Anda di halaman 1dari 21

KONSEP DAN ASUHAN

KEPERAWATAN PADA
PENYAKIT DIFTERI
Kelompok 4

120004 Agni Nuryantika


120009 Asep Wahyu
120012 Dewi Gustini
120036 Shella Mozza Az-
zahra
KONSEP
PENYAKIT DIFTERI
PENGERTIAN DIFTERI

Difteri adalah penyakit yang diakibatkan oleh


serangan bakteri yang bersumber dari
Corynebacterium Diphtheriae. Orang yang selamat
dari penyakit ini menderita kelumpuhan otot-otot
tertentu dan kerusakan permanen pada jantung dan
ginjal. Anak-anak yang berumur satu sampai
sepuluh tahun sangat peka terhadap penyakit ini.
Corynebacterium diphtheriae merupakan bakteri yang menginfeksi
saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, nasofaring (bagian antara
hidung dan faring/ tenggorokan) dan laring. Infeksi yang dihasilkan oleh
bakteri ini disebut difteri, merupakan salah satu penyakit toksik akut
sangat menular (contagious disease) dan menjadi fenomena penyakit
yang negatif.
Kebanyakan penderita difteri adalah anak-anak yang berusia di
bawah 15 tahun dengan usia rentan yakni 2-10 tahun, dan dalam
beberapa kejadian kasus difteri berakibat fatal hingga menimbulkan
kematian.
ETIOLOGI
Penyebab penyakit difteri adalah jenis bakteri yang diberi nama
Cornyebacterium Diphteriae. Bakteri ini bersifat polimorf, tidak
bergerak dan tidak membentuk spora, aerobik dan dapat memproduksi
eksotoksin (Sudoyo, 2009). Uji schick merupakan pemeriksaan untuk
mengetahui apakah seseorang telah memiliki antitoksin (Mansjoer,
Suprohaita, Wardhani, & Setiowulan, 2007).
GEJALA DIPHTHERIA (SUDOYO, 2009):
1. Demam, suhu tubuh meningkat sampai 38°
Celcius
2. Batuk dan pilek yang ringan
3. Sakit dan pembengkakan pada tenggorokan
4. Mual, muntah , sakit kepala
5. Adanya pembentukan selaput di
tenggorokan berwarna putih ke abu
abuan kotor
6. Rinorea, berlendir kadang-kadang bercampur
darah
 
PATOFISIOLOGI DIFTERI
Kuman masuk melalui mukosa/kulit, melekat serta berbiak pada permukaan mukosa
saluran nafas bagian atas dan mulai memproduksi toksin yang merembes ke sekeliling
serta selanjutnya menyebar ke seluruh tubuh melalui pembuluh limfe dan darah. Setelah
melalui masa inkubasi selama 2-4 hari kuman difteri membentuk racun atau toksin yang
mengakibatkan timbulnya panas dan sakit tenggorokan. Kemudian berlanjut dengan
terbentuknya selaput putih di tenggorokan akan menimbulkan gagal nafas, kerusakan
jantung dan saraf. Difteri ini akan berlanjut pada kerusakan kelenjar limfe, selaput putih
mata, vagina.
P
A
T
O
F
L
O
W
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Anamnesis
Suara serak, nyeri tenggorok, nyeri menelan, demam tidak tinggi,
hingga adanya stridor, “ngences”, dan tanda lain dari obstruksi napas atas,
dengan riwayat imunisasi tidak lengkap.
2. Pemeriksaan fisis
Umumnya (94%) menunjukkan tanda tonsilitis dan faringitis dengan
pseudomembran/selaput pada tempat infeksi berwarna putih keabu-abuan,
mudah berdarah bila diangkat.
3. Laboratorium
Kriteria konfirmasi laboratorium difteri adalah kultur atau PCR positif.
Untuk mengetahui toksigenisitas difteri, dilakukan pemeriksaan tes Elek.
Pengambilan sampel kultur dilakukan pada hari ke-1, ke-2, dan ke-7.
TATA LAKSANA MEDIS
Semua kasus yang memenuhi kriteria pemeriksaan diagnostik harus diperlakukan
sebagai difteri sampai terbukti bukan. Dokter memutuskan diagnosis difteri berdasarkan
tanda dan gejala yang terpenting yaitu mulai tata laksana antitoksin dan antibiotik apabila
dokter mendiagnosis suspek difteri tanpa perlu konfirmasi laboratorium. Sedangkan, tujuan
pengobatan penderita difteri adalah menginaktivasi toksin yang belum terikat secepatnya,
mencegah dan mengusahakan agar penyulit yang terjadi minimal, mengeliminasi
C. diphtheriae untuk mencegah penularan serta mengobati infeksi penyerta dan penyulit
difteri.
KOMPLIKASI

Racun difteri dapat menyebabkan kerusakan pada jantung, sis-


tem saraf, ginjal ataupun organ lainnya (Mansjoer et al., 2007) :

1. Saluran nafas : obstruksi jalan nafas, bronkopneumonia, atelektasis paru

2. Kardiovaskular : miokarditis akibat toksin kuman


3. Urogenital : nefritis

4. Susunan saraf : paralisis/paresis palatum mole (minggu I dan II), otot


mata (minggu III), dan umum (setelah minggu IV)
PENCEGAHAN PENYAKIT DIFTERI

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam menangani atau mencegah
pe-nyebaran maupun penularan difteri (Mansjoer et al., 2007) :
1. Isolasi pasien, Isolasi dihentikan jika hasil dinyatakan negatif setelah melewati dua
hari pemeriksaan.
2. Pemberian imunisasi, Biasanya imunisasi ini bersamaan dengan imunisasi polio,
hepatitis B, sedangkan imunisasi Difteri tergabung dalam Imunisasi DPT atau
Difteri, Pertusis dan Tetanus.
3. Pencarian dan pengobatan pasien, dilakukan dengan uji schick. Bila hasil negatif,
dilakukan apusan tenggorokan.
4. Biasakan hidup bersih dan selalu menjaga kebersihan lingkungan
ASUHAN KEPERAWATAN
PENYAKIT DIFTERI
PENGKAJIAN
1. Biodata

2. Keluhan utama

3. Riwayat kesehatan sekarang

4. Riwayat kesehatan dahulu

5. Riwayat penyakit keluarga

6. Pola fungsi kesehatan

7. Pemeriksaan fisik

8. Pemeriksaan penunjang

9. Penataklasanaan
DIAGNOSA

Ada beberapa diagnosa keperawatan yang lazim muncul


dalam pasien dengan kasus difteri, antara lain (NANDA
Internasional, 2015) :

1. Ketidak efektifan pola napas.

2. Penurunan curah jantung

3. Resiko infeksi di tandai oleh penyakit kronis

4. Gangguan menelan b.d gangguan pernafasan


NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi

Ketidakefektifan pola nafas b.d NOC NIC


1.
sindrom hipoventilasi Oxygen Therapy
Setelah pemberian askep diharapkan
bersihan jalan pasien efektif dengan 1. Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
Kriteria Hasil : 2. Pertahankan jalan nafas yang paten
3. Aturan peralatan oksigenasi
1. Mendemonstrasikan batuk efektif 4. Pertahankan posisi pasien
dan suara nafas yang bersih, tidak 5. Pertahankan aliran oksigen
ada syanosis dan dypneu (mampu 6. Observasi adanya tanda – tanda
hipoventilasi
mengeluarkan sputum, mampu 7. Monitor adanya kecemasan pasien
bernafas dengan mudah, tidak ada terhadap oksigenasi.
pursed lips).
 
2. Menunjukan jalan nafas yang paten
(klien tidak dapat tercekik, irama Vital sign monitoring
nafas, frekuensi pernafasan dalam 8. Monitor TD, Nadi, Suhu, dan RR
rentang normal, tidak ada suara 9. Catat adanya frektuasi tekanan dareah
nafas abdormal). 10. Auskultasi TD pada kedua lengan dan
3. Tanda-tanda vital dalam rentan bandingkan
11. Monitor TD , Nadi, RR sebelum selama dan
normal (tekanan darah, nadi,
setelah aktifitas
respirasi, dan suhu). 12. Monitor kualitas dari Nadi
13. Monitor frekuensi dan irama pernafasan
14. Monitor suara paru
15. Monitor suhu warna dan kelembaban kulit
16. Monitor pola pernafasan abnormal
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
2. Penurunan curah jantung b.d NOC NIC
edema kongesti, perubahan Setelah diberika askep dihapkan curah Cardia care
volume sekuncup, perubahan jantung klien normal dengan Kreteria
kontraktilitas jantung 1. Evaluasi adanya nyeri dada
Hasil :
(intensitas , lokasi dan durasi)
1. Tanda vital dalam rentan normal 2. Catet adanya distrirmia jantung
(tekanan darah, Nadi, respirasi) 3. Monitor status cardio vaskuler
2. Dapat mentoleransi aktifitas, tidak 4. Monitor status pernafasan yang
ada kelelahan mendakan gagal jantung
3. Tidak ada edema paru, perifer, dan 5. Monitor adanya perubahan tekanan
tidak ada asites darah
6. Atur periode latihan dan istirahat
untuk menghindari kelelahan
7. Monitor adanya dypseu, fatigue,
tekipeu dan ortopeu.
 
Vital sign Monitoring
8. Monitor TD, Nadi, Suhu dan RR
9. Catat adanya fluktuasi tekanan
darah
10. Monitor frkuensi dan irama
pernafasan
11. Monitor suara paru
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi

3. Resiko infeksi di tandai oleh NOC NIC


penyakit kronis
Setelah diberikan askep diharapkan klien Kontrol infeksi
dapat memahami tentang penyakitnya
(infection control)
dengan Kreteria Hasil :
1. Instruksikan pada penunjang untuk
1. Klien bebas dari tanda dan gejala
mrncuci tangan saat berkuncung dan
infeksi
setelah berkunjung meninggalkan
2. Mendefkrisikan proses penularan
pasien
penyakit, faktor yang mempengaruhi
2. Guanakan baju, sarung tangan
penularan serta penatalaksanaannya
sebagai alat pelindung
3. Menunjukan kemampuan untuk
3. Monitor tanda dan gejala infeksi
mencegah timbulnya infeksi
4. Monitor kerentanan terhadap infeksi
4. Jumlah leukosit dalam batas normal
NO Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi

4. Gangguan menelan b.d gangguan NOC


NIC
pernafasan Setelah dilakukan askep diharapkan pasien
memenuhi Kreteria Hasil : Asviretion precaution
1. Dapat pertahankan makanan dalam
1. Memantau tingkat kesadaran,
mulut
2. Kemampuan menelan adekuat reflek batuk, reflek muntah dan
3. Mampu mengontrol mual dan muntah
kemampuan menelan
4. Kondisi pernafasan , ventilasi adekuat
2. Monitor status paru menjags atau
mempertahankan jalan nafas
3. Potong makanan menjadi
potongan – potongan kecil
4. Hindari cairan atau menggunakan
zat pengental
5. Menyuapkan makanan dalam
jumlah kecil
EVALUASI
Tindakan evaluasi dilakukan untuk melihat kemampuan klien
dalam mecapai tujuan dari tindakan yang telah dilakukan. Evaluasi dapat
dilakukankan dengan membuat hubungan yang baik dengan klien
berdasarkan respon klien terhadap tindakan keperawatan yang diberikan
oleh perawat, sehingga perawat dapat mengambil keputusan:

1. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan

2. Memodifikasi rencana dari tindakan keperawatan

3. Meneruskan rencana tindakan keperawatan


Terima kasih

Anda mungkin juga menyukai