Anda di halaman 1dari 22

KOMUNIKASI PERUBAHAN

PERILAKU DALAM PENCEGAHAN


STUNTING MELALUI POLA
KONSUMSI, POLA ASUH, HIGIENIS
PRIBADI DAN LINGKUNGAN
MASALAH
INTERGENERASI
Stunting adalah masalah gizi intergenerasi:
kualitas kehidupan sekarang ditentukan oleh kualitas kehidupan sebelumnya.

Begitu juga faktor sosial budaya yg


diturunkan antar generasi: kemiskinan,
Calon ibu stunting berpotensi melahirkan kurangnya akses kpd kebutuhan
bayi stunting, termasuk calon ibu
dasar, ketidak mampuan
KEK yang tidak mengubah pola
makannya saat hamil. menyediakan pangan bergizi bagi
keluarga, serta kondisi lingkungan yg
tidak mendukung, membuat masalah
ini sulit diintervensi & terus berlanjut.
TANTANGAN UTAMA
DALAM PERUBAHAN PERILAKU UNTUK
PENCEGAHAN STUNTING
1. POLA
KONSUMSI
Tantangan pola konsumsi untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku konsumsi kurang gizi makro, kurang protein hewani, kurang
sayur dan buah, kurang gizi mikro, praktek IMD, ASI Eksklusif 6
bulan, dan MPASI

Hidangan sehari-hari penduduk Indonesia terbesar dari konsumsi serealia


(257,7 gram/orang/hari), diikuti kelompok ikan (78,4 gram/orang/hari),
PERILAKU kelompok sayur dan olahan (57,1 gram/orang/hari), kacang dan olahan
(56,7 gram/orang/hari), daging dan olahan (42,8 gram/orang/hari) dan
KONSUMS kelompok umbi (27,1 gram/orang/hari). Kelompok bahan makanan
KURANG
I GIZI lainnya dikonsumsi lebih sedikit, termasuk susu bubuk dan susu cair.
MAKRO
Pola makan adalah kebiasaan makan seseorang atau sekelompok orang
untuk memilih makanan yang dikonsumsinya yang dipengaruhi oleh
instrinsik - fisiologis, psikologis, dan ekstrinsik – lingkungan alam
(kebiasaan makan pada umumna, pangan lokal), budaya, agama, dan
dan lingkungan sosial.
Tantangan pola konsumsi untuk pencegahan stunting meliputi perilaku
konsumsi kurang gizi makro, kurang protein hewani, kurang sayur dan buah,
kurang gizi mikro, praktek IMD, ASI Eksklusif 6 bulan, dan MPASI

Rerata konsumsi jeroan & olahan, ikan dan olahan, telur dan
olahan, susu bubuk dan olahan, susu cair, minyak dan olahan
serta gula dan konfeksionari penduduk Indonesia adalah sebesar
PERILAKU 2,1 gram, 78,4 gram, 19,7 gram, 4,9 gram , 3,6 gram, 37,4 gram
KONSUMS dan 15,7 gram per orang per hari. Dari konsumsi kelompok bahan
makanan sumber protein hewani, terlihat yang banyak
KURANG
I dikonsumsi penduduk adalah ikan dan olahan diikuti telur dan
PROTEI olahan, sedangkan konsumsi susu bubuk dan olahan, susu cair
HEWANI
N serta jeroan dan olahan termasuk yang rendah (Sumber: SKMI
2014).
Tantangan pola konsumsi untuk pencegahan stunting meliputi perilaku
konsumsi kurang gizi makro, kurang protein hewani, kurang sayur dan buah,
kurang gizi mikro, praktek IMD, ASI Eksklusif 6 bulan, dan MPASI

PERILAKU Secara nasional rata-rata total konsumsi sayuran dan buah


penduduk sekitar 108,8 gram. Menurut kelompok umur terlihat
KONSUMS rata-rata konsumsi terkecil pada kelompok umur 0-59 bulan,
KURANG
I diikuti dengan anak sekolah dan remaja.
SAYUR
Dibandingkan dengan anjuran WHO maupun PGS 2014, rata-rata
BUA
& total konsumsi sayuran dan buah baik nasional, per kelompok
H umur maupun menurut provinsi masih lebih rendah dari 400
gram/orang/hari. Berdasarkan proporsi penduduk yang
mengonsumi total sayuran dan buah kurang dari 400
gram/orang/hari masih besar yaitu sekitar 97 persen,
proporsinya hampir sama pada semua kelompok umur.
Tantangan pola konsumsi untuk pencegahan stunting meliputi perilaku
konsumsi kurang gizi makro, kurang protein hewani, kurang sayur dan buah,
kurang gizi mikro, praktek IMD, ASI Eksklusif 6 bulan, dan MPASI

PRAKTEK IMD, ASI sebagai sumber zat gizi terlengkap dan terbaik bagi bayi, dg kolostrum yang
ASI sangat dbutuhkan bayi untuk melawan infeksi, sementara sistem imun tubuhnya
masih berkembang, ternyata dari data RISKESDAS 2013 Dalam Angka, belum
EKSKLUSIF 6 diupayakan kesuksesan pemberiannya kepada bayi. Persentase proses mulai

BULAN DAN menyusu pada anak umur 0-23 bulan menurut provinsi mulai dari menyusu kurang
dari satu jam setelah bayi lahir (Inisiasi Menyusu Dini) adalah 34,5 persen, dengan
MPASI persentase tertinggi di Nusa Tenggara Barat (52,9%) dan terendah di Papua Barat
(21,7%)

Pemberian prelakteal kepada bayi baru lahir: susu formula (79,8%), susu non
formula (1,6%), madu/madu+air (14,3%), air gula (4,15), air tajin (1,6%), air kelapa
(0,9%), kopi (0,9%), teh manis (1,2%), air putih (13,2%), bubur tepung/bubur saring
(2,7%), pisang dihaluskan (4,1%), nasi dihaluskan (2,3%). Persentase bayi baru lahir
yang diberikan susu formula seiring dengan semakin tingginya tingkat pendidikan
dan kuintil indeks kepemilikan teratas (tertinggi 90,6% dan 89,5%).
2. POLA ASUH
Tantangan pola asuh untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku pengasuhan kesehatan, tumbuh kembang dan afeksi

Kunjungan ANC yang terjadwal sejak


awal kehamilan dan selama
PERILAKU kehamilan sangatlah penting untuk
PENGASUHAN memantau kondisi kesehatan dan
tumbuh kembangnya, sehingga dapat
KESE mendukung pertumbuhan janin yang
- optimal.
ANC (Kuhnt J dan Vollmer S 2017)
HATAN
sehingga dapat mencegah dimulai terjadinya
stunting dalam kandungan
.
Tantangan pola asuh untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku pengasuhan kesehatan, tumbuh kembang dan
afeksi

Pemantuan kondisi dan kesehatan


Bayi baru lahir atau Kunjungan
Neonatal (KN) yang dilakukan pada
saat bayi berumur 6-48 jam (KN1),
PERILAKU 3-7 hari (KN2), dan 8-28 hari (KN3)
PENGASUHAN sangatlah penting
(Lawn JE dkk 2005)
KESE
- Riskesdas 2013: cakupan kunjungan neonatal
NEONATA lengkap masih sangat rendah: 39,3%, tertinggi di
HATAN
L Yogyakarta (58,3%) dan terendah di Papua
Barat (6,8%). Alasan tidak melakukan pemeriksaan
neonatal (kelompok umur 0-5 bulan): bayi tidak sakit
(78,9%), bayi tidak boleh dibawa pergi (8,2%), tempat
pelayanan jauh 11,2%), tidak punya biaya 4,7%).
Tantangan pola asuh untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku pengasuhan kesehatan, tumbuh kembang dan
afeksi

PERILAKU Imunisasi adalah upaya yang dilakukan agar anak


PENGASUHAN baduta sehat tetap sehat dan terhindar dari berbagai
KESEHATA penyakit infeksi (Olofin dkk 2013), agar proses tumbuh
N - kembangnya tidak terganggu. Secara nasional cakupan
ANAK imunisasi dasar pada anak baduta Lengkap: 59,2%;
Tidak lengkap: 32,1%; Tidak imunisasi: 8,7%
BALITA (Riskesdas 2013).
Keluarga tidak mengijinkan (27,2% / 25,1%) Takut anak menjadi panas
(28,2% / 29,7%) Anak sering sakit (7,5% / 5,7%)
Tidak tahu tempat imunisasi (5,0% / 8,7%) Tempat imunisasi jauh
(21,5% / 22%)
Sibuk/repot (18,7% / 14,2%)
Tantangan pola asuh untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku pengasuhan kesehatan, tumbuh kembang dan
afeksi

PERILAKU PENGASUHAN
TUMBUH KEMBANG
DAN Lebih dari

AFEKSI
Tumbuh kembang anak balita TDK dapat
dipenuhi hanya oleh kecukupan gizi &
30% anak balita
sama sekali tidak pernah
pengasuhan kesehatannya saja. Tiap ditimbang
tahap pertumbuhan balita
membutuhkan
anak dari
stimulasi pengasuhnya kasih
sayang/afeksi
khususnya ibunya,
serta lingkungannya. Tanpa afeksi &
stimulasi ibu & lingkungannya semua
upaya pemberian gizi dan pengasuhan
kesehatan yang diberikan tidak akan
cukup berdampak bagi tumbuh
kembangnya.
3. HIGIENIS PRIBADI - CTPS
• CTPS atau Cuci Tangan Pakai Sabun
merupakan perilaku efektif mencegah diare pada
bayi/balita.
• Fakta CTPS:
Lima waktu penting cuci tangan
Riset Curtis & Cairncross (2003), pakai sabun:
CTPS di waktu-waktu penting dapat 1.sebelum makan 2.sesudah
mengurangi risiko anak terkena diare buang air besar 3.sebelum
sebesar 42 -44% atau bila memegang bayi
diterjemahkan lebih lanjut, CTPS 4.sesudah membersihkan buang air
dapat mencegah 1 juta kematian anak besar (BAB)
balita per tahunnya. 5.sebelum menyiapkan makanan
FAKTA CUCI TANGAN PAKAI SABUN
Hasil Studi IUWASH, (2016) di 15 kabupaten kota
menunjukkan hasil yang belum begitu
menggembirakan. Prosentase responden yang
sama sekali tidak mempraktikkan CTPS di 5 waktu
penting merupakan mayoritas, yaitu sekitar 67%
65% ibu balita tidak dari total responden
melakukan CTPS
Hasil Responden
dari ibu balita atau 5% mencuci tangan pakai sabun di
kelompok berisiko semua 5 waktu penting

35% ibu balita


melakukan CTPS
30% melakukan CTPS di sebagian
dari 5 waktu-waktu penting (1-4
waktu penting)
4. SOSIAL
BUDAYA
Kehamilan diyakini oleh banyak orang dari berbagai budaya sebagai suatu kondisi khusus yang
penuh bahaya. Bahaya bagi ibu hamil dan janinnya dan dianggap dapat terjadi dalam berbagai
situasi, baik dari alam nyata maupun gaib (Swasono 1998:7). Untuk melindungi ibu dan janinnya
berbagai masyaakat di dunia diharuskan mematuhi larangan-larangan tertentu yang harus dipatuhi
oleh ibu hamil dan ibu masa nifas.

Adat makanan ditemui di banyak masyarakat di


dunia, termasuk di Indonesia, misalnya
Pantang makanan adalah bahan makanan atau dikalangan wanita Sunda (Penelitian Anggorodi
masakan yang tidak boleh dimakan oleh para dan Sukandi 1998), perempuan di Kepulauan
individu dalam masyarakat karena alasan yang Sangihe dan Talaud (Ulaen 1998), perempuan di
bersifat budaya. Badaneira, Kabupaten Maluku Tengah
(Penelitian Swasono dan Soselisa 1998), dan
(Marsetya & Kartasapoetra,
2002:11)
perempuan di Rawa Bogo, Bekasi (Penelitian
Soerachman, Sulistiawati, dan Purwanto
2016). Makanan atau sumber gizi yang dipantang
oleh ibu hamil dan ibu nifas diantaranya: ikan
dan telor, cumi dll
5. EKONOMI
KELUARGA
Data Susenas 2016:
Penelitian Vonny dkk
(2013)
Penduduk dengan pengeluaran >
Pekerjaan Orang Rp. 500.000/bulan memiliki konsumsi Di daerah nelayan di Jayapura
Tua energi melebihi dr yang dianjurkan menunjukan balita yang
(> 2000 kkal/kap/hari) mempunyai orang tua dengan
tingkat pendapatan kurang
Menentukan
memiliki resiko 4x lebih besar
pendapatan keluarga menderita status gizi kurang
Penduduk dengan pengeluaran Rp. dibanding dengan anak balita yang
150.000 - Rp. 499.000/bulan memiliki memiliki orang tua dengan tingkat
konsumsi energi dibawah yang dianjurkan pendapatan cukup
Berdampak pada
( 1799 – 1374 kkal/kap/hari)
kesehatan keluarga
6. PELAYANAN NAKES:
BIDAN
Hampir 90 persen ibu hamil memilih
bidan untuk memeriksakan
kehamilannya (Riskesdas 2013)
Diharapkan dapat mengedukasi ibu hamil
untuk mempraktikkan pola asuh dan pola
konsumsi yang baik dan benar

Bidan merupakan salah satu sasaran


dalam upaya perubahan perilaku
C. HIGIENIS LINGKUNGAN RUMAH
TANGGA
- Data dari WHO 2012 infeksi diare mengancam kehidupan 1,87 juta anak balita setiap
tahun di seluruh dunia.

- Untuk Indonesia, WHO memperkirakan setiap tahun sekitar 31.200 balita meninggal
karena diare. Artinya, lebih dari 31.000 anak di Indonesia tidak dapat merayakan ulang
tahun yang ke-5.

- Dengan demikian, adalah mandatori untuk memasukkan faktor kontekstual kedalam


program perubahan perilaku untuk pencegahan stunting: air bersih, jernih, tidak berasa,
tidak berbau; jamban leher angsa, berpintu, berdinding kuat, dan beratap; dengan tangki
septik tidak bocor, dikuras terjadwal, jarak minimal 10 meter dari sumber air; rumah
sehat, cukup ventilasi dan cahaya alami, ada tempat penyimpanan makanan yang
tertutup; ada sistem drainase rumah tangga sehingga air limbah rumah tangga tidak
mengalir ke permukaaan tanah.
RUMAH
SEHAT
5 faktor penting yang harus
Pengertian Rumah Sehat diperhatikan untuk
Rumah sehat adalah sebuah rumah membangun rumah yang
yang dekat dengan air sehat, antara lain :
bersih, jarak dari tempat
pembuangan sampah lebih dari 100 1.Sirkulasi udara yang lancar
meter, dekat dengan sarana 2.Penerangan sinar yang
pembersihan , berada di tempat memadai
dimana air hujan dan air kotor 3.Air yang bersih
tidak tergenang (UU NO. 4 Tahun 4.Pembuangan limbah yang
1992) terkontrol
5.Ruangan tidak tercemar.
KELOMPOK SASARAN PERUBAHAN PERILAKU

KELOMPOK  REMAJA PUTRI/CALON IBU


 IBU HAMIL, NIFAS, IBU DENGAN ANAK BADUTA,
KUNCI BALITA
(primer)  RUMAH TANGGA

 SUAMI, KELUARGA, REMAJA PUTRA/PEMUDA


KELOMPOK  MASYARAKAT DESA DI MANA KELOMPOK KUNCI BERADA
PENDUKUNG  TOMA, TOGA, GURU, KOMUNITAS PEDULI KESEHATAN DAN
LINGKUNGAN, DI DESA
 PENYEDIA DEPOT AIR, PENYEDIA JASA SEDOT LUMPUR TINJA

TENAGA  Bidan
KESEHATAN
KELOMPOK TERSIER  Pengambilan kebijakan (Bupati)
dll
10 KUNCI SUKSES
“ANAKKU SEHAT BANGSAKU
KUAT”
1. Calon ibu merencanakan kapan keluarga, mengkonsumsi pangan bergizi seimbang dan aman,
lingkar lengan atas tidak kurang dari 23,5 cm.
2. Calon ibu secara rutin minum tablet besi dan asam folat tanpa absen, mempersiapkan
“SUKSES ASI” dengan mengikuti kelas ibu hamil.
3. Pemeriksaan kehamilan dan konseling di fasilitas kesehatan dilakukan sesuai jadwal.
4. Ibu melahirkan di fasilitas kesehatan dan langsung melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
berkualitas.
5. Ibu memberikan ASI Eksklusif enam bulan penuh, dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
pada saat bayi tepat berusia enam bulan dengan menu makanan bervariasi.
6. Melakukan pemeriksaan kesehatan bayi, Ukur, Timbang, memberikan imunisasi dan vitamin
sesuai jadwal.
7. Ibu rajin bercerita dan bercanda dengan bayi sejak baru lahir sampai remaja.
8. Mengkonsumsi air minum yang sehat, aman, dan bebas dari cemaran.
9. Menggunakan jamban dan tangki septik yang aman sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI)
dengan pengurasan tangki septik terjadwal.
10. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan air yang mengalir di lima waktu penting (sebelum
menyiapkan makanan, sebelum makan, sebelum memegang bayi, sesudah BAB, sesudah
memegang binatang).
SALAM
SEHAT

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai