Anda di halaman 1dari 14

Perbandingan Hukum Pidana Indonesia

dan Negara dengan Sistem Eropa


Kontinental dan Amerika Latin selain
Belanda

Dosen : Zidney Ilma Fazaada Emha


SH.,MH.
DI SUSUN OLEH :

● Filda Marela Hernanda


2002026029
● Lela Fakhriyatun Izzah
2002026030
● M. Ilham Prasetya 2002026031
● M. Agil Himawan 2002026034
● Irma Dewi Wulansari
2002026035
A. KUHP Jerman Sebagai negara menganut asas Civil Law

● Civil Law atau yang juga dikenal; dengan Romano-Germanic Legal System adalah system hukum
yang berkembang di dataran Eropa. Titik tekan pada system hukum ini adalah penggunaan aturan-
aturan hukum yang sifatnya tertulis. Sistem hukum ini berkembang di dataran Eropa.
● Civil Law atau yang juga dikenal; dengan Romano-Germanic Legal System adalah system hukum
yang berkembang di dataran Eropa. Titik tekan pada system hukum ini adalah penggunaan aturan-
aturan hukum yang sifatnya tertulis. Sistem hukum ini berkembang di dataran Eropa
Ciri atau Karakteristik Sistem Civil Law adalah :
● Adanya system kodifikasi
● Hakim tidak terikat dengan preseden atau doktrin stare decicis, sehingga
undang-undang menjadi rujukan hukumnya yang utama
● System peradilannya bersifat inkuisitorial

● Jerman sebagai negara yang menganut asas civil law memiliki ciri khas
dalam KUHP nya yaitu “ lf the law threatens a higher penalty for a
sppecified consequence of a deed, the perpetrator shall he subjected to this
aggravated punishment only if he has caused the consequence at least
negligently”
B. KUHP Indonesia sebagai Negara yang Menganut Asas Civil Law
Indonesia sebagai negara yang menganut Sistem Hukum Eropa Kontinental (civil law system),
eksistensi peraturan perundang-undangan sangatlah penting, karena bila dikaitkan dengan asas
legalitas yang berarti setiap tindakan pemerintah harus memiliki dasar pada peraturan perundang-
undangan yang berlaku dan didalam sistem hukum Civil Law, yang ditonjolkan adalah adanya
kepastian hukum. Bila kepastian hukum sudah tercapai, maka selesailah perkara, meskipun mungkin,
bagi sebagian orang dinilai tidak adil. sistem hukum civil law tetap memiliki beberapa aspek positif
yang harus dijaga..Pertanggungjawaban pidana dalam istilah asing disebut dengan teorekenbaardheid
atau criminal responsibility yang menjurus kepada pemidanaan pelaku dengan maksud untuk
menentukan apakah seseorang terdakwa atau tersangka dipertanggungjawabkan atas suatu tindakan
pidana yang terjadi atau tidak. Tindak pidana yang dilakukannya itu memenuhi unsurunsur delik yang
telah ditentukan dalam undang-undang.Dilihat dari sudut terjadinya tindakan yang dilarang, seseorang
akan dipertanggungjawabkan atas tindakan-tindakan tersebut, apabila tindakan tersebut melawan
hukum serta tidak ada alasan pembenar atau peniadaan sifat melawan hukum untuk pidana yang
dilakukannya. Dan dilihat dari sudut kemampuan bertanggung jawab maka hanya seseorang yang
mampu bertanggung jawab yang dapat dipertanggungjawabkan atas perbuatannya.
Bertanggung jawab pidana harus mempunyai unsur-unsur sebagai
berikut:
1. Kemampuan berpikir (psychisch) pembuat (dader) yang
memungkinkan ia
menguasai pikirannya, yang memungkinkan ia menentukan
perbuatannya.
2. Oleh sebab itu , ia dapat menentukan akibat perbuatannya.
3. Sehingga ia dapat menentukan kehendaknya sesuai dengan
pendapatnya.
Berdasarkan hal tersebut maka pertanggungjawaban pidana atau
kesalahan menurut Hukum Pidana, terdiri atas tiga syarat yaitu :
1) Kemampuan bertanggungjawab atau dapat
dipertanggungjawabkan dari si Pembuat
2) Adanya perbuata melawan hukum yaitu suatu sikap psikis si
pelaku yang berhubungn dengan kelakuannya yaitu suatu sikap psikis
si pelaku yang berhubungan dengan kelakuannya yaitu : disengaja
dan sikap kurang hati-hati atau lalai
3) Tidak ada alasan pembenar atau alasan yang menghilangkan
pertanggungjawaban pidana bagi si pembuat/pelaku.
Dalam KUHPidana kemampuan bertanggungjawab ini terdapat dalam Pasal 44
ayat
(1) yang berbunyi : "Barangsiapa melakukan perbuatan yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya karena jiwanya cacat dalam pertumbuhan atau
tertanggung karena cacat, tidak dipidana Secara sederhana dapat dikemukkan bahwa
hukum Pidana merupakan hukum yang mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang
diarang oleh undang-undang beserta sanksi pidana yang dapat dijatuhkannya kepada
pelaku. Hal demikian menempatkan hukum Pidana dalam penegrtian hukum Pidana
Materiil Daam pengertian yang lengkap
dinyatakan oleh Prof.Satochid Kartanegara bahwa Hukum Pidana materiil berisikan
peraturan-peraturan tentang berikut ini :
1. Perbuatan yang dapat diancam dengan hukuman (strafbare feiten) misalnya
2. Siapa-siapa yang dapat dihukum atau dengan perkataan lain mengatur pertanggungan
jawab terhadap Hukum Pidana
3. Hukuman apa yang dapat dijatuhkan terhadap orang yang melakukan perbuatan yang
bertentangan dengan undang-undang atau juga disebut hukum penetentiair.
Seorang ahli hukum lain memberikan pengertian luas terhdap Hukum
Pidana, misalnya Prof Moeljatno adalah sebagai berikut
a Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan
yang dilarang dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa
pidana tertentu bagi barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.
b Menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan-laranganitu dapat dikenakan atau dijatuhkan
pidana sebagaimana yang telah diancamkan
c. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan Pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar
larangan tersebut.
C. Peraturan Perlindungan Data Pribadi Jerman
Jerman merupakan bagian dari anggota Uni Eropa, sebelum GDPR
berlaku Jerman memiliki Undang-Undang tersendiri mengenai
perlindungan data pribadi yaitu The German Federal Data Protection
Act (disebut dengan BDSG-Bundesdatenschutzgesetz). Aturan
didalamnya terdapat pengaturan mengenai pemrosesan data secara
umum dan secara rahasia. Jerman juga mempunyai peraturan khusus
informasi dan pelayanan elektronik serta pelayanan provider. Aturan
Uni Eropa 95/46/EC dan 2002/58/EC diadopsi oleh Jerman.
Mahkamah Konstitusi Jerman pada 1983 menetapkan hak warga negara untuk
bebas menggunakan data pribadi dan menguraikan perlindungan privasi data
pribadi sebagai hak konstitusional warga negara. Pemerintah Jerman
memberikan perhatian secara keseluruhan dan menjadikan hal penting
konstitusi terhadap perlindungan data pribadi serta rasa aman bagi setiap
orang (Stepanova & Raul, 2018). Selain itu Mahkamah Konstitus memberikan
bagi para pihak untuk melakukan pemrosesan data tentunya dengan
persetujuan. Pada tahun 2010, aturan permutasian data dibatalkan oleh
Mahkamah Konstitusi dalam the Europa Union Data Retention Directive
karena dianggap melanggar hak pribadi individu dan prinsip proporsionalitas.
GDPR diberlakukan tahun 2018 di Uni Eropa. GDPR mengatur hak atas
perlindungan data pribadi, hak melakukan pemrosesan juga mengontrol
informasi identitas diri. GDPR berlaku bukan hanya untk individu tapi juga
instansi serta badan-badan resmi.
Dalam pasal 2 (a) mengenai Data Protection Directive yang berbunyi, “any information
relating to an identified or or identifiable natural person ('data subject'); an identifiable
person is one who can be identified, directly or indirectly, in particular by reference to
an identification number or to one or more factors specific to his physical, physiological,
mental, economic, cultural or social identity”(European Union Agency for Fundamental
Rights and Council of Europe, 2014).
Dalam European Union data Protection Directive, data dibedakan berdasarkan
peringkat besarnya bahaya yang terjadi tanpa sepengetahuan atau persetuan pemilik data.
Data dibedakan menjadi data sensitif dan data non-sensitif data sensitif diartikan sebagai
data yang berhak mendapatkan perlindungan hukum lebih ketat, perizinan harus
dilakukan secara tertulis. Aturan European Union Data Protection Directive mewajibkan
data yang diolah harus mendapatkan perizinan oleh pemilik data terutama data sensitive
yang menyangkut informasi pribadi seperti etnis, pendapat politik, agama, kepercayaan,
keanggotaan organisasi dan data yangberhubungan dengan Kesehatan dari pemilik data
(Direktif Parlemen dan Dewan Konsil Eropa, 2016)
D. Pelaksanaan pengawasan perlindungan Data Pribadi Indonesia

Aturan hukum mengenai perlindungan data pribadi Indonesia belum ada otoritas
perlindungan data nasional untuk data privasi. Contoh, pada otoritas jasa keuangan
Indonesia memiliki kewenangan menjadi regulator privasi data pada bidang pasar modal
dan selalu berkaitan dengan permasalahan data pribadi pelanggan bank. Namun pada
peraturan Pemerintah No.82 tahun 2012 pasal 65 menyebutkan pelaku bisnis yang
melakukan transaksi elektronik dapat disertifikasi keandalan dari dalam tingkat nasional
maupun Internasional. Namun lembaga tersebut belum ada di Indonesia. Lembaga yang
dimaksud merupakan Lembaga Sertifikat Sistem Manajemen Pengamanan informasi yang
menerbitkan sertifikat legal sistem menajemen pengamanan informasi. Sertifikat tersebut
berbentuk tertulis yang diberikan kepada peyelenggara sistem elektronik.
TERIMA KASIH
BY : M. ILHAM PRASETYA

Anda mungkin juga menyukai