Kelompok 4 1. Arthur Kusuma Atmaja Manurung (121010246) 2. Guntur Wahyu Saputra (121010237) 3. Rida Maulina Setiapraja (121010242) 4. Muhammad Rasyid Ridho (121010239) 5. Moh. Mufarihunnufus (121010234) Pengertian Tanah Timbul (Aanslibbing) Menurut G Kartasapoetra tanah timbul atau aanslibbing adalah tanah yang terjadi akibat erosi berton-ton tanah yang dihanyutkan oleh air hujan yang menuju ke sungai-sungai besar dimana tanah hanyutan tersebut sebagian akan mengendap disepanjang sungai dan sebagian terus ke muara sungai yang bersangkutan. Akibat berkali-kali terjadi erosi maka terjadilah aanslibbing atau tanah timbul. Menurut Suhanan Yosua bahwa tanah timbul adalah adanya gumpalan tanah yang timbul di laut, maupun tepi di pantai laut, seperti timbulnya Gunung Krakatau, pulau-pulau ditengah laut, seperti pulau seribu, bahkan di tepi atau pinggir pantai juga timbul tanah. Timbulnya tanah tersebut disebabkan oleh adanya pengaruh pergeseran bumi secara ilmu alam, atau endapan lumpur di pinggir atau tepi pantai yang lama kelamaan menjadi tanah timbul. Kondisi Tanah Timbul Danau Setupatok
Sebelum kemarau Saat kemarau
Tatacara Warga Mendapatkan Izin Lokasi atau Izin Hak Guna atas Tanah Timbul 1. Warga mengajukan permohonan izin penggunaan tanah timbul dengan cara: a. Membuat surat permohonan izin penggunaan tanah timbul kepada kepala desa melalui balai desa, b. Surat permohonan izin penggunaan tanah timbul berisi mengenai luas tanah yang dimohonkan, jangka waktu penggunaan, dan bentuk penggunaan atau kegiatan usaha apa yang akan dilakukan di atas tanah timbul (cocok tanam, bangunan sementara, tambak, dsb), c. Warga mengajukan surat permohonan izin penggunaan tanah timbul dengan menyertakan lampiran identitas KTP, KK, alamat rumah yang didiami, pekerjaan saat ini, dan nomor telephone yang dapat dihubungi, d. Surat permohonan dapat diterima dan sebaliknya juga dapat ditolak, kepala desa menerima dan atau menolak surat permohonan izin penggunaan tanah timbul melihat dari pertimbangan terhadap kondisi ekonomi warga yang mengajukan surat permohonan tersebut (yang miskin dan yang menganggur atau tidak punya pekerjaan di prioritaskan), 2. Warga menerima SKPH (Surat Keputusan Pemberian Hak) dari desa atas pemanfaatan dan pengelolaan tanah timbul yang menjadi perjanjian antara warga dan desa dengan ketentuan Pasal 1338 KUHPdt: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi yang membuatnya.”, 3. Desa memiliki kebijakan bahwa hanya warga desa daerah tersebut dan sekitar Danau Setupatok yang boleh mengelola atau memiliki hak daya guna atas tanah timbul Danau Setupatok (hak ulayat), 4. Warga desa sekitar Danau Setupatok tidak dipungut biaya sepeserpun baik dalam proses permohonan izin hak guna tanah timbul maupun pada saat mengelola atau menggunakan tanah timbul, 5. Hasil atas penggunaan, pengelolaan, dan pemanfaatan tanah timbul (dalam hal ini adalah cocok tanam) diperuntukkan murni untuk kesejahteraan warga masyarakat itu sendiri. Desa tidak menerima sepeserpun hasil penggunaan, pengelolaan, dan pemanfaatan warga yang memiliki kegiatan usaha diatas tanah timbul Danau Setupatok, 6. Apabila terdapat bangunan baik bangunan sementara maupun bangunan permanen diatas tanah timbul Danau Setupatok maka memiliki konsekuensi bahwa jika bangunan tersebut perlu digusur atau diruntuhkan untuk kepentingan umum maka pemilik bangunan tersebut wajib meruntuhkan bangunannya dan menerima kompensasi ganti rugi dari desa atau pemerintah, 7. Tanah timbul Danau Setupatok sepenuhnya merupakan kekuasaan negara sehingga tidak ada warga masyarakat yang dapat memiliki hak milik atas tanah timbul Danau Setupatok. Dasar Hukum Pengelolaan Tanah Timbul
Dasar hukum dalam pengelolaan dan pemanfaatan tanah timbul
Danau Setupatok menggunakan dasar asas lex superior derogate legi inferiori, 18 hal ini dikarenakan untuk peraturan pelaksanaan undang-undang atau Peraturan Derah (Perda) Kota Cirebon yang mengatur tentang Tanah Timbul belum selesai dibuat hingga saat ini. Dasar hukum mulai dari penguasaan tanah timbul mengacu pada Pasal 33 ayat (3) UUD NRI tahun 1945: “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebebsarbesarnya untuk kemakmuran rakyat”. Terhadap Hak dan Pemanfaatan Tanah Timbul Danau Setupatok didasarkan pada : a. Pasal 11 angka 2 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2004: “Tanah yang berasal dari tanah timbul atau hasil dari reklamasi di wilayah perairan pantai, pasang surutm rawa, danau, dan bekas- bekas sungai dikuasai oleh negara" b. Pasal 2 ayat (4) UUPA: “Hak menguasai dari Negara tersebut di atas pelaksanaannya dapat dikuasakan kepada daerah-daerah Swastantra dan masyarakat-masyarakat hukum adat, sekadar diperlukan dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional menurut ketentuan-ketentuan Peraturan Pemerintah” c. Pasal 20 Undang-Undang No. 1 tahun 2014: a) Pemerintah dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi pemberian izin lokasi dan izin pengelolaan kepada masyarakat lokal dan masyarakat tradisional b) Izin sebagaimana dimaksud diberikan kepada masyarakat lokal dan masyarakat tradisional, yang melakukan pemanfaatan ruang, sumber daya Perairan Pesisir dan Perairan Pulau-Pulau Kecil untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari d. Pasal 11 ayat (2) UUPA: “Perbedaan dalam keadaan masyarakat dan keperluan golongan hukum golongan rakyat dimana perlu dan tidak bertentangan dengan kepentingan nasional diperhatikan, dengan menjamin perlindungan terhadap kepentingan golongan yang ekonomis lemah” e. Pasal 13 ayat (1) UUPA: “Pemerintah berusaha agar supaya usaha-usaha dalam lapangan agrarian diatur sedemikian rupa sehingga meninggalkan produksi dan kemakmuran rakyat sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) serta menjamin bagi setiap warga negara Indonesia derajat hidup yang sesuai denga martabat manusia baik bagi diri sendiri maupun keluarganya”. Kesimpulan 1. Mekanisme pengelolaan dan pemanfaatan tanah timbul Danau Setupatok hingga saat ini masih berdasarkan kebiasaan masyarakat setempat. Hal ini dibuktikan karena tidak adanya masyarakat yang memiliki izin langsung dari aparat pemerintahan yang berwenang yaitu Kantor Badan Pertanahan Nasional Kota Cirebon 2. Kantor Badan Pertanahan Kota Cirebon (BPN) hingga saat ini belum melakukan inventarisasi tanah timbul sebagaimana yang diamanatkan dalam Surat Edaran Menteri Agraria/Kepala Badana Pertanahan Nasional No. 410-1293 tentang Penertiban Status Tanah Timbul dan Reklamasi. Sementara masyarkat yang mengelola dan memanfaatkan tanah timbul belum memiliki status yang jelas terhadap hak pengelolaannya, hal ini juga dikarenakan Perda Kota Cirebon yang mengatur tanah timbul belum selesai dibuat.