KELOMPOK 7:
NO NAMA NIT
DOSEN PENGAMPU:
I. PENDAHULUAN.
Tanah terbentuk oleh fenomena alam, tanah Timbul (aanslibbing) adalah
tanah yang mempunyai potensi dan nilai gunakan secukupnya, baik untuk
pertanian, kolam, dan danau tempat untuk membangun sebuah gedung.Namun,
hingga saat ini hal tersebut belum diterapkan dalam hukum pertanahan Indonesia.
Menemukan ketentuan yang secara jelas mengatur pengendaliannya, Inilah
sebabnya sebagai fenomena hukum, studi tentang sistetimbul penguasaan tanah,
serta perjanjian-perjanjian yang berkaitan dengan tanah hukum serta Langkah-
langkah yang perlu diambil untuk mencapai tujuan tersebut.memperoleh hak
guna tanah yang terkait dengan penguasaannya.1
Kepemilikan tanah timbul (aanslibbing) oleh manusia sejak itu Sejak
dahulu kala, konsep kepemilikan tanah telah lahir Hukum adat mengenai tanah
dan kepemilikan tanah dengan demikian mewakili nuansa adat istiadat
masyarakat setempat yang terus diterapkan secara turun-temurun hingga
terbentuk peraturan daerah (self-regulatory). Kehidupan disebut tanah menurut
adat.
Tanah timbul yang merupakan tanah adat yang tidak tunduk pada peraturan
apapun.Konsep keberadaannya diakui dan dihormati oleh negara, yang tercermin
dalam asas-asas yang mengatur pemanfaatan tanah bagi masyarakat dalam bentuk
undang-undang dan peraturan lainnya yang menjadi pedoman.masyarakat dalam
memanfaatkan fungsi dan prinsip bumi. “Hukum pertanian yang berlaku atas
tanah, air, dan ruang angkasa adalah hukum adat, asalkan tidak bertentangan
dengan kepentingan nasional Negara, berdasarkan dasar tersebut kesatuan
bangsa, dengan sosialisme Indonesia dan dengan peraturan perundang-undangan
lainnya, dengan tetap memperhatikan unsur-unsur berdasarkan hukum agama.
Dalam penelitian ini, terdapat 4 (empat) teori yang menjadi alat untuk
menganalisis bagaimana hubungan hukum antara subyek hukum penguasaan atas
tanah timbul oleh masyarakat dalam perspektif hukum agraria nasional tersebut,
yaitu: teori hukum Alam (lex naturalis), teori Utilitarian, konsep pluralisme
hukum (legal Pluralism), dan teori hukum sebagai suatu sistem (the legal system).
Berdasarkan teori hukum Alam, penguasaan tanah oleh masyarakat dapat
dilakukan pada wilayah yang tidak bertuan (tanah kosong), sedangkan menurut
teori Utilitarian, manusia akan bertindak untuk mendapatkan kebahagiaan yang
sebesar-besarnya dan mengurangi penderitaannya, atau terhadap peraturan yang
dibuat harus dapat memberikan kebahagiaan yang sebesar-besarnya bagi
sejumlah individu dalam masyarakat (the greatest happiness for the greatest
number).
Sumber daya alam baru seperti pulau lumpur (Mud Island) yang disebut sebagai
tanah timbul, merupakan sumber daya alam baru yang secara ekonomis potensial
untuk pertanian dan usaha pertanian tambak bahkan kegiatan industri yang dapat
menimbulkan penguasaan dan pemilikan atas tanah timbul tersebut.
Tanah timbul adalah tanah yang muncul di perairan, seperti sungai, danau, atau
laut. Tanah ini dapat muncul akibat sedimentasi atau pengendapan material
seperti pasir, lumpur, atau kerikil. Dalam konteks hukum, tanah timbul dapat
memiliki beberapa dampak yang perlu diperhatikan.
Tanah timbul dapat memiliki beberapa dampak hukum yang perlu diperhatikan.
Berikut adalah beberapa jenis dampak hukum yang mungkin terjadi:
Hak atas tanah timbul dapat diselesaikan dengan kesepakatan dengan pemerintah
bersama dewan adat untuk diterbitkan SK yang dikeluarkan oleh pemerintah
setempat. Jika tanah adat tersebut benar milik masyarakat adat, maka masyarakat
adat harus mengurus sertifikat tanah tersebut ke kantor Badan Pertanahan
Nasional untuk diterbitkan setifikat hak ulayat.Hak atas tanah:
Hak milik
Hak Pakai
Hak lainnya
Dadat di Bali status hukum tanah timbul di berbagai pesisir pantai adalah
merupakan tanah komunal (hak ulayat) yang dikuasai oleh masyarakat adat
setempat. Secara historis faktual masyarakat setempat telah menguasai dari jaman
dahulu untuk berbagai kepentingan adat dan keagamaan mereka.
Kedua, pemerintah daerah sekarang harus menadikan masalah tanah timbul dan
kekayaan agraria sebagai salah satu is strategis yang diprioritaskan penataannya.
Ketiga, dalam perspektif pluralisme hukum, yaitu dengan adanya lebih dari satu
tertib hukum yang berlaku di Indonesia, dengan legal pluralism (kemajemukan
hukum) dan strong legal pluralism (hukum yang lebih dominan) dapat mencegah
kompetisi antara sistem hukum negara dan sistem hukum adat.
b. Tanah Timbul (aanslibbing) merupakan sumber daya alam baru yang secara
ekonomis potensial untuk pertanian dan usaha pertanian tambak bahkan kegiatan
industri yang dapat menimbulkan penguasaan dan pemilikan atas Tanah Timbul.
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) sebagai peraturan dasar, hanya
mengatur asas-asas atau masalah-masalah pokok dalam garis besarnya. Tujuan
dari penulisan ini untuk mengetahui pengakuan, perlindungan dan kepastian
hukum terhadap penguasaan atas Tanah Timbul oleh masyarakat adat dalam
perspektif hukum agraria nasional. Hasil Penelitian tesis ini adalah yang
berwenang untuk menguasai tanah timbul (aanslibbing) yaitu tanah tersebut
dimiliki oleh masyaratak adat setempat. Dan bentuk penyelesaian sengketa atas
tanah timbul (aanslibbing) adalah Kesepakatan dengan Pemerintah bersama
dewan adat untuk diterbitkan SK yang dikeluarkan oleh Pemerintah setempat
kalau tanah adat tersebut benar milik masyarakat adat maka masyarakat adat
harus mengurus Sertifikat tanah tersebut ke kantor Badan Pertanahan Nasional
untuk diterbitkan setifikat hak ulayat.
c. Dalam kenyataannya beberapa kasus sengketa tanah timbul yang ada dan terus
terjadi di Bali sampai sat ini justru menunjukkan adanya kompetisi antara UPA
sebagai hukum negara (state law) di satu sisi dan hukum adat sebagai hukum
rakyat (folks law) di sisi lain, yaitu adanya marginalisasi terhadap pengakuan dan
perlindungan hak ulayat sebagai hak adat di dalam penguasaan tanah timbul di
wilayah pesisir pantai.
Tetapi, sampai sekarang belum tampak ada benang merahnya untuk adanya
peraturan yang mengatur tentang penguasaan tanah timbul.
Konsep penvelesaian sengketa dengan pendekatan hukum yang bersifat normatif,
dengan teori hukum normatif dari Roscoe Pound yang menyatakan bahwa hukum
dapat digunakan sebagai alat rekayasa sosial (social engineering).
Pandangan yang disebut terakhir ini menjadi penting ketika ada perselisihan
keluarga, tanah, lingkungan
e. Peran Pemerintah Daerah dalam Penyelesaian Konflik Agraria Antara PT. PP.
London Sumatra dengan Masyarakat di Kabupaten Bulukumba Dalam konteks
Pemerintahan Daerah, selain Bupati dan Wakil Bupati yang memiliki tanggung
jawab secara keseluruhan terkait segala permasalahan yang ada di daerah,
terdapat pula Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang telah dibentuk dan
memiliki peran serta tanggung jawab secara langsung untuk menyelenggarakan
urusan pemerintahan daerah di bidang tertentu. Termasuk urusan agraria atau
pertanahan yang dalam konteks Kabupaten Bulukumba menjadi tugas dan fungsi
Pemerintah Daerah Kabupaten Bulukumba khususnya Dinas Perumahan,
Pemukiman dan Pertanahan Kabupaten Bulukumba. Sesuai dengan Peraturan
Bupati Kabupaten Bulukumba Nomor 77 Tahun 2016 tentang Kedudukan, Tugas
dan Fungsi Susunan Organisasi dan Tata Kerja Dinas Perumahan, Pemukiman
dan Pertanahan Kabupaten Bulukumba yang menyebutkan salah satu tugas dan
fungsi di bidang pertanahan untuk menyelesaikan sengketa atau permasalahan
tanah aset daerah dan tanah Garapan.
Pada April 2009, para tergugat melakukan pekerjaan pembangunan rumah tinggal
di atas tanah penggugat. Tindakan para tergugat menyebabkan pembongkaran
1unit rumah semi permanen milik penggugat yang menyebabkan kerugian
penggugat sebesar Rp25 juta.
Selain itu, tanah hanya pinjam pakai dan surat tanah dinyatakan direkayasa, sebab
berdasarkan bukti, surat keterangan pelepasan hak atas tanah tertanggal 1 Agustus
1989 yang diajukan termohon kasasi/penggugat keliru. Isi dari surat pelepasan
adat tersebut cacat hukum karena tanda tangan pemohon kasasi II dipalsukan oleh
termohon kasasi/penggugat. Pelepasan hak harus dibatalkan karena hak mutlak
keluarga Tanawani
VI. KESIMPULAN
Permasalahan yang terjadi timbul karena adanya konflik antara masyarakat dan
pengusaha mengenai kepemilikan tanah timbul sehingga, membuat hukum
pertanahan berkurang dan tidak berjalan dengan baik di Bali.
Sengketa kepemilikan penguasaan tanah ulayat yang terjadi di pesisir bali pun
juga terjadi karena tidak ada kepastian hukum terkait kepemilikan hak atas tanah
timbul tersebut.