Anda di halaman 1dari 23

Pertemuan 4

Baitul Maal & Organisasi


Pengelola Zakat

Aziz Budi Setiawan


Sekolah Tinggi Ekonomi Islam SEBI
Sejarah Baitul Maal (1)
• Baitul Mal berasal dari kata bayt dalam bahasa Arab yang berarti rumah, dan al-mal
yang berarti harta. Secara etimologis, baitul mal berarti khazinatul mal tempat untuk
mengumpulkan atau menyimpan harta[1]. Adapun secara terminologis, Baitul Mal
adalah suatu lembaga atau pihak yang mempunyai tugas khusus menangani segala
harta umat, baik berupa pendapatan maupun pengeluaran negara[2].
• Baitul Mal juga dapat diartikan secara fisik sebagai tempat (al-makan) untuk
menyimpan dan mengelola segala macam harta yang menjadi pendapatan negara[3].
• Baitul Mal sudah ada sejak masa Rasulullah saw, yaitu ketika kaum muslimin
mendapatkan ghanimah pada perang Badar[4].
• Pada masa Rasulullah saw[5], Baitul Mal lebih mempunyai pengertian sebagai pihak
yang menangani setiap harta benda kaum muslimin, baik berupa pendapatan
maupun pengeluaran. Saat itu, Baitul Mal belum mempunyai tempat khusus untuk
menyimpan harta, karena saat itu harta yang diperoleh kaum muslimin belum begitu
banyak. Kalaupun ada, harta yang diperoleh hampir selau habis dibagi-bagikan
kepada kaum muslimin serta dibelanjakan untuk pemeliharaan urusan mereka.
• Pada umumnya, Rasulullah saw membagi-bagikan harta pada hari diperolehnya harta
itu. Hasan bin Muhammad menyatakan, Rasulullah saw tidak pernah menyimpan
harta baik siang maupun malamnya. Dengan kata lain, jika harta itu datang pagi-pagi,
akan segera dibagi sebelum tengah hari tiba. Demikian juga jika harta itu datang
siang hari, akan segera dibagi sebelum malam hari tiba. Oleh karena itu, saat itu
belum ada atau belum banyak harta tersimpan yang mengharuskan adanya tempat
atau arsip tertentu bagi pengelolaannya. [6]
• [1] Kamus Al-Munjid, hal : 55, Beirut
• [2] Abdul Qadim Zallum (1988), hal : 4, Al-Amwal fi Dawlah al-Khilafah, Penerbit Darul ilmi lil Malayin, Beirut
• [3] ibid
• [4] an-Nabhani, Ad-Daulah al-Islamiyyah, Darul Bayariq tt
• [5] Sigit Purnawan Jati, hal : 38, Al-Waie No. 11 Tahun I, Penerbit Syabab Hizbut Tahrir
• [6] Abdul Qadim Zallum, hal : 6. op.cit.

Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 2
Sejarah Baitul Maal (2)
• Ketika Abu Bakar menjadi khalifah, hal itu masih berlangsung pada tahun
pertama kekhilafahannya. Jika datang harta kepadanya dari wilayah, Abu
Bakar membawa harta itu ke Masjid Nabawi dan membagi-bagikannya
kepada orang-orang yang berhak menerimanya. Untuk urusan ini, Khalifah
Abu Bakar telah mewakilkannya kepada Abu ‘Ubaydah bin Jarrah saat Abu
Bakar dibaiat sebagai khalifah (Dahlan, 1999).
• Kemudian pada tahun kedua pemerintahannya, Abu Bakar merintis embrio
Baitul Mal dalam arti yang lebih luas. Baitul Mal bukan sekedar pihak yang
menangani harta umat, namun juga suatu tempat untuk menyimpan harta
negara. Abu Bakar menyiapkan tempat khusus di rumahnya berupa karung
atau kantung (ghirarah) untuk menyimpan harta yang dikirimkan ke
Madinah. Hal ini berlangsung sampai wafatnya beliau pada tahun 13H
(634M) (Dahlan, 1999).
• Setelah Abu Bakar wafat dan Umar bin Khaththab menjadi khalifah, beliau
mengumpulkan para bendaharawan kemudian masuk ke rumah Abu Bakar
dan membuka Baitul Mal. Ternyata Umar hanya mendapatkan satu dinar
saja, yang terjatuh dari kantungnya (Zallum, 1988).
• Setelah berbagai penaklukan pada masa Khalifah Umar dan kaum
muslimin berhasil menaklukan Persia dan Romawi, semakin banyaklah
harta yang mengalir ke kota Madinah. Khalifah Umar membangun sebuah
rumah khusus untuk menyimpan harta, membentuk kantor, mengangkat
para penulisnya, menetapkan gaji-gaji dari harta Baitul Mal, serta
membangun angkatan perang. Terkadang beliau menyimpan seperlima
bagian dari harta ghanimah di masjid dan segera membagi-bagikannya.[1]
• [1] Ibnu Sa’ad, Ath-Thabaqat, jld III/216 dan ath-Thabari, Tarikh al Umam wal Mulk, jld V/22

Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 3
Sejarah Baitul Maal (3)
• Kondisi tersebut juga terjadi masa Khalifah Utsman bin Affan. Akan tetapi karena pengaruh
yang besar dari keluarga dan kerabatnya, tindakan Utsman banyak mendapatkan protes dari
umat dalam pengelolaan Baitul Mal.[2]
• Pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib kondisi Baitul Mal direkonstruksi pada posisi
sebelumnya. Ketika Berkobar perang antara Ali bin Abi Thalib dan Muawiyah bin Abi Sofyan,
pejabat di sekitar Ali menyarankan agar mengambil dana Baitul Mal sebagai hadiah bagi
orang yang membantunya. Ali sangat marah dan berkata, Apakah kalian memerintahkan aku
untuk mencari kemenangan dengan kezaliman ? Demi Allah, aku tidak akan melakukannnya
selama matahari masih terbit dan selama masih ada bintang di langit. (Dahlan, 1999)
• Ketika masa Khilafah Umawiyah, kondisi Baitul mal yang sebelumnya dikelola dengan penuh
kehati-hatian, menjadi sepenuhnya di bawah kekuasaan khalifah tanpa dapat dipertanyakan
atau dikritik oleh rakyat[3].
• Ketika masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz (717-720 M), baitul mal dibersihkan dari
pemasukan harta yang tidak halal dan mendistribusikannya kepada yang berhak
menerimanya[4].
• Tetapi kondisi baitul Mal yang baik tersebut kemudian diruntuhkan persendiannya pasca
Khalifah Umar bin Abdul Aziz sampai masa kekhilafahan Abbasiyah. Imam Abu Hanifah
mengecam[5] tindakan Khalifah Abu Ja’far al-Manshur (754-775M) yang dipandang berbuat
zalim dan curang dalam pengelolaan baitul Mal dengan memberikan hadiah kepada banyak
orang yang dekat dengannya.
• Terlepas dari berbagai penyimpangan yang terjadi, baitu Mal harus diakui telah tampil
sepanjang sejarah Islam hingga runtuhnya khilafah Utsmaniyah di Turki (1924) sebagai
lembaga negara yang banyak berjasa bagi perkembangan peradaban Islam dan penciptaan
kesejahteraan bagi umat[6].

• [2] Ibnu Sa’ad, Ath-Thabaqat, jld III/216 dan ath-Thabari, Tarikh al Umam wal Mulk, jld V/22
• [3] Al-Maududi dalam Dahlan (1999)
• [4] Ibu Sa’ad, op.cit, jld III/330 dan As-Suyuthi, Tarikh al-Khulafa’, hal : 282
• [5] Sigit Purnawan Jati, op.cit, hal : 40
• [6] ibid

Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 4
Keuangan Publik Modern
• Rasulullah adalah kepala negara pertama yang memperkenalkan konsep
baru dibidang keuangan negara diabad ketujuh yaitu semua hasil
pendapatan negara dikumpulkan terlibih dahulu dan kemudian dikeluarkan
sesuai dengan kebutuhan negara. Hasil pengumpulan itu adalah milik
negara dan bukan milik individu. Tempat pengumpulan itu disebut baitul
maal. Semasa Rasulullah masih hidup, masjid Nabawi digunakan kantor
pusat negara sekaligus menjadi tempat tinggalnya dan baitul maal terletak
disitu. Pada perkembangan selanjutnya institusi ini memainkan peran aktif
dalam bidang keuangan dan administrasi pada awal periode Islam
terutama pada masa kepemimpinan Khulafaur Rasyidin.1) Perbandingan
sederhana bisa kita lihat dengan Edward sang penakhluk (1022-1066) yang
menyimpan hartanya di sebuah kotak dikamar tidurnya sampai dia
meninggal. Pada masa kekuasaan Henry I (1068-1135) sudah dibuat kantor
pemerintahan modern bagi bendahara raja dan pada masa Henry II (1133-
1189) bendahara raja sudah memiliki rumah sendiri di Wetminister. Jika
gelar Chamberlain (Bendaharawan Negara), berasal dari bendahara raja,
maka ini asalnya dari kata king’s chaber (ruang tidur raja) kondisi ini
terjadi di Inggris, yang ketika itu disebut sebagai pemerintahan terbaik dan
negara yang paling tertib diseluruh Eropa Barat.2)

• 1) M.A. Sabzwari, Sistem Ekonomi dan Fsikal pada Masa Pemerintahan Nabi Muhammad s.a.w.
dalam Adiwarman A. Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, IIIT, Jakarta, 2001, hal. 36-38.
• 2) Touf, T.F. The English Civil Service in the Fourtheen Century, Vol. III; dicetak ulang bagi
pembaca Birokrasi. Columbia University, The Free press, Glencoe, III inos, 1952, P.79. dikutip
dikutip M.A. Sabzwari, Op.Cit, hal. 37.

Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 5
APBN Masa Rasulullah
Sumber-sumber pendapatan pada masa Rasulullah :
Dari kaum muslim Dari kaum nonmuslim Umum
1. Zakat 1. Jizyah 1. Ghanimah
2. Ushr (5-10%) 2. Kharaj 2. Fa’i
3. ushr (2,5 %) 3. Ushr (5%) 3. Uang tebusan
4. Zakat fitrah 4. Pinjaman dari kaum
5. Wakaf nonmuslim
6. Amwal Fadila 5. Hadiah dari pemimpin
7. Nawaib atau pemerintah
8. Shadaqoh yang lain a. Primer negara lain
9. Khumus b. sekunder

Pengeluaran Negara
Primer Sekunder
 Biaya pertahanan, seperti : persenjataan,  Bantuan untuk orang yang belajar agama di Madinah.
unta, kuda, dan persediaan.  Hiburan untuk para delegasi keagamaan.
 Penyaluran zakat dan ushr kepada yang  Hiburan untuk para utusan suku dan negara serta biaya
berhak menerimanya menurut ketentuan perjalanan mereka. Pengeluaran untuk duta-duta negara
Al Quran  Hadiah untuk pemerintah negara lain
 Pembayaran gaji untuk wali, qadi, guru,  Pembayaran untuk pembebasan kaum muslimin yang
imam, muadzin, dan pejabat negara lain. menjadi budak.
 Pembayaran upah para sukarelawan.  Pembayaran denda atas mereka yang terbunuh secara
 Pembayaran utang negara. tidak sengaja oleh pasukan Muslim
 Bantuan untuk musafir.  Pembayaran utang orang yang meninggal dalam
keadaan miskin
 Tunjungan untuk sanak bersaudara Rasulullah
 Pengeluaran rumah tangga Rasulullah (hanya sejumlah
kecil; 80 butir kurma dan 80 butir gandum untuk setiap
istrinya)
 Persediaan darurat (sebagian dari pendapatan pada
Perang Khaibar).

Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 6
Kebijakan Baitul Maal Khalifah Umar (1)

• Pada masa pemerintahan Umar bin Khathab yang berlangsung selama


sepuluh tahun (12-22 H/634-644 M) banyak melakukan perluasan wilayah
sehingga wilayah Islam meliputi Jazirah Arab, sebagian wilayah Romawi
(Syria, Palestina, dan Mesir), serta seluruh wilayah Persia, termasuk
didalamnya Irak.[1] Karena perluasan daerah terjadi dengan cepat Umar
bin Khathab segera merubah sistem administrasi negara dengan
mencontoh Persia. Administrasi pemerintah dibagi menjadi delapan
provinsi: Mekah, Madinah, Syiria, Jazirah, Basrah, Kufah, Palestina dan
Mesir.[2] Perubahan ini dilakukan Umar atas saran dari Homozan, seorang
tahanan Persia yang kemudian masuk Islam dan menetap di Madinah.
Dialah yang telah memberikan penjelasan kepada Umar tentang sistem
Administrasi yang telah dipraktikan dengan baik oleh raja Sasanian.[3]
• Dalam rangka menjaga dan mengelola pendapatan negara, Khalifah Umar
telah melakukan banyak kebijakan penting. Kebijakan tersebut ditujukan
untuk mengoptimalkan pendapatan negara tetapi tetap mendorong agar
tidk menyebabkan kelesuan ekonomi, bahkan semakin meningkatkan
pertumbuhan ekonomi. Selain itu juga diterapkan sistem pengelolaan yang
transparan dan akuntabel sebagai bentuk tangungjawab yang besar dari
pemerintah. Beberapa kebijakan penting khalifah Umar berkaitan dengan
pendapatan negara tersebut dijelaskan pada bagian berikut.

• [1] Sabzwari, M. A., 1985. ”Economic and Fiscal During Khilafat E-Rashida”, Karachi: Journal of
Islamic Banking and Finance, Vol.2, No.4, hal.49-66. dalam Karim, Adiwarman A., 2006. Sejarah
Pemikiran Ekonomi Islam, Edisi ketiga, Jakarta: Rajawali Press. hal. 58.
• [2] Yatim, Badri, 1994. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: RajaGrafindo Persada, hal. 37.
• [3] As-Sadr, Kadim, 1989. dalam Karim, 2006. Op., Cit., hal. 100.

Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 7
Kebijakan Baitul Maal Khalifah Umar (2)
• Pada masa pemerintahan Khalifah Umar, pendapatan negara mengalami peningkatan yang sangat besar.
Oleh karenanya, hal ini kemudian mendapatkan perhatian yang serius agar pengelolaan dan
pemanfaatannya dapat dijalankan secara benar, efektif dan efisien. Setelah melakukan syuro
(musyawarah) dengan para sahabat terkemuka, Khalifah Umar mengambil keputusan untuk tidak
menghabiskan harta Baitul Mal sekaligus, tetapi dikeluarkan sesuai prioritas kebutuhan belanja negara,
bahkan sebagian dana juga dicadangkan. Baitul Mal yang telah didirikan pada masa Nabi dan telah
dilanjutkan oleh Abu Bakar, kemudian dikembangkan oleh sistem dan fungsinya pada masa
pemerintahan Umar bin Khathab sehingga menjadi lembaga yang bersifat permanen dan berfungsi
secara reguler. Pembangunan dan pembenahan institusi Baitul Mal dengan sistem administrasi yang
tertata rapi dan baik merupakan kontibusi terbesar yang diberikan oleh Khalifah Umar bin Khathab
kepada dunia Islam dan kaum Muslimin.[1]
• Selain itu Baitul Mal lokal juga didirikan diberbagai distrik dan provinsi. Sehingga dalam masa khalifah
Umar, sistem administrasi lebih berkembang dan negara memiliki Batiul Mal pusat dan lokal.[2]
Bangunan Baitul Mal pusat didirikan pertama masa Umar pada tahun 16 H (638 M) berada di Ibu Kota
Negara, Madinah dan Baitul Mal lokal kemudian juga didirkan di masing-masing Ibu Kota Provinsi. Untuk
mengelola lembaga tersebut Khalifah Umar mengangkat Abdullah bin Irqam sebagai bendahara negara
bersama dengan Abdurrahman bin Ubaid al-Qari dan Muayqab sebagai wakilnya.[3]
• Dalam catatan sejarah, pembenahan sistem manajemen Baitul Mal tersebut dilatar-belakangi oleh
besarnya setoran pajak al-kharaj oleh Abu Hurairah, Gubernur Bahrain yang mencapai 500.000 dirham
tahun 16 H. Selain itu, setelah penakhlukan Syiria, Irak dan Mesir pendapatan Baitul Mal meningkat
signifikan, dimana kharaj dari Irak mencapai 100 juta dinar dan dari Mesir 2 juta dinar. Hal inilah yang
kemudian mendorong Khalifah Umar untuk melakukan syuro dengan para sahabat terkemuka sehingga
mendapatkan keputusan untuk tidak mendistribusikan penerimaan tersebut, tetapi dijadikan sebagai
cadangan untuk keperluan darurat, pembayaran gaji bagi tentara maupun berbagai kebutuhan umat
lainnya.[4] Bahkan ketika ibu kota Persia, Cteshipon dikuasai oleh pasukan Sa’ad bin Abi Waqqash
tahun 637 M, harta yang diperoleh diperkirakan mencapai 5 milyar dirham. Dimana seperlima harta yang
dikirm ke Madinah meliputi segala macam permata yakut, zamrud, berlian, emas, dan perak. Demikian
juga ketika ‘Amr bin Ash menguasi mesir melalui perjanjian Iskandariah, ia memberikan laporan kepada
Khalifah Umar telah mendapatkan 4.000 vila, 4.000 pemandian, 40.000 pajak dari orang Yahudi, dan 400
tempat hiburan para bangsawan. Selain itu dalam perjanjian damai tersebut disepakati adanya
pembayaran jizyah bagi setiap laki-laki sebesar 2 dinar, dan setelah dihitung mereka yang terkena
kewajiban untuk membayar kharaj ini mencapai 600.000 orang.[5]
• [1] Sabzwari, 1985. dalam Karim, 2006. Ibid., hal. 59. bandingkan dengan Haikal, 2003. Op., Cit., hal. 673.
• [2] As-Sadr, 1989. dalam Karim, 2006. Ibid. hal. 101.
• [3] Sabzwari, 1985. dalam Karim, 2006. Ibid, hal. 60.
• [4] Sabzwari, 1985. dalamKarim, 2006. Ibid, hal. 60.
• [5] Terdapat dalam at-Thabari, jilid I, hal. 2436; Ibnu Atsir, al-Kamil fi al-Tarikh, jilid II, hal 400; dan Ibnu Abdul al-Hakam, hal.82. sebagaimana dikutip oleh Philip K. Hitti, 2006. History of The Arabs;
From Earlies Times to the Present, Edisi terj., Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, hal. 195 & 204. Lebih rinci tentang banyaknya kekayaan dari penakhlukan istana Persia dan wilayah Mesir ini
dijelaskan secara menarik oleh Haikal, 2003. Op., Cit., hal. 236-240 dan 589-596.
Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 8
Bukti Kemakmuran Masa Khalifah Umar

Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 9
APBN Perspektif Islam
PENDAPATAN PENGELUARAN

A. ZAKAT A. POS PENGELUARAN ZAKAT


1. Zakat Uang dan Perdagangan 1. Fakir
2. Zakat Pertanian & Buah- buahan 2. Miskin
3. Zakat Ternak 3. Amil Zakat
4. Muallaf
5. Budak
6. Gharim
7. Fi Sabilillah
8. Ibnu Sabil

B. FA'I & KHARAJ B.POS PENGELUARAN SELAIN ZAKAT


1. Ghanimah 1. Angkatan Bersenjata & keluarganya
a. Ghanimah 2. Logistik dan Perlengkapan Perang
b. Anfal 3. Industri militer & penunjangnya
c. Khumus 4. Anak Yatim
2. Kharaj 5. Fakir-Miskin
3. Jizyah 6. Ibnu Sabil
4. Fa'i 7. Gaji Pegawai, Hakim, guru dan
a. Fa'i pelayan masyarakat untuk
b. As-Shawafi kemaslahatan umat
c. Usyur 8. Santunan Bencana Alam
d. Usyur 9. Pembiayaan untuk Kemaslahatan
e. Rikaz dan kemanfaatan umat :
(Jalan umum, sekolah, universitas, dll)
C. HAK MILIK UMUM
1. Minyak dan Gas
2. Listrik
3. Pertambangan
4. Laut, Sungai, perairan & mata air
5. Tempat-tempat khusus
D. HAK MILIK NEGARA
padang pasir, gunung, pantai,
1. tanah mati yang tidak dimiliki
individu.
2. Al-Bathaih
3. As Shawafi
E. Sumber-Sumber Lain
1. Harta sitaan karena tidak sah
2. Sisa Pembagian Waris
3. Harta orang Murtad
4. Pajak (dharibah)

Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 10
Jenis Pungutan Negara Modern vs Islam
Negara Modern Negara Muslim (Potensi).
Jenis pungutan Pengertian Jenis Pungutan Pengertian
Pajak Penghasilan Pungutan atas penghasilan Zakat atas Pungutan negara terhadap kaum muslim dan
Perseorangan perseorangan. penghasilan individu berimplikasi ibadah/religius, atas penghasilan dari
usaha individual.
Pajak Pengahsilan Badan Pungutan atas pendapatan Zakat atas perubahan Pungutan atas usaha kaum muslim seperti pertanian,
perusahaan modal lembaga bisnis perdagangan, dan industri, serta berimplikasi ibadah.
Pajak penjualan Pungutan atas Usyur Cukai/pungutan atas berbagai barang dagangan
pembelian/konsumsi suatu jenis sebagai retaliasi, jika barang dari negara muslim
barang tidak dipajaki, maka pajak penjualan tidak dikenal.
Pajak kekayaan Pungutan atas tanah, Zakat atas harta Pungutan karena seseorang menyimpan harta
bangunan, dan isi bangunan (emas, perak, rumah, ternak, surat berharga dsb),
berkait dengan ibadah.
Retribusi, pajak daerah, Kharaj Pungutan atas penggunaan tanah/aset negara,
pajak atas layanan seperti kompensasi hutan, pertanian, dan
pemerintah langsung, sebagainya.
regulasi pemerintah
Jizyah Pungutan negara atas penduduk non muslim,
sebagai penyeimbang kewajiban muslim yang terkait
kewajiban religius.
Pajak tambahan Kewajiban tambahan jika kewajiban zakat yang
terkait kewajiban religius tersebut ternyata tidak
cukup, atau jika terdapat barang dan jasa yang harus
diadakan oleh negara di luar ketentuan yang dapat
dibiayai oleh zakat.

Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 11
PENGERTIAN OPZ

• “Institusi yang bergerak dalam


pengelolaan dana zakat, infak, dan
shadaqah”
• “Kegiatan perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan, dan
pengawasan terhadap pengumpulan,
pendistribusian, dan pendayagunaan dana
zakat” (UU No. 38/1999)

Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 12
Dasar Hukum
• UU No. 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat
• Keputusan Menteri Agama RI No. 373
Tahun 2003 tentang Pelaksanaan UU No.
38/1999
• Keputusan Dirjen Bimbingan Masyarakat
Islam dan Urusan Haji No. D/291 Tahun
2000 tentang Pedoman Teknis
Pengelolaan Zakat

Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 13
Karakteristik
• Sumber dana utama dari ZISWaf
• Tidak mengharapkan keuntungan
• Kepemilikan OPZ bukan milik pendiri tapi
milik umat
• Terikat dengan prinsip syariah
• Memiliki Dewan Pengawas Syariah

Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 14
Jenis Dana OPZ

• Dana Zakat
• Dana Infak, Shadaqah
• Dana Wakaf
• Dana Pengelola
Dana hak amil yang digunakan untuk membiayai
operasional lembaga. Dana ini dapat bersumber
dari:
• Hak Amil dari Dana Zakat
• Bagian tertentu dari Infak Shadaqah
• Sumber lain yang tidak bertentangan dengan
syariat

Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 15
JENIS OPZ di Indonesia……1
Badan Amil Zakat
• Pengertian
Organisasi Pengelolaan Zakat yang dibentuk oleh
Pemerintah.
• Tingkatan

BAZNAS

BAZDA PROPINSI
Hubungan kerja antar tingkatan
bersifat koordinatif, konsultatif
dan informatif.
BAZDA KABUPATEN/KOTA

BAZDA KECAMATAN

Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 16
• Struktur Organisasi BAZNAS
– Dewan Pertimbangan
Fungsi: memberikan pertimbangan fatwa, saran,
rekomendasi tentang pengembangan hukum dan
pemahaman mengenai pengelolaan zakat
– Komisi Pengawas
Fungsi: melaksanakan pengawasan internal atas
operasional kegiatan yang dilaksanakan Badan Pelaksana
– Badan Pelaksana
Fungsi: melaksanakan kebijakan BAZ dalam program
pengmpulan, penyaluran, dan pendayagunaan zakat.

Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 17
• Kewajiban BAZNAS
– Melaksanakan Program Kerja
– Menyusunan Laporan Tahunan termasuk Laporan Keuangan
– Mempubliaksikan LK Tahunan yang telah diaudit Akuntan Publik
atau Pengawas Pemerintah yang berwenang melalui media masa
sesuai dengan tingkatannya selambat-lambatnya 6 bulan setelah
tahun buku berakhir
– Menyerahkan LK Tahunan tersebut kepada Pemerintah dan DPR
sesuai tingkatan
– Mengutamakan pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat
yang diperoleh di daerah masing-masing sesuai tingkatan
• Sanksi
– Peringatan tertulis
– Peninjauan ulang BAZ

Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 18
JENIS OPZ di Indonesia……2
Lembaga Amil Zakat
• Pengertian
Organisasi Pengelolaan Zakat yang sepenuhnya dibentuk
oleh masyarakat dan dikukuhkan oleh Pemerintah.
• Tingkatan
– Nasional dikukuhkan oleh Menteri Agama
– Propinsi dikukuhkan oleh Gubernur atas usul Kepala
kanwil Depag
– Kabupaten atau Kota dikukuhkan oleh Bupati/Walikota
atas usul Kepala Kantor Depag Kabupaten/Kota
– Kecamatan dikukuhkan oleh Camat atas usul Kepala KUA
Kecamatan

Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 19
• Persyaratan Mendirikan LAZ
– Akta Pendirian Berbadan Hukum
– Data Muzakki dan Mustahik
– Daftar Susunan Pengurus
– Rencana Program Kerja Jangka Pendek,
Menengah, dan Panjang
– Neraca atau Lap. Posisi Keuangan
– Surat Pernyataan bersedia untuk diaudit

Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 20
• Kewajiban LAZ
– Melaksanakan Program Kerja
– Menyusunan Laporan Tahunan termasuk Laporan Keuangan
– Mempubliaksikan LK Tahunan yang telah diaudit Akuntan Publik
atau Pengawas Pemerintah yang berwenang melalui media masa
sesuai dengan tingkatannya selambat-lambatnya 6 bulan setelah
tahun buku berakhir
– Menyerahkan LK Tahunan tersebut kepada Pemerintah
– Mengutamakan pendistribusian dan pendayagunaan dana zakat
yang diperoleh di daerah masing-masing sesuai tingkatan
• Sanksi
– Hilangnya Hak pembinaan, perlindungan dan pelayanan dari
Pemerintah
– Tidak diakui bukti setoran zakat yang dikeluarkannya sebagai
pengurang pajak
– Tidak dapat melakukan pengumpulan dana zakat

Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 21
Bahan Diskusi
• Apakah sistem pengelolaan dengan BAZ dan LAZ
sudah ideal ? Mengapa, coba analisis kekurangan
dan kelebihannya.
• Setelah konferensi zakat asia, mengemuka
wacana agar dibentuk kementerian zakat.
Bagaimana pendapat anda ? Perhatikan faktor
birokrasi negara yang korup dan faktor lainnya,
tidakkah zakat juga akan dikorupsi sebagaimana
kasus dana haji Depag.

Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 22
Wallahu’alam bishawab
Jazakumullah Khoiron Katsiraa

Mankiw et al. Principles of Microeconomics, 2nd Canadian Edition Chapter 14: Page 23

Anda mungkin juga menyukai