Anda di halaman 1dari 24

PERAN TENAGA KESEHATAN DALAM

PENCEGAHAN DAN PENANGANAN


STUNTING
☻GIZI PUSKESMAS SANDAI ☻

☺ RISA MAYANTIKA, A.Md.Gizi


☺ YUNI HASTUTI WAYU NINGSIH, A.Md.Gz
4
KONTEKS DAN
PENYEBAB STUNTING
-Kebijakan Politik, - Pendidikan
Ekonomi - Pendapatan Keluarga
- Ketahanan Kurangnya
Pangan asupan
gizi
- Kurangnya ketersediaan pangan keluarga
- Buruknya perilaku higienitas pribadi & lingkungan STUNTING
- Kurangnya perilaku pengasuhan & konsumsi
-Kurangnya pengetahuan praktis ttg kebersihan, kesehatan
& gizi

Buruknya
- Budaya dan norma yang kurang mendukung status infeksi
- Kurangnya kualitas pelayanan kesehatan
- Lingkungan yang kurang baik
MASALAH INTERGENERASI

Stunting adalah masalah gizi intergenerasi:


kualitas kehidupan sekarang ditentukan oleh kualitas kehidupan sebelumnya.

Begitu juga faktor sosial budaya yg


diturunkan antar generasi:
Calon ibu stunting berpotensi melahirkan kemiskinan, kurangnya akses kpd
bayi stunting, termasuk calon ibu
kebutuhan dasar, ketidak mampuan
KEK yang tidak mengubah pola makannya
saat hamil. menyediakan pangan bergizi bagi keluarga,
serta kondisi lingkungan yg
tidak mendukung, membuat masalah ini
sulit diintervensi & terus berlanjut.
B. TANTANGAN UTAMA
DALAM PERUBAHAN PERILAKU UNTUK
PENCEGAHAN STUNTING
1. POLA KONSUMSI

Tantangan pola konsumsi untuk pencegahan stunting meliputi


perilaku konsumsi kurang gizi makro, kurang protein hewani, kurang
sayur dan buah, kurang gizi mikro, praktek IMD, ASI Eksklusif 6 bulan,
dan MPASI

Hidangan sehari-hari penduduk Indonesia terbesar dari konsumsi serealia,


diikuti kelompok ikan, kelompok sayur dan olahan, kacang dan olahan,
PERILAKU daging dan olahahan dan kelompok umbi. Kelompok bahan makanan
KONSUMSI lainnya dikonsumsi lebih sedikit, termasuk susu bubuk dan susu cair.

KURANG GIZI
MAKRO
Pola makan adalah kebiasaan makan seseorang atau sekelompok orang
untuk memilih makanan yang dikonsumsinya yang dipengaruhi oleh
instrinsik - fisiologis, psikologis, dan ekstrinsik – lingkungan alam
(kebiasaan makan pada umumnya, pangan lokal), budaya, agama, dan
dan lingkungan sosial.
Tantangan pola konsumsi untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku konsumsi kurang gizi makro, kurang protein hewani, kurang sayur
dan buah, kurang gizi mikro, praktek IMD, ASI Eksklusif 6 bulan, dan MPASI

Rerata konsumsi jeroan & olahan, ikan dan olahan, telur dan
olahan, susu bubuk dan olahan, susu cair, minyak dan olahan serta
gula dan konfeksionari penduduk Indonesia adalah sebesar 2,1
PERILAKU gram, 78,4 gram, 19,7 gram, 4,9 gram , 3,6 gram, 37,4 gram dan
KONSUMSI 15,7 gram per orang per hari. Dari konsumsi kelompok bahan
KURANG makanan sumber protein hewani, terlihat yang banyak dikonsumsi
penduduk adalah ikan dan olahan diikuti telur dan olahan,
PROTEI sedangkan konsumsi susu bubuk dan olahan, susu cair serta jeroan
HEWANI
N dan olahan termasuk yang rendah (Sumber: SKMI 2014).
Tantangan pola konsumsi untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku konsumsi kurang gizi makro, kurang protein hewani, kurang sayur
dan buah, kurang gizi mikro, praktek IMD, ASI Eksklusif 6 bulan, dan MPASI

PERILAKU Secara nasional rata-rata total konsumsi sayuran dan buah


penduduk sekitar 108,8 gram. Menurut kelompok umur terlihat
KONSUMSI rata-rata konsumsi terkecil pada kelompok umur 0-59 bulan, diikuti
KURANG dengan anak sekolah dan remaja.
SAYUR &
BUA Dibandingkan dengan anjuran WHO maupun PGS 2014, rata-rata
total konsumsi sayuran dan buah baik nasional, per kelompok
H umur maupun menurut provinsi masih lebih rendah dari 400
gram/orang/hari. Berdasarkan proporsi penduduk yang
mengonsumi total sayuran dan buah kurang dari 400
gram/orang/hari masih besar yaitu sekitar 97 persen, proporsinya
hampir sama pada semua kelompok umur.
Tantangan pola konsumsi untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku konsumsi kurang gizi makro, kurang protein hewani, kurang sayur
dan buah, kurang gizi mikro, praktek IMD, ASI Eksklusif 6 bulan, dan MPASI

PRAKTEK IMD, ASI sebagai sumber zat gizi terlengkap dan terbaik bagi bayi, dg kolostrum yang
ASI EKSKLUSIF sangat dbutuhkan bayi untuk melawan infeksi, sementara sistem imun tubuhnya
masih berkembang, ternyata dari data RISKESDAS 2013 Dalam Angka, belum
6 BULAN DAN diupayakan kesuksesan pemberiannya kepada bayi. Persentase proses mulai

MPASI menyusu pada anak umur 0-23 bulan menurut provinsi mulai dari menyusu kurang
dari satu jam setelah bayi lahir (Inisiasi Menyusu Dini) adalah 34,5 persen, dengan
persentase tertinggi di Nusa Tenggara Barat (52,9%) dan terendah di Papua Barat
(21,7%)
2. POLA ASUH

Tantangan pola asuh untuk pencegahan stunting meliputi


perilaku pengasuhan kesehatan, tumbuh kembang dan afeksi

Kunjungan ANC yang terjadwal sejak


awal kehamilan dan selama
PERILAKU kehamilan sangatlah penting untuk
PENGASUHAN memantau kondisi kesehatan dan
tumbuh kembangnya, sehingga dapat
KESE HATAN mendukung pertumbuhan janin yang
- optimal.
ANC (Kuhnt J dan Vollmer S 2017)

sehingga dapat mencegah dimulai


terjadinya stunting dalam
kandungan.
Tantangan pola asuh untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku pengasuhan kesehatan, tumbuh kembang dan afeksi

PERILAKU Imunisasi adalah upaya yang dilakukan agar anak


PENGASUHAN baduta sehat tetap sehat dan terhindar dari berbagai
KESEHATA penyakit infeksi (Olofin dkk 2013), agar proses tumbuh

N - kembangnya tidak terganggu. Secara nasional cakupan


ANAK BALITA imunisasi dasar pada anak baduta Lengkap: 59,2%;
Tidak lengkap: 32,1%; Tidak imunisasi: 8,7% (Riskesdas
2013).
Keluarga tidak mengijinkan (27,2% / 25,1%)
Takut anak menjadi panas (28,2% / 29,7%)
Anak sering sakit (7,5% / 5,7%)
Tidak tahu tempat imunisasi (5,0% / 8,7%)
Tempat imunisasi jauh (21,5% / 22%)
Sibuk/repot (18,7% / 14,2%)
Tantangan pola asuh untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku pengasuhan kesehatan, tumbuh kembang dan afeksi

PERILAKU PENGASUHAN
TUMBUH KEMBANG
DAN AFEKSI Lebih dari

Tumbuh kembang anak balita TDK dapat


30% anak balita

dipenuhi hanya oleh kecukupan gizi & sama sekali tidak pernah
pengasuhan kesehatannya saja. Tiap ditimbang
tahap pertumbuhan anak balita
membutuhkan dari
stimulasi pengasuhnya
sayang/afeksi
khususnya ibunya, kasih
serta lingkungannya. Tanpa afeksi &
stimulasi ibu & lingkungannya semua
upaya pemberian gizi dan pengasuhan
kesehatan yang diberikan tidak akan
cukup berdampak bagi tumbuh
kembangnya.
3. HIGIENIS PRIBADI - CTPS

• CTPS atau Cuci Tangan Pakai Sabun merupakan


perilaku efektif mencegah diare pada bayi/balita.
• Fakta CTPS:
Lima waktu penting cuci tangan
pakai sabun:
1.sebelum makan
2.sesudah buang air besar
3.sebelum memegang
bayi
4.sesudah membersihkan buang air
besar (BAB)
5. sebelum menyiapkan makanan
4. SOSIAL BUDAYA

Kehamilan diyakini oleh banyak orang dari berbagai budaya sebagai suatu kondisi khusus
yang penuh bahaya. Bahaya bagi ibu hamil dan janinnya dan dianggap dapat terjadi dalam
berbagai situasi, baik dari alam nyata maupun gaib (Swasono 1998:7). Untuk melindungi ibu
dan janinnya berbagai masyaakat di dunia diharuskan mematuhi larangan-larangan tertentu
yang harus dipatuhi oleh ibu hamil dan ibu masa nifas.

Adat makanan ditemui di banyak masyarakat di


dunia, termasuk di Indonesia, misalnya
Pantang makanan adalah bahan makanan atau dikalangan wanita Sunda (Penelitian Anggorodi
masakan yang tidak boleh dimakan oleh para dan Sukandi 1998), perempuan di Kepulauan
individu dalam masyarakat karena alasan yang Sangihe dan Talaud (Ulaen 1998), perempuan di
bersifat budaya. Badaneira, Kabupaten Maluku Tengah
(Penelitian Swasono dan Soselisa 1998), dan
(Marsetya & Kartasapoetra, 2002:11)
perempuan di Rawa Bogo, Bekasi (Penelitian
Soerachman, Sulistiawati, dan Purwanto
2016). Makanan atau sumber gizi yang dipantang
oleh ibu hamil dan ibu nifas diantaranya: ikan
dan telor, cumi dll
5. EKONOMI KELUARGA

Data Susenas 2016:

Penduduk dengan pengeluaran >


Pekerjaan Orang Tua Rp. 500.000/bulan memiliki konsumsi
energi melebihi dr yang dianjurkan
(> 2000 kkal/kap/hari)
Menentukan
pendapatan keluarga
Penduduk dengan pengeluaran Rp.
150.000 - Rp. 499.000/bulan memiliki
konsumsi energi dibawah yang dianjurkan
Berdampak pada
( 1799 – 1374 kkal/kap/hari)
kesehatan keluarga
6. PELAYANAN NAKES: BIDAN

Hampir 90 persen ibu hamil memilih


bidan untuk memeriksakan
kehamilannya (Riskesdas 2013)
Diharapkan dapat mengedukasi ibu hamil
untuk mempraktikkan pola asuh dan
pola konsumsi yang baik dan benar

Bidan merupakan salah satu sasaran


dalam upaya perubahan perilaku
C. HIGIENIS LINGKUNGAN RUMAH TANGGA

- Data dari WHO 2012 infeksi diare mengancam kehidupan 1,87 juta anak balita setiap
tahun di seluruh dunia.

- Untuk Indonesia, WHO memperkirakan setiap tahun sekitar 31.200 balita meninggal
karena diare. Artinya, lebih dari 31.000 anak di Indonesia tidak dapat merayakan ulang
tahun yang ke-5.

- Dengan demikian, adalah mandatori untuk memasukkan faktor kontekstual kedalam


program perubahan perilaku untuk pencegahan stunting: air bersih, jernih, tidak berasa,
tidak berbau; jamban leher angsa, berpintu, berdinding kuat, dan beratap; dengan tangki
septik tidak bocor, dikuras terjadwal, jarak minimal 10 meter dari sumber air; rumah sehat,
cukup ventilasi dan cahaya alami, ada tempat penyimpanan makanan yang tertutup; ada
sistem drainase rumah tangga sehingga air limbah rumah tangga tidak mengalir ke
permukaaan tanah.
RUMAH SEHAT

Pengertian Rumah Sehat 5 faktor penting yang harus


Rumah sehat adalah sebuah rumah diperhatikan untuk membangun
yang dekat dengan air rumah yang sehat, antara lain :
bersih, jarak dari tempat
pembuangan sampah lebih dari 100 1. Sirkulasi udara yang lancar
meter, dekat dengan sarana 2.Penerangan sinar yang
pembersihan , berada di tempat memadai
dimana air hujan dan air kotor 3. Air yang bersih
tidak tergenang (UU NO. 4 Tahun 4.Pembuangan limbah yang
1992) terkontrol
5. Ruangan tidak tercemar.
KERANGKA PIKIR KOMUNIKASI TERKAIT
KESEHATAN LINGKUNGAN
10 KUNCI SUKSES
“ANAKKU SEHAT BANGSAKU KUAT”
1. Calon ibu merencanakan kapan keluarga, mengkonsumsi pangan bergizi seimbang dan aman,
lingkar lengan atas tidak kurang dari 23,5 cm.
2. Calon ibu secara rutin minum tablet besi dan asam folat tanpa absen, mempersiapkan
“SUKSES ASI” dengan mengikuti kelas ibu hamil.
3. Pemeriksaan kehamilan dan konseling di fasilitas kesehatan dilakukan sesuai jadwal.
4. Ibu melahirkan di fasilitas kesehatan dan langsung melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
berkualitas.
5. Ibu memberikan ASI Eksklusif enam bulan penuh, dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
pada saat bayi tepat berusia enam bulan dengan menu makanan bervariasi.
6. Melakukan pemeriksaan kesehatan bayi, Ukur, Timbang, memberikan imunisasi dan vitamin
sesuai jadwal.
7. Ibu rajin bercerita dan bercanda dengan bayi sejak baru lahir sampai remaja.
8. Mengkonsumsi air minum yang sehat, aman, dan bebas dari cemaran.
9. Menggunakan jamban dan tangki septik yang aman sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI)
dengan pengurasan tangki septik terjadwal.
10. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan air yang mengalir di lima waktu penting (sebelum
menyiapkan makanan, sebelum makan, sebelum memegang bayi, sesudah BAB, sesudah
memegang binatang).
SALAM SEHAT

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai