang kejadian
banjir juga diakibatkan oleh tindakan/tingkah laku manusia. Tindakan
manusia yang sering mengakibatkan banjir inilah yang perlu di
…/….. agar tidak menjadi penyebab yang dominan
 Banjir di Indonesia makin hari makin bertambah parah baik frekuensinya,
besaran maupun penyebarannya. Hal ini karena adanya perubahan
penduduk yang memerlukan lahan untuk tempat tinggal dan lahan
untuk usaha, sehingga terjadilah …… fungsi lahan yang ada dan
degradasi lingkungan tumbuh
 Dampak kerugian akibat banjir dapat diperkecil baik dengan menggunakan
sistim Struktur maupun Non Struktur (misalnya pengelolaan daerah
banjir, flood forecasting dan warning sistim, dan lain-lain)
5.1 Tindak Lanjut
Kepada peserta setelah selesai mengikuti Pelatihan ini, diharapkan
dapat membaca lagi yang lebih seksama sehingga secara keseluruhan dapat
mengerti dan dipahami Implementasi dari pelajaran ini dapat dibicarakan.,
bersama dengan unit operasi dan pemeliharaan, syukur-syukur bahan ini
dapat digunakan untuk penyusunan “Pedoman Penanggulangan Banjir” pada
Balai dimana anda bekerja dan diusulkan kepada Kepala Balainya untuk
dapat ditetapkan sebagai keputusan dalam penerapannya.

Jakarta, ……………………

Anda mungkin juga menyukai