Kel. 7 NS-Askep Gadar Epistaksis
Kel. 7 NS-Askep Gadar Epistaksis
Manajemen Epitaksis
IDRUS IRVAN SUJI HERMANTO
RIZKY ARIE WARDHANA STEPANI FLUR B
Konsep dasar
Definisi MANAJEMEN EPITAKSIS
Epistaksis atau sering disebut mimisan adalah perdarahan dari hidung dapat berasal dari
bagian anterior rongga hidung atau dari bagian posterior rongga hidung. Dapat terjadi
akibat sebab lokal atau sebab umum (kelainan sistemik). Epistaksis bukan suatu penyakit
melainkan gejala suatu kelainan. Perdarahan yang terjadi di hidung adalah akibat kelainan
setempat atau penyakit umum. Kebanyakan ringan dan sering berhenti sendiri tanpa
memerlukan bantuan medis, tetapi epistaksis yang berat, walaupun jarang, merupakan
masalah kedaruratan yang berakibat fatal bila tidak segera ditangani (Endang & Retno,
2008).
Konsep dasar
etiologi MANAJEMEN EPITAKSIS
a. Penyebab local
1) Idopatik (85% kasus) biasanya merupakan epistaksis ringan dan berulang pada anak dan remaja.
2) Trauma : epistaksis dapat terjadi setelah trauma ringan misalnya mengorek hidung.
3) Iritasi : epistaksis juga timbul akibat iritasi gas yang merangsang, zat kimia, udara panas pada mukosa hidung.
4) Pengaruh lingkungan, misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi.
5) Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksis ringan unilateral disertai ingus yang berbau busuk.
6) Infeksi, misalnya pada rhinitis, sinusitis akut maupun keronis serta vestibulitis.
7) Tumor, baik jinak maupun ganas yang terjadi dihidung, sinus paranasal maupun nasofaring.
8) Latrogenic, akibat pembedahan atau pun pemakaian semprot hidung steroid jangka lama.
b. Penyebab sistemik
1) Penyakit kardiovaskuler, misalnya hipertensi dan kelainan pembuluh darah
2) Infeksi, biasanya infeksi akut pada demam berdarah, influenza, morbilli, demam tifoid
3) Kelainan endokrin misalnya pada kehamilan, menarche, menopause.
4) Kelainan congenital, biasanya yang sering menimbulkan epistaksis adalah hereditary heamorrhagic teleangiectasis atau penyakit osler weber
rendu
5) Kelainan darah, seperti trombositophilia dan leokimia
Konsep dasar
Patofisiologi MANAJEMEN EPITAKSIS
Epistaksis didefinisikan sebagai perdarahan akut dari rongga hidung, yang keluar melalui lubang
hidung ataupun kebelakang (nasopharing). Secara patofisiologis, bisa dibedakan menjadi epistaksis
anterior dan posterior. 90% epistaksis berasal dari bagian depan hidung (anterior), berasal dari
sekat/dinding rongga hidung. Bagian dalam hidung dilapisi oleh mukosa yang tipis dan mengandung
banyak pembuluh darah (Kiesselbach plexus) yang fungsinya menghangatkan dan melembabkan
udara yang dihirup. Pembuluh-pembuluh ini amat peka terhadap pengaruh dari luar, selain karena
letaknya di permukaan juga karena hidung merupakan bagian wajah yang paling menonjol. Sehingga
perubahan cuaca (panas, kering), tekanan udara (di daerah tinggi), teriritasi gas/zat kimia yang
merangsang, pemakaian obat untuk mencegah pembekuan darah atau hanya sekedar terbentur
(pukulan), gesekan, garukan, iritasi hidung karena pilek/allergi atau kemasukan benda asing dapat
menimbulkan epistaksis. Jenis 14 epistaksis yang anterior biasanya lebih mudah diatasi dengan
pertolongan pertama di rumah (Isezuo, 2008).
Konsep dasar
Manifestasi MANAJEMEN EPITAKSIS
Biasnya epistaksis terjadi tanpa adanya tanda-tanda peringatan, darah akan mengalir
perlahan-lahan tetapi bebas melalui satu atau kadang-kadang kedua lumen hidung.
Tanda-tanda terjadinya perdarahan hidung antara lain adalah adanya perdarahan yang
keluar dari salah satu atau kedua lubang hidung. Penderita sering menelan, dan
penderita merasa ada cairan dibagian belakang hidung dan tenggorokan.
Konsep dasar
Komplikasi EPITAKSIS
Komplikasi dapat terjadi akibat dari epistaksisnya sendiri atau sebagai akibat
dari usaha penanggulangan epistaksis (Endang & Retno, 2008). Akibat
perdarahan yang hebat dapat terjadi aspirasi darah ke dalam saluran napas
bawah, juga dapat menyebabkan syok, anemia, dan gagal ginjal. Turunnya
tekanan darah secara mendadak dapat menimbulkan hipotensi, hipoksia,
iskemia serebri, insufisiensi koroner, sampai infark miokard sehingga dapat
menyebabkan kematian. Dalam hal ini pemberian infus atau transfusi darah
harus dilakukan secepatnya (Endang & Retno, 2008).
Konsep dasar
penatalaksanaan EPITAKSIS
Penanganan epistaksis perlu diperhatikan perkiraan jumlah dan kecepatan perdarahan.
Pemeriksaan hematokrit, hemoglobin dan tekanan darah dilakukan. Kecurigaan defisiensi faktor
koagulasIidilakukan pemeriksaan hitung trombosit, masa protrombin dan masa tromboplastin
(APTT).
Epistaksis Anterior Perdarahan anterior seringkali berasal dari pleksus Kisselbach di septum
bagian depan. Apabila tidak berhenti spontan, perdarahan anterior terutama pada anak, dapat dicoba
dihentikan dengan menekan hidung dari luar selama 10-15 menit. Bila sumber perdarahan dapat
terlihat, tempat asal perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras Argenti (AgNO3) 25-30%.
Sesudahnya area tersebut diberi krim antibiotik (Nuty & Endang, 2008).
Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit diatasi, sebab biasanya perdarahan hebat dan sulit
dicari sumber perdarahan dengan rinoskopi anterior (Nuty & Endang, 1998). Epistaksis posterior
dapat diatasi dengan menggunakan Digital Repository Universitas Jember 20 tampon posterior,
balloon tamponade, ligasi arteri dan embolisasi (Abelson, 1997).
Asuhan keperawatan
WOC MANAJEMEN EPITAKSIS
ALGORITMA EPITAKSIS
Asuhan keperawatan
Pengkajian MANAJEMEN EPITAKSIS
1) A = “Airway”
Pasien penurunan kesadaran, rembesan darah pada lubang hidung anterior, tidak ada muntahan di rongga
mulut, bunyi auskultasi paru vesikuler.
2) B = “Breathing dan Ventilasi”
Udara terasa berhembus,Perkembangan dada seimbang, respiration rate.
3) C= “Circulation”
Klien mengeluh lemas dan sedikit pusing, lemah,Nadi terasa lemah, Perdarahan pada kedua hidung bagian
anterior
4) D= “Disability”
Riwayat trauma kepala, keluhan mengeluh pusing jika terlalu capek saat dirumah, kaji GCS
5) E= “Eksposure”
Ada/Tidak ada luka ditubuh klien, perdarahan di kedua lubang hidung bagian anterior, Suhu klien.
Asuhan keperawatan
Diagnosa MANAJEMEN EPITAKSIS
Bersihan jalan nafas tidak efektif b/d Setelah dilakukan Tindakan keperawatan
1) Manajemen jalan Nafas (I.01011)
sekresi yang tertahan diharapkan bersih jalan nafas meningkat
dengan kiteria hasil : 1.1 Monitor pola nafas
1. Ferkuensi nafas membaik
(frekuensi,kedalaman, usaha nafas)
2. Sputum menurun
3. Disnea menurun 1.2 Pertahankan kepatenan jalan
4. Pola nafas membaik
nafas dengan head-lift dan chin-lift
(jaw-thrust jika curiga trauma
servikal)
1.3 Keluarkan sumbatan benda padat
dengan forsep McGill
1.4 Monitor sputum (jumlah, warna,
aroma)
2) Pemantauan respirasi (I.01014)
1.5 Monitor adanya sumbatan napas
Asuhan keperawatan
Intervensi MANAJEMEN EPITAKSIS
Diagnosa SLKI Intervensi
No.Dokumen : 440/010/SOP-
LAYANAN
KLINIS/35.07.103.101/2016
SOP
No. Revisi :0
Halaman : 1/4
UPTD
dr. Yudiono Setiawan
PUSKESMAS
NIP. 19780401 201101 1 002
KASEMBON
EPISTAKSIS
No.Dokumen : 440/010/SOP-
LAYANAN
KLINIS/35.07.103.101/2016
UPTD SOP dr. Yudiono Setiawan
No. Revisi :0
PUSKESMAS NIP. 19780401 201101 1 002
Tanggal Terbit : 15 Agustus 2016
KASEMBON
Halaman : 2/4
Epistaksis adalah perdarahan akut yang berasal dari lubang hidung, rongga
1.Pengertian hidung atau nasofaring. Epistaksis bukan suatu penyakit, melainkan gejala dari
suatu kelainan yang hampir 90% dapat berhenti sendiri. Perdarahan dari hidung
dapat merupakan gejala yang sangat mengganggu.
Prosedur ini dibuat dimaksudkan agar petugas kesehatan di puskesmas kasembon
2.Tujuan dapat melakukan penanganan penderita otitis media akut dengan baik dan benar
KRITERIA RUJUKAN
a. Pasien dengan epistaksis yang curiga akibat tumor di rongga hidung atau
nasofaring.
b. Epistaksis yang terus berulang.
EPISTAKSIS
No.Dokumen : 440/010/SOP-
UKP/35.07.103.101/2016
UPTD dr. Yudiono Setiawan
SOP No. Revisi :0
PUSKESMAS NIP. 19780401 201101 1 002
KASEMBON Tanggal Terbit : 15 Agustus 2016
Halaman : 4/4
8.Dokumen Terkait
9.Rekaman historis
Perubahan
No. Yang dirubah Isi Perubahan Tgl mulai diberlakukan
Telaah Jurnal
No PENELITI HASIL PENELITIAN
1. Ismail Salcan1 , Judul Penelitian :
Abdulkerim Olgun2
Sayas Ada Hubungan Antara Epitaksis dan Variasi Anatomi?
Latar Belakang:
Epistaksis, salah satu kedaruratan telinga, hidung, dan tenggorokan (THT) yang paling umum, mengacu pada mimisan
yang disebabkan oleh patologi vaskular dan gangguan pembekuan karena kerusakan mukosa hidung [1]. Epistaksis
diamati pada sekitar 60% populasi, lebih umum pada individu berusia di bawah 10 dan di atas 50 [2]. Ketika epistaksis
dievaluasi berdasarkan jenis kelamin, ada penelitian yang melaporkan bahwa itu lebih sering terjadi pada pria [3].
Frekuensi epistaksis meningkat di musim semi dan musim dingin karena peningkatan laju infeksi saluran pernapasan
atas, udara dalam ruangan yang panas dan kering, dan kelembaban yang lebih rendah [4]. Pendarahan ringan dan
cenderung berhenti secara spontan pada sebagian besar pasien. Suplai darah hidung berasal dari arteri karotis interna dan
eksterna [5]. Sekitar 90-95% mimisan terjadi di bagian anterior hidung, sebagian besar di daerah Little (pleksus
Kiesselbach) [6]. Garis ostium maksila memisahkan titik perdarahan anterior dan posterior [7]. Epistaksis posterior
umumnya disebabkan oleh arteri sphenopalatina dan dapat menyebabkan perdarahan hebat [8]. Sementara epistaksis
anterior lebih sering terlihat pada anak-anak dan orang dewasa, epistaksis posterior lebih sering terjadi pada orang tua
dengan penyakit sistemik seperti hipertensi [1
Tujuan:
Tujuan dari penelitian kami adalah untuk memperkenalkan hubungan antara epistaksis dan variasi anatomi dan
menyajikan pendekatan pengobatan saat ini
Hasil:
Epistaksis adalahsalah satu keadaan darurat telinga, hidung, dan tenggorokan yang paling umum. Alasan etiologi harus
dianalisis agar pengobatan menjadi efektif.
Tujuan:
The aim of our study is to introduce the relationship between epistaxis and
anatomical variations and present the current treatment approach
Hasil:
Epistaxis is one of the most common ear, nose, and throat emergencies. Etiological
reasons must be analysed for the treatment to be effective.
Terima Kasih
MOHON MAAF BANYAK
KEKURANGAN