PENATALAKSANAAN TRAUMA
ABDOMEN
Disusun Oleh :
Kelompok 5
Hepy November 163210058
Ida Suryani N 163210059
Novia Rurita Leni 163210068
trauma abdomen adalah trauma atau cedera pada
abdomen yang menyebabkan perubahan fisiologis
yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang
diakibatkan oleh luka tumpul atau tusuk.
Etiologi
Paksaan / benda tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa di sebabkan oleh jatuh,
kekerasan fisik atau pukulan, kecelakan kendaraan bermotor, cedera
akibat berolaraga , benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk
pengaman. Lebih dari 5% di sebabkaan oleh kecelakaan lalu lintas.
Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tembus pada abdomen di sebabkan oleh tusukan
benda tajam atau luka tembak.
Manifestasi Klinis
Pada trauma non-penetrasi (tumpul) biasanya terdapat adanya :
Jejas atau ruktur dibagian dalam abdomen
Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus tidak normal
dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala mual, muntah, dan BAB hitam
(melena)
Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah trauma
Cedera serius dapat terjadi walaupun tak terlihat tanda kontusio pada dinding abdomen
Biasanya organ yang terkena penetrasi bisa keluar dari dalam abdomen
Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan Rontgen
Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL)
Ultrasound Diagnostik (USG).
Computed Tomography Abdomen (CT Scan
Abdomen)
Laparoskopi
Salah satu teknik pembedahan minimal invasive
surgery (MIS) sekarang ini dikenal dengan
Laparoskopi. Laparoskopi adalah bagian dari
teknik endoskopi, berasal dari kata laparo yang
berarti abdomen dan oskopi yang artinya melihat
melalui skope. Laparoskopi memang khusus untuk
melihat rongga perut atau rongga di luar usus
melalui pencitraan pada monitor video
menggunakan teleskop dan sistem endokamera.
KELEBIHAN
Laparoskopi dilakukan dengan bantuan kamera dan
instrumen-instrumen khusus, sayatan hanya berukuran 2-3 cm.
Dengan sayatan yang seminimal mungkin ukurannya ini, masa
penyembuhan dan nyeri pasca pembedahan yang dirasakan
juga akan lebih singkat, dan efek samping dan komplikasi
yang dapat ditimbulkan menjadi lebih sedikit. Secarakosmetik
bekas luka operasi laparoskopi juga sangat berbeda bermakna
dibandingkan dengan parut luka operasi pasca bedah
konvensional. Luka bedah laparoskopi berukuran 2 mm atau
kurang sampai dengan ukuran 10 mm akan hilang atau
tersembunyi di daerah pusar, yang sulit dilakukan dengan
bedah konvensional.
KEKURANGAN
Alasan utama untuk keengganan untuk menerapkan laparoskopi di
PAT (penetrasi trauma perut) adalah difkesulitan-fidalam
pengelolaan beberapa luka-luka viskus berongga. 23 pasien
menghindari laparotomi dan berhasil dikelola dengan LAA. Dalam
penelitian kami, sayatan dibantu adalahmencukupicukup untuk
mengelola semua cedera usus di 65 pasien dan tidak perlu untuk
konversi. Choi dan Lim melaporkan manajemen yang berhasil dari 20
pasien dengan3esayatan yang dibantu4 cm. Sebuah studi dari Taiwan
melaporkan kelayakan reseksi dan anastomosis usus kecil
melalui3esayatan5 cm pada satu pasien. LAA dapat dilihat sebagai
langkah transisi sebelum konversi ke laparotomi. Pendekatan ini juga
dapat dipertimbangkan jika seorang ahli bedah pemula mungkin tidak
memiliki ketangkasan dengan penjahitan intracorporeal.
TERIMAKASIH