Anda di halaman 1dari 54

Clinical Practice Guidelines

Pencegahan, Diagnosis, Evaluasi dan


Tatalaksana Hepatitis C pada Penyakit
Ginjal Kronik
Implementasi Panduan KDIGO -Pernefri
Pendahuluan
• Infeksi hepatitis C pada pasien hemodialisis menjadi
masalah kesehatan utama baik di negara maju maupun di
negara berkembang
• Hepatitis C meningkatkan kejadian sirosis hati dan
hepatoma  meningkatkan morbiditas dan mortalitas
• Faktor managemen pencegahan infeksi yang buruk, sosial-
ekonomi yang rendah dan tingginya angka transfusi darah,
serta lamanya menjalani hemodialisis menjadi faktor resiko
infeksi hepatitis C pada pasien yang menjalani hemodialisa
• Prevalensi sangat bervariasi  1 - 70%
• KDIGO, 2008, mengeluarkan suatu Clinical Practice
Guideline yang berisikan strategi pencegahan,
diagnosis, evaluasi dan tatalaksana infeksi hepatitis C
pada penyakit ginjal kronik.
• Perhimpunan Nefrologi Indonesia ( PERNEFRI ) 2006,
 rekomendasi tentang pengendalian infeksi virus
hepatitis B, virus hepatitis C dan Human
Immunodeficiency Virus (HIV) pada unit hemodialisis di
Indonesia yang mengacu pada Clinical Practice
Guideline yang dikeluarkan oleh KDIGO.
• Akan tetapi ada beberapa penyesuaian rekomendasi
diagnosis dan terapi sesuai dengan kondisi di Indonesia
Kidney Disease: Improving Global Outcomes. KDIGO clinical practice guidelines for the prevention, diagnosis, evaluation, and treatment of Hepatitis C in chronic
kidney disease. Kidney International 2008; 73 (Suppl 109): S1–S99
Rekomendasi Pengendalian Infeksi virus Hepatitis B, Virus Hepatitis C dan Human Immunodeficiency Virus/HIV Pada Unit Hemodialisis di Indonesia. PERNEFRI
2006
PERJALANAN ALAMIAH INFEKSI VIRUS HEPATITIS C
Epidemiologi
• Sanchez dkk  prevalensi infeksi hepatitis C
pada unit hemodialisis di Mexico dari 149 pasien
yang menjalani hemodialisis sebanyak 6.7%
memiliki anti-HVC (+) dan 5% HCV RNA (+)
• Suatu penelitian multi center yang dilakukan di
Jerman terhadap 2796 pasien yang menjalani
hemodialisis  prevalensi infeksi hepatitis C
sebesar 7% ( 195 pasien )

• Sanchez NM, Kuba DM, Tapia NC, Bahena J, Rotter RC et all. Prevalence of Hepatitis C Virus Infection among Hemodialysis Patient at a Tertiary
Care Hospital ini Mexico City. Journal of Clinical Microbiology 2004;42(9):4321-22
• Hinrichsen H, Leimenstoll G,Scharder H,Folsch UR Schmidt WE. Prevalensi and Risk Factor for Hepatitis C virus in Haemodialysis Patients: a
multicenter study in 2796 patients Gut 2002;51:429-433
• Albuquerque dkk  kejadian infeksi hepatitis C pada
unit HD di Brazil pada tahun 2005  250 pasien yang
menjalani pemeriksaan Anti-HCV dan HCV RNA  21
pasien (8.4%) didapatkan anti-HCV (+) dan sebanyak 19
pasien (7.6%) nya HCV RNA (+)
• Data India melaporkan  119 pasien yang menjalani
pemeriksaan HCV RNA didapatkan hasil (+) pada 33
pasien (27.7%). Dari studi ini juga didapatkan durasi
menjalani hemodialisis lebih lama pada grup yang HCV
RNA (+) ( P<0.001).

 Albuquerque AC, Rosangela M, Edmundo PA,Lemos MF, Moreira RC. Prevalence and Risk Factor of Hepatitis C Virus Infection in Hemodialysis Patient from
One Center in Brazil. Mem Inst Oswaldo Cruz, Rio de Janeiro 2005: Vol. 100(5), 467-70
 Jasuja S, Gupta AK, Choudhry R, Kher V, Aggarwal DK, Mishra A, et al. Prevalence and Association of Hepatitis C Viremia in Hemodialysis Patients at a
Tertiary Care Hospital.Indian J Nephrol 2009;19(2):62-67
KDIGO CLINICAL PRACTICE GUIDELINE
Pencegahan, Diagnosis, Evaluasi dan Tatalaksana

Guideline 1 Deteksi dan evaluasi Hepatitis C pada penyakit


ginjal kronik
Guideline 2 Terapi infeksi HCV pada pasien penyakit ginjal
kronik
Guideline 3 Mencegah transmisi HCV pada unit hemodialisis

Guideline 4 Tatalaksana pasien terinfeksi hepatitis C sebelum


dan sesudah tranplantasi ginjal
Guideline 5 Diagnosis dan tatalaksana penyakit ginjal terkait
dengan infeksi hepatitis C

Kidney Disease: Improving Global Outcomes. KDIGO clinical practice guidelines for the prevention, diagnosis, evaluation, and
treatment of Hepatitis C in chronic kidney disease. Kidney International 2008; 73 (Suppl 109): S1–S99
PERNEFRI : Pengendalian Infeksi virus hepatitis B, Virus
hepatitis C, HIV pada unit hemodialisis di Indonesia
Target Isi rekomendasi
Rekomendasi 1 Pasien Rekomendasi umum dan khusus untuk evaluasi
Hemodialisis diagnositik dan tatalaksana infeksi hepatitis C
pada pasien PGK

Rekomendasi 2 Staf ruang HD Rekomendasi uumum dan khusus bagi staf


ruang ketika bekerja di ruang HD
Rekomendasi 3 Peralatan medik -Mesin HD
dan non medik -Dialiser
-Ruang HD
-Peralatan lainnya
-Tempat sampah

Rekomendasi 4 Pada keadaan Saat kondidi pada rekomendasi 1-3 tidak bisa
tertentu diterapkan
1.1 Indikasi pemeriksaan hepatitis C pada pasien
PGK :
• Disarankan semua pasien PGK diperiksa seromarker
hepatitis C
• Pemeriksaan seromarker hepatitis C wajib diperiksa
pada pasien PGK yang menjalani terapi hemodialiasis
atau akan menjalani transplantasi ginjal

PERNEFRI  Pasien baru atau pindah ke/datang


dari pusat HD lain harus dilakukan pemeriksaan
HbsAg, anti-HCV dan anti HIV
Indikasi pemeriksaan Serologi HepatitisC berdasarkan
AASLD

• Pengguna narkoba suntik


• Penderita HIV
• Penderita Hemofilia yang mendapatkan transfusi faktor pembekuan
secara berulang
• Penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa rutin
• Peningkatan enzim transaminase yang tidak diketahui sebabnya
• Resepien tranplantasi organ
• Resepien transfusi darah
• Bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita hepatitis C(+)
• Tenaga medis
• Seorang yang memiliki pasangan sexual hepatitis C (+)
Prevalensi hepatitis C pada unit
hemodialisis
• Kejadian hepatitis C lebih tinggi pada center HD
dibandingkan home HD atau peritonial dialisis
• Risiko infeksi hepatitis C akan semakin
meningkat pada :
– Pasien yang sering mendapatkan transfusi darah atau pasien
yang menjalani transplantasi ginjal (dimana donor belum
dilakukan penapisan Hep C )
– Unit hemodialisis dengan angka infeksi hepatitis C yang
tinggi
• Penyaringan terhadap virus hepatitis C pada pasien
yang akan masuk atau sedang menjalani program
HD dapat dilakukan dengan 3 cara :
(a) penyaringan biokimia dengan pemeriksaan SGPT
(b) penyaringan serologi untuk mendeteksi Anti-HCV
(c) penyaringan virologi untuk mendeteksi HCV RNA.
1.2 Penapisan HCV pada pasien yang menjalani terapi
hemodialisis

• Pemeriksaan seromarker hepatitis C harus dilakukan saat pasien


pertama kali akan menjalani HD atau akan pindah ke unit HD lain
• Pada unit HD dengan prevalensi hepatitis C yang rendah ,
pemeriksaan dengan menggunakan EIA ( Enzyme Immunoassay)
• Pada unit HD dengan prevalensi hepatitis C yang tinggi ,
sebaiknya pemeriksaan menggunakan NAT ( Nucleic Acid Test ≈
HCV RNA )
Enzyme Immunoassays (EIA)
• EIA mampu mendeteksi anti-HCV pada > 97% pasien yang
terinfeksi virus hepatitis C.
• Akan tetapi pemeriksaan ini tidak dapat membedakan apakah
infeksi ini bersifat akut atau kronik.
• Masa serokonversi infeksi virus hepatitis C antara 8-9 minggu 
anti-HCV sebanyak 80% terdeteksi setelah 15 minggu terinfeksi, >
90% setelah 5 bulan terinfeksi dan > 97% setelah 6 bulan terinfeksi
• Anti HCV akan tetap terdeteksi selama terapi maupun setelah terapi
tanpa memandang respons terapi yang dialami, sehingga
pemeriksaan anti-HCV tidak perlu diulang.
• Anti-HCV yang menetap ini juga tidak bersifat proteksi
Schiff ER, Medina M, Kahn RS. New perspective in the diagnosis of hepatitis C. Semin Liver
Dis 1999;19(1):3-15
Nucleic Acid Test (NAT)
• Pemeriksaan dengan teknik NAT  suatu
pemeriksaan yang dapat dipercaya untuk
menunjukan adanya infeksi HCV dan yang paling
spesifik.
• Pemeriksaan HCV RNA secara kuantitatif untuk
mengetahui muatan virus bermanfaat untuk
memprediksi respons terapi dan relaps.
• Muatan virus yang tinggi menunjukan beratnya infeksi
dan prognosis buruk untuk menjadi fibrosis hati.
Carey William. Test and Screening strategies for the diagnosis of hepatitis C. Cleveland Clinical
Journal of Medicine 2003:70(4);7-13
Interpretasi pemeriksaan hepatitis C
Anti-HCV (EIA) HCV RNA (NAT) Interpretasi Kemungkinan
interpretasi lain
Negatif Negatif Tidak ada infeksi --
Positif Positif Infeksi HCV (+) --
Positif Negatif Infeksi perbaikan a) Negatif palsu ( <1%)
b) Sudah diterapi,
kadar HCV RNA
dibawah
kemampuan
deteksi PCR

Negatif Positif Masih ada infeksi a) Infeksi awal ( belum


(banyak pada pasien terbentuk antibodi
imunokompromais dan anti-HCV)
pasien hemodialisis) b) Positif palsu atau
kontaminasi
1.2 Pemeriksaan HCV pada pasien yang menjalani
terapi hemodialisis

• Pada pasien dengan seromarker negative  sebaiknya diulang


setiap 6-12 bulan dengan pemeriksaan EIA
• Pasien yang menjalani hemodialisis dan didapatkan adanya
peningkatan enzim transaminase (SGOT dan SGPT ) yang
abnormal sebaiknya dipertimbangkan untuk pemeriksaan NAT
• Jika didapatkan adanya infeksi nosokomial hepatitis C , maka
disarankan untuk pemeriksaan NAT bagi semua pasien yang
pernah terpapar  apabila didapatkan hasil negatif  dicek ulang
2-12 minggu lagi

PERNEFRI  Pasien dengan anti-HCV negatif,


pemeriksaan diulang setiap 6 bulan
Guideline 2 KDIGO

Tatalaksana infeksi hepatitis C


pada pasien penyakit ginjal
kronik
2.1 Evaluasi terapi antiviral pada pasien
penyakit ginjal kronik

• Disarankan pasien PGK dengan infeksi hepatitis C harus


dilakukan evaluasi untuk memulai terapi antiviral ( weak )
• Disarankan dalam memberikan terapi antiviral harus
dipertimbangkan risk and benefit seperti angka harapan hidup,
komorbid dan kemungkinan untuk dilakukan transplantasi ginjal
• Pasien PGK yang menderita infeksi hepatitis C akut ( kecuali
resepien transplantasi ginjal ), apabila dalam 12 minggu window
period tidak terjadi remisi spontan disarankan untuk segera
memulai terapi antiviral
- Pasien yang terinfeksi hepatitis C dan merupakan
kandidat untuk transplantasi ginjal , maka harus diterapi
antiviral.
- Pasien yang menjalani transplantasi ginjal dan terinfeksi
hepatitis C, maka pemberian terapi antiviral harus
mempertimbangkan resiko dan benefit terapi seperti
kemungkinan terjadinya allograft rejection akibat
pemberian IFN
- Terapi antiviral dipertimbangkan pada pasien
glomerulonefritis yang terkait HCV
2.2 Pilihan terapi IFN berdasarkan stage PGK

• Untuk PGK stage 1-2 disarankan kombinasi terapi antara PEG-


IFN dan ribavirin (dosis ribavirin dititrasi sesuai toleransi setiap
pasien )
• Untuk PGK stage 3,4, dan 5 belum menjalani hemodialisis
disarankan monoterapi dengan PEG IFN dan dosis disesuaikan
dengan fungsi ginjal
• Untuk PGK stage 5 yang sudah hemodialisis, monoterapi
dengan PEG IFN dengan dosis yang diperuntukan bagi CrCl<
15 mL/min/1,73 m2
• Pada pasien transplantasi hati dan terinfeksi hepatitis C, apabila
pemberian terapi antiviral akan diberikan maka disarankan
menggunakan monoterapi PEG-IFN
Penggunaan IFN pada pasien hemodialisis
yang terinfeksi Hepatitis C

• Pasien yang terinfeksi hepatitis C genotipe 1 dan 4 terapi IFN


selama 48 minggu, jika respons awal terapi dicapai dalam waktu
12 minggu ( penurunan titer virus > 2 log)
• Infeksi hepatitis C genotipe 2 dan 3  terapi IFN selama 24
minggu
• Toleransi terhadap terapi IFN lebih rendah pada pasien yang
menjalani hemodialisis dibandingkan dengan CKD non-
hemodialisis
Zeuzem S, Diago M, Gane E. Peginterferon alfa-2a and ribavirin in patients with chronic hepatitis C. Gastroenterology 2004;127:1724-
1732
Lamb MW, Marks IM, Wynohradnyk L. 40 KDA peginterferon alfa-2a(Pegasys) can be administered safely in patients with end-stage
renal disease. Hepatology 2001;34:34:326
Kontraindikasi terapi IFN
Absolut
• Hamil Relatif
• Sirosis hati decompesated
• Menyusui • Penyakit neuropsikiatrik
EFEK SAMPING IFN
- Sakit kepala • Penyakit koroner dan
- Flu-like illness cerebrovascular
- Depresi • DM yang tidak terkontrol
• PPOK
- Penyakit neurologi
• Alkohol abuse
dan kardiovaskular
• Pernah menjalani
transplantasi hati atau ginjal
Zeuzem S, Diago M, Gane E. Peginterferon alfa-2a and ribavirin in patients with chronic hepatitis C. Gastroenterology 2004;127:1724-1732
Lamb MW, Marks IM, Wynohradnyk L. 40 KDA peginterferon alfa-2a(Pegasys) can be administered safely in patients with end-stage renal disease.
Hepatology 2001;34:34:326
Monitor terapi anti viral
• Sustained Virological Respons (SVR) adalah tidak
terdeteksinya virus hepatitis C dalam darah dalam 6 bulan
setelah terapi antiviral selesai
• Jika SVR telah tercapai  cek NAT setiap 6 bulan untuk
pasien hemodialisis dan per-tahun untuk PGK non-
hemodialisis
• Untuk evaluasi komorbid infeksi hepatitis C  untuk pasien
sirosis hati monitor setiap 6 bulan, bila non-sirosis monitor
setiap tahun
Guideline 3

Pencegahaan penularan virus


hepatitis C di unit hemodialisis
3.1 Setiap unit hemodialisis harus menerapkan prosedur
kontrol infeksi secara tegas untuk mencegah transmisi
infeksi virus melalui media darah termasuk infeksi
hepatitis C

• Tidak direkomendasikan untuk mengisolasi pasien hepatitis C


positif dalam rangka prosedur kontrol infeksi
• Tidak direkomedasikan untuk menggunakan mesin dialisis khusus
bagi penderita hepatitis C yg akan menjalani hemodialisa
• Apabila penggunaan dializer re-use tidak terhindarkan maka
diperlukan implementasi kontrol pencegahaan transmisi infeksi
(sterilisasi )
PERNEFRI  Pasien dengan anti-HCV (+)  tidak memerlukan
ruang isolasi, tidak perlu mesin hemodialisis khusus, dapat
memakai dialiser proses ulang
Rute transmisi hepatitis C
• Kontaminasi silang yang berasal dari peralatan kesehatan
seperti tensimeter, sarung tangan yg dipakai tenaga medis,
penggunaan jarum suntik

• Transfusi darah

• Transmisi melalui mesin hemodialisa  sangat kecil angka


kejadiannya  hanya 1 studi yang mendukung
• Studi prospektif multicenter  menunjukan penurunan
insidensi hepatitis C per tahunnya terjadi setelah diterapkan
Hygienic precautions tanpa dilakukan isolasi terhadap
pasien penderita hepatitis C
• Akan tetapi apabila infeksi nosokomial hepatiti C terus terjadi
, setelah prosedur hygiene precaution dilakukan dengan
bener  kebijaksanaan untuk diberikan ruang khusus/isolasi
bagi penderita Hepatiti C boleh diberlakukan
• Secara teori  Virus hepatitis C tidak dapat meliwati
membran dializer yg digunakan oleh pasien hepatitis C
lalu bermigrasi ke drain tubing yang selanjutnya masuk
ke sirkuit dialisat dan masuk membran dializer dari
pasien lain  Resiko penularan lewat mesin dialisis
sangat kecil sekali
• Sehingga hal ini menunjukan bahwa tidak diperlukan
penggunaan mesin dialisis terpisah bagi penderita
hepatitis C

Sartor C, Brunet P, Simon S et al. Transmission of hepatitis C virus between hemodialysis patients sharing
the same machine. Infect Control Hosp Epidemiol 2004; 25: 609–611
3.2 Prosedur kontrol infeksi harus meliputi
prosedur kontrol hygiene yang akan secara
efektif mencegah transmisi kontaminasi
melalu darah atau cairan tubuh baik secara
langsung antar pasien atau melalui peralatan
medis
Masalah Hygiene yang sering terjadi di unit
hemodialisis
• Kurangnya menjaga kebersihan tangan
• Tidak mengganti sarung tangan ketika terpapar
dengan parameter biologi atau secara darurat
menangani perdarahaan dari fistula
• Tidak dilakukan dekontaminasi rutin dari bagian luarr
mesin atau bagian permukaan lainnya meskipun
sudah tercemar darah
• Kegagalan mengganti internal transducer protector
yang sudah terkontaminasi.
Hygiene precautions pada unit
hemodialisis
• Definisi
a)Dialisis station adalah ruang dan
peralatan yang ada disuatu unit
hemodialisa yang diperuntukan
untuk seorang pasien.
Biasanya tidak ada materi
pembatas antar dialisis station
b)Potential contaminated surface
adalah alat atau benda-benda
yang ada di dialisis station yang
bisa terkontaminasi darah atau
cairan tubuh
Edukasi
• Suatu program edukasi yang
berkesinambungan mengenai mekanisme dan
pencegahan infeksi silang harus diberikan
kepada tenaga medis yang bekerja di unit
hemodialisa
• Informasi yang adekuat mengenai pencegahaan
infeksi harus diberikan kepada tenaga medis,
pasien, care-givers dan pengungjung
Kebersihan tangan ( rekomendasi KDIGO)

• Tenaga medis harus mencuci tangan dengan sabun


antiseptik dan air mengalir sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien atau peralatan yang ada di hemodialisa
unit
• Penggunaan alcohol gel rub masih diperbolehkan 
apabila secara nyata tidak terjadi kontaminasi pada
tangan
• Semua tenaga medis wajib menggunakan sarung tangan
sekali pakai, apabila berkontak dengan pasien atau
peralatan yang ada di dialisis station, dan harus segera
dilepaskan apabila meninggalkan dialisis station
• Pasien juga wajib mencuci tangan atau
menggunakan alcohol gel rub ketika tiba atau
meninggalkan dialisis station
• Setiap staf atau tenaga medis yang melakukan
penusukan dengan jarum, pencabutan jarum dan
aktivitas yang berkaitan dengan darah harus
memakai masker pelindung mulut, kaca mata
pelindung dan memakai plastik pelindung baju 
Tambahan Rekomendasi PERNEFRI
PERNEFRI membuat rekomendasi
khusus
• Setiap staf yang tertusuk jarum bekas penusukan
pada pasien HbsAg, anti-HCV dan HIV positif
segera diambil tindakan pencegahan sesuai
dengan prosedur baku.
• Semua tenaga medis yang bekerja diunit
hemodialis dan melayani pasien hemodialis, harus
diperiksa anti-HCV setiap 6 bulan
Manajemen peralatan pada unit
hemodialisis
• Alat yang hanya bisa digunakan 1x saja harus dibuang
setelah digunakan oleh satu orang pasien
• Alat yang bisa digunakan ulang, harus dilakukan desinfektan
terlebih dahulu sebelum digunakan kembali.
• Alat yang tidak mudah untuk dilakukan desinfeksi seperti
tourniquet dan plester sebaiknya digunakan hanya untuk
masing-masing pasien
• Resiko infeksi akibat penggunaan alat bersama seperti
tensimeter, monitor, timbangan harus dimonitor dan di
minimalisasi.
• Sebaiknya manset tensimeter diperuntukan hanya untuk
masing-masing pasien
• Obat-obatan sebaiknya disiapkan terlebih dahulu pada suatu
pusat obat sebelum diberikan kepada pasien. Apabila suatu obat
sudah diambil dari pusat obat dan diberikan kepada pasien,
sebaiknya tidak diletakkan kembali di pusat obat.
• Untuk peralatan atau permukaan yang tidak terkontaminasi
cukup dibersihkan dan diberikan desinfektan.
• Sedangkan peralatan yang secara nyata terkontaminasi harus
dibersihkan menggunakan tuberculocidal germicide atau
mengandung paling sedikit 5000 ppm hipochlorite
Managemen pembuangan sampah (KDIGO
dan PERNEFRI )
• Jarum bekas pakai harus dibuang dalam suatu wadah khusus
yang tertutup dan tidak mudah pecah dan tidak boleh terisi
sampai penuh (maks 2/3)
• Suatu teknik “no touch“ harus dipraktekan ketika membuang
jarum tersebut ke dalam wadahnya
• Alat-alat yang ingin dibuang pasca tindakan hemodialisis harus
dimasukan terlebih dahulu dalam wadah yang anti-bocor
sebelum dibawa dari hemodialisis station ke tempat
pembuangan yang telah ditentukan
• Bila terdapat ercikan darah pada permukaan tempat sampah,
segera bersihkan dangan cairan klorin 0.1%
Hygienic Precautions untuk
mesin hemodialisis
Pressure transducer filter protectors atau
Transducer protector
• Transducer protector 
suatu filter berukuran 0.2
um yang bersifat
hydrofobic yang
dipasang di antara
pressure monitoring line
dari sirkuit extracorporeal
dengan pressure
monitoring port dari
mesin dialisis
Pressure transducer filter protectors atau
Transducer protector
• Transducer ini memungkinan
udara untuk lewat tetapi tidak
untuk cairan/darah  sehingga
akan memproteksi pressure
transducer dan mesin dialisa
dari kontaminasi mikrobiologi
dari darah/cairan tubuh
• Transducer protector ada 2
macam yakni external
transducer dan back-up
transducer yang ada di dalam
mesin dialisa
• Sebelum menjalankan mesin hemodialisis pastikan
bahwa sambungan antara transducer protector
dengan pressure monitoring port terpasang dengan
baik dan yakinkan bahwa tidak ada kebocoran
• Kebocoran ditandai dengan filter transducer protector
yang menjadi basah  harus segera diganti
• Apabila tanda-tanda kebocoran terjadi saat proses HD
berlangsung  maka amati dengan seksama apakah
ada darah yang yang melewati filter  jika tampak
adanya cairan / darah  setelah proses HD selesai
 maka internal filter harus diganti dan dilakukan
desinfektan.
Pembersihan mesin dialisis
• Diwajibkan untuk membersihkan permukaan luar dari
mesin hemodialisis setiap pergantian shift hemodialisis
a) Bila tidak ada bukti terkontaminasi  bersihkan dengan
menggunakan desinfektan kadar rendah
b) Bila tampak adanya percikan darah atau cairan tubuh  bersihkan
dnegan menggunakan tuberculosidal germicide atau larutan
pembersih yang mengandung minimal 5000 ppm hipochlorite
• Apabila darah atau cairan tubuh mengkontaminasi
bagian internal dari mesin hemodialisis  mesin tidak
boleh digunakan sampai selesai di desinfektan ( 2x)
Desinfektan jalur internal mesin
hemodialisa KDIGO
• Untuk single pass dialysis machine  tidak diperlukan
desinfektan jalur internal mesin, kecuali terjadi kebocoran
• Saat terbukti adanya kebocoran maka internal fluid
pathways dan connector yang menghubungkan dialisat ke
dialiser harus dilakukan desinfektan terlebih dahulu
sebelum digunakan oleh pasien selanjutnya
• Sedangkan pada mesin hemodialisa yang bersifat re-
circulating  harus dilakukan prosedur desinfektan yang
baik, sebelum digunakan oleh pasien selanjutnya
PERNEFRI  merekomendasikan bahwa bagian dalam mesin
hemodialisis harus didesinfeksi setiap kali prosedur dialis selesai
(prosedur rutin meliputi draining, disinfection, rinsing) sesuai
dengan protokol yang dianjurkan oleh pabrik
Dialiser Reuse (Dialiser Proses Ulang)

• Pemrosesan dialiser proses ulang dilakukan dengan


menerapkan prinsip kewaspadaan universal yang ketat.
• Dialiser proses ulang hanya boleh diterapkan pada pasien
dengan anti-HCV dan HIV positif, tetapi tidak dibenarkan
pada pasien HBsAg positif.
• Tempat pemerosesan dialiser proses ulang dan tempat
penyimpannya hendaknya terpisah antara pasien anti-HCV ,
anti HIV dan bila keduanya positif.
• Setiap dialiser proses ulang diberi label nama yang jelas
agar tidak tertukar
Hal-hal penting yang harus di
implementasikan di unit hemodialisis
• Untuk membuat suatu unit hemodialisis sangat
penting untuk menciptakan suatu lingkungan yang
akan mempermudah prosedur kontrol infeksi seperti
fasilitas untuk mencuci tangan dan jarak antar mesin
hemodialisa juga harus cukup sehingga
mempermudahkan tenaga medis dalam bekerja
• Harus adanya jeda waktu yang cukup antara shift
hemodialiasis sehingga proses dekontaminasi mesin
hemodialisis berjalan efektif
• Setiap unit hemodialisis harus memastikan
tersedianya sarung tangan yang cukup dan
diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau
bila dibutuhkan dalam kondisi darurat
• Didapatkan adanya peningkatan angka resiko
infeksi hepatitis C pada unit hemodialisis yang
memiliki rasio pasien-tenaga medis yang tidak
proporsional
Summary

• First Published KDIGO Guideline


• First Global Guideline in Nephrology
• First Comprehensive Guideline on
HCV in CKD
• Guidelines can be found at:

www.kdigo.org

Anda mungkin juga menyukai