Anda di halaman 1dari 23

International Financial Reporting Standards

Praktikum Audit
Modul 8
Pendapatan dan Beban

M. Purwo Arbianto
Politeknik LPP Yogyakarta

The views expressed in this presentation are those of the


presenter,
not necessarily those of the IASB or IFRS Foundation
Pendapatan dan beban 2

• Pada bagian ini merupakan bagian akhir audit


laporan Laba Rugi untuk keseluruhan akun yang
ada.
• Pada laporan Laba Rugi perlu dicermati untuk
akun-akun beban operasional yang nilainya
material untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
• Akun yang nilainya material salah satunya adalah
Beban Gaji
• Oleh karena itu perlu pemeriksaan pada siklus
personalia atau siklus penggajian
Siklus Personalia 3

• Pegawai merupakan sumber daya perusahaan


yang keberadaannya sangat signifikan terhadap
operasionalisasi dan kemajuan perusahaan
• Siklus personalia mengelola SDM yang meliputi
perekrutan, penggajian, dan pemberian
kompensasi lainnya, serta pemberhentian pegawai
• Siklus personalia meliputi kejadian-kejadian
transaksi seperti gaji, upah, tunjangan, bonus,
komisi, dan kompensasi lainnya beserta
pengenaan PPh 21 sebagaimana diatur dalam UU
Perpajakan
Siklus Personalia 4

• Auditor memahami internal control (IC) pada Siklus


Personalia untuk memastikan apakah IC yang ada
dapat diandalkan dalam menghasilkan laporan
yang bebas dari salah saji material
• Auditor melakukan wawancara dengan klien dan
didapati bukti berupa jawaban kuesioner internal
control (internal control questionnaire)
Asersi Manajemen-Pendapatan dan
Beban 5

• Tujuan audit pada bagian ini adalah untuk meyakinkan


bahwa :
1. Semua beban perusahaan telah dibukukan dengan
lengkap (C)
2. Semua beban perusahaan telah dibukukan dalam pisah
batas yang tepat (EO)
3. Beban yang dicatat merupakan beban milik perusahaan
yang didukung dengan bukti-bukti yang dapat
dipertanggungjawabkan (RO)
4. Beban-beban yang dicatat telah dihitung dengan tepat (V)
5. Semua hal yang diungkapkan dalam laporan keuangan
telah diberikan penjelasan yang memadai (PD)
Prosedur Audit untuk Beban
Operasional 6

• Auditor melakukan prosedur menghitung ulang


(counting) untuk beban-beban usaha atau beban
operasional apakah telah dihitung dan disajikan
dalam jumlah yang tepat
• Auditor melakukan prosedur pengerjaan ulang
(reperforming) atas daftar gaji dan pph 21 yang
telah dibuat oleh Bagian Umum & Personalia
Pemeriksaan Beban Pajak Badan 7

• Perusahaan adalah sekumpulan modal yang


melakukan usaha untuk mencari laba
• Sesuai dengan ketentuan perpajakan, laba
perusahaan yang didapatkan pada akhir periode
dikenakan pajak penghasilan badan (corporate
income tax)
• Idealnya laba bersih sebelum pajak yang didapatkan
perusahaan bisa langsung dikenai PPh Badan
Audit akun Beban PPh Badan 8

• Untuk membuktikan apakah Beban Pajak


Penghasilan yang tersaji di neraca telah benar
jumlahnya, auditor melakukan perhitungan kembali
(counting) terhadap rekonsiliasi fiskal
• Laporan Rekonsiliasi Fiskal adalah Laporan yang
disusun untuk menghitung besarnya Beban Pajak
Penghasilan yang dibebankan karena adanya
Koreksi Fiskal
Koreksi Fiskal 9

• Koreksi Fiskal adalah koreksi perhitungan PPh


Badan karena adanya perbedaan pengakuan
metode, masa manfaat, dan umur dalam
menghitung laba secara komersial dengan secara
fiskal.
• Tidak semua ketentuan dalam Pedoman Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) digunakan dalam
peraturan perpajakan
• Adanya perbedaan tersebut mengakibatkan laba
rugi menurut pajak tidak sama dengan laba rugi
komersial (akuntansi)
Koreksi Fiskal 10

• Istilah : Laba Kena Pajak (akt) = Penghasilan Kena


Pajak (fiskal)
• Koreksi Fiskal yang mengakibatkan jumlah
Penghasilan Kena Pajak (PKP) menjadi lebih
besar → Koreksi Positif
• Koreksi Fiskal yang mengakibatkan jumlah PKP
menjadi lebih kecil → Koreksi Negatif
Koreksi Fiskal 11

• Positif :
1. Beban scr akt diakui lebih tinggi, shg di -
2. Pendapatan scr akt diakui lebih rendah, shg di +

• Negatif :
1. Beban scr akt diakui lebih rendah, shg di +
2. Pendapatan scr akt diakui lebih tinggi, shg di -
Koreksi Fiskal Positif 12

• Pengurangan beban dalam koreksi positif antara lain


yaitu adanya beban yang dalam standar akuntansi
diakui namun pada ketentuan perpajakan tidak
diakui
• Beban yang tidak diperkenankan oleh pajak (non
deductible expenses) seperti beban untuk
kepentingan pemegang saham, imbalan dalam
bentuk natura, sumbangan, jamuan tanpa nominatif,
dan beban yang sudah dikenai pph final.
• Koreksi fiskal positif juga bisa terjadi jika beban
penyusutan versi akuntansi > versi pajak. Selisih
antara kedua versi tsb adalah koreksi positif
Koreksi Fiskal Negatif 13

• Koreksi Fiskal Negatif umumnya terjadi pada


pendapatan, namun bila beban penyusutan versi
akuntansi < versi pajak maka selisih keduanya
adalah koreksi negatif
• Adanya penghasilan (pendapatan) yang sudah
dikenakan PPh Final
• Adanya penghasilan yang didapat dari penghasilan
yang bukan objek pajak
Penyusutan Fiskal 14

• Masa Manfaat atau Umur Ekonomis antara


penyusutan secara akuntansi bisa jadi berbeda
dengan penyusutan secara pajak. Untuk itu
perhitungan beban penyusutan antara versi
akuntansi bisa jadi berbeda dengan versi pajak.
• Perbedaan kedua versi perhitungan tersebut akan
berakibat adanya koreksi fiskal positif ataupun
koreksi fiskal negatif
• Dalam peraturan perpajakan, Khusus untuk Aset
Tetap yang masih dalam masa Sewa Guna Usaha
dilarang untuk dibebankan
Penyusutan Fiskal 15

• Beban Penyusutan menurut peraturan perpajakan


hanya boleh menggunakan dua metode : Garis
Lurus (straight line method) dan Saldo Menurun
(declining balance method)
• Jenis aset tetap dibedakan dalam dua golongan,
yaitu : Bangunan dan Bukan Bangunan
• Khusus untuk aset tetap bangunan hanya
diperkenankan menggunakan Garis Lurus
• Untuk Golongan bukan bangunan dibagi dalam 4
kelompok
Tarif Penyusutan Fiskal 16

No Kelompok Harta Masa Tarif Penyusutan


Berwujud Manfaat
Garis Lurus Saldo
Menurun
I Bukan Bangunan
Kelompok 1 4 tahun 25% 50%
Kelompok 2 8 tahun 12,5% 25%
Kelompok 3 16 tahun 6,25% 12,5%
Kelompok 4 20 tahun 5% 10%
II Bangunan
Permanen 20 tahun 5%
Tidak Permanen 10 tahun 10%
Penggolongan Aset Tetap menurut
Ketentuan Perpajakan 17

• Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No


96/PMK.03/2009 penentuan kelompok jenis harta bukan
bangunan diatur antara lain:
1. Kelompok I : meubel; mesin kantor seperti : mesin
fotokopi, mesin tik, komputer, printer, scanner, mesin
hitung, dan sejenisnya; sepeda motor; sepeda; alat-alat
dapur; alat perkakas industri (tools); dsb.
2. Kelompok II : Air Conditioner, Mobil, Truk, Bus, Kontainer,
Pompa Air, Mesin pengolah produk, dsb.
3. Kelompok III : mesin-mesin pertambangan, kapal, radar,
dsb.
4. Kelompok IV : mesin-mesin berat untuk konstruksi,
lokomotif, kereta listrik, gerbong, kapal keruk, dsb.
Perhitungan Pajak Tahun Auditan 18

• Menurut Peraturan Perpajakan yang berlaku di


Indonesia bahwa pada perhitungan pajak atas
penghasilan kena pajak (PKP) jika peredaran bruto
lebih dari Rp 4,8 Milyar untuk Badan Usaha yaitu :
1. Bagian Laba Kena Pajak yang memperoleh
fasilitas (tarif 25 % x 50% dari PKP)
2. Bagian Laba Kena Pajak yang tidak memperoleh
Fasilitas (tarif 25 % x PKP)
• Bagi UMKM kurang dari Rp 4,8 M dikenakan tarif
PPh final 0.5% berdasarkan PP No 23 Tahun 2018
Perhitungan Pajak Tahun Auditan 19

• Bagian Laba Kena Pajak yang memperoleh


fasilitas 4.800.000.000
:
Peredaran
Bruto

• Peredaran Bruto = Omzet


• Bagian Laba Kena Pajak yang tidak memperoleh
fasilitas = Peredaran Bruto – BLKP yang
memperoleh fasilitas
• Perhitungan Peredaran Bruto pada klien yaitu
Penjualan dikurangi dengan Potongan dan Retur
Penjualan
TUGAS ANDA 20

• Buku 1, Instruksi Umum, Berkas Permanen,


Permasalahan, dan Kertas Kerja Pemeriksaan
Tahun Lalu – hal 174
Kasus-Kasus Klien 21

• Amati kasus-kasus yang terjadi sebagai berikut ini :


• Hitung Kembali (Prosedur Rekalkulasi) PPh 21 dari
daftar perhitungan karyawan ! Lengkapi daftar pada
kertas kerja indeks M2.1 buku 2 hal 129
• Beban PPh 21 dicatat oleh klien sebagai Beban lain-
lain senilai Rp 19.877.000,- dan kekurangan
pembayaran PPh 21 merupakan Utang PPh 21
• Beban komisi penjualan dicatat sebagai Beban
Perjalanan & Akomodasi senilai Rp 60.000.000,-
• Pembelian barang untuk relasi bisnis (beban jamuan
dan representasi) dicatat sebagai beban perlengkapan
kantor senilai Rp 4.500.000,-
Kasus-Kasus Klien 22

• Pendapatan dari penjualan kardus bekas (pendapatan


lain-lain) justru malah dicatat sebagai beban jamuan
dan representasi senilai Rp 20.000.000,-. Pencatatan
beban ini juga salah karena di posting pada sisi
sebelah kredit dengan debitnya adalah Bank Loppo
• Ada anak karyawan yang mendapatkan biaya
pengobatan dari kantor, dicatat masuk ke akun
kesejahteraan karyawan senilai Rp. 10.000.000,-
cermati apakah hal ini sudah benar?
• Denda Keterlambatan penyetoran angsuran PPh 25
dapat dicatat pada beban lain-lain. Besarnya denda
yaitu 2% untuk tiap bulannya. Cermati apakah ada
keterlambatan penyetoran ?
Kasus-Kasus Klien 23

• Beban Pajak Penghasilan Badan belum


disesuaikan dengan hasil perhitungan kembali
yang dilakukan oleh auditor, sehingga belum
mencatat PPh badan terutang (PPh 29-kurang
bayar) dengan benar
• Untuk melakukan prosedur perhitungan pada
rekonsiliasi fiskal, cermati peraturan perpajakan
yang berlaku dan buatlah rekonsiliasi fiskal yang
tepat

Anda mungkin juga menyukai