Anda di halaman 1dari 51

Pemeriksaan

Kualitas Sediaan
Steril
- Ulya Safrina, S.Farm, M.Sc, Apt -
Pemastian Mutu Produk Steril

1. Bahan baku, intermediate (antara), produk akhir


2. Proses produksi : teknik aseptis, sterilisasi akhir
3. Equipments
4. Quality control
5. Enviroment : monitoring, validasi
6. Personil : keahlian (skill), pelatihan (training)
7. Dokumentasi : kelengkapan, arsip
8. Sales : monitoring, evaluasi
Sistem dan dokumen
yang berkualitas,
6 Sistem Kontrol
petugas yang pandai
dan memiliki
kemampuan Kualitas (FDA)
Fasilitas dan
Laboratorium Quality
perlengkapan yang
Control yang baik
terkontrol baik

Sistem packaging Material yang


yang baik bermutu

Sistem produksi yang


bermutu
Pemeriksaan yang dilakukan pada sediaan steril
sebelum dikemas

Pemeriksaan
Pemeriksaan Pemeriksaan Pemeriksaan
kejernihan &
kebocoran sterilitas pirogen
warna

Pemeriksaan
Pemeriksaan Penentuan
volume dan
Identitas hasil
berat
Jumlah Sampel
Untuk Pengujian
Jumlah Produksi Jumlah Sampel Jumlah Sampel (max) yang
diperbolehkan rusak
151 – 280 32 1

281 – 500 50 2

510 – 1.200 80 3

1.201 – 3.200 125 5

3.201 – 10.000 200 7

10.001 – 35.000 315 10

35.000 – 150.000 5001 14


Uji Kebocoran (Evaluasi Fisika)
1. Tujuan : Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta
kestabilan sediaan.
2. Tidak memenuhi syarat jika ampul retak atau rusak
3. Prosedur :
a) mencelupkan ampul dalam larutan berwarna (metilen blue 0,5 – 1,0 %) bila bocor akan ada
warna yang masuk ke dalam ampul.
b) Uji lebih efektif dg mencelupkan ampul dalam lar. Warna sambil disterilkan dalam autoklaf
pada suhu 115C selama 30 menit.
c) Untuk cairan yang berwarna (b) lakukan dengan posisi terbalik, wadah takaran tunggal
ditempatkan diatas kertas saring atau kapas. Jika terjadi kebocoran maka kertas saring atau
kapas akan basah.

Hasil : Sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi biru (prosedur a) dan
kertas saring atau kapas tidak basah (prosedur c)
Uji Kejernihan & Warna (Evaluasi Fisika)

1. Tujuan : untuk memastikan bahwa setiap larutan obat suntik jernih


dan bebas pengotor
2. Prosedur : wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan
menyinari wadah dari samping dengan latar belakang hitam untuk
menyelidiki pengotor berwarna putih dan latar belakang putih untuk
menyelidiki pengotor berwarna

Hasil : Sediaan memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor dalam larutan
Uji Zat Aktif (Evaluasi Kimia)

1. Tujuan : untuk mengetahui kadar zat aktif


2. Prosedur evaluasi kimia harus mengacu terlebih dahulu pada data monografi sediaan
(dibuku Farmakope Indonesia atau buku kompendial lain)  identifikasi atau
penetapan kadar
Uji Volume dan Berat (Evaluasi Fisika)

1. Tujuan : untuk memastikan keseragaman volume dan bobot sediaan sesuai


yang dipersyaratkan
2. Prosedur Uji Volume : Uji dengan alat ukur volume  Volume larutan harus
sedikit > dari volume yang ditetapkan.
3. Prosedur Uji Bobot :
Hilangkan etiket 10 wadah  Cuci bagian luar wadah dengan air, keringkan pada
suhu 105C  Timbang satu per satu dalam keadaan terbuka; Keluarkan isi wadah, cuci
dengan air, lalu dengan etanol 95% Keringkan lagi pada suhu 105C hingga bobot
tetap  Dinginkan dan timbang satu per satu
Hasil : Sediaan memenuhi syarat volume jika sesuai dengan Tabel keseragaman volume, dan uji
bobot jika isi wadah tidak menyimpang lebih dari batas tertera (kecuali 1 wadah yg boleh
menyimpang tidak > dari 2 kali batas tertera)
Volume tambahan yang dianjurkan

Volume pada etiket (ml)


0.5

Cairan encer (ml)
0.10
Cairan kental (ml)
0.12
1.0 0.10 0.15
2.0 0.15 0.25
5.0 0.30 0.50
10.0 0.50 0.70
20.0 0.60 0.90
30.0 0.80 1.20
29.9 atau lebih 2 % v/v 3%
Batas penyimpangan bobot pada keseragaman
bobot wadah

Bobot yang tertera pada etiket Batas penyimpangan (%)
Tidak lebih dari 120 mg 10
Antara 120 mg – 300 mg 7.8
300 mg atau lebih 5
Uji pH (Evaluasi Fisika)

1. Tujuan : Mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah


ditentukan
2. Prosedur Uji : Pengukuran pH cairan uji menggunakan potensiometri (pH
meter) yang telah dibakukan sebagaimana mestinya yang mampu mengukur harga
pH sampai 0,02 unit pH menggunakan elektrode indikator yang peka, elektrode kaca,
dan elektrode pembanding yang sesuai.
3. Alat : pH meter atau kertas lakmus

Hasil : Sediaan memenuhi syarat jika pH sesuai dengan spesifikasi formulasi


sediaan yang ditargetkan.
Uji Homogenitas (Evaluasi Fisika

1. Tujuan : Mengetahui apakah sediaan sudah homogen atau tidak


2. Untuk suspensi yang harus homogen setelah pengocokan
3. Emulsi  homogen secaran visual
Uji Bahan Partikulat dalam Injeksi (Evaluasi Fisika)
1. Tujuan : Menghitung partikel asing subvisibel dalam rentang
ukuran tertentu
2. Prosedur : Prosedurnya dengan cara memanfaatkan sensor
penghamburan cahaya, jika tidak memenuhi batas yang ditetapkan maka
dilakukan pengujian mikroskopik. Pengujian mikroskopik ini
menghitung bahan partikulat subvisibel setelah dikumpulkan pada
penyaring membran mikropori.

Hasil : Penghamburan cahaya: hasil perhitungan jumlah total butiran baku yang terkumpul pada
penyaring harus berada dalam batas 20% dari hasil perhitungan partikel kumulatif rata-rata per ml.

Mikroskopik: injeksi memenuhi syarat jika partikel yang ada (nyata atau menurut perhitungan) dalam
tiap unit tertentu diuji melebihi nilai yang sesuai dengan yang tertera pada FI.
Uji Bahan Partikulat dalam Injeksi (Evaluasi Fisika)

1. Uji hitung partikel secara pengaburan cahaya  untuk injeksi volume


besar (> 100 mL), kecuali dinyatakan lain pada masing-masing monografi.
Uji ini juga dapat digunakan untuk injeksi volume kecil dosis tunggal atau
dosis ganda yang menurut etiket berisi 100 mL atau kurang, dalam larutan
atau dalam larutan yang dikonstitusikan dari zat padat steril.
2. Uji hitung partikel secara mikroskopik  untuk injeksi volume besar
dan kecil. Sediaan yang tidak mudah disaring karena viskositas tinggi
(larutan dekstrosa pekat, dekstran, amilum) tidak bisa dilakukan dengan
metode ini.
Uji Sterilitas (Evaluasi Biologi)
Tujuan : menetapkan apakah sediaan yang harus steril memenuhi syarat berkenaan dengan
uji sterilitas seperti tertera pada masing-masing monografi.

Hasil :
1. Jika tidak terjadi pertumbuhan mikroba, maka bahan uji memenuhi syarat sterilitas.
2. Jika terbukti terjadi pertumbuhan mikroba, maka bahan uji tidak memenuhi syarat sterilitas,
kecuali dapat ditunjukkan bahwa uji tidak absah pada kondisi dibawah ini :

Data pemantauan mikrobiologi terhadap fasilitas uji sterilitas tidak sesuai, prosedur uji tidak
sesuai, atau pertumbuhan mikroba ditemukan pada kontrol negatif.

Jika pengujian dinyatakan tidak sah, lakukan uji ulang dengan jumlah bahan yang sama dengan
uji awal!
Jika tidak terbukti terjadi pertumbuhan mikroba pada uji ulang, maka memenuhi syarat uji
sterilitas.
Uji Sterilitas (Evaluasi Biologi)

1. FI V : Metode perbenihan cair dengan menanamkan isi tiap – tiap wadah


yang tertutup kedap.
2. Perbenihan A : untuk memeriksa adanya bakteri anaerob (Bacteroides
vulgatus, Clostridium sporogenus) dan bakteri aerob (S. aureus, Bacillus
subtilis, P. aeruginosa)  dengan media cair Thioglikolat
3. Perbenihan B : untuk memeriksa adanya jamur dan ragi (C. albicans,
Aspergillus niger)  dengan media Soybean-Casein Digest
Interpretasi Hasil

Selama 5 hari, perbenihan yg telah ditanami disimpan pd 37 oC. Sediaan


dianggap memenuhi syarat, jika tdk nampak pertumbuhan dlm satu
tabungpun. Jika ada pertumbuhan, maka percobaan diulangi dg contoh
baru, dan jika perlu percobaan diulangi utk ketiga kali. Sediaan tdk
memenuhi syarat, jika ada pertumbuhan mikroba dlm ketiga percobaan
atau jika ada pertumbuhan mikroba sama dlm lebih dr satu percobaan.
Uji Pirogen (Evaluasi Biologi)

Jika ada Peningkatan


Sediaan pirogen (pyro suhu tubuh
steril = api; gen = (reaksi
pencetus) pirogenik)
PIROGEN

1. Pirogen adalah senyawa yang menyebabkan kenaikan suhu tubuh


akibat penggunaan produk farmasi yang diberikan secara intravena
2. Semua endotoksin adalah pirogen
3. Tidak semua pirogen bersifat endotoksin
4. Endotoksin dilepaskan saat proses sterilisasi dengan panas dimana
bakteri mengalami lisis.
5. Endotoksin bersifat termostabil (stabil terhadap panas)
Kategori Pirogen

eksogen 
endogen
Bagian dari faktor yang berasal dari dalam tubuh
bakteri/virus kita sendiri sebagai reaksi kekebalan
melawan kuman penyakit yang masuk
Zat toksin dari ke tubuh
mikroorganisme
interleukin-1 (IL-1)
Zat-zat lain interleukin-6 (IL-6)
dari alpha-interferon
tumor necrosisfactor (TNF)
Uji Pirogen & Uji Endotoksin

1. Rabbit Test (In vivo)  diperkenalkan tahun 1912,


digunakan dalam USP XII (1942) sampai 40 th kemudian
2. Limulus Amoebocytes Lysate (LAL) test (In Vitro) 
sebagai alternatif metode pengganti rabbit test untuk
menghindari penggunaan binatang percobaan.
Rabbit Test

• Uji biologis kualitatif berdasarkan respon demam pada kelinci


• Merupakan pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah injeksi
intravena larutan uji
• Dosis 10 ml larutan/ kg BB, disuntikan dalam waktu tidak lebih dari
4 menit.
• Digunakan kelinci dewasa, sehat, dari varietas yang sama.
• Tempatkan kelinci masing-masing dalam satu kandang dalam
lingkungan dengan suhu yang seragam (± 20 C), kelembaban yang
sama, bebas dari gangguan yang menyebab kegelisahan hewan uji
Rabbit Test

• Untuk kelinci yang belum pernah digunakan untuk uji pirogen, adaptasikan kelinci selama
1-3 hari dengan uji pendahuluan yang meliputi semua tahap pengujian yang tertera pada
prosedur, kecuali penyuntikan
• kelinci tidak boleh digunakan untuk uji pirogen lebih dari sekali dalam waktu 48 jam
• Bila setelah uji pirogen kelinci memberikan kenaikan suhu 0,5 o C atau lebih, atau setelah
diberikan bahan tes yang mengandung pirogen, sedikitnya kelinci harus diistirahatkan
selama 2 minggu untuk dapat digunakan dalam uji selanjutnya.
• Lakukan uji pirogen di ruang uji terpisah dalam kondisi yang sama dengan ruang
pemeliharaan.
• Selama dua jam sebelum dan selama pengujian, hewan uji tidak diberi makan tetapi masih
boleh diberi minum. Dan hewan uji ditempatkan dalam kondisi tersebut sedikitnya selama
1 jam
Rabbit Test

• Sebelum pengujian, 40 menit sebelumnya lakukan pengukuran suhu hewan uji


sebayak dua kali dalam rentang waktu 30 menit,
• Rata-rata dari dua pengukuran ini menjadi suhu kontrol hewan uji
• Beda suhu tiap kelinci dalam satu kelompok tidak boleh lebih 1 o dan dua suhu dari
dua pengukuran pada hewan uji tidak boleh menyimpang ±0,2 o C dari rata-rata.
• suhu awal setiap kelinci tidak kurang dari 38 dan tidak boleh lebih dari 39,8 o
• Panaskan syringe, needles dan alat gelas sehingga bebas dari pirogen dengan
pemanasan pada suhu 2500 C tidak kurang dari 30 menit atau dengan metode yang
sesuai
• Hangatkan larutan yang akan diujikan pada suhu sekitar 38 0 C
prosedur pengujian Rabbit Test


Suntikkan dalam vena telinga pada 3 ekor kelinci
percobaan dengan dosis 10 ml /kg BB

Catat suhu tiap kelinci melalui rektal selama 3 jam


yang diukur setiap 30 menit.

Suhu respon adalah suhu maksimum kelinci selama


pengukuran dikurangi suhu inisiasi

Jika suhu respon negatif, dianggap nol


Interpretasi Hasil Rabbit Test (FI V)

1. Setiap penurunan suhu dianggap nol


2. Sediaan memenuhi syarat apabila tidak ada satupun kelinci yang menunjukkan
kenaikan suhu 0,5C atau lebih. Bila ada kelinci yang menunjukkan kenaikan
suhu 0,5C atau lebih, lanjutkan uji menggunakan 5 ekor kelinci lain.
3. Sediaan memenuhi syarat bebas pirogen bila tidak lebih dari 3 dari 8 ekor
masing-masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5C atau lebih dan jumlah
kenaikan suhu maksimum 8 kelinci tidak melebihi 3,3 C
ENDOTOKSIN

1. Toksin dari bakteri gram negatif yang berupa lipopolisakarida (LPS) yang
merupakan bagian dari bakteri dan akan dilepaskan pada saat
mikoorganisme mengalami lisis atau pecahnya sel.
2. Komponen toksik dari LPS adalah lipid A yang merupakan komplek dari
residu lipid
3. Endotoksin hanya terdapat pada bakteri gram negatif bentuk batang/basil
atau kokus.
4. Endotoksin tidak dilepaskan secara aktif
5. Menyebabkan demam, peradangan, hipotensi, dll
6. Endotoksin akan memberi efek negatif jika terdapat dalam jumlah yang
cukup besar (LPS lebih dari 100 μg)
EKSOTOKSIN

1. Toksin yang merupakan hasil sekresi dari bakteri (gram


negatif atau positif) pada masa pertumbuhan
eksponensial bakteri.
2. Eksotoksin berupa polipeptida
3. Eksotoksin berupa toksin spesifik dari mikroorganisme
tertentu
4. Contoh : botulin dari Clostridium botulinum
Endotoksin vs Eksotoksin
Uji Endotoksin / Uji LAL

1. Uji endotoksin bakteri adalah uji untuk mendeteksi atau mengkuantitasi


endotoksin bakteri yang mungkin terdapat dalam sampel yang diuji.
2. Pengujian dilakukan menggunakan Limulus Amebocyte Lysate (LAL) yang
diperoleh dari ekstrak air amebosit dalam kepiting ladam kuda (Limulus
polyphemus atau Tachypleus tridentatus) dan dibuat khusus sebagai
pereaksi LAL.
Uji Endotoksin / Uji LAL

Teknik uji

Fotometrik
Pembentuka (turbidimetri
n jendal gel &
kromogenik)
Preparasi Reagen LAL

horseshoe crabs ukuran besar yang sehat diambil darahnya


dengan jarum suntik kemudian disentrifuge untuk
mendapatkan amoboecytes dari plasmanya
Metode Jendal Gel

1. Reagen LAL mempunyai parameter kepekaan () =


konsentrasi endotoksin
2.  adalah kepekaan pereaksi LAL yang tertera pada etiket
(UE/mL).
3. Misal : jika diketahui  = 0,125 UE/mL artinya reagen
LAL akan mengendap bila ditambahkan endotoksin
minimal 0,125 UE/mL
4. Merupakan uji semi kuantitatif karena ada rentang hasil
Adjust larutan pada pH 6,5 – 7,5 dengan HCl, NaCl atau
larutan buffer jika perlu. Metode Jendal Gel

Masukkan sejumlah lisat dalam wadah dan dijaga pada


temperatur 37 ± 10 C

Tambahkan larutan yang akan diuji dengan volume yang


sama kemudian campurkan segera

Inkubasikan campuran tanpa vibrasi, hindarkan dari


penguapan air selama 20-60 menit

Hasil positif bila terbentuk gel dan tidak akan


rusak/memisah ketika wadah dibalik
Metode Turbidimetri

Cara 1 Cara 2

• Mengukur kecepatan • Menghitung waktu yang


pembentukan kekeruhan dibutuhkan untuk mencapai
• Larutan standar berbagai kekeruhan dengan derajat
konsentrasi + reagen LAL tertentu
• Kekeruhan yang terjadi diukur
dengan spektrofotometer/plate
reader
Metode Khromogenik

1. Reagen LAL + Endotoksin + Substrat sintetik


2. Substrat sintetik  substrat peptida dengan ujung asam amino 
ujung ini adalah kromofor tidak berwarna yang melekat pada
substrat
3. Endotoksin dapat melepas kromofor tsb sehingga larutan menjadi
kuning
4. Semakin tinggi kromofor, semakin kuat warna kuning yang timbul
Sensitivitas Lisat

1. untuk menentukan konsenstrasi minimum endotoksin


yang menyebabkan penggumpalan lisat
2. Titik akhir pengenceran ditentukan dari konsentrasi
pengenceran terakhir yang memberikan hasil positif
3. Konsetrasi dinyatakan dalam EU atau IU
4. Dilakukan dengan cara : 1 seri pengenceran endotoksin
(EU/mL) dan dibuat secara quadruplicate (rangkap 4)
5. Sensitivitas lisat dinyatakan dengan λ
Batas Endotoksin

1. FDA menetapkan batas endotoksin berdasakan dosis


maksimum sediaan obat untuk manusia dan kelinci
2. Penyesuaian batas untuk semua obat (kecuali intra tekal)
2,5 – 5,0 EU/kg
3. Batas deteksi umumnya dinyatakan dalam farmakope
bila tidak dinyatakan maka digunakan dosis maksimum
pada manusia
Batas Endotoksin
Menghitung Batasan Endotoksin

EL = K/M

EL : endotoxin limit
K : konstanta 5EU atau IU per kg BB
M : dosis maksimum untuk manusia per kg per jam
Menghitung Batasan Endotoksin

1. Batas endotoksin dinyatakan per jam, sehingga batas


konsentrasi yang diijinkan per mililiter injeksi tergantung
dari volume pemberian dalam satu jam
2. Contoh : injeksi tunggal volume 1 ml secara teoritis
mengandung 349 EU, dan masih diperbolehkan.
Sedangkan infus volume 1000 mL tidak boleh
mengandung bakteri endotoksin lebih dari 0,349 EU per
mL.
Contoh Soal
MVD & MVC

1. MVD dan MVC adalah perhitungan yang menunjukkan seberapa banyak


pengenceran yang harus dilakukan untuk mengatasi kemungkinan
interferensi, sebelum efek pengenceran melampui uji LAL yang digunakan
untuk mendeteksi endotoksin dalam sediaan asli
2. Semakin sensitif lisat atau metode maka semakin tinggi nilai MVD atau
semakin rendah nilai MVC
MVD & MVC
Lanjutan…

MVD = K x C
λxM
MVC = λ x M
K
K = konstanta = 0,5 EU/kg
C = konsentrasi obat
M = dosis maksimum pada manusia
λ= sensitivitas dari lisat yaitu nilai terkecil dari standar untuk pengujian
kualitatif
Contoh Soal

Potensi injeksi 100 unit per Ml, dosis unit 2 unit / kg, sensitivitas lisat 0,125.
MVD ?

MVD = 100 x 5
0,125 x 2
Penetapan Potensi Antibiotik (Evaluasi Biologis)

1. Aktivitas (potensi) antibiotik dapat ditunjukkan pada kondisi yang


sesuai dengan efek daya hambatnya terhadap mikroba.
2. Tujuan : untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah
selama proses pembuatan larutan dan menunjukkan daya hambat
antibiotik terhadap mikroba.
3. Prinsip : penetapan dengan lempeng silider atau “cawan” dan
penetapan dengan cara “tabung” atau turbidimetri
4. Hasil : Potensi antibiotik ditentukan dengan menggunakan
metode garis lurus transformasi log dengan prosedur penyesuaian
kuadrat terkecil dan uji linieritas.
TERIMA
KASIH
Ada pertanyaan?

Anda mungkin juga menyukai