Anda di halaman 1dari 47

( Pertemuan 3)

Oleh:
IR. BAMBANG SULISTYO P , MKKK
LATAR BELAKANG
• Tingginya angka kasus kebakaran pada berbagai sektor, seperti pada industri minyak dan
gas bumi, petrokimia, kimia, manufaktur, gedung, transportasi, industri makanan, dan
perumahan, menunjukkan perlunya pengetahuan dan pemahaman tentang manajemen
keselamatan dan konsep dasar api, fire risk assessment, fire modelling dan fire
protection, serta suppression system. Buku ini disusun guna memberikan pengetahuan dan
pemahaman mengenai hal-hal tersebut serta upaya yang dapat dilakukan untuk
menurunkan bahaya, risiko, dan dampak akibat kebakaran.
• Permasalahan kebakaran, statistik kebakaran, regulasi dan standar terkait kebakaran,
definisi, konsep dasar dan fenomena api, konsep pencegahan kebakaran, toksikologi
produk hasil pembakaran, kajian risiko kebakaran (fire risk assessment), sistem
keselamatan kebakaran, tata cara penyimpanan bahan-bahan yang mudah terbakar, audit
keselamatan kebakaran, konsep pemadaman api, dan evakuasi kebakaran. Pelbagai studi
kasus dan aplikasi manajemen keselamatan kebakaran seperti untuk gedung, industri
minyak dan gas, industri kimia dan manufaktur,
• Kebakaran merupakan salah satu masalah terbesar di Indonesia. Kejadian kebakaran
menimbulkan risiko (kerugian) yang cukup signifikan, di antaranya korban jiwa dan harta
benda/property, rusaknya stabilitas sosial ekonomi masyarakat, karena kehilangan tempat
tinggal/tempat berusaha/bekerja hingga berdampak pada risiko kerugian kesehatan dan
kerusakan lingkungan. Sering kali terdengar bahwa kejadian kebakaran disebabkan oleh
hal-hal kecil yang tidak kita sadari atau karena kecerobohan/kelalaian seperti penggunaan
peralatan listrik yang tidak standar, pemanfaatan listrik yang kurang bijak ataupun
pembiaran tumpahan bahan mampu bakar.
LATAR BELAKANG
• Perkembangan industrialisasi juga meningkatkan risiko kebakaran,
khususnya kebakaran pada pelbagai industri dan sektor seperti minyak dan
gas bumi, manufaktur, kimia, serta transportasi.

• Kerugian yang diakibatkan oleh kebakaran meliputi:


• • Kerugian jiwa (kematian dan luka-luka);
• • Kerugian dalam bentuk kesehatan (perawatan kesehatan, dampak terhadap
kesehatan akibat kebakaran);
• • Kerugian aset (uang, properti);
• • Kerugian gedung, peralatan, material, produk;
• • Terhentinya proses produksi dan kegiatan kerja;
• • Pencemaran lingkungan; serta
• • Dampak sosial dan reputasi (image).
STATISTIK KEBAKARAN DUNIA

Data dari The International Association for the Study of Insurance Economics atau yang dikenal
dengan The Geneva Association menunjukkan bahwa kerugian akibat kebakaran di banyak
negara maju di dunia berkisar 0,05–0,22% dari GDP (Gross Domestic Product) (World Fire
Statistics, 2011). Biaya kerugian akibat kebakaran di seluruh dunia disajikan pada

Negara   Kerugian  
Mata Kerugian dibandingkan
  2006 2007 2008
Uang %
GDP 2006–2008

Singapura S$ 125 110 110 0,05


Slovenia SIT       0,07 (2002–2004)
Australia AU $ 806 885 990 0,08
Republik Ceko Kc 2200 2450 3700 0,08
Spanyol €     910 0,08 (2008)
Polandia Zl 750 920 1450 0,09
Selandia Baru NZ $ 165 180   0,11 (2005–2007)
Amerika Serikat US $ 13000 16500 17500 0,11
Jepang ¥ 625 600 605 0,12
Jerman € 3300 2950 2850 0,13
Inggris £ 1650 1700 1900 0,13
Belanda € 746 900 1050 0,16
Finlandia € 260 315 305 0,17
Italia € 2200 2500 3150 0,17
Swedia kr 4300 5400 5950 0,17
Denmark kr 3000 4050   0,20 (2005–2007)
Prancis € 3300 3400 4550 0,20
Norwegia kr       0,22 (2003–2005)
*Nilai kerugian dalam juta, kecuali Jepang dalam miliar.
STATISTIK KEBAKARAN DI INDONESIA

Frekuensi kebakaran yang terjadi di DKI Jakarta rata-rata hampir 2–3 kali per hari. Pada tahun
2012 sejumlah 1.039 frekuensi kebakaran terjadi sehingga diperkirakan rata-rata 2,8 kali per
hari. Data statistik kebakaran di DKI Jakarta tahun 2003–2016 disajikan pada Tabel berikut.
JENIS KEBAKARAN DI INDUSTRI KIMIA,MINYAK,
DAN GAS BUMI

• Pelbagai jenis-jenis kebakaran dapat terjadi pada industri kimia dan industri
kimia, khususnya yang menggunakan, menyimpan dan memproduksi bahan-
bahan kimia mudah terbakar baik pada industri kimia, eksplorasi, pengolahan,
maupun penyimpanan minyak dan gas bumi.
• TIPE KEBAKARAN

• Tipe kebakaran banyak bersumber dari industri kimia dan industri perminyakan
karena kebakaran banyak terjadi di kedua jenis industri tersebut. Tipe
kebakaran yang terjadi bergantung pada karakteristik material, temperatur dan
tekanan material, kondisi lingkungan, serta waktu penyalaan. Tipe kebakaran
yang umumnya dapat terjadi di pabrik kimia dan hidrokarbon antara lain:
• • jet fire,
• • flash fire,
• • pool fire,
• • running liquid fire,
• • rireball atau boiling liquid expanding vapor explosion (BLEVE), dan
• • vapor cloud explosions.
JENIS KEBAKARAN DI INDUSTRI KIMIA,MINYAK,
DAN GAS BUMI

• Tipe kebakaran lainnya yang terjadi dalam suatu proses industri (plant) antara lain
adalah:
• • kebakaran yang melibatkan padatan, misalnya kebakaran selulosik (cellulosic
fire) seperti pada kayu, plastik, kertas, debu;
• • kebakaran gudang;
• • kebakaran yang berkaitan dengan peralatan listrik;
• • kebakaran yang melibatkan oksigen, seperti pada sistem penambahan
oksigen pada Fluid Catalytic Cracking (FCC) unit;
• • kebakaran yang melibatkan logam yang mudah terbakar, misalnya natrium;
dan
• • kebakaran yang melibatkan material piroporik (pyrophoric materials), seperti
aluminium alkil yang digunakan untuk katalis.
• Jet fire didefinisikan sebagai
• • ‘kebakaran yang berasal dari pelepasan bertekanan (pressurized release)
suatu gas dan/atau cairan’
• • ‘difusi turbulen api yang ditimbulkan dari kebakaran suatu bahan bakar yang
secara kontinu melepaskan momentum pada suatu arah tertentu’.
TOKSIKOLOGI PRODUK PEMBAKARAN

• TOKSIKOLOGI ASAP DAN GAS PRODUK HASIL PEMBAKARAN

• Dampak asap dan gas dari produk hasil pembakaran dapat menyebabkan
korban meninggal dunia akibat menghirup asap dan gas beracun dari kebakaran
yang jumlah korbannya dapat lebih banyak daripada jumlah korban meninggal
dunia akibat panas dan luka bakar (Purser, 2002). Saat ini banyak bahan
bangunan dan alat rumah tangga yang dapat terbakar mengeluarkan asap dan
gas yang berbahaya dan kebanyakan mengakibatkan korban kebakaran karena
mengisap asap tersebut (Gann et al., 2001). Pendapat yang lain mengatakan
bahwa meningkatnya korban kebakaran mungkin tidak berhubungan langsung
dengan bahan bangunan modern, tetapi dengan perubahan gaya hidup dari
waktu ke waktu yang saat ini menggunakan kain pelapis pada peralatan rumah
tangga (Purser, 2002). Korban kebakaran mungkin saja tidak mengalami luka
bakar, tetapi asap yang terhirup dapat mengakibatkan gangguan pernapasan
dan infeksi pernapasan (Hantson et al., 1997).
      Konsentrasi
Toksikan Sumber Efek Toksisitas
mematikan -
10 menit (ppm)

Hidrogen sianida Dari pembakaran wol, Gangguan 350

(HCN) sutra, poliokrilonitril pernapasan


(polyacrylonitrile),
nilon, poliuretran,
dan kertas

Nitrogen dioksida Diproduksi dalam Iritasi pada >200

(NO2) dan oksida jumlah yang besar paru-paru dan


nitrogen lainnya dari nitrat selulosa kematian
dan seluloid mendadak
KAJIAN RISIKO KEBAKARAN
• Kajian risiko kebakaran dapat digunakan sebagai suatu alat bantu dalam pengambilan keputusan akan
masalah terkait kejadian kebakaran. Adapun tujuan penulisan bab ini adalah untuk memberikan
pemahaman mengenai bagaimana dan mengapa suatu kajian risiko kebakaran dilakukan. Dengan
dilakukannya kajian risiko kebakaran, manajemen akan terbantu dengan tersedianya informasi-
informasi yang akan memudahkan pembuatan keputusan berbasis risiko.
• GAMBARAN UMUM KAJIAN RISIKO KEBAKARAN

• Kajian risiko kebakaran merupakan bagian integral dari suatu sistem manajemen risiko perusahaan
secara keseluruhan sehingga harus terintegrasi dengan kajian

• risiko lainnya. Kajian risiko kebakaran merupakan kajian risiko terhadap bahaya kebakaran dan
merupakan upaya untuk mengetahui kebutuhan dan kememadaian suatu perlindungan terhadap
kebakaran dengan beberapa kode dan standar sebagai tolok ukurnya. Berikut ini adalah beberapa
prinsip pokok mengenai kajian risiko kebakaran, yaitu
• • suatu kajian risiko kebakaran harus dilakukan di awal pengerjaan suatu proses desain;
• • identifikasi bahaya secara menyeluruh merupakan bagian dari kajian risiko
• kebakaran;
• • kajian risiko kebakaran yang telah ada harus dikaji ulang untuk memastikan diperolehnya informasi
yang terbaru;
• • suatu kajian risiko kebakaran digunakan dalam identifikasi upaya pencegahan,
• pengendalian, dan mitigasi.
• Selain itu, suatu kajian risiko kebakaran juga berguna sebagai alat bantu dalam peninjauan
ulang fasilitas yang ada, khususnya dalam kondisi
• • apabila diperkirakan akan terjadi perubahan pada fasilitas yang ada;
• • sebagai upaya evaluasi retrospektif atas kejadian yang telah terjadi, khususnya ketika
banyak perubahan yang terjadi dalam beberapa tahun belakangan;
• • ketika ada perubahan proses kerja atau perubahan material yang digunakan.

• Suatu kajian risiko kebakaran harus didokumentasikan agar diperoleh suatu gambaran utuh
serta menyeluruh mengenai kemungkinan bahaya kebakaran dan mengenai gambaran peran
dalam sistem keselamatan yang ada untuk mitigasi dan mengendalikan bahaya.
Pelaksanaan kajian risiko kebakaran yang terus-menerus atas suatu fasilitas harus dijaga
untuk memastikan adanya manajemen bahaya kebakaran yang berkelanjutan.
• Manfaat penerapan kajian risiko kebakaran sebagai alat bantu pengambilan keputusan akan
bervariasi antara untuk perusahaan atau untuk pengerjaan proyek. Tidak semua kegiatan
harus menerapkan kajian risiko kebakaran secara formal. Kajian risiko kebakaran diperlukan
dalam kondisi
• • proyek yang sangat besar;
• • ketika bahaya kebakaran yang ada kurang dipahami;
• • ketika sulit mengambil keputusan terhadap upaya perlindungan kebakaran yang paling
sesuai, mengingat dampak yang dapat ditimbulkan akibat kebakaran sangat luas;
• • Ketika biaya perlindungan kebakaran secara relatif signifikan terhadap biaya
• kajian risiko kebakaran.
• Beberapa kunci atas suksesnya suatu kajian risiko kebakaran
adalah sebagai berikut.
• • Personel yang akan melakukan kajian risiko kebakaran
sebaiknya adalah orang yang mengerti kajian risiko kebakaran
serta berpengalaman. Kajian risiko kebakaran sebaiknya
dilakukan oleh seorang fire protection engineer yang dapat
menggunakan common sense, realitis, dan hasilnya dapat
dibuat menjadi suatu laporan yang berbasis kinerja
(performance-based) terhadap upaya proteksi kebakaran.
• • Seorang fire risk engineer akan membuat beberapa asumsi
penting. Setiap asumsi yang dibuat tersebut harus
didokumentasikan serta dilampirkan dengan justifikasi berupa
data penunjang.
• • Dokumentasi penting untuk membantu pemahaman akan
hasil dan laporan kajian risiko kebakaran yang sudah lama
dibuat sehingga fire protection harus memastikan bahwa
kajian risiko kebakaran telah didokumentasikan secara utuh
dan menyeluruh.
11 ( SEBELAS ) ELEMEN FIRE PREVENTION:
– Fire Audit Program
– Layout and Spacing
– Control of Ignition Sources
– Employee Training
– Housekeeping
– Incident Investigation
– Inherently Safer Design
– Plant Maintenance
– Management of Change
– Material Hazards
– Alarm and Surveillance
1. FIRE AUDIT PROGRAM
FIRE AUDIT PROGRAM

• Aktivitas Audit termasuk di dalamnya


adalah:
– Mengevaluasi prosedur
– Mengevaluasi operasi
– Mengevaluasi aktivitas yang dilakukan
oleh management
– Mengevaluasi eksekusi dari suatu
program
PROSES FIRE AUDIT
Proses audit yang dilakukan secara umum dapat digambarkan
pada langkah-langkah berikut ini:
– Memahami sistem manajemen dan prosedur pengendalian
– Menilai kecukupan dari sistem pengendali yang ada
– Mengidentifikasi tugas dan aktivitas kritikal yang diperlukan
dalam memelihara efektifitas pengendalian
– Mengumpulkan dan mengevaluasi informasi untuk
memastikan tugas dan aktivitas kritikal benar-benar
dilakukan dan terdokumentasikan
– Melaporkan temuan, penyimpangan dari kriteria yang telah
ditentukan
– Mengkonfirmasi bahwa perubahan-perubahan telah
diimplemntasikan
PROSES FIRE AUDIT
Keefektifan fire audit ditentukan oleh
perencanaan yang tepat, perencanaan tersebut
meliputi:
– Langkah-langkah yang perlu dilakukan
– Bagaimana setiap langkah tersebut dilaksanakan
– Siapa yang akan melakukan di setiap langkah
tersebut
– Bagaimana tata urutan pelaksanaan dari setiap
langkah yang dilakukan
KUALIFIKASI TEAM AUDIT
Tim Audit harus memiliki pengetahuan
standar tentang Fire Protection dan
pengalaman dalam melaksanakan audit.
Selain itu Auditor harus dibekali
pengetahuan terutama dalam:
– Interviewing Techniques
– Observation (physical examination/inspection)
– Verification (data selection, sampling
strategies, analysis, etc)
FREKUENSI AUDIT
Frekuensi Audit ditentukan oleh beberapa kriteria
yaitu:
– Usia Fasilitas
– Tingkat pengalaman dari staf fasilitas
– Tingkat kedewasaan dari program/aktivitas Loss
Prevention secara keseluruhan, process safety dan
program-program lainnya.
– Tingkat perubahan atau frekuensi modifikasi pada
fasilitas, operasi, personil, proses dan peralatan.
– Sifat bahaya dan derajat resiko.
– Hasil dari Audit sebelumnya.
– Catatan insiden dalam operasi, near-miss, terutama yang
melibatkan flammable material, kebakaran atau ledakan.
2. PERTIMBANGAN LAYOUT & SPACING
Layout & Spacing sangat menentukan dalam
pecegahan penyebaran kebakaran (Spread of Fire).
Pertimbangan dasar dalam Layout & Spacing:
– Seluruh area bangunan dan struktur dipergunakan untuk
material non-combustible terutama eksterior dan sistem
support struktur.
– Control rooms, operating offices, dan penghuninya
dipisahkan dari area yang memiliki potensi bahaya proses.
– Penyimpanan flammable atau combustible materials dalam
jumlah besar terpisah dari area operasi/proses yang bernilai
tinggi.
– Proses yang berhubungan dengan Pengapian yang berasal
dari heater dan boiler, incinerator, flare dan peralatan
sejenisnya dilokasikan pada jarak yang aman (sesuai
standar) dari kegiatan operasi/proses, penyimpanan
flammable/combustible material, control room, kantor
operasi dan penghuninya.
3. IGNITION SOURCES CONTROL

Elemen fundamental dalam Fire Prevention


adalah pengendalian terhadap Ignition Sources.
Pengendalian Dasar terhadap ignition source
adalah:
– Electrical area classification
– Control of personal ignition sources
– Control of Hot Work
– Control of static electricity and stray electrical
currents
ELECTRICAL AREA CLASSIFICATION

• Jika memungkinkan electrical equipment dan wiring


ditempatkan di luar lokasi yang berbahaya
• Jika tidak memungkin, maka Ignition Sources harus
dikendalikan berbasis electrical area classification.
• NFPA 70 membagi hazardous locations menjadi tiga
kelas berdasarkan sifat bahayanya, yakni:
– Class I Flammable Liquid and Gases
– Class II Combustible Dusts
– Class III Easily Ignitable Fibers and Flyings
PERSONAL IGNITION SOURCES
Contoh Personal Ignition Sources:
– Pagers
– Cellular Phone
– PDA
– IPOD
– Matches/Lighters
– Discarded Cigarettes
– Other smoking materials
Untuk menjaga agar tidak terjadi kebakaran
disebabkan Personal Ignition Sources maka
Management perlu untuk membuat Komitmen tentang
Merokok atau Menggunakan Hand Phone
HOT WORK
Untuk memastikan bahwa aktivitas Hot Work dalam maintenance, construction atau
modifications berjalan dengan aman, maka Hot work procedure minimum harus
meliputi Elemen berikut ini:
• Penentuan siapa yang bertangung jawab dalam aktivitas Hot Work
• Sistem Ijin Kerja meliputi:
– Tempat kerja yang harus diinspeksi sebelum pekerjaan dilakukan
– Testing dari Flammable Vapors yang ada dan lakukan inspeksi terhadap Combustible
Materials
– Persiapkan PPE yang sesuai
– Proteksi tambahan yang diperlukan
– Batas waktu durasi ijin kerja
– Tanda tangan pengesahan dari otoritas yang ditetapkan sesuai prosedur
– Close out of work permit
• Training bagi personil
• Penyediaan/pemeliharaan peralatan yang dibutuhkan seperti gas detector
• Lakukan Audit dan review secara periodik terhadap program
STATIC ELECTRICITY

Langkah utama mengendalikan ignition sources


yang berasal dari static electricity adalah
dengan melakukan electrical earth-grounding
system dan equipment bonding system dimana
sistem tersebut harus secara reguler diperiksa
untuk memastika ground aman.
4. EMPLOYEE TRAINING

Training yang diberikan


secara tepat kepada
personil menjadi faktor
penentu juga dalam usaha
pelaksanaan Fire
Prevention yang baik.
5. HOUSEKEEPING
Housekeeping yang tidak baik menjadi sebab terjadinya
kebakaran. Praktek housekeeping yang tidak baik menyebabkan
beberapa hal:
– Memudahkan kebakaran menyebar lebih cepat
– Meningkatkan probabilitas dari kebakaran
– Meningkatkan probabilitas penyalaan spontan
– Menjadi symptom dari operasi yang ceroboh, repair yang terlalu sering
dan maintenance yang tidak memadai. Kondisi ini dapat menyebabkan
kebocoran, pelepasan dan tumpahan dan masalah-masalah lainnya
Housekeeping yang baik tidak begitu saja dapat dilakukan,
diperlukan leadership dan dukungan dari facility management,
staff, supervisi operasi dan maintenance dan kerjasama seluruh
pegawai.
HOUSEKEEPING PROGRAM
Tindakan yang perlu dipertimbangkan dalam penyusunan program
housekeeping:
– Menunjuk personil khusus yang bertanggung jawab terhadap housekeeping,
dapat juga partisipasi dalam housekeeping dilakukan secara bergiliran dengan
memnunjuk ketua untuk masing-masing kelompok
– Menentukan level kebersihan dan kerapihan yang dapat diterima dalam hal:
• Process liquid spill & residue accumulation
• Dust control
• Storage & handling (combustible & Flammable materials)
• Program penanganan container (drum) yang kosong
• Pembersihan penghalang fire protection dan equipment
– Lakukan inspeksi oleh personil yang ditunjuk dan dokumentasikan
– Laporkan hasil inspeksi housekeeping agar terpantau perkembangannya
– Berikan award untuk individual, area atau departemen yang terbaik
housekeeping-nya
6. FIRE INVESTIGATION

• Fire Investigation dapat dilakukan pada dua


tingkatan yang berbeda:
– Pemeriksaan tempat kejadian untuk menentukan
penyebab, point of origin dan penyebaran kebakaran.
– Analisa laboratorium atas sampel yang ditemukan di
tempat kejadian terutama jika diindikasikan adanya
tindakan Arson.
• Kedua tingkatan investigasi ini terkait satu sama
lainnya dan dapat saja dilakukan oleh dua pihak
yang berbeda kepakaran dan latar belakangnya
PENELUSURAN SEBAB KEBAKARAN

Tiga hal yang harus diperhatikan dalam


penelusuran sebab kebakaran:
– Sumber Penyalaan (Source of Ignition)
– Material pertama yang terbakar (Material first
ignited)
– Tindakan yang menyebabkan sumber penyalaan
dan material pertama yang terbakar berinteraksi
menyebabkan kebakaran
SCENE INVESTIGATION
Untuk mencapai hasil investigasi yang akurat seorang
Investogator harus memiliki pemahaman beragam
konsep dimana meliputi:
– Praktek dan metodologi investigasi yang digunakan pada
tempat kejadian kebakaran
– Penilaian terhadap kondisi kebakaran
– Pengetahuan tentang Fire Dynamic, Fire Behavior, Auto
Ignition dan faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran
kebakaran
– Pengetahuan tentang perbedaan jenis yang terbakar dan
pola asap serta intepretasinya
– Sampling Protocols, packaging, dll
7. INHERENTLY SAFER DESIGN /
DESAIN AMAN
Terdapat 4 kategori strategi menurunkan resiko:
• Inherent / Intrinsic
Eliminasi bahaya dengan menggunakan material dan proses yang tidak
berbahaya (misal: mengganti flammable solvent)
• Passive
Eliminasi atau minimalisasi bahaya melalui proses dan design equipment
yang mampu menurunkan baik frequency maupun consequences dari
bahaya (contoh: penggunaan higher pressure-rated equipment)
• Active
Penggunaan controls, safety interlocks, emergency shutdown system
untuk mendeteksi potensi penyimpangan bahaya proses. Sering disebut
sebagai Engineering Controls
• Procedural
Penggunaan prosedur operasi, pengecekan administratif, emergency
response procedure dan pendekatan menjerial lainnyauntuk mencegah
atau meminimalisir dampak suatu insiden. Sering disebut sebagai
Administrative Controls
INHERENTLY SAFER DESIGN

• Secara teori suatu fasilitas dianggap “Inherently


Safer Design” jika seluruh bahaya telah dieleminasi.
• Dalam prakteknya sebuah fasilitas dikatakan
Inherently Safer Design hanya untuk bahaya spesifik
bukan untuk seluruh bahaya.
• Waktu yang terbaik untuk mempertimbangkan
Inherently Safer Design adalah selama pelaksanaan
desain awal pembangunan operasi fasilitas yang
baru
8. PLANT MAINTENANCE

Mengapa diperlukan Plant Maintenance:


• Telah meningkatnya tingkat kapasitas dan utilisasi
process plant
• Kecenderungan penurunan pada tingkat Plant
Staffing
• Fasilitas proses telah digunakan bertahun-tahun
• Kondisi peralatan dan mesin-mesin yang memburuk
dimakan usia akan meningkatkan kegagalan,
shutdown atau gangguan proses
POOR MAINTENANCE
Beberapa gejala dari maintenance yang kurang
memadai:
– Perubahan dalam key indicator (inspeksi yang terlambat,
pengurangan peralatan)
– Perbaikan yang semakin sering
– Kebocoran, pelepasan dan tumpahan dalam proses
– Penutup peralatan yang terlepas atau hilang
– Panel listrik yang dibiarkan terbuka
– Insulation dibiarkan tertutup setelah dilakukan
maintenance
– Pipa struktural metal berkarat yang tidak dicat
– Tidak berfungsinya Gauge dan instrumen
ELEMEN PROGRAM GOOD MAINTENANCE

Komponen inti dalam Good Maintenance:


• Rasio yang tinggi terhadap tindakan prefentif dalam rangka
menyempurnakan pekerjaan maintenance.
• Kepemimpinan yang efektif dalam organisasi manitenance
yang dapat mendukung program maintenance dan personil.
• Melakukan risk analysis dan risk ranking system yang fokus
dan mendukung kebutuhan program maintenance.
• Prioritas maintenance berbasis resiko untuk memastikan
kecukupan sumber daya yang digunakan.
• Adanya komitmen dan dukungan management yang jelas
terhadap maintenance peralatan kritis, pengetesan dan
inspeksi.
• Adanya prosedur tertulis untuk menjelaskan bagaimana
maintenance suatu peralatan kritis harus dilakukan.
ELEMEN PROGRAM GOOD MAINTENANCE

• Sistem work order yang efektif dimana menyediakan


penjelasan atas pekerjaan yang harus dilakukan dan sistem
historical record dari peralatan.
• Controls & Sign-off pada work order system guna memastikan
prosedur management of change diikuti.
• Tindakan pencegahan untuk memastikan bahwa peralatan
yang digunakan telah dikembalikan pada kondisi normal
sebelum dilakukan perbaikan.
• Adanya sistem informasi maintenance dimana dijelaskan
rincian tentang peralatan termasuk kelengkapan dokumen
dan feedback keefektifan program manitenance.
• Prosedur Pengendalian dan Pengawasan untuk memastikan
pekerjaan kontraktor terintegrasi dengan program HSE
perusahaan.
9. MANAGEMENT OF CHANGE

• Prosedur Management of Change (MOC)


memastikan bahwa perubahan-perubahan dan
modifikasi pada operasi dilakukan pengkajian dan
pengesahan sebelum diimplementasikan.
• Proses MOC harus diupayakan untuk memastikan
bahwa perubahan yang akan dilakukan betul-betul
dianalisa untuk penilaian dampak yang mungkin
pada aspek fire prevention.
PERSONNEL CHANGES

• Personnel Changes dapat berdampak pada


strategi fire protection karena pada proses
MOC harus mengidentifikasi training dan
sumber daya tambahan yang diperlukan
ketika perubahan personil terjadi.
• Contoh: Perusahaan yang melakukan efisiensi
dan pengurangan personil akan berpengaruh
pada prosedur penanggulangan emergency.
PROSES CHANGES

• Perubahan terjadi ketika modifikasi dilakukan


pada fisik pabrik, operasi, equipment, personil
atau prosedur
• Semua perubahan jika tidak secara hati-hati
diimplementasikan dapat meningkatkan resiko
kerugian (bencana, kebakaran, ledakan, dll)
PROSES CHANGES
• Perubahan pada proses yang tidak
sistematis atau tidak terkalkulasi dengan
akurat seperti kenaikan pada temperatur,
tekanan, flow rate, dapat membawa pada
peningkatan bahaya
• Banyak kebakaran terjadi disebabkan oleh
penggantian material atau instrumen yang
diasumsikan sebagai “equivalent
replacement”
MAINTENANCE TURNAROUNDS ( TA )
• Insiden sering kali terjadi pada saat
dilakukan maintenance turnarounds
atau konstruksi.
• Pada saat TA perusahaan harus
mempertimbangkan perubahan
emergency response untuk antisipasi
insiden.
• Strategi penanggulangan emergency
pada saat TA menjadi lebih spesifik
dibandingkan pada normal operation.
10. MATERIAL HAZARDS

• Identifikasi bahan berbahaya dan


pengumpulan informasi tentang
bahan berbahaya menjadi elemen
penting dalam Fire Prevention.
• Informasi tentang seluruh zat kimia
yang digunakan harus diketahui
dalam rangka pembuatan desain
yeng tepat, praktek rutin
penanganan bahan berbahaya dan
Fire Prevention Plan.
MATERIALS HAZARDS EVALUATION
PROGRAM
Elemen kunci dalam Program Evaluasi Bahan
Berbahaya:
– Tentukan personil yang bertanggung jawab dalam
program untuk menentukan properti fisik dan kimia dari
setiap bahan berbahaya yang ditangani di operation site.
– Kumpulkan informasi yang ada, evaluasi bahan yang
berbahaya dan identifikasi tingkatan relatif dari bahan
berbahaya serta lakukan tindakan pencegahan yang
dibutuhkan.
– Lakukan evaluation test yang tepat untuk bahan yang
berbahaya.
– Sosialisasikan dan distribusikan informasi bahan
berbahaya dan tindakan pencegahan kepada pegawai,
organisasi emergency, organisasi emergency lokal dan
pihak terkait lainnya.
MATERIAL SAFETY DATA SHEET

• Material Safety Data Sheet (MSDS)


dari suatu zat kimia sangat
diperlukan guna mengidentifikasi,
mengevaluasi, dan merespon secara
aman suatu insiden yang melibatkan
bahan berbahaya
11. ALARM & SURVEILLANCE
• Alarm & Surveillance merupakan elemen penting
dalam Fire Prevention.
• Alarm & Surveillance meliputi:
– Notifikasi dari kejadian emergency
– Dapat digunakan secara manual oleh orang-orang yang
mengobservasi emergency
– Dapat secara otomatis mengaktifkan sistem proteksi
– Tindakan komunikasi yang harus dilakukan pada saat
terjadi emergency
– Melakukan pengawasan bahaya kebakaran terhadap
fasilitas
– Pemberitahuan kepada organisasi emergency di luar area
operasi
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai