Anda di halaman 1dari 23

ASAS, KARAKTERISTIK DAN

TUJUAN HUKUM ISLAM


DR. M. KHAERUDDIN, MA
Asas-Asas Hukum Islam
1. Tidak meyulitkan (‘adamul haraj):
≥ Pengguguran kewajiban
≥ Pengurangan kadar yang telah ditentukan
≥ Penukaran
≥ Mendahulukan dan mengakhirkan
≥ Mengubah dengan bentuk lain
2. Menyedikitkan beban (taqlil at-takalif),
3. Berangsur-angsur (tadrij). ≥ Hukum Islam
dibentuk secara gradual, tidak sekaligus.
Diantara hukum islam yang diturunkan
secara gradual adalah riba, pertama hanya
dikatakan sebagai perbuatan tercela (Qs.al-
Rum: 39), kemudian riba yang dilarang
adalah yang berlipat ganda (Qs. Ali imron:
130) terakhir dikatakan hukum secara
mutlak (Qs. Al-Baqoroh: 275, 278)
 Demikian juga dalam pelarangan minuman
keras, awalnya hanya dikatakan bahwa
mudharatnya lebih besar dari manfaatnya
(Qs. Al-Baqoroh: 219), kemudian larangan
untuk mendekati shalat dalam keadaan
mabuk (Qs. an-Nisa: 43), dan terkhir
diharamkan secara mutlak bahkan dikatakan
sebagai perbuatan syetan (al-Maidah: 90)
KARAKTERISTIK HUKUM ISLAM
General Characteristic of Islamic
Law
Divine (Rabbani)

Morality
(Akhlaqi)
Realism (Waqi'i)

Humanitarian
(Insani)
Harmonity (Tanasuqi)

Totalitarian (Shumuli)
 Rabbani ≥ asal mula hukum Islam merupakan ekspresi
wahyu Allah, yaitu hukum Islam secara mendasar
bersumber pada wahyu Allah. Sumber-sumber hukum
Islam berupa Al-Quran dan As-Sunnah dan sumber
lain yang didasarkan pada kedua sumber di atas
 Rabbani ≥ sumber hukum Islam bukan berasal dari
aspirasi manusia (memiliki berbagai kekurangan dan
kelemahan) akan tetapi sumbernya berasal dari Sang
Pencipta Yang Mengetahui segala sesuatu
 Rabbani ≥ tidak ada pilihan bagi manusia untuk
menolak atau menerima baik posisinya sebagai
penegak hukum atau sebagai obyek hukum
 Morality (Akhlaqi) ≥ keistimewaan hukum
Islam dari hukum barat adalah hukum Islam
sangat menekankan aspek moralitasnya,
sehingga obyek hukum Islam bukan sekedar
hak-hak (huquq) akan tetapi kewajiban (taklif);
dari segi tujuan, hukum Islam tidak sekedar
merancang dari segi kemanfaatan (stabilitas
masyarakat) akan tetapi merancang bagaimana
manusia menempati posisi yang sangat tinggi,
yang senantiasa memiliki nilai-nilai yang mulia
dan akhlak yang mulia :‫إنما ب عثتأل تمم مكارم ا الخالق‬
 Realistis (waqi’i) ≥ hukum Islam senantiasa
memposisikan manusia sebagai subyek
hukum apa adanya, tidak memberikan beban
kewajiban melebihi kemampuannya,
memberikan sanksi hukum sesuai dengan
perbuatannya
QS. Al-Syura: 4: ‫َو َج َزا ُء َس يَِّئ ٍة َس يَِّئ ٌة ِم ْثلُهَ ا فَ َم ْن َعفَا َوَأصْ لَ َح‬
‫ب لظَّا ِل ِم َين‬
‫فَ َأجْ رُهُ َعلَى هَّللا ِ ِإنَّهُ اَل يُ ِح ُّ ا‬
QS. An-Nahl: 126: ِ ‫َوِإ ْن َعاقَ ْبتُ ْم فَ َع ا ِقبُوا بِ ِم ْث ِل َما ُعو ِق ْبتُ ْم بِ ه‬
‫ص بَرْ تُ ْم لَ ه َُو َخ ْي ٌر لِ لصَّابِ ِر َين‬َ ‫َولَِئ ْن‬
 Manusiawi (Insani) ≥ hukum Islam diturunkan
oleh Allah untuk menjaga martabat manusia
sebagai khalifah dimuka bumi, baik dari segi
pisik, jiwa, dan akalnya
QS. An-Nisa: 28: ‫ض ِعيفًا‬ َ ‫يُ ِري ُد هَّللا ُ َأ ْنيُ َخفِّ َف َع ْن ُك ْم َو ُخلِ َقا ِإْلْن َس ُان‬
QS. Asy-Syams: 8-10: ‫ قَ ْد‬،‫فَ َأ ْلهَ َمهَ ا فُ جُو َرهَا َوتَ ْق َواهَا‬
‫ َوقَ ْد َخ َاب َمْن َدسَّاهَا‬،‫َأ ْفلَ َح َمْن َز َّكاهَا‬
 Harmonity (Tanasuqi) ≥ kesempurnaan
hukum Islam karena ajarannya memiliki
keseimbangan danm terkait satu sama lain,
keterkaitan antara ruhuiyah-maddiyah,
menyeimbangangan antara posisi laki-laki
dan perempuan; menyeimbangkan antara
ketentuan pemberian nafkah dan waris dan
sedekah, menyeimbangkan antara sanksi,
denda dan pemaafan
 Totality dan komprehensif (Shumuli) ≥
hukum Islam bersifat ta’aqquli dan ta’abbudi,
yaitu hukum Islam terkait dengan dua hal :
ibadah dan muamalah. Ibadah terkadung
nilai-nilai ta’abbudi atau ghairu ma’qulul
ma’na (inraional), sementara bidang
muamalah terkandung nilai-nilai ta’aqquli
ma’qulul ma’na (rasional) yaitu ketentuan
muamalah dapat diterima dan dijangkau oleh
akal pikiran manusia
Tujuan Hukum Islam (Maqashid As-
syariah)
 Secara umum tujuan Hukum Islam ialah
untuk mendatangkan maslahat dan menolak
bahaya dari manusia di dunia dan akhirat.
Secara lebih khusus, tujuannya ialah:
1. Memelihara agama.
2. Memelihara jiwa.
3. Memelihara akal.
4. Memelihara keturunan.
5. Memelihara harta.
 Untuk mencapai tujuan tersebut, para ahli
hukum islam mengklasifikasi kebutuhan
manusia menjadi tiga:
 Dharuriyah (kebutuhan primer)
 Hajiyah (kebutuhan skunder)
 Tahsiniyah (kebutuhan tertier)
Klasifikasi
Maqashid
Syariah
Dhauriyyat (primer)
maqashid dharuriyat 
ada lima yaitu:
menjaga agama (hifzh al-din),
menjaga jiwa (hifzh al-nafs),
Hajiyat (sekunder)
menjaga keturunan (hifzh an-nasl),
menjaga harta (hifzh al-mal) dan
menjaga aqal (hifzh al-’aql)

Tahsiniyat (tertier)
 Untuk melestarikan ke lima kebutuhan
dharuriyat tersebut dapat dilakukan dengan
dua cara yaitu:
1) dari segi keberadaannya (min nahiyati al-
wujud) yaitu dilakukan dengan cara manjaga
dan memelihara hal-hal yang dapat
melanggengkan keberadaannya; dan 
2) dari segi ketidak-adaannya (min nahiyyati
al- ‘adam) yaitu dilakukan dengan cara
mencegah hal-hal yang menyebabkan
ketidak-adaannya
 Menjaga agama dari segi keberadaannya (min
nahiyat al-wujud) yaitu dengan menegakkan
syiar-syiar keagamaan (salat, puasa zakat
dsb), melakukan dakwah islamiyah; berjihad
di jalan Allah; dan,
 Menjaga agama dari segi ketidak-
adaannya (min nahiyat al-‘adam) yaitu
menjaga dari upaya-upaya penyimpangan
ajaran agama dan memberikan sanksi
hukuman bagi orang yang murtad
 Menjaga jiwa dari segi keberadaannya (min
nahiyat al-wujud) yaitu dengan memberi
nutrisi berupa makanan dan minuman; dan,
 Menjaga jiwa dari segi segi ketidak-

adaannya (min nahiyat al-‘adam)


menjalankan sanksi qisas dan diyat terhadap
pidana pembunuhan
 Menjaga akal dari segi keberadaannya (min
nahiyat al-wujud) yaitu dengan menuntut
ilmu dan melatih berikir positif; dan,
 Menjaga akal dari segi segi ketidak-

adaannya (min nahiyat al-‘adam) yaitu


dengan memberikan had al-syurb (sanksi
minuman keras) bagi yang mengkonsumsi
meinuman keras dan narkoba
 Menjaga keturunan/harga diri dari
segi keberadaannya (min nahiyat al-wujud)
yaitu dengan menganjurkan untuk melakukan
pernikahan; dan,
 Menjaga keturunan/ harga diri dari segi segi

ketidak-adaannya (min nahiyat al-‘adam)


yaitu dengan memberikan sanksi had al-zina
(sanksi perzinahan) bagi yang melakukan
hubungan intin di luar pernikahan;
 Menjaga harta dari segi keberadaannya (min
nahiyat al-wujud) yaitu dengan menganjurkan
untuk bekerja dan mencari rizki yang halal;
dan,
 Menjaga harta dari segi segi ketidak-
adaannya (min nahiyat al-‘adam) yaitu dengan
melarang untuk melakukan pencurian dan
penipuan terhadap harta orang lain dan
memberi sanksi had al-sariqah (sanksi
pencurian dan penipuan) bagi yang
melakukannya;
 Maqashid Hajiyat (sekunder): adalah sesuatu
yang sebaiknya ada agar dalam leluasa
melaksanakannya dan terhindar dari
kesulitan. Kalau hal tidak ada, maka ia tidak
akan meniadakan, merusak kehidupan atau
menimbulkan kematian hanya saja akan
mengakibatkan kesulitan dan kesempitan (al-
masyaqqah wa al-jarah)
 Tujuan hajiyat jika ditinjau dari segi petapan
hukum dapat dikelompokkan pada tiga bagian:
1) Hal yang disuruh syara’ melakukan untuk dapat
melaksanakan suatu kewajian secara baik yang
disebut sebagai ”muqaddimah wajib”
2) Hal yang dilarang syara’ untuk dilakukan guna
menghindarkan pelanggaran pada salah satu
unsur dharuryat
3) Segala bentuk kemudahan dan keringanan
(rukhshah) yang diberikan karena adanya
kesukaran dan kesulitan sebagai pengecualian
dari hukum azimah
 Maqashid Tahsiniyat: adalah sesuatu yang sebaiknya
ada untuk memperindah kehidupan, namun jika tidak
terpenuhi, kehidupan tidak akan rusak dan juga tidak
akan menimbulkan kesulitan, hanya saja dinilai
kurang pantas dan tidak layak manurut ukuran tata-
krama dan kesopanan
Tujuan syariah pada tingkatan tahsiniyat menurut
asalnya tidak menimbulkan hukum wajib pada
perbuatan yang diperintahkan untuk dilakukan dan
juga tidak menimbulkan hukum haran pada perbuatan
yang dilarang untuk dilakukan, akan tetapi hanya
menimbulkan ”hukum sunnat” bagi yang melakukan
dan ”hukum makruh” bagi yang mengabaikan.

Anda mungkin juga menyukai