Anda di halaman 1dari 37

KOMUNIKASI PERUBAHAN

PERILAKU DALAM PENCEGAHAN


STUNTING MELALUI POLA
KONSUMSI, POLA ASUH,
HIGIENIS PRIBADI DAN
LINGKUNGAN
A. LATAR
BELAKANG
4
KONTEKS DAN
PENYEBAB STUNTING
-Kebijakan Politik, - Pendidikan
Ekonomi - Pendapatan Keluarga
- Ketahanan Kurangnya
Pangan asupan
gizi
- Kurangnya ketersediaan pangan keluarga
- Buruknya perilaku higienitas pribadi & lingkungan STUNTING
- Kurangnya perilaku pengasuhan & konsumsi
-Kurangnya pengetahuan praktis ttg kebersihan, kesehatan
& gizi

Buruknya
- Budaya dan norma yang kurang mendukung status infeksi
- Kurangnya kualitas pelayanan kesehatan
- Lingkungan yang kurang baik
MASALAH INTERGENERASI

Stunting adalah masalah gizi intergenerasi:


kualitas kehidupan sekarang ditentukan oleh kualitas kehidupan sebelumnya.

Begitu juga faktor sosial budaya yg


diturunkan antar generasi: kemiskinan,
Calon ibu stunting berpotensi melahirkan kurangnya akses kpd kebutuhan dasar,
bayi stunting, termasuk calon ibu
ketidak mampuan
KEK yang tidak mengubah pola makannya
saat hamil. menyediakan pangan bergizi bagi keluarga,
serta kondisi lingkungan yg
tidak mendukung, membuat masalah ini
sulit diintervensi & terus berlanjut.
B. TANTANGAN
UTAMA
DALAM PERUBAHAN PERILAKU UNTUK
PENCEGAHAN STUNTING
1. POLA KONSUMSI
Tantangan pola konsumsi untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku konsumsi kurang gizi makro, kurang protein hewani, kurang
sayur dan buah, kurang gizi mikro, praktek IMD, ASI Eksklusif 6 bulan,
dan MPASI

Hidangan sehari-hari penduduk Indonesia terbesar dari konsumsi serealia


(257,7 gram/orang/hari), diikuti kelompok ikan (78,4 gram/orang/hari),
PERILAKU kelompok sayur dan olahan (57,1 gram/orang/hari), kacang dan olahan
KONSUMSI (56,7 gram/orang/hari), daging dan olahan (42,8 gram/orang/hari) dan
kelompok umbi (27,1 gram/orang/hari). Kelompok bahan makanan lainnya
KURANG GIZI dikonsumsi lebih sedikit, termasuk susu bubuk dan susu cair.
MAKRO
Pola makan adalah kebiasaan makan seseorang atau sekelompok orang
untuk memilih makanan yang dikonsumsinya yang dipengaruhi oleh
instrinsik - fisiologis, psikologis, dan ekstrinsik – lingkungan alam
(kebiasaan makan pada umumna, pangan lokal), budaya, agama, dan dan
lingkungan sosial.
Tantangan pola konsumsi untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku konsumsi kurang gizi makro, kurang protein hewani, kurang sayur
dan buah, kurang gizi mikro, praktek IMD, ASI Eksklusif 6 bulan, dan
MPASI

Rerata konsumsi jeroan & olahan, ikan dan olahan, telur dan
olahan, susu bubuk dan olahan, susu cair, minyak dan olahan serta
gula dan konfeksionari penduduk Indonesia adalah sebesar 2,1
PERILAKU gram, 78,4 gram, 19,7 gram, 4,9 gram , 3,6 gram, 37,4 gram dan
KONSUMSI 15,7 gram per orang per hari. Dari konsumsi kelompok bahan
KURANG makanan sumber protein hewani, terlihat yang banyak dikonsumsi

PROTEI
penduduk adalah ikan dan olahan diikuti telur dan olahan,
sedangkan konsumsi susu bubuk dan olahan, susu cair serta jeroan
HEWANI
N dan olahan termasuk yang rendah (Sumber: SKMI 2014).
Tantangan pola konsumsi untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku konsumsi kurang gizi makro, kurang protein hewani, kurang sayur
dan buah, kurang gizi mikro, praktek IMD, ASI Eksklusif 6 bulan, dan
MPASI

PERILAKU Secara nasional rata-rata total konsumsi sayuran dan buah

KONSUMSI
penduduk sekitar 108,8 gram. Menurut kelompok umur terlihat
rata-rata konsumsi terkecil pada kelompok umur 0-59 bulan, diikuti
KURANG dengan anak sekolah dan remaja.
SAYUR &
BUA Dibandingkan dengan anjuran WHO maupun PGS 2014, rata-rata
total konsumsi sayuran dan buah baik nasional, per kelompok
H umur maupun menurut provinsi masih lebih rendah dari 400
gram/orang/hari. Berdasarkan proporsi penduduk yang
mengonsumi total sayuran dan buah kurang dari 400
gram/orang/hari masih besar yaitu sekitar 97 persen, proporsinya
hampir sama pada semua kelompok umur.
Tantangan pola konsumsi untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku konsumsi kurang gizi makro, kurang protein hewani, kurang sayur
dan buah, kurang gizi mikro, praktek IMD, ASI Eksklusif 6 bulan, dan
MPASI

PRAKTEK IMD, ASI sebagai sumber zat gizi terlengkap dan terbaik bagi bayi, dg kolostrum yang
ASI EKSKLUSIF sangat dbutuhkan bayi untuk melawan infeksi, sementara sistem imun tubuhnya

6 BULAN DAN
masih berkembang, ternyata dari data RISKESDAS 2013 Dalam Angka, belum
diupayakan kesuksesan pemberiannya kepada bayi. Persentase proses mulai

MPASI menyusu pada anak umur 0-23 bulan menurut provinsi mulai dari menyusu kurang
dari satu jam setelah bayi lahir (Inisiasi Menyusu Dini) adalah 34,5 persen, dengan
persentase tertinggi di Nusa Tenggara Barat (52,9%) dan terendah di Papua Barat
(21,7%)

Pemberian prelakteal kepada bayi baru lahir: susu formula (79,8%), susu non
formula (1,6%), madu/madu+air (14,3%), air gula (4,15), air tajin (1,6%), air kelapa
(0,9%), kopi (0,9%), teh manis (1,2%), air putih (13,2%), bubur tepung/bubur saring
(2,7%), pisang dihaluskan (4,1%), nasi dihaluskan (2,3%). Persentase bayi baru lahir
yang diberikan susu formula seiring dengan semakin tingginya tingkat pendidikan
dan kuintil indeks kepemilikan teratas (tertinggi 90,6% dan 89,5%).
2. POLA ASUH
Tantangan pola asuh untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku pengasuhan kesehatan, tumbuh kembang dan afeksi

Kunjungan ANC yang terjadwal sejak


awal kehamilan dan selama kehamilan
PERILAKU sangatlah penting untuk memantau
PENGASUHAN kondisi kesehatan dan tumbuh
kembangnya, sehingga dapat
KESE mendukung pertumbuhan janin yang
- optimal.
ANC
HATAN
(Kuhnt J dan Vollmer S 2017)

sehingga dapat mencegah dimulai


terjadinya stunting dalam
(Nohorakandungan.
F Ramirez dkk 2012, Schmidt
dkk 2002)
Tantangan pola asuh untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku pengasuhan kesehatan, tumbuh kembang dan afeksi

Pemantuan kondisi dan kesehatan Bayi


baru lahir atau Kunjungan Neonatal
(KN) yang dilakukan pada saat bayi
berumur 6-48 jam (KN1), 3-7 hari
PERILAKU (KN2), dan 8-28 hari (KN3)
PENGASUHAN sangatlah penting
(Lawn JE dkk 2005)
KESE
- Riskesdas 2013: cakupan kunjungan neonatal lengkap
NEONATAL
HATAN masih sangat rendah: 39,3%, tertinggi di
Yogyakarta (58,3%) dan terendah di Papua
Barat (6,8%). Alasan tidak melakukan pemeriksaan
neonatal (kelompok umur 0-5 bulan): bayi tidak sakit
(78,9%), bayi tidak boleh dibawa pergi (8,2%), tempat
pelayanan jauh 11,2%), tidak punya biaya 4,7%).
Tantangan pola asuh untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku pengasuhan kesehatan, tumbuh kembang dan afeksi

PERILAKU Imunisasi adalah upaya yang dilakukan agar anak baduta


PENGASUHAN sehat tetap sehat dan terhindar dari berbagai penyakit infeksi
KESEHATA (Olofin dkk 2013), agar proses tumbuh kembangnya tidak

N - terganggu. Secara nasional cakupan imunisasi dasar pada anak


ANAK BALITA baduta Lengkap: 59,2%; Tidak lengkap: 32,1%; Tidak
imunisasi: 8,7% (Riskesdas 2013).
Keluarga tidak mengijinkan (27,2% / 25,1%)
Takut anak menjadi panas (28,2% / 29,7%)
Anak sering sakit (7,5% / 5,7%)
Tidak tahu tempat imunisasi (5,0% / 8,7%)
Tempat imunisasi jauh (21,5% / 22%)
Sibuk/repot (18,7% / 14,2%)
Tantangan pola asuh untuk pencegahan stunting meliputi
perilaku pengasuhan kesehatan, tumbuh kembang dan afeksi

PERILAKU PENGASUHAN
TUMBUH KEMBANG
DAN AFEKSI Lebih dari

Tumbuh kembang anak balita TDK dapat


dipenuhi hanya oleh kecukupan gizi &
30% anak balita
sama sekali tidak pernah
pengasuhan kesehatannya saja. Tiap ditimbang
tahap pertumbuhan anak balita
membutuhkan stimulasi dari
pengasuhnya khususnya kasih
sayang/afeksi ibunya, serta
lingkungannya. Tanpa afeksi & stimulasi ibu
& lingkungannya semua upaya pemberian
gizi dan pengasuhan kesehatan yang
diberikan tidak akan cukup berdampak bagi
tumbuh kembangnya.
(Gardner JM Powel dkk 2005).
3. HIGIENIS PRIBADI - CTPS
• CTPS atau Cuci Tangan Pakai Sabun merupakan
perilaku efektif mencegah diare pada bayi/balita.
• Fakta CTPS:

Lima waktu penting cuci tangan


Riset Curtis & Cairncross (2003), pakai sabun:
CTPS di waktu-waktu penting dapat 1.sebelum makan 2.sesudah
mengurangi risiko anak terkena diare buang air besar 3.sebelum
sebesar 42 -44% atau bila diterjemahkan memegang bayi
lebih lanjut, CTPS dapat mencegah 1 juta 4.sesudah membersihkan buang air
kematian anak balita per tahunnya. besar (BAB)
5. sebelum menyiapkan makanan
FAKTA CUCI TANGAN PAKAI SABUN
Hasil Studi IUWASH, (2016) di 15 kabupaten kota
menunjukkan hasil yang belum begitu
menggembirakan. Prosentase responden yang
sama sekali tidak mempraktikkan CTPS di 5 waktu
penting merupakan mayoritas, yaitu sekitar 67%
65% ibu balita tidak dari total responden
melakukan CTPS
Hasil Responden
dari ibu balita atau 5% mencuci tangan pakai sabun di
kelompok berisiko semua 5 waktu penting

35% ibu balita


melakukan CTPS
30% melakukan CTPS di sebagian
dari 5 waktu-waktu penting (1-4
waktu penting)
4. SOSIAL BUDAYA
Kehamilan diyakini oleh banyak orang dari berbagai budaya sebagai suatu kondisi khusus yang penuh
bahaya. Bahaya bagi ibu hamil dan janinnya dan dianggap dapat terjadi dalam berbagai situasi, baik
dari alam nyata maupun gaib (Swasono 1998:7). Untuk melindungi ibu dan janinnya berbagai
masyaakat di dunia diharuskan mematuhi larangan-larangan tertentu yang harus dipatuhi oleh ibu
hamil dan ibu masa nifas.

Adat makanan ditemui di banyak masyarakat di dunia,


termasuk di Indonesia, misalnya dikalangan wanita
Pantang makanan adalah bahan makanan atau Sunda (Penelitian Anggorodi dan Sukandi
masakan yang tidak boleh dimakan oleh para 1998), perempuan di Kepulauan Sangihe dan Talaud
individu dalam masyarakat karena alasan yang (Ulaen 1998), perempuan di Badaneira, Kabupaten
bersifat budaya. Maluku Tengah (Penelitian Swasono dan
Soselisa 1998), dan perempuan di Rawa Bogo,
(Marsetya & Kartasapoetra, 2002:11)
Bekasi (Penelitian Soerachman, Sulistiawati,
dan Purwanto 2016). Makanan atau sumber gizi
yang dipantang oleh ibu hamil dan ibu nifas
diantaranya: ikan dan telor, cumi dll
5. EKONOMI KELUARGA

Data Susenas 2016:


Penelitian Vonny dkk (2013)
Penduduk dengan pengeluaran > Rp.
Pekerjaan Orang Tua 500.000/bulan memiliki konsumsi energi Di daerah nelayan di Jayapura
melebihi dr yang dianjurkan menunjukan balita yang mempunyai
(> 2000 kkal/kap/hari) orang tua dengan tingkat pendapatan
kurang memiliki resiko 4x lebih besar
Menentukan
menderita status gizi kurang
pendapatan keluarga dibanding dengan anak balita yang
Penduduk dengan pengeluaran Rp. memiliki orang tua dengan tingkat
150.000 - Rp. 499.000/bulan memiliki pendapatan cukup
konsumsi energi dibawah yang dianjurkan
Berdampak pada
( 1799 – 1374 kkal/kap/hari)
kesehatan keluarga
6. PELAYANAN NAKES: BIDAN
Hampir 90 persen ibu hamil memilih
bidan untuk memeriksakan
kehamilannya (Riskesdas 2013)
Diharapkan dapat mengedukasi ibu hamil
untuk mempraktikkan pola asuh dan pola
konsumsi yang baik dan benar

Bidan merupakan salah satu sasaran


dalam upaya perubahan perilaku
C. HIGIENIS LINGKUNGAN RUMAH TANGGA

- Data dari WHO 2012 infeksi diare mengancam kehidupan 1,87 juta anak balita setiap tahun
di seluruh dunia.

- Untuk Indonesia, WHO memperkirakan setiap tahun sekitar 31.200 balita meninggal karena
diare. Artinya, lebih dari 31.000 anak di Indonesia tidak dapat merayakan ulang tahun yang
ke-5.

- Dengan demikian, adalah mandatori untuk memasukkan faktor kontekstual kedalam program
perubahan perilaku untuk pencegahan stunting: air bersih, jernih, tidak berasa, tidak berbau;
jamban leher angsa, berpintu, berdinding kuat, dan beratap; dengan tangki septik tidak bocor,
dikuras terjadwal, jarak minimal 10 meter dari sumber air; rumah sehat, cukup ventilasi dan
cahaya alami, ada tempat penyimpanan makanan yang tertutup; ada sistem drainase rumah tangga
sehingga air limbah rumah tangga tidak mengalir ke permukaaan tanah.
• Susenas terkait penggunaan air minum dalam kemasan (AMDK)
dan air isi ulang menunjukan peningkatan yang signifikan yakni 1.83
% tahun 2003, 13,05% tahun 2009, dan 31,3% tahun 2016. Ini
berarti angkanya sangat tinggi, karena 1 dari 3 atau sepertiga
• IUWASH, (2016) sekitar 39% rumah tangga menggunakan air isi ulang
sebagai sumber air siap minum sehari-hari
• Studi Pakpahan dkk. (2015) di Kota Kupang menemukan 33,3% dari
depot air isi ulang menjual air isi ulang yang tercemar E-coli. Di Makassar,
studi menemukan seperempat (25,3%) mengandung E-coli (Kasim dkk.,
2014).

FAKTA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG


• sekitar 79% menyatakan bahwa kualitas air isi ulang bagus. Sekitar 17%
bahkan menyatakan sangat bagus. Hanya 3,5%, yang menyatakan tidak bagus.
Permasalahan ini sangatlah serius karena di satu sisi sekitar sepertiga DAMIU
tercemar ecoli, namun pada sisi masyarakat memiliki persepsi bahwa kualitas
air isi ulang itu bagus atau sangat bagus.
• Pengawasan untuk DAMIU (Depot Air Minum Isi Ulang) terbilang sangat
lemah. Tidak mengalokasikan dana yang memadai untuk pemantauan dan
pengawasan depot air isi ulang.

FAKTA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG


Hasil Studi IUWASH, (2016) terhadap yang melibatkan 3.458 rumah
tangga kelompok miskin di 15 kabupaten kota di Indonesia

52% tangki septik


cubluk/ tidak aman
65% jamban (tidak sedot lumpur
12 % di sedot swasta
memiliki tangki tinja)
(pembuangan tidak
77% memiliki septik jelas)
jamban
13% tangki septik aman

12% jamban tidak 1 % di sedot layanan


memiliki tangki penyedotan tinja
septik/ dibuang ke pemerintah (IPLT)
tempat terbuka

FAKTA
RUMAH SEHAT

5 faktor penting yang harus


Pengertian Rumah Sehat diperhatikan untuk
Rumah sehat adalah sebuah rumah membangun rumah yang
yang dekat dengan air sehat, antara lain :
bersih, jarak dari tempat pembuangan
sampah lebih dari 100 meter, dekat 1. Sirkulasi udara yang lancar
dengan sarana pembersihan , berada di 2.Penerangan sinar yang
tempat dimana air hujan dan air kotor memadai
tidak tergenang (UU NO. 4 Tahun 3. Air yang bersih
1992) 4.Pembuangan limbah yang
terkontrol
5. Ruangan tidak tercemar.
KERANGKA PIKIR KOMUNIKASI TERKAIT
KESEHATAN LINGKUNGAN
KERANGKA KONSEP INTERVENSI KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU UNTUK PENCEGAHAN STUNTING
TERINTEGRASI DENGAN INTERVENSI SPESIFIK DAN SENSITIF
PERUBAHAN PERILAKU
UNTUK PENCEGAHAN HASIL YANG
INTERVENSI SASARAN PERUBAHAN
STUNTING DIHARAPKAN
(1) (2)
(3) (4)
Individu
KAMPANYE MEDIA - Pengetahuan, keyakinan Pengasuhan Kesehatan,
- Ketrampilan TumbuhKembang & Afeksi -
-Penyikapan terhadap ANC – K1 ideal dan K4 - TAHAP I
MEDIA ADVOCACY perilaku yang diharapkan WARGA DESA/KEL.
Neonatal – KN1, KN2, KN3 -
(Media Massa dan - Emosi
BERPERILAKU
- Citra diri Imunisasi Dasar lengkap
Sosial)
- Kendali diri dan terjadwal “SADAR
PENINGKATAN - Pengaruh sosial - Timbang, Ukur terjadwal STUNTING”
KOMPETENSI BIDAN - Kemampuan Diri - Seluruhnya dengan Afeksi
- Advokasi personal
Perilaku Konsumsi

Psikologis
KUNJUNGAN Keluarga -Pola makan “Beragam,

Faktor
RUMAH - Dukungan anggota
keluarga Bergizi seimbang, dan TAHAP II
OLEH PUSKESMAS - Pembagian tugas keluarga Cukup” “SADAR
-Berbagi nilai yang sama -Minum pil zat besi 90 hari
CERAMAH STUNTING”
tentang perilaku yang selama kehamilan
TOMA, TOGA diharapkan -IMD, ASI Eksklusif 6 bulan - NORMA
Masyarakat
MPASI bergizi saat bayi KELUARGA
MOBILISASI - Dukung & Prioritas
berumur 6 bulan
MASYARAKAT DESA + Sinkron - Pembagian tanggung
Jadwal jawab
Materi KIE - Norma sosial Perilaku Higienitas
TAHAP II
Lokus DESA/KEL.
- Kepemimpinan -CTPS dengan air mengalir
FaktorPemungkin

(Multisektor/Intervensi di 7 saat penting LOKUS


Sensitif) - BAB di jamban BEBAS
-Air bersih dan aman + DAMIU
INTERVENSI SPESIFIK terstandar -Tidak merokok di dalam INTERGEN
DAN SENSITIF -Jamban sehat, Septik Tank rumah ERASI
aman - Rumah sehat - Simpan makanan STUNTING
-Pekarangan sumber gizi
tertutup
keluarga - Drainase Rumah
ANALISIS KONSEP IDEATION
Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku di tingkat individu
Faktor umum
Pengetahuan yang secara
simultan
Advokasi mempengaruhi
Sikap perilaku
Personal
Intervensi
Pengaruh Citra Diri komunikasi dapat
Sosial mempengaruhi
PERILAKU seluruh faktor ini

Emosi Risiko
Semakin banyak faktor
Yang positif semakin besar
Dirasakan kemungkinan
Kemampuan terjadinya perilaku
Diri Norma yang diinginkan

© 2015 Johns Hopkins CCP All rights


reserved
OBJECTIVE
“ BERKONTRIBUSI DALAM
PENURUNAN STUNTING
PADA ANAK ”

TUJUAN INTERVENSI
KOMUNIKASI Perilaku Sadar Warga Desa
Warga Desa Lokus
berperilaku “Sadar Stunting menjadi
norma keluarga
Stunting” Lokus bebas
Intergenerasi
Stunting
KELOMPOK SASARAN PERUBAHAN PERILAKU

KELOMPOK  REMAJA PUTRI/CALON IBU


 IBU HAMIL, NIFAS, IBU DENGAN ANAK BADUTA, BALITA
KUNCI
 RUMAH TANGGA
(primer)
 SUAMI, KELUARGA, REMAJA PUTRA/PEMUDA
KELOMPOK  MASYARAKAT DESA DI MANA KELOMPOK KUNCI BERADA
PENDUKUNG  TOMA, TOGA, GURU, KOMUNITAS PEDULI
KESEHATAN DAN LINGKUNGAN, DI DESA
 PENYEDIA DEPOT AIR, PENYEDIA JASA SEDOT LUMPUR
TINJA

TENAGA KESEHATAN  Bidan

KELOMPOK TERSIER  Pengambilan kebijakan (Bupati) dll


SALURAN ELETRONIK
(BIOSKOP dan

KOMUNIKASI RADIO,
Social
Media ( twitter,
instagram,
youtube),

MOBILISASI
MASYARAKAT
ADVOCACY .
KOMUNITAS
, KIP

CETAK
(KORAN,
MAJALAH,
POSTER
DLL)
REKOMENDASI

Bekerja sama dengan Memasukkan


IBI bimbingan praktis
menjalankan kegiatan yang untuk sukses ASI
meningkatkan kompetensi kedalam komponen
dan peran bidan ANC
REKOMENDAS
I

Melengkapi Menetapkan Strategi Komunikasi


Posyandu dengan pelaksanaan perubahan perilaku pola asuh, pola
alat ukur konsumsi, lingkungan yang higienis (penggunan
panjang/tinggi badan, air, jamban dan sanitasi yang sehat dan aman),
dan melaksanakan serta cuci tangan pakai sabun (CTPS) dengan
pelatihan air mengalir, untuk pencegahan stunting. Untuk
penggunaannya konvergensi dan kesinambungan kegiatan perlu
untuk kader ditunjuk lembaga koordinator
Posyandu
REKOMENDAS
I

Menetapkan 10 Menyusun program Intervensi perubahan perilaku


(sepuluh) Kunci intervensi untuk pencegahan stunting harus
Sukses untuk perubahan perilaku memperhatikan penguatan
mewujudkan ‘Anakku yang lingkungan (enabling factor)
Hebat Bangsaku Kuat’ memperhatikan meliputi upaya peningkatan
dengan sasaran pendapatan, pemahaman dan
utama calon ibu, ibu kesamaan lokus, penyadaran individu, keluarga dan
hamil, dan ibu dengan fokus dan jadwal masyarakat yang mempengaruhi
anak balita pola asuh, pola konsumsi dan
kesehatan lingkungan
10 KUNCI SUKSES
“ANAKKU SEHAT BANGSAKU KUAT”
1. Calon ibu merencanakan kapan keluarga, mengkonsumsi pangan bergizi seimbang dan aman, lingkar
lengan atas tidak kurang dari 23,5 cm.
2. Calon ibu secara rutin minum tablet besi dan asam folat tanpa absen, mempersiapkan
“SUKSES ASI” dengan mengikuti kelas ibu hamil.
3. Pemeriksaan kehamilan dan konseling di fasilitas kesehatan dilakukan sesuai jadwal.
4. Ibu melahirkan di fasilitas kesehatan dan langsung melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
berkualitas.
5. Ibu memberikan ASI Eksklusif enam bulan penuh, dan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI) pada
saat bayi tepat berusia enam bulan dengan menu makanan bervariasi.
6. Melakukan pemeriksaan kesehatan bayi, Ukur, Timbang, memberikan imunisasi dan vitamin sesuai
jadwal.
7. Ibu rajin bercerita dan bercanda dengan bayi sejak baru lahir sampai remaja.
8. Mengkonsumsi air minum yang sehat, aman, dan bebas dari cemaran.
9. Menggunakan jamban dan tangki septik yang aman sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan
pengurasan tangki septik terjadwal.
10. Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) dengan air yang mengalir di lima waktu penting (sebelum
menyiapkan makanan, sebelum makan, sebelum memegang bayi, sesudah BAB, sesudah memegang
binatang).
SALAM SEHAT

TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai